Anda di halaman 1dari 5

Biorock Technology sebagai salah satu alternatif upaya

rehabilitasi ekosistem terumbu karang


2009-08-24 11:43:19 - by : admin
Sebagai Negara kepulauan
terbesar di dunia, Indonesia memiliki hamparan terumbu karang dengan
kuantitas yang cukup besar yaitu sekitar 18 % terumbu karang dunia
yang terdapat di sepanjang garis pantai Indonesia. Sepanjang 95.181 km
garis pantai yang menghampar dari ujung barat hingga ujung timur
menempatkan Negara tercinta kita ini diakui dunia sebagai pemegang
status garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah AS, Kanada dan
Rusia. Namun akibat dekatnya letak ekosistem terumbu karang dengan
garis pantai membuat ekosistem ini mengalami tekanan yang cukup berat
dari masyarakat pesisir setempat. Kegiatan penangkapan ikan menggunakan
bom maupun racun sianida merupakan contoh perbuatan tak
bertanggungjawab yang sering terjadi.
Berdasarkan penelitian dari
P2O LIPI, hanya tersisa sekitar 5,8 % dari seluruh hamparan terumbu
karang Indonesia yang berada dalam keadaan sangat baik. Hal ini
tentunya sangat memprihatinkan sebab ekosistem terumbu karang memegang
peranan penting dalam penyerapan karbon yang merupakan penyebab utama
terjadinya pemanasan global. Oleh karena itu, dengan menyelamatkan
ekosistem terumbu karang kita sekaligus menjamin keberlanjutan bumi ini
untuk masa depan.
Upaya penyelamatan dan rehabilitasi ekosistem
terumbu karang terus dilakukan baik oleh pemerintah, LSM maupun
masyarakat pesisir setempat. Banyak kisah sukses yang patut kita
banggakan terungkap oleh media, tetapi juga terkadang diiringi berbagai
hambatan dan masalah. Namun, semangat tersebut tak kunjung surut
mengingat pentingnya menjaga kelestarian ekosistem ini sebagai penentu
masa depan kelautan Indonesia. Beberapa upaya rehabilitasi terumbu
karang yang telah dilakukan di Indonesia antara lain adalah dengan
mengembangkan teknik transplantasi karang, terumbu karang buatan,
maupun metode akresi mineral (biorock technology).
Biorock
technology adalah suatu proses deposit elektro mineral yang berlangsung
di dalam laut, biasanya disebut juga dengan teknologi akresi mineral.
Teknologi ini dikembangkan Prof. Wolf H. Hilbertz seorang ilmuwan
kelautan pada tahun 1974. selanjutnya sejak tahun 1988, prof. Wolf H.
Hilbertz (Germany) bersama Dr. Thomas J. Goreau (AS) seorang ahli
ekologi karang melakukan riset untuk mengembangkan lagi biorock
technology dengan fokus pada perkembangbiakan, pemeliharaan dan
restorasi terumbu karang serta struktur proteksi pesisir. Penelitian
mereka telah dilakukan di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia.
Sayangnya kedua peneliti tersebut telah meninggalkan kita, namun
peninggalan konsep pemikiran mereka telah sangat bermanfaat bagi
perkembangan dunia rehabilitasi terumbu karang. Cara kerja dari metode
ini adalah melalui proses elektrolisis air laut, dengan meletakkan dua
elektroda di dasar laut dan dialiri dengan tegangan rendah 3,8 sampai
17 volt yang aman sehingga memungkinkan mineral pada air laut
mengkristal di atas elektroda.
Biorock memiliki struktur yang
dibentuk dari besi dialiri listrik tegangan rendah, mekanisme kimiawi
terjadi ketika aliran listrik tadi menimbulkan reaksi elecktrolityc
yang medorong pembentukan mineral alami pada air laut, seperti calcium
carbonat dan magnesium hidroxyde. Pada saat bersamaan perubahan
elektrokimia mendorong pertumbuhan organisme disekitar sturktur.
Akibatnya ketika bibit karang ditempelkan pada struktur besi tersebut,
perumbuhannya akan lebih cepat terjadi. Berdasarkan konsep Biorock ini,
endapan CaCO3 dibentuk melalui reaksi listrik dari anoda dan katoda.
Pada konteks elektro kimia (electrochemistry), katoda adalah sambungan
yang mensuplai elektron ke ion pada larutan untuk mendorong suatu
reaksi kimia terjadi. Katoda dapat terbuat dari berbagai mineral yang
menghantar listrik, setelah beberapa kali uji coba, disarankan untuk
menggunakan ram besi non-galvanis. Sedangkan anoda adalah sambungan
yang mengambil ion elektron dari ion pada larutan dengan tujuan untuk
memudahkan reaksi kimia terjadi. Anoda dapat terbuat dari karbon,
timah ataupun titanium.
Dilihat dari proses pembentukan deposit
mineralnya, mineral accretion bukanlah suatu reaksi oksidasi langsung
seperti elektroplatting, tetapi merupakan suatu proses yang tidak
langsung, dimana pengendapan mineral terjadi karena suatu hasil
sampingan dari perubahan pH di sekitar katoda ketika terjadi proses
elektrolisis pada air laut. Ketika klorin dan oksigen terkumpul di
sekitar anoda, maka mineral magnesium dan kalsium yang melimpah di air
laut akan mengendap di katoda. Material yang terdeposit sebagian besar
terdiri atas kalsium karbonat yang secara struktur kimia mirip dengan
batu karang.
Daya larut produk merupakan hal yang sangat
berpengaruh pada proses deposit mineral, dimana daya larut produk
adalah konsentrasi maksimum dari zat untuk larut pada air. Pengendapan
dan keseimbangan dari CaCO3 dan Mg(OH)2 pada air laut sangat kompleks
karena adanya interaksi dengan ion dan senyawa lain. Konsentrasi dari
Ca2+ dan CO32- pada daerah di dekat permukaan air sebenarnya beberapa
kali lebih besar dari yang dibutuhkan untuk mengendapkan CaCO3..
Pengendapan menghambat ion dan senyawa organik inilah yang menjadi
alasan mengapa jumlah pengendapan CaCO3 tidak secara spontan terjadi.
Sekali padatan CaCO3 terbentuk, bentuk ini tidak akan berubah dengan
kondisi yang sangat biasa. Mg(OH)2 tidak dapat bertahan pada kondisi
ini dan menjadi tidak stabil.
Ada beberapa alternatif sumber tenaga
yang digunakan untuk menjalankan sistem ini, baik dengan menggunakan
pembangkit listrik tenaga matahari (solar cell), pembangkit listrik
tenaga pasang surut, generator, aki maupun listrik rumah tangga. Tenaga
yang digunakan adalah arus DC dengan kisaran antara 1-24 Volt. Pada
beberapa penelitian digunakan tegangan dengan kisaran 6-12 Volt.
Densitas yang digunakan untuk memberikan hasil yang terbaik sekitar 3 A
per m2 permukaaan katoda.
Elektrolisis dapat terjadi pada larutan
yang encer atau larutan garam. Situasi yang biasanya terjadi pada
proses elektrolisis adalah ekstraksi klorin dari air laut. Deposit
mineral terbentuk dengan proses sebagai berikut:

1.
Ketika tegangan melewati elektroda, maka katoda akan menjadi cukup
negatif untuk menarik ion hidrogen dari air laut dan menyumbangkan
elektron untuk mengubah ion hidrogen menjadi gas yang akan naik ke
permukaan.
2e- + 2H+ H2 (gas)

2. Dengan semakin habisnya ion hidrogen di sekitar elektroda, maka terjadi reaksi kimia:
H2CO3 H+ + HCO3- 2H+ + CO32-

Pada
saat ion hidrogen di dekat katoda habis, berdasarkan prinsip Le
Chateliers reaksi akan bergerak ke kanan untuk membentuk ion H pada
perairan. Hal ini juga akan meningkatkan konsentrasi ion karbonat
(CO32-) pada perairan. Pada akhirnya konsentrasi ion CO32- semakin
besar untuk membentuk reaksi:
Ca2+ + CO32- CaCO3 (solid)

Pengendapan
kalsium karbonat di atas katoda terjadi ketika tingkat kelarutan dari
Ca2+ dan CO32- melebihi keadaan untuk dapat larut pada cairan. Endapan
kalsium karbonat ini disebut juga aragonite, merupakan endapan keras,
kuat dan hampir tak dapat larut. Pengendapan dari CaCO3 adalah
pengendapan pertama yang terjadi ketika tegangan rendah. Ketika
tegangan pada katoda meningkat maka reaksi lain mulai mendominasi.

3.
Ketika ion hidrogen di sekitar katoda berubah menjadi gas hidrogen,
daerah di dekat katoda menjadi kehabisan ion H dan sesuai dengan hukum
kesetimbangan kimia maka ini akan meningkatkan pH di daerah sekitar
katoda membuat larutan menjadi basa. Reaksi yang terjadi:
H2O + 2OH- H+ + OH-

untuk
memulai mengembalikan ion H+. Ini membuat konsentrasi ion OH
-meningkat. Ketika konsentrasi ion OH- meningkat maka reaksi yang
terjadi adalah:
Mg2++ 2OH- Mg(OH)2 (solid)

Pengendapan
kalsium karbonat di atas katoda terjadi ketika tingkat kelarutan dari
ion magnesium dan ion OH- melebihi keadaan untuk dapat larut pada
cairan. Bentuk solid dari magnesium hidroksida juga disebut brucite.
Endapan ini lebih lunak dan dapat larut dalam cairan dibandingkan
dengan kalsium karbonat.
Indonesia sendiri telah melakukan upaya
rehabilitasi terumbu karang dengan teknologi ini sejak tahun 2000,
yaitu di derah Pemuteran Bali. Kegiatan ini dipelopori oleh Karang
Lestari Pemuteran bekerjasama dengan dive shop, pengelola hotel,
restoran, para nelayan dan para ilmuan yang memilki kepedulian tinggi
terhadap kelestarian terumbu karang. Struktur Biorock yang dipasang di
Pemuteran berjumlah 22 struktur dengan bentuk yang sama seperti
struktur yang ada di pulau Kwadule, Kuna Yala, Panama. Struktur ini
ditempatkan pada kedalaman 120 kaki.
Biorock di Pemuteran Bali
memiliki tingkat keberhasilan paling tinggi dari 19 negara lain yang
juga menerapkan metode biorock ini, oleh karena itu Biorock di
Pemuteran telah 5 kali meraih penghargaan baik lokal maupun
internasional. Kunci keberhasilan Biorock di Pemuteran Bali tak
diragukan lagi ialah karena keterlibatan dari berbagai pihak terutama
masyarakat sekitar terutama kelompok nelayan dan Pecalang laut (polisi
desa adat). Fakta ini merupakan suatu sinyal baik dalam usaha
melestarikan dan merehabilitasi ekosistem terumbu karang Indonesia yang
termasuk dalam segitiga karang dunia. Dan usaha ini membutuhkan peran
serta dari seluruh pihak yang ingin bumi ini selalu lestari. Mari
bersama kita menyelamatkan teumbu karang, sekarang.

Anda mungkin juga menyukai