DIABETES MELLITUS
I. Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit metabolik (kebanyakan herediter) sebagai
akibat dari kurangnya insulin efektif baik oleh karena adanya disfungsi sel beta
pankreas atau ambilan glukosa di jaringan perifer, atau keduanya (pada DM-Tipe
2), atau kurangnya insulin absolut (pada DM-Tipe 1), dengan ditandai
hiperglikemi, disertai dengan gejala klinis akut (poliuria, polidipsi, penurunan
berat badan) dan ataupun gejala kronik atau kadang-kadang tanpa gejala, biasanya
disertai gangguan metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2007; PDT 2008).
II. Klasifikasi
1
Dan lain-lain
Endokrinopati
Akromegali
Sindrom chusing
Feokromositoma
Hipertyroidisme
Dan lain-lain
Karena obat/zat kimia
Facorpentamidine, asam nikotinate
Glukorkotikoid
Hormon-hormon tyroid
Tiazid, dilantin, interferon alfa
Dan lain-lain
Infeksi
Rubella kongenital
Citomegalovirus (CMV)
Dan lain-lain
Sebab imunologi yang jarang
Antibody antiinsulin
Dan lain-lain
Sindrom genetik yang lain yang berkaitan dengan DM
Sindrom down, sindrom klenifelter, sindrom turner, dan
lain-lain
4. DM gestational
(Askandar, 2007)
2
BBR = BB X 100%
TB-100
Gizi buruk = < 90%
Normal = 90-100%
Gizi lebih = 100-120%
Obesitas = >120%
IV. Patofisiologi
3
Pada patofisiologi DM tipe 1 terdapat kerusakan sel beta pankreas
oleh karena proses autoimun sehingga pankreas tidak mampu untuk
mensintesis dan sekresi insulin dalam kualitas dan atau kuantitas yang
cukup, bahkan kadang tidak mensekresi insulin sama sekali sehingga
pada kasus ini terjadi defisiensi insulin secara absolut. Pada DM tipe 1,
biasanya reseptor insulin di jaringan perifer kuantitas dan kualitasnya
cukup atau normal antara 30.000-35.000.
Patofisiologi DM tipe 2, pada awalnya kelainan terletak pada
jaringan perifer (resistensi insulin) dan kemudian disusul dengan
disfungsi sel beta pankreas (defek fase pertama sekresi insulin), yaitu
sebagai berikut :
1. Sekresi insulin oleh pankreas cukup atau kurang, namun
terdapat keterlambatan sekresi insulin fase 1 (fase cepat),
sehingga glukosa sudah diabsorbsi masuk darah tetapi jumlah
insulin yang efektif belum memadai
2. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000-
30.000); pada obesitas jumlah reseptor sekitar 20.000
3. Kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor jelek
sehingga kerja insulin tidak efektif (insulin binding, atau
afinitas atau sensitivitas insulin terganggu)
4. Terdapat kelainan pasca reseptor, sehingga proses glikolisis
intraselulert terganggu
5. Adanya kelainan campuran antara no 1, 2, 3, dan 4
4
yang berlebihan (diuresis osmotik) yang berakibat kehilangan cairan
berlebihan, pasien mengalami poliuria dan polidipsia.
Gambar patofisiologi DM
(AsKep, 2015)
V. Gejala Klinis
Diabetes Awal
5
1. Fase kompensasi : polifagi, polidipsi, poliuri, BB meningkat
2. Fase dekompensasi : polifagi, polidipsi, poliuri, BB menurun
VI. Diagnosis
126 126
TTGO 2 jam
200 200
200 140-199 140
6
VII. Diagnosis Banding :
1. Hiperglikemi :
a. Penyakit hepar (CH, CLD)
b. GGK
c. hipertiroid
2. Reduksi urin + , Hiperglikemi - :
a. Glokusuria renal
b. Galaktosuria pada kehamilan
c. Obat-obatan : Vitamin C dosis tinggi dan lain-lain
VIII. Penatalaksanaan
Pentalogi Terapi DM
Terapi Primer :
1. Diet
2. Latihan fisik
3. Penyuluhan kesehatan masyarakat
Terapi sekunder :
4. OHO dan insulin
5. Cangkok pankreas
1. Diet
Perhatikan 3J (Jumlah-Jadwal-Jenis)
Macam Diet :
1. Diet B (68 KH 20 L 12P)
Indikasi Diet B = umumnya diberikan pada semua pasien DM
a. DM yang tidak tahan lapar / masih lapar dengan diet yang sudah
diberikan
b. DM dengan dislipidemia (HDL menurun, LDL meningkat, TG
meningkat, Kolesterol total meningkat)
7
c. DM dengan komplikasi makroangiopati (TIA, PJK, gangguan PD)
dan mikroangiopati
d. DM > 10th
2. Diet B1 (60 KH 20 L 12P)
Indikasi Diet B1 = untuk DM yang memerlukan protein yang tinggi
a. Kebiasaan makan protein tinggi tetapi memiliki kadar lemak yang
normal
b. Kurus (underweight)
c. Masih muda (perlu pertumbuhan)
d. Mengalami patah tulang
e. Hamil atau menyusui
f. Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatis
g. Menderita tuberkulitis paru
h. Menderita selulitis atau gangren
i. Dalam keadaan pasca bedah
j. Menderita penyakit gravis (morbus basedow)
k. Menderita kanker (Ca. Cervix, Ca. Mamae, Hepatoma, dll)
l. Mengidap infeksi cukup lama (demam tifoid, ISK, meningitis, dll)
3. Diet B2 (74 KH 20 L 6P) : untuk diabetik Nepropathy stadium 1
(micro/macroalbumin, eGFR > 90 mL/min), 2 (macroalbumin, eGFR
60-89 mL/min (<2,5 mg/dl)), 3 (macroalbumin, eGFR 30-59 mL/min
(2,5-4 mg/dl))
4. Diet B3 (72 KH 20 L 8P) : untuk diabetik Nepropathy stadium 4a
(macroalbumin, eGFR 15-29 mL/min (4-8 mg/dl))
5. Diet Be : untuk diabetik Nepropathy stadium 4b (macroalbumin, eGFR
15-29 mL/min (8-10 mg/dl)) dan 5 (macroalbumin, GFR <15 mL/min
(>10 mg/dl))
6. Diet M (55 KH 20 L 25 P) : untuk pasien MRDM
7. Diet G (60 KH 20 L 20 P) : untuk DM dengan gangren
8. Diet KV (68 KH 20 L 12 P) : untuk DM dengan komplikasi CVS
(stroke, pjk, infark, retinopati, penyakit PD oklosif)
9. Diet GL : CKD stage 3 4 yang mengalami SRMD
10. Diet H : DM dengan kelainan fungsi hati
8
Note :
eGFR (laki-laki) (mL/min) = (140-umur) x BB(kg)
kreatinin plasma (mg/dl)x72
eGFR (perempuan) (mL/min) = (140-umur) x BB(kg) x 0,85
kreatinin plasma (mg/dl)x72
9
Pembagian berdasarkan cara kerja :
1. Insulin secretatogeus
a. Sulphoryurea , 3 generasi :
o Generasi 1 : tolbutamin, chlorpropamide
o Generasi 2 : glibenclamide, glipizide, gliquidone,
gliclazide
o Generasi 3 : glimiperide
b. Non sulphoryurea :
nateglinide, repaglinide, GLP 1 analoque
2. Insulin sensitizer
a. Thiazolidinedione :
ciglitazone, englitazone, troglitazone, rosiglitazone,
aoglitazone, darglitazone
b. Non thiazolidinedione :
Muraglitazar, Ragaglitazar, tesaglitazar
c. Metaglidasen
d. Biguanine
o Metformin
o 3-guanidinopropionic acid
3. Intestine enzym inhibitor
a. -glucosidase inhibitor
o acarbose
o vagiblose
o miglitol
o castanospermine
b. -aminase inhibitor : Tendamistase
c. plant fibre suplement : guar gum dan bran
4. Tipe lain
a. Insulin mimetic drug : glimepirid, cromium, -lipoid acid,
vanadium
b. -cell replacers : GLP, GLP-1, GLP-1 analogue
10
c. inhibitor dari dypeptidyl peptidase IV (DPP IV) : metformin,
liraglutide, vildagliptin
d. penghambat sekresi glukagon : amilin analogue
5. Fixed dose combination type
a. Kombinasi glimepiride dan metformin
b. Kombinasi metformin dan thiazolidinedione
c. Kombinasi glibenclamide dan metformin
Insulin
A. Indikasi insulin :
1. DM tipe 1
2. MRDM
3. DM tipe x dan DMTOI
4. Koma diabetik
5. DM tipe 2 pada keadaan :
o Secondary failurenOHO
o Kehamilan
o Selulitis / gangren / infeksi lain
o Kurus (underweight)
o Fraktur
o Hepatitis kronis
o Operasi
o TB paru
o Graves disease
o Carsinoma
Pembagian Insulin :
1. Berdasarkan macam
Insulin konvensional
Insulin monokomponen = insulin MC
a. Actrapid
b. Insulated (Humulin N)
c. Monotard
d. Mixtard 30/70 (Humulin 30/70)
11
Insulin Manusia = human insuline
Insuline analogue
- Rapid acting = lispro (B28 lysine, B29 proline), glulisin,
aspar, X14
- Long acting = B31 B32 Arginine, A21 glycine, glargine,
detemis
2. Berdasarkan lama kerja
a. Cepat = humalog, apart, aprida
b. Pendek = actrapid human, humulin R, IR
c. Menengah = insulated human, monotard human, humulin N,
NPH
d. Campuran = mixtard 30/70, humulin 30/70, humalog mix 25
e. Panjang = lantus, Pzi, Ultratad
Note:
(Askandar, 2007)
IX. Komplikasi
12
1) Komplikasi Akut
Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan berhubungan dengan
gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga komplikasi
tersebut adalah:
a) Hipoglikemia
b) Diabetes Ketoasidosis
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang
nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak.
2) Komplikasi Kronik
Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua sistem organ dalam
tubuh. Kategori komplikasi kronis diabetes yang lazim digunakan adalah:
a) Komplikasi Makrovaskuler
13
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan
embolus ditempat lain dalam sistem pembuluh darah yang kemudian terbawa
aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat menimbulkan
serangan iskemia sepintas (TIA = Transient Ischemic Attack)
b) Komplikasi Mikrovaskuler
(2) Nefropati
Segera sesudah terjadi diabetes, khususnya bila kadar glukosa darah meninggi,
maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan
kebocoran protein darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya, tekanan dalam
pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan
berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati.
14
BAB 2
ULKUS DIABETIKA
Ulkus diabetika
1. Definisi
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik
Diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat
disertai adanya kematian jaringan setempat
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit
karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler
insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita
yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi
disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob
2. Klasifikasi
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus
menurut
Wagner dikutip oleh Waspadji S, terdiri dari 6 tingkatan :
0. Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
3. Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
4. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada
ibu jari kaki, bagian depan kaki atau tumit.
5. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki
3. Epidemiologi
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Amerika Serikat sebesar
15-20% dan angka mortalitas sebesar 17,6% bagi penderita DM dan
merupakan sebab utama perawatan penderita Diabetes mellitus di rumah
15
sakit. Penelitian kasus kontrol di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
16% perawatan DM dan 23% total hari perawatan adalah akibat Ulkus
diabetika dan amputasi kaki karena Ulkus diabetika sebesar 50% dari total
amputasi kaki. Sebanyak 15% penderita DM akan mengalami persoalan
kaki suatu saat dalam kehidupannya
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari
penderita DM. Di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait
dengan ulkus diabetika. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi,
masing-masing sebesar 32,5% dan 23,5%. Nasib penderita DM paska
amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam
setahun paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska
amputasi
Penelitian cross sectional di RS Dr. Kariadi oleh Yudha dkk.
Menunjukkan bahwa penderita ulkus diabetika 84,62% terdapat
dislipidemia, pada penderita ulkus diabetika dengan dislipidemia kadar
kolesterol lebih tinggi secara bermakna (p=0,045) dan kadar trigliserida
lebih tinggi secara bermakna (p=0,002) dibandingkan dengan penderita
DM tanpa dislipidemia
Penelitian pada tahun 2002 oleh Waspadji menghasilkan bahwa
kadar trigliserida merupakan faktor risiko terjadi penyakit pembuluh darah
perifer yang dapat mengakibatkan terjadinya ulkus diabetika
16
5. Diagnosis Ulkus diabetika
Diagnosis ulkus diabetika meliputi :
a. Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus
pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa
berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun
atau hilang.
b. Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan
kuman penyebabnya
17
rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan
kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika
Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada
tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari
tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus diabetika
Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan
penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada
pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi
kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah
ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus
diabetika
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan
meningkatkan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan
pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi
penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen
mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetika
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas
trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga
sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit
pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah
Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL,
trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan
akan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi
peradangan yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis
Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi
penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (high-
density-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya
faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap
aterosklerosis
Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan
menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan
18
selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya
dimulai dari ujung kaki atau tungkai
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali
menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi
radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid
menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk
dimusnahkan oleh sistem phlagositosis-bakterisid intra selluler.
Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi
akibat adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media
pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus
diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta
kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan
Clostridium septikum
Patogenesis ulkus diabetika pada penderita Diabtes mellitus pada
bagan berikut:
19
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes
mellitus menurut Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk.
terdiri atas :
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1) Umur 60 tahun.
2) Lama DM 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah :
(termasuk kebiasaan dan gaya hidup)
1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
2) Obesitas.
3) Hipertensi.
4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
6) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :
a) Kolesterol Total tidak terkontrol.
b) Kolesterol HDL tidak terkontrol.
c) Trigliserida tidak terkontrol.
7) Kebiasaan merokok.
8) Ketidakpatuhan Diet DM.
9) Kurangnya aktivitas Fisik.
10) Pengobatan tidak teratur.
11) Perawatan kaki tidak teratur.
12) Penggunaan alas kaki tidak tepat
Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetika lebih lanjut dijelaskan
sebagai berikut :
a. Umur 60 tahun.
20
Umur 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetika
karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena
proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga
kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi
kurang optimal.
b. Lama DM 10 tahun.
Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus
yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah
tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan
dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati
yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki
Penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan
mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada
serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang
lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat
mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat
kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi
berkurang, kulit kering dan mudah robek
c. Neuropati
d. Obesitas.
Pada obesitas dengan IMT 23 kg/m2 (wanita) dan IMT 25
kg/m2 (pria) atau BBR lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi
insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 U/ml, keadaan ini
menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis
yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi
darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah
terjadi ulkus/ganggren diabetika
e. Hipertensi.
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus
karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya
aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang
tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg dapat merusak atau
mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan
berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi
trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi
hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus
f. HbA1C
Kadar glukosa darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan
GD2JPP > 144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka
panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu
ulkus diabetika
g. Kolesterol
Kolesterol Total, HDL, Trigliserida tidak terkendali. Pada
penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar
trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (high-
density-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah ( 45 mg/dl).
Kadar trigliserida 150 mg/dl , kolesterol total 200 mg/dl dan HDL
45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar
jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang
reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya
aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan
menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke
pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya
denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi
atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau
tungkai
24
metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Salah
satu penelitian tentang efek olah raga pada penderita DM menunjukkan
bahwa olah raga akan menurunkan kadar trigliserida.
Penelitian di Swiss oleh Rocher dikutip oleh Wibisono pada
penderita DM dengan neuropati, hasil penelitian olah raga tidak teratur
akan terjadi Ulkus diabetika lebih tinggi 4 kali dibandingkan dengan olah
raga yang teratur
25
Pengendalian yang baik dapat mencegah komplikasi kronik ulkus
diabetika. Pada diabetisi dapat terkendali baik tidak hanya kadar glukosa
darah tetapi juga menyeluruh yaitu kadar glukosa darah, status gizi,
tekanan darah, kadar kolesterol total, kadar trigliserida dan HbA1C
26
3) Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang
retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-
jari kaki (contoh: krem sorbolene).
4) Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi
kering dan retak-retak.
5) Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki
secara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih
mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut.
6) Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh
podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bisa
tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki. Jangan
menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati
hanya oleh podiatrist.
7) Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula,
luka dan lecet.
8) Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.
X. Prognosis
75% orang diabetes mellitus tipe 2 akan meninggal karena penyakit
jantung dan 15% karena stroke.
Angka mortalitas dari penyakit kardiovaskular 5x lebih tinggi pada pasien
dengan diabetes mellitus dibanding tanpa diabetes mellitus.
Setiap peningkatan HbA1C 1%, resiko meninggal disebabkan diabetes
meningkat sebanyak 21%.
XI. Preventif
Berat badan sehat ditentukan berdasarkan tinggi badan dan berat badan dalam
body mass index (BMI) dan lingkar pinggul. Menghilangkan berat badan
sebanyak 7% dapat membantu mengurangi resiko diabetes .
27
Lakukan aktivitas yang meningkatkan heart rate. Aktivitas dilakukan selama 2 1/2
jam seminggu atau aktivitas berat selama 1 jam seminggu.
Jika dengan cara menurunkan berat badan, olahraga, dan makan makanan sehat
tidak membantu menurunkan kadar glukosa darah, perlu obat bagi orang
perdiabetes untuk mencegah terjadinya diabetes.
28
BAB II
TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK
3.1 Pengertian
Terapi oksigen hiperbarik merupakan tindakan dimana pasien menghirup
oksigen murni secara berkala sambil ruangan pengobatan ditekan dengan tekanan
lebih besar daripada 1 ATA ( Atmosfir Absolut). (Gill dan Bell, 2004).
Terapi oksigen hiperbarik adalah pemberian oksigen tekanan tinggi untuk
pengobatan yang dilaksanakan dalam RUBT. (Harianto et al, 2009)
Tekanan 1 atmosfer adalah tekanan udara yang dialami oleh semua benda,
termasuk manusia, diatas permukaan laut, bersifat tetap dari semua jurusan dan
berada dalam keseimbangan. (Harianto et al, 2009)
Terdapat 3 hukum yang berperan dalam terapi oksigen hiperbarik, yaitu (Gill
dan Bell, 2004) :
1. Hukum Boyle
Pada suhu tetap, Tekanan berbanding terbalik dengan volume.
2. Hukum Henry
Jumlah gas terlarut dalam cairan atau jaringan sebanding dengan tekanan
parsial gas tersebut dalam cairan atau jaringan.
3. Hukum Dalton
Tekanan total suatu campuran gas adalah sama dengan jumlah tekanan
parsial dari masing masing bagian gas.
Terapi oksigen hiperbarik memiliki efek dalam meningkatkan solubilitas
oksigen dalam plasma. Pasien yang ditempatkan pada ruangan udara bertekanan
tinggi (RUBT) dengan tekanan 2,8 ATA dan menghirup oksigen murni dapat
meningkatkan ikatan oksigen hingga 10 13 kali. Enam volume persen (6 ml per
100 ml plasma) oksigen terlarut dalam plasma. Sehingga, plasma mampu
mengangkut oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh.
(Kindwall dan Whellan, 1997)
Tergantung dari fisiologi dan patofisiologi tiap individu, efek oksigen
bertekanan tinggi dapat bervariasi, yaitu : supresi produksi alpha-toxin pada gas
gangrene, peningkatan aktivitas leukosit, penurunan perlekatan sel putih pada
dinding kapiler, vasokonstriksi pada pembuluh darah normal, perbaikan
29
pertumbuhan fibroblas dan produksi kolagen, stimulasi produksi enzim peroksida
dismutase, penyimpanan ATP pada membran sel dengan reduksi pada edema
sekunder, supresi respon imun tertentu, peningkatan aktivitas osteoklas,
peningkatan proliferasi kapiler, dan sebagainya. (Kindwall dan Whellan, 1997)
Manfaat
30
stroke, penyakit pembuluh darah perifer, ulkus diabetik, serebral palsy, trauma
otak, sklerosis multiple,dsb.
Mekanisme HBOT
HBOT memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada sel
endotel. Pada sel endotel ini HBOT juga meningkatkan intermediet vaskuler
endotel growth factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan NADH
yang memicu peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk sintesis
proteoglikan dan bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis pada
proses remodeling, salah satu tahapan dalam penyembuhan luka.
31
memuaskan, yaitu penyembuhan jaringan luka. Terapi ini paling banyak
dilakukan pada pasien dengan diabetes mellitus dimana memiliki luka yang sukar
sembuh karena buruknya perfusi perifer dan oksigenasi jaringan di distal.
Decompression sickness
32
Refractory osteomyelitis
Thermal burns
Komplikasi
Sinus pain
Pulmonary barotrauma
Oxygen seizures
Decompression sickness
Genetic effects
Claustrophobia
33
Anxiety reactions
34
BAB III
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Umur : 73 tahun
Agama : Islam
II. Subjektif
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan luka pada kaki kanan sejak
kurang lebih 2 minggu yang lalu saat pasien dirawat di RSAL bagian penyakit
dalam karena dalam keadaan tidak sadar. Pasien sudah menderita diabetes selama
24 tahun, dan rutin minum obat dan kontrol selama 1 bulan sekali dengan GDA
terakhir saat masuk opname adalah 64. Selama dirawat, pasien merasakan kakinya
melepuh dan lepuhannya pecah menjadi borok. Pada borok tersebut tidak terdapat
darah maupun nanah yang keluar. Selain itu, pasien juga merasa geringgingan dan
rasa tebal pada kaki kanan sehingga tidak merasa ada luka sebelumnya pada kaki
kanannya. Kurang lebih 4 tahun yang lalu pasien jatuh dan di ujung jari ke 3 dan 4
kaki terluka kemudian tidak dirawat sampai sekarang sehingga jari kaki tampak
bengkok dan menghitam. Pasien sudah disarankan untuk amputasi tapi pasien
menolak dan memilih untuk diterapi HBO.
35
Riwayat Penyakit Dahulu :
HT (+)
Riwayat trauma pada panggul (+) 4 tahun yang lalu dan tidak di operasi
Hipertensi (+)
Riwayat pengobatan :
III. Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak baik dan kooperatif
Kesadaran/GCS : Compos mentis/ 4-5-6
BB/TB :
Gizi :
Vital sign : Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit, Regular, isi cukup, tekanan
cukup, equal
RR : 20 x/menit
Suhu : 37C aksiler
2. Status generalis
Kepala : Konjungtiva anemis (-)
Sclera icterus (-)
Cyanosis (-)
36
Dyspneu (-)
Leher : Pembesaran thyroid (-)
Pembesaran KGB (-)
Deviasi Trakea (-)
Thorax : Pulmo : I = Bentuk simetris
Pergerakan simetris
Retraksi sela iga (-)
P = Pergerakan simetris
Fremitus raba simetris
Nyeri dada (-)
P = Suara ketok = sonor
Nyeri ketok (-)
A = Vesikuler/Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Cor : I = Ictus cordis tidak tampak
P = Ictus cordis tidak teraba
P = Ka = sternal line kanan
Ki = MCL sinistra ICS IV
A = S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : I = tampak sedikit cembung simetris
A = Bising usus normal
P = H/L/R = -/-/- , Nyeri tekan (-)
P = timpani (+)
Ekstrimitas : Akral hangat + + Edema - -
+ + - -
3. Status lokalis : Regio pedis dextra
Look : Ulkus (+) pada dorsum pedis dextra sampai batas tendon,
Nekrosis (+) pada digiti 3 dan 4 serta sebagian besar
dorsum pedis dextra,
Oedeme (+),
Hiperemi (+) pada plantar pedis dextra
Pus (-), perdarahan (-)
Feel : oedeme (+)
Teraba hangat, nyeri (-)
37
Movement : Tungkai kanan tidak dapat digerakkan ec tulang panggul
lepas post trauma
IV. Assessment
V. PLANNING
1. Planning Diagnosa
Konsul penyakit dalam : DL, Gula darah, Albumin, elektrolit (Na, K,
Cl)
ECG
Foto Thorax
2. Planning Terapi
1. Bed Rest
2. Konsul gizi sesuai diet diabetes
3. Edukasi terapi HBO
4. Perawatan luka
3. Planning Monitoring
Vital sign
Gula darah
Penyembuhan luka selama terapi HBO
38
4. Planning Edukatif
o Pola hidup sehat teratur
o Jalankan diet sesuai anjuran
o Rajin kontrol dan minum obat teratur sesuai anjuran dari poli
penyakit dalam, dan poli jantung
39