Anda di halaman 1dari 39

BAB I

DIABETES MELLITUS

I. Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit metabolik (kebanyakan herediter) sebagai
akibat dari kurangnya insulin efektif baik oleh karena adanya disfungsi sel beta
pankreas atau ambilan glukosa di jaringan perifer, atau keduanya (pada DM-Tipe
2), atau kurangnya insulin absolut (pada DM-Tipe 1), dengan ditandai
hiperglikemi, disertai dengan gejala klinis akut (poliuria, polidipsi, penurunan
berat badan) dan ataupun gejala kronik atau kadang-kadang tanpa gejala, biasanya
disertai gangguan metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2007; PDT 2008).

II. Klasifikasi

Klasifikasi DM menurut PERKENI dan ADA 2006 :

1. DM tipe I (destruksi sel beta) defisiensi insulin absolut


Autoimun
idiopatik
2. DM tipe II (berawal dari resistensi insulin lebih dominan daripada
defisiensi insulin relatif kemudian menjadi defek sekresi insulin yang
predominan dengan resisten insulin)
3. DM Tipe spesifik lain
Defek genetik fungsi sel beta
Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3,4,5,6
(yang terbanyak MODY 3
DNA mitokondria
Dan lain-lain
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Pankreatitis
Tumor/Pankreatektomi
Pankreatopati fibrokalkulus

1
Dan lain-lain
Endokrinopati
Akromegali
Sindrom chusing
Feokromositoma
Hipertyroidisme
Dan lain-lain
Karena obat/zat kimia
Facorpentamidine, asam nikotinate
Glukorkotikoid
Hormon-hormon tyroid
Tiazid, dilantin, interferon alfa
Dan lain-lain
Infeksi
Rubella kongenital
Citomegalovirus (CMV)
Dan lain-lain
Sebab imunologi yang jarang
Antibody antiinsulin
Dan lain-lain
Sindrom genetik yang lain yang berkaitan dengan DM
Sindrom down, sindrom klenifelter, sindrom turner, dan
lain-lain
4. DM gestational

(Askandar, 2007)

III. Faktor Resiko


1. Usia tua >45 tahun
2. Obesitas
BBR > 110%
BMI > 25 kg/m
LP : P 80 cm L 90 cm
Note :

2
BBR = BB X 100%
TB-100
Gizi buruk = < 90%
Normal = 90-100%
Gizi lebih = 100-120%
Obesitas = >120%

BMI = BB (kg) x 100%


TB2(m)
Gizi buruk = <18,5%
Normal = P (18,5-23,9%)
L (20-24,9%)
Gizi lebih = 25-26,9%
Obesitas = 27%
3. Hipertensi >140/90 mmHg
4. Riwayat DM dalam garis keturunan
5. Riwayat kehamilan bayi besar = BBL > 4000gr atau abortus berulang
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemi
HDL : P < 35 mg/dl L < 40 mg/dl
TG > 250 mg/dl
8. Pernah TGT (toleransi glukosa terganggy) atau GDPT (Gula darah puasa
terganggu) dengan pemeriksaan TTGO (tes toleransi glukosa oral)
Cara : 3 hari sebelumnya makan Karbohidrat cukup dan kegiatan jasmani
seperti biasa dilakukan kemudian puasa 10-12 jam periksa GDP
beri glukosa 75 g dilarutkan dalam air 250 ml diminum dalam 5 menit
tunggu 2 jam cek GD 2 Jam sesudah beban glukosa

(Askandar, 2007; PDT, 2008)

IV. Patofisiologi

3
Pada patofisiologi DM tipe 1 terdapat kerusakan sel beta pankreas
oleh karena proses autoimun sehingga pankreas tidak mampu untuk
mensintesis dan sekresi insulin dalam kualitas dan atau kuantitas yang
cukup, bahkan kadang tidak mensekresi insulin sama sekali sehingga
pada kasus ini terjadi defisiensi insulin secara absolut. Pada DM tipe 1,
biasanya reseptor insulin di jaringan perifer kuantitas dan kualitasnya
cukup atau normal antara 30.000-35.000.
Patofisiologi DM tipe 2, pada awalnya kelainan terletak pada
jaringan perifer (resistensi insulin) dan kemudian disusul dengan
disfungsi sel beta pankreas (defek fase pertama sekresi insulin), yaitu
sebagai berikut :
1. Sekresi insulin oleh pankreas cukup atau kurang, namun
terdapat keterlambatan sekresi insulin fase 1 (fase cepat),
sehingga glukosa sudah diabsorbsi masuk darah tetapi jumlah
insulin yang efektif belum memadai
2. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000-
30.000); pada obesitas jumlah reseptor sekitar 20.000
3. Kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor jelek
sehingga kerja insulin tidak efektif (insulin binding, atau
afinitas atau sensitivitas insulin terganggu)
4. Terdapat kelainan pasca reseptor, sehingga proses glikolisis
intraselulert terganggu
5. Adanya kelainan campuran antara no 1, 2, 3, dan 4

Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak


terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemi post prandial. Jika konsentrasi glukosa
cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Karena
terjadi glukosuria, maka glukosa tidak masuk kedalam sel / otot
sehingga tidak ada energi yang terbentuk dan akhirnya terjadi polifagia.
Selain itu, dapat pula disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit

4
yang berlebihan (diuresis osmotik) yang berakibat kehilangan cairan
berlebihan, pasien mengalami poliuria dan polidipsia.

Pada metabolisme lemak dan protein pun terganggu sehingga terjadi


penurunan berat badan. Pemecahan lemak yang berlebihan akan
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
asam dimana akan mengganggu keseimbangan asam basa tubuh dan
menimbulkan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian (Askandar,
2007; AsKep, 2015)

Gambar patofisiologi DM
(AsKep, 2015)
V. Gejala Klinis
Diabetes Awal

5
1. Fase kompensasi : polifagi, polidipsi, poliuri, BB meningkat
2. Fase dekompensasi : polifagi, polidipsi, poliuri, BB menurun

Kronis : Lemas badan, kesemutan, kaku otot (mialgia), sakit sendi,


penurunan libido, gangguan penglihatan, sakit sendi, dan lain-lain
(Askadar, 2007; PDT, 2008)

VI. Diagnosis

Kriteria Diagnosis : (menurut PERKENI 2002) :

1. Kadar glukosa sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl + gejala klasik


2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl
3. Kadar glukosa plasma 2 jam PP atau setelah 75 gr glukosa TTGO 200
mg/dl

Keluhan Klinis Diabetes

Keluhan Klasik Diabetes (+) Keluhan Klasik Diabetes (-)

GDP 126 126 126 110-125 100

GDS 200 200 200 140-199 140

Ulang GDS atau GDP

126 126
TTGO 2 jam
200 200
200 140-199 140

Diabetes Melitus TGT GDPT Normal

Gambar langkah-langkah diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa


(konsensus Perkeni 2006)

6
VII. Diagnosis Banding :
1. Hiperglikemi :
a. Penyakit hepar (CH, CLD)
b. GGK
c. hipertiroid
2. Reduksi urin + , Hiperglikemi - :
a. Glokusuria renal
b. Galaktosuria pada kehamilan
c. Obat-obatan : Vitamin C dosis tinggi dan lain-lain

tetapi kesemuanya (2a-c) tidak disertai dengan hiperglikemia (Askandar, 2007;


PDT, 2008).

VIII. Penatalaksanaan

Pentalogi Terapi DM

Terapi Primer :
1. Diet
2. Latihan fisik
3. Penyuluhan kesehatan masyarakat
Terapi sekunder :
4. OHO dan insulin
5. Cangkok pankreas

1. Diet
Perhatikan 3J (Jumlah-Jadwal-Jenis)
Macam Diet :
1. Diet B (68 KH 20 L 12P)
Indikasi Diet B = umumnya diberikan pada semua pasien DM
a. DM yang tidak tahan lapar / masih lapar dengan diet yang sudah
diberikan
b. DM dengan dislipidemia (HDL menurun, LDL meningkat, TG
meningkat, Kolesterol total meningkat)
7
c. DM dengan komplikasi makroangiopati (TIA, PJK, gangguan PD)
dan mikroangiopati
d. DM > 10th
2. Diet B1 (60 KH 20 L 12P)
Indikasi Diet B1 = untuk DM yang memerlukan protein yang tinggi
a. Kebiasaan makan protein tinggi tetapi memiliki kadar lemak yang
normal
b. Kurus (underweight)
c. Masih muda (perlu pertumbuhan)
d. Mengalami patah tulang
e. Hamil atau menyusui
f. Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatis
g. Menderita tuberkulitis paru
h. Menderita selulitis atau gangren
i. Dalam keadaan pasca bedah
j. Menderita penyakit gravis (morbus basedow)
k. Menderita kanker (Ca. Cervix, Ca. Mamae, Hepatoma, dll)
l. Mengidap infeksi cukup lama (demam tifoid, ISK, meningitis, dll)
3. Diet B2 (74 KH 20 L 6P) : untuk diabetik Nepropathy stadium 1
(micro/macroalbumin, eGFR > 90 mL/min), 2 (macroalbumin, eGFR
60-89 mL/min (<2,5 mg/dl)), 3 (macroalbumin, eGFR 30-59 mL/min
(2,5-4 mg/dl))
4. Diet B3 (72 KH 20 L 8P) : untuk diabetik Nepropathy stadium 4a
(macroalbumin, eGFR 15-29 mL/min (4-8 mg/dl))
5. Diet Be : untuk diabetik Nepropathy stadium 4b (macroalbumin, eGFR
15-29 mL/min (8-10 mg/dl)) dan 5 (macroalbumin, GFR <15 mL/min
(>10 mg/dl))
6. Diet M (55 KH 20 L 25 P) : untuk pasien MRDM
7. Diet G (60 KH 20 L 20 P) : untuk DM dengan gangren
8. Diet KV (68 KH 20 L 12 P) : untuk DM dengan komplikasi CVS
(stroke, pjk, infark, retinopati, penyakit PD oklosif)
9. Diet GL : CKD stage 3 4 yang mengalami SRMD
10. Diet H : DM dengan kelainan fungsi hati

8
Note :
eGFR (laki-laki) (mL/min) = (140-umur) x BB(kg)
kreatinin plasma (mg/dl)x72
eGFR (perempuan) (mL/min) = (140-umur) x BB(kg) x 0,85
kreatinin plasma (mg/dl)x72

Secara praktis, pedoman jumlah kalori sehari yang diperlukan


untuk diabetisi yang bekerja biasa:
Kurus = BB x 40-60 kalori/hari
Normal = BB x 30 kalori/hari
Gemuk = BB x 20 kalori/hari
Obesitas = BB x 10-15 kalori/hari
Untuk ibu hamil maupun menyusui:
Kehamilan trimester 1 (T1) = (TB-100) x 30 +100 kalori
Kehamilan trimester 2 (T2) = (TB-100) x 30 +200 kalori
Kehamilan trimester 3 (T3) = (TB-100) x 30 +300 kalori
Pada waktu laktasi 1 (L) = (TB-100) x 30 +400 kalori
TB = Tinggi badan (cm)
2. Exercise
Latihan fisik primer : latihan ringan dan teratur 1 1,5 jam sesudah makan
@30 menit 3 x 1 minggu
Latihan fisik sekunder : agak berat, pagi, siang, sore sebelum mandi (untuk
menurunkan berat badan)
3. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Tujuan : supaya pasien mau bekerja sama untuk keberhasilan
penatalaksanaan
4. OHO DAN INSULIN
OHO
Indikasi OHO :
o Usia > 40th
o Lama DM < 5th
o Belum pernah suntik insulin atau pernah < 20 unit/hari
o Belum pernah KAD

9
Pembagian berdasarkan cara kerja :

1. Insulin secretatogeus
a. Sulphoryurea , 3 generasi :
o Generasi 1 : tolbutamin, chlorpropamide
o Generasi 2 : glibenclamide, glipizide, gliquidone,
gliclazide
o Generasi 3 : glimiperide
b. Non sulphoryurea :
nateglinide, repaglinide, GLP 1 analoque
2. Insulin sensitizer
a. Thiazolidinedione :
ciglitazone, englitazone, troglitazone, rosiglitazone,
aoglitazone, darglitazone
b. Non thiazolidinedione :
Muraglitazar, Ragaglitazar, tesaglitazar
c. Metaglidasen
d. Biguanine
o Metformin
o 3-guanidinopropionic acid
3. Intestine enzym inhibitor
a. -glucosidase inhibitor
o acarbose
o vagiblose
o miglitol
o castanospermine
b. -aminase inhibitor : Tendamistase
c. plant fibre suplement : guar gum dan bran
4. Tipe lain
a. Insulin mimetic drug : glimepirid, cromium, -lipoid acid,
vanadium
b. -cell replacers : GLP, GLP-1, GLP-1 analogue

10
c. inhibitor dari dypeptidyl peptidase IV (DPP IV) : metformin,
liraglutide, vildagliptin
d. penghambat sekresi glukagon : amilin analogue
5. Fixed dose combination type
a. Kombinasi glimepiride dan metformin
b. Kombinasi metformin dan thiazolidinedione
c. Kombinasi glibenclamide dan metformin
Insulin
A. Indikasi insulin :
1. DM tipe 1
2. MRDM
3. DM tipe x dan DMTOI
4. Koma diabetik
5. DM tipe 2 pada keadaan :
o Secondary failurenOHO
o Kehamilan
o Selulitis / gangren / infeksi lain
o Kurus (underweight)
o Fraktur
o Hepatitis kronis
o Operasi
o TB paru
o Graves disease
o Carsinoma

Pembagian Insulin :

1. Berdasarkan macam
Insulin konvensional
Insulin monokomponen = insulin MC
a. Actrapid
b. Insulated (Humulin N)
c. Monotard
d. Mixtard 30/70 (Humulin 30/70)

11
Insulin Manusia = human insuline
Insuline analogue
- Rapid acting = lispro (B28 lysine, B29 proline), glulisin,
aspar, X14
- Long acting = B31 B32 Arginine, A21 glycine, glargine,
detemis
2. Berdasarkan lama kerja
a. Cepat = humalog, apart, aprida
b. Pendek = actrapid human, humulin R, IR
c. Menengah = insulated human, monotard human, humulin N,
NPH
d. Campuran = mixtard 30/70, humulin 30/70, humalog mix 25
e. Panjang = lantus, Pzi, Ultratad

Note:

Insulin regulasi cepat

1. Regulasi cepat intravena(RCI)


a) GDA> 250 mg/dl RL/NaCl 0,9% 15-20 tpm; KAD
RL/NaCl 0,9% tetes cepat
b) Insulin
Rumus = (n-1) x 4 unit cek gula darah (target 200
mg/dl) terapi rumatan dengan rumus = (nx2) x sebanyak
3x
2. Regulasi cepat subkutan
Rumus = (nx2) unit untuk dosis awal rumus = (nx2) diberi
sebanyak 3x untuk dosis rumatan

(Askandar, 2007)

IX. Komplikasi

Menurut Brunner dan Suddarth (2002), komplikasi dari Diabetes Mellitus


ada dua yaitu:

12
1) Komplikasi Akut

Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan berhubungan dengan
gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga komplikasi
tersebut adalah:

a) Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi kalau kadar glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60


mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang berlebihan, atau aktifitas fisik yang berat.

b) Diabetes Ketoasidosis

Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang
nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak.

c) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik

Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan


disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of awareness).

2) Komplikasi Kronik

Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua sistem organ dalam
tubuh. Kategori komplikasi kronis diabetes yang lazim digunakan adalah:

a) Komplikasi Makrovaskuler

(1) Penyakit Arteri Koroner

Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner menyebabkan


peningkatan insidensi infark miokard pada penderita Diabetes Mellitus.

(2) Penyakit Serebrovaskuler

13
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan
embolus ditempat lain dalam sistem pembuluh darah yang kemudian terbawa
aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat menimbulkan
serangan iskemia sepintas (TIA = Transient Ischemic Attack)

(3) Penyakit Vaskuler Perifer

Menurut Brunner dan Suddarth (2002), perubahan aterosklerotik dalam pembuluh


darah besar pada ekstremitas bawah merupakan penyebab utama meningkatnya
insiden gangren dan amputasi pada pasien-pasien Diabetes Mellitus. Hal ini
disebabkan karena pada penderita Diabetes Mellitus sirkulasi buruk, terutama
pada area yang jauh dari jantung, turut menyebabkan lamanya penyembuhan jika
terjadi luka.

b) Komplikasi Mikrovaskuler

(1) Retinopati Diabetik

Kelainan patologis mata yang disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-


pembuluh darah kecil pada retina mata.

(2) Nefropati

Segera sesudah terjadi diabetes, khususnya bila kadar glukosa darah meninggi,
maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan
kebocoran protein darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya, tekanan dalam
pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan
berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati.

(3) Neuropati Diabetes

Neuropati dalam diabetes mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang


semua tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom, dan spinal.
Kelainan tersebut tampak beragam secara klinis dan bergantung pada lokasi sel
saraf yang terkena (Askandar 2007).

14
BAB 2

ULKUS DIABETIKA

Ulkus diabetika

1. Definisi
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik
Diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat
disertai adanya kematian jaringan setempat
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit
karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler
insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita
yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi
disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob

2. Klasifikasi
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus
menurut
Wagner dikutip oleh Waspadji S, terdiri dari 6 tingkatan :
0. Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
3. Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
4. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada
ibu jari kaki, bagian depan kaki atau tumit.
5. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki

3. Epidemiologi
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Amerika Serikat sebesar
15-20% dan angka mortalitas sebesar 17,6% bagi penderita DM dan
merupakan sebab utama perawatan penderita Diabetes mellitus di rumah

15
sakit. Penelitian kasus kontrol di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
16% perawatan DM dan 23% total hari perawatan adalah akibat Ulkus
diabetika dan amputasi kaki karena Ulkus diabetika sebesar 50% dari total
amputasi kaki. Sebanyak 15% penderita DM akan mengalami persoalan
kaki suatu saat dalam kehidupannya
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari
penderita DM. Di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait
dengan ulkus diabetika. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi,
masing-masing sebesar 32,5% dan 23,5%. Nasib penderita DM paska
amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam
setahun paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska
amputasi
Penelitian cross sectional di RS Dr. Kariadi oleh Yudha dkk.
Menunjukkan bahwa penderita ulkus diabetika 84,62% terdapat
dislipidemia, pada penderita ulkus diabetika dengan dislipidemia kadar
kolesterol lebih tinggi secara bermakna (p=0,045) dan kadar trigliserida
lebih tinggi secara bermakna (p=0,002) dibandingkan dengan penderita
DM tanpa dislipidemia
Penelitian pada tahun 2002 oleh Waspadji menghasilkan bahwa
kadar trigliserida merupakan faktor risiko terjadi penyakit pembuluh darah
perifer yang dapat mengakibatkan terjadinya ulkus diabetika

4. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu :


a. Sering kesemutan.
b. Nyeri kaki saat istirahat.
c. Sensasi rasa berkurang.
d. Kerusakan Jaringan (nekrosis).
e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.
f. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
g. Kulit kering

16
5. Diagnosis Ulkus diabetika
Diagnosis ulkus diabetika meliputi :
a. Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus
pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa
berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun
atau hilang.
b. Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan
kuman penyebabnya

6. Patogenesis Ulkus diabetika


Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes
mellitus adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga
faktor yang sering disebut Trias yaitu : Iskemik, Neuropati, dan Infeksi
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali
akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan
jaringan syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga
mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi,
parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit
kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi trauma
yang akan menjadi ulkus diabetika
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena
kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen.
Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah
sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau
berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea,
kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi
nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung
kaki atau tungkai
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal
dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh
darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki
karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan,

17
rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan
kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika
Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada
tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari
tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus diabetika
Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan
penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada
pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi
kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah
ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus
diabetika
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan
meningkatkan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan
pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi
penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen
mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetika
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas
trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga
sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit
pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah
Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL,
trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan
akan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi
peradangan yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis
Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi
penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (high-
density-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya
faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap
aterosklerosis
Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan
menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan

18
selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya
dimulai dari ujung kaki atau tungkai
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali
menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi
radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid
menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk
dimusnahkan oleh sistem phlagositosis-bakterisid intra selluler.
Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi
akibat adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media
pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus
diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta
kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan
Clostridium septikum
Patogenesis ulkus diabetika pada penderita Diabtes mellitus pada
bagan berikut:

7. Faktor Risiko Ulkus diabetika

19
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes
mellitus menurut Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk.
terdiri atas :
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1) Umur 60 tahun.
2) Lama DM 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah :
(termasuk kebiasaan dan gaya hidup)
1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
2) Obesitas.
3) Hipertensi.
4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
6) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :
a) Kolesterol Total tidak terkontrol.
b) Kolesterol HDL tidak terkontrol.
c) Trigliserida tidak terkontrol.
7) Kebiasaan merokok.
8) Ketidakpatuhan Diet DM.
9) Kurangnya aktivitas Fisik.
10) Pengobatan tidak teratur.
11) Perawatan kaki tidak teratur.
12) Penggunaan alas kaki tidak tepat
Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetika lebih lanjut dijelaskan
sebagai berikut :
a. Umur 60 tahun.

Umur, menurut penelitian di Swiss dikutip oleh Suwondo bahwa


penderita ulkus diabetika 6% pada usia < 55 tahun dan 74% pada usia
60 tahun

Penelitian kasus kontrol di Iowa oleh Robert menunjukkan bahwa


umur penderita ulkus diabetika pada usia tua 60 tahun 3 kali lebih
banyak dari usia muda < 55 tahun

20
Umur 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetika
karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena
proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga
kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi
kurang optimal.

Penelitian di Amerika Serikat dikutip oleh Rochmah W


menunjukkan bahwa dari tahun 1996-1997 pada lansia umur > 60 tahun,
didapatkan hanya12% saja pada usia tua dengan DM yang kadar glukosa
darah terkendali, 8% kadar kolesterol normal, hipertensi 40%, dan 50%
mengalami gangguan pada aterosklerosis, makroangiopati, yang faktor-
faktor tersebut akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah
satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah
terjadi ulkus diabetika

b. Lama DM 10 tahun.
Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus
yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah
tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan
dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati
yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki
Penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan
mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada
serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang
lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat
mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat
kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi
berkurang, kulit kering dan mudah robek
c. Neuropati

Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi


terjadi ulkus diabetika. Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian
lkus ulkus diabetika, Penelitian terhadap populasi di Rochester,
21
Minnesota, Amerika Serikat dikutip oleh Levin menunjukkan bahwa 66%
penderita Diabetes mengalami neuropati dengan gangguan sensasi
rasa/sensasi vibrasi pada kaki, 20% terjadi ulkus diabetika

Penelitian kasus kontrol di RSCM oleh Toton Suryatono,


neuropati yang dinyatakan dengan insensitivitas terhadap pemeriksaan
monofilamen Semmes-Weinstein 10 g mempunyai risiko 11 kali terjadi
ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM tanpa neuropati

d. Obesitas.
Pada obesitas dengan IMT 23 kg/m2 (wanita) dan IMT 25
kg/m2 (pria) atau BBR lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi
insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 U/ml, keadaan ini
menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis
yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi
darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah
terjadi ulkus/ganggren diabetika

e. Hipertensi.
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus
karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya
aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang
tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg dapat merusak atau
mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan
berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi
trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi
hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus

Penelitian studi kasus kontrol oleh Robert di Iowa menghasilkan


bahwa riwayat hipertensi akan lebih besar 4 X terjadi ulkus diabetika
dengan tanpa hipertensi pada DM

f. HbA1C

Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak


terkendali. Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk
22
dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin
dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) 6,5 %
akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah
yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi
pada dinding sel otot polos subendotel

Kadar glukosa darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan
GD2JPP > 144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka
panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu
ulkus diabetika

g. Kolesterol
Kolesterol Total, HDL, Trigliserida tidak terkendali. Pada
penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar
trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (high-
density-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah ( 45 mg/dl).
Kadar trigliserida 150 mg/dl , kolesterol total 200 mg/dl dan HDL
45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar
jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang
reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya
aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan
menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke
pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya
denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi
atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau
tungkai

Penelitian kasus kontrol oleh Pract, pada penderita DM dengan


kolesterol, HDL, trigliserida tidak terkontrol mempunyai risiko ulkus
diabetika 3 kali lebih tinggi dari pada kadar kolesterol, trigliserida normal

Penelitian pada tahun 2002 oleh Waspadji menghasilkan bahwa


kadar trigliserida merupakan faktor risiko terjadi penyakit pembuluh
darah perifer yang dapat mengakibatkan terjadinya ulkus diabetika
23
h. Kebiasaan merokok.
Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh
WHO pada penderita Diabetes mellitus yang merokok 12 batang per
hari mempunyai resiko 3 X untuk menjadi ulkus diabetika dibandingkan
dengan penderita DM yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari
nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan
kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit
yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan
memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya
aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga
aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan
menurun
.
i. Ketidakpatuhan Diet DM.
Kepatuhan Diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam
pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati
normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus
diabetika
Kepatuhan Diet DM mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu
mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik
dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid,
meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem
koagulasi darah. Penelitian kasus kontrol di Texas oleh David dihasilkan
ada hubungan antara ketidakpatuhan diet dengan ulkus diabetika

j. Kurangnya aktivitas Fisik.


Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan
sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan
kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik
Diabetes mellitus
Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit)
akan memperbaiki metabolism karbohidrat, berpengaruh positif terhadap

24
metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Salah
satu penelitian tentang efek olah raga pada penderita DM menunjukkan
bahwa olah raga akan menurunkan kadar trigliserida.
Penelitian di Swiss oleh Rocher dikutip oleh Wibisono pada
penderita DM dengan neuropati, hasil penelitian olah raga tidak teratur
akan terjadi Ulkus diabetika lebih tinggi 4 kali dibandingkan dengan olah
raga yang teratur

k. Pengobatan tidak teratur.


Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus tipe I, menurut
hasil penelitian di Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan
bahwa pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat
timbulnya komplikasi khronik, seperti ulkus diabetika

l. Perawatan kaki tidak teratur.


Perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah atau
mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki
Hasil penelitian pada diabetis dengan neuropati yaitu kelompok
yang tidak melakukan perawatan kaki 13 kali risiko terjadi ulkus diabetika
dibandingkan kelompok yang melakukan perawatan kaki secara teratur

m. Penggunaan alas kaki tidak tepat.


Diabetis tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa
menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang
mengakibatkan ulkus diabetika, terutama apabila terjadi neuropati yang
mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang
Penelitian eksperimental oleh Gayle tentang tekanan pada kaki
karena penggunaan alas kaki yang tidak tepat dengan kejadian ulkus
diabetika, menghasilkan bahwa penggunaan alas kaki tidak tepat
menyebabkan tekanan yang tinggi pada kaki sehingga risiko terjadi ulkus
diabetika 3 kali dibandingkan dengan penggunaan alas kaki yang tepat

8. Pengendalian Diabetes mellitus.

25
Pengendalian yang baik dapat mencegah komplikasi kronik ulkus
diabetika. Pada diabetisi dapat terkendali baik tidak hanya kadar glukosa
darah tetapi juga menyeluruh yaitu kadar glukosa darah, status gizi,
tekanan darah, kadar kolesterol total, kadar trigliserida dan HbA1C

Sumber : PERKENI, 2006.

9. Pencegahan dan Pengelolaan Ulkus diabetik


Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut adalah :
a. Memperbaiki kelainan vaskuler.
b. Memperbaiki sirkulasi.
c. Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll).
d. Edukasi perawatan kaki.
e. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil
laboratorium lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula
darah maupun menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.
f. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
g. Menghentikan kebiasaan merokok.
h. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :
1) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.
2) Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam
kuku dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna
dan hati-hati terutama diantara jari-jari kaki.

26
3) Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang
retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-
jari kaki (contoh: krem sorbolene).
4) Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi
kering dan retak-retak.
5) Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki
secara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih
mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut.
6) Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh
podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bisa
tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki. Jangan
menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati
hanya oleh podiatrist.
7) Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula,
luka dan lecet.
8) Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.

X. Prognosis
75% orang diabetes mellitus tipe 2 akan meninggal karena penyakit
jantung dan 15% karena stroke.
Angka mortalitas dari penyakit kardiovaskular 5x lebih tinggi pada pasien
dengan diabetes mellitus dibanding tanpa diabetes mellitus.
Setiap peningkatan HbA1C 1%, resiko meninggal disebabkan diabetes
meningkat sebanyak 21%.

XI. Preventif

Menjaga berat badan ideal

Berat badan sehat ditentukan berdasarkan tinggi badan dan berat badan dalam
body mass index (BMI) dan lingkar pinggul. Menghilangkan berat badan
sebanyak 7% dapat membantu mengurangi resiko diabetes .

Olah raga teratur

27
Lakukan aktivitas yang meningkatkan heart rate. Aktivitas dilakukan selama 2 1/2
jam seminggu atau aktivitas berat selama 1 jam seminggu.

Makan makanan yang sehat

Makan diet yang seimbang, termasuk buah-buahan, sayur-sayuran, dan


protein tanpa lemak. Turunkan berat badan jika diperlukan dengan makan
makanan yang rendah kalori.
Makan cukup serat

Minum obat jika diperlukan

Jika dengan cara menurunkan berat badan, olahraga, dan makan makanan sehat
tidak membantu menurunkan kadar glukosa darah, perlu obat bagi orang
perdiabetes untuk mencegah terjadinya diabetes.

28
BAB II
TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK

3.1 Pengertian
Terapi oksigen hiperbarik merupakan tindakan dimana pasien menghirup
oksigen murni secara berkala sambil ruangan pengobatan ditekan dengan tekanan
lebih besar daripada 1 ATA ( Atmosfir Absolut). (Gill dan Bell, 2004).
Terapi oksigen hiperbarik adalah pemberian oksigen tekanan tinggi untuk
pengobatan yang dilaksanakan dalam RUBT. (Harianto et al, 2009)
Tekanan 1 atmosfer adalah tekanan udara yang dialami oleh semua benda,
termasuk manusia, diatas permukaan laut, bersifat tetap dari semua jurusan dan
berada dalam keseimbangan. (Harianto et al, 2009)
Terdapat 3 hukum yang berperan dalam terapi oksigen hiperbarik, yaitu (Gill
dan Bell, 2004) :
1. Hukum Boyle
Pada suhu tetap, Tekanan berbanding terbalik dengan volume.
2. Hukum Henry
Jumlah gas terlarut dalam cairan atau jaringan sebanding dengan tekanan
parsial gas tersebut dalam cairan atau jaringan.
3. Hukum Dalton
Tekanan total suatu campuran gas adalah sama dengan jumlah tekanan
parsial dari masing masing bagian gas.
Terapi oksigen hiperbarik memiliki efek dalam meningkatkan solubilitas
oksigen dalam plasma. Pasien yang ditempatkan pada ruangan udara bertekanan
tinggi (RUBT) dengan tekanan 2,8 ATA dan menghirup oksigen murni dapat
meningkatkan ikatan oksigen hingga 10 13 kali. Enam volume persen (6 ml per
100 ml plasma) oksigen terlarut dalam plasma. Sehingga, plasma mampu
mengangkut oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh.
(Kindwall dan Whellan, 1997)
Tergantung dari fisiologi dan patofisiologi tiap individu, efek oksigen
bertekanan tinggi dapat bervariasi, yaitu : supresi produksi alpha-toxin pada gas
gangrene, peningkatan aktivitas leukosit, penurunan perlekatan sel putih pada
dinding kapiler, vasokonstriksi pada pembuluh darah normal, perbaikan

29
pertumbuhan fibroblas dan produksi kolagen, stimulasi produksi enzim peroksida
dismutase, penyimpanan ATP pada membran sel dengan reduksi pada edema
sekunder, supresi respon imun tertentu, peningkatan aktivitas osteoklas,
peningkatan proliferasi kapiler, dan sebagainya. (Kindwall dan Whellan, 1997)

Manfaat

Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan


pada aliran darah yang berkurang
Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan
aliran darah pada sirkulasi yang berkurang
Mampu membunuh bakteri, terutama bakteri anaerob seperti Closteridium
perfingens (penyebab penyakit gas gangren)
Mampu menghentikan aktivitas bakteri (bakteriostatik) antara lain bakteri
E. coli dan Pseudomonas sp. yang umumnya ditemukan pada luka-luka
mengganas.
Mampu menghambat produksi racun alfa toksin.
Meningkatkan viabilitas sel atau kemampuan sel untuk bertahan hidup.
Menurunkan waktu paruh karboksihemoglobin dari 5 jam menjadi 20
menit pada penyakit keracunan gas CO
Dapat mempercepat proses penyembuhan pada pengobatan medis
konvensional
Meningkatkan produksi antioksidan tubuh tertentu
Memperbaiki fungsi ereksi pada pria penderita diabetes (laporan para ahli
hiperbarik di Amerika Serikat pada tahun 1960)
Meningkatkan sensitivitas sel terhadap radiasi
menahan proses penuaan dengan cara pembentukan kolagen yang menjaga
elastisitas kulit
badan menjadi lebih segar, badan tidak mudah lelah, gairah hidup
meningkat, tidur lebih enak dan pulas

Dengan berbagai mekanisme tersebut, terapi hiperbarik dapat digunakan sebagai


terapi kondisi akut hingga penyakit degeneratif kronis seperti arteriosklerosis,

30
stroke, penyakit pembuluh darah perifer, ulkus diabetik, serebral palsy, trauma
otak, sklerosis multiple,dsb.

Mekanisme HBOT

HBOT memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada sel
endotel. Pada sel endotel ini HBOT juga meningkatkan intermediet vaskuler
endotel growth factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan NADH
yang memicu peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk sintesis
proteoglikan dan bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis pada
proses remodeling, salah satu tahapan dalam penyembuhan luka.

Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama HBOT


yaitu untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang
mengalami edema dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam
jumlah yang besar. Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen karena
hipoperfusi. Peningkatan fibroblast sebagaimana telah disinggung sebelumnya
akan mendorong terjadinya vasodilatasi pada daerah edema tersebut. Jadilah
kondisi daerah luka tersebut menjadi hipervaskular, hiperseluler dan hiperoksia.
Dengan pemaparan oksigen tekanan tinggi, terjadi peningkatan IFN-, i-NOS dan
VEGF. IFN- menyebabkan TH-1 meningkat yang berpengaruh pada B-cell
sehingga terjadi pengingkatan Ig-G. Dengan meningkatnya Ig-G, efek fagositosis
leukosit juga akan meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada luka,
HBOT berfungsi menurunkan infeksi dan edema..

Adapun cara HBOT pada prinsipnya adalah diawali dengan pemberianO2


100%, tekanan 2 3 Atm . Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan pengobatan
decompresion sickness. Maka akan terjadi kerusakan jaringan, penyembuhan
luka, hipoksia sekitar luka. Kondisi ini akan memicu meningkatnya fibroblast,
sintesa kolagen, rasio RNA/DNA, peningkatan leukosit killing, serta angiogenesis
yang menyebabkan neovaskularisasi jaringan luka. Kemudian akan terjadi
peningkatan dan perbaikan aliran darah mikrovaskular. Densitas kapiler
meningkat sehingga daerah yang mengalami iskemia akan mengalami reperfusi.
Sebagai respon, akan terjadi peningkatan NO hingga 4 5 kali dengan diiringi
pemberian oksigen hiperbarik 2-3 ATA selama 2 jam. Hasilnya pun cukup

31
memuaskan, yaitu penyembuhan jaringan luka. Terapi ini paling banyak
dilakukan pada pasien dengan diabetes mellitus dimana memiliki luka yang sukar
sembuh karena buruknya perfusi perifer dan oksigenasi jaringan di distal.

Indikasi-indikasi lain dilakukannya HBOT adalah untuk mempercepat


penyembuhan penyakit, luka akibat radiasi, cedera kompresi, osteomyelitis,
intoksikasi karbonmonoksida, emboli udara, gangren, infeksi jaringan lunak yang
sudah nekrotik, Skin graft dan flap, luka bakar, abses intrakranial dan anemia.

Prosedur pemberian HBOT yang dilakukan pada tekanan 2-3 ATA-90


dengan O2 intermitten akan mencegah keracunan O2. Menurut Paul Bert,
efeksamping biasanyaakan mengenai sistem saraf pusat seperti timbulnya mual,
kedutan pada otot muka dan perifer serta kejang. Sedang menurut Lorrain Smith,
efek samping bisamengenai paru-paru yaitu batuk, sesak dan nyeri substernal

Indikasi Oksigen Hiperbarik

Kelainan atau penyakut yang merupakan indikasi terapi oksigen hiperbarik


diklasifikasikan menurut kategorisasi yang dibuat oleh The Committee of
Hyperbaric Oxygenation of the Undersea and Hyperbaric Medical Society ialah
sebagai berikut :

Air or gas embolism

Carbon monoxide poisoning and smoke inhalation

Clostridial myonecrosis (gas gangrene)

Crush injury, the compartment syndrome, and other acute traumatic


ischemias

Decompression sickness

Enhancement of healing in selected problem wounds

Exceptional anemia resulting from blood loss

Necrotizing soft tissue infections (or subcutaneous tissue, muscle or


fascia)

32
Refractory osteomyelitis

Radiation tissue damage (osteoradionecrosis)

Compromised skin grafts and flaps

Thermal burns

Kontraindikasi Oksigen Hiperbarik

Kontraindikasi penggunaan Oksigen hiperbarik

a. Absolut : Pneumothorax yang belum dirawat


b. Relatif :
i. Upper respiratory infections
ii. Emphysema with CO2 retention
iii. Asymptomatic pulmonary lesions seen on chest X-ray
iv. History of thoracic or ear surgery
v. Uncontrolled high fever
vi. Pregnancy
vii. Claustrophobia
viii. Seizure disorders
ix. Malignant disease

Komplikasi

Middle ear barotrauma

Sinus pain

Myopia and cataract

Pulmonary barotrauma

Oxygen seizures

Decompression sickness

Genetic effects

Claustrophobia

33
Anxiety reactions

34
BAB III

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. N

Umur : 73 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Alamat : Jl. Ubi 5 No. 29, Surabaya

II. Subjektif

Keluhan Utama : luka pada kaki kanan

Keluhan tambahan : geringgingan dan rasa tebal pada kaki kanan

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan luka pada kaki kanan sejak
kurang lebih 2 minggu yang lalu saat pasien dirawat di RSAL bagian penyakit
dalam karena dalam keadaan tidak sadar. Pasien sudah menderita diabetes selama
24 tahun, dan rutin minum obat dan kontrol selama 1 bulan sekali dengan GDA
terakhir saat masuk opname adalah 64. Selama dirawat, pasien merasakan kakinya
melepuh dan lepuhannya pecah menjadi borok. Pada borok tersebut tidak terdapat
darah maupun nanah yang keluar. Selain itu, pasien juga merasa geringgingan dan
rasa tebal pada kaki kanan sehingga tidak merasa ada luka sebelumnya pada kaki
kanannya. Kurang lebih 4 tahun yang lalu pasien jatuh dan di ujung jari ke 3 dan 4
kaki terluka kemudian tidak dirawat sampai sekarang sehingga jari kaki tampak
bengkok dan menghitam. Pasien sudah disarankan untuk amputasi tapi pasien
menolak dan memilih untuk diterapi HBO.

35
Riwayat Penyakit Dahulu :

DM sejak tahun 1991 (selama 24 tahun)

HT (+)

Penyakit paru dan jantung (-)

Riwayat trauma pada panggul (+) 4 tahun yang lalu dan tidak di operasi

Riwayat Penyakit Keluarga :

Diabetes melitus (+)

Hipertensi (+)

Riwayat pengobatan :

obat-obat diabetes (glibenclamid, ....,....)

alergi obat (-)

III. Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak baik dan kooperatif
Kesadaran/GCS : Compos mentis/ 4-5-6
BB/TB :
Gizi :
Vital sign : Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit, Regular, isi cukup, tekanan
cukup, equal
RR : 20 x/menit
Suhu : 37C aksiler
2. Status generalis
Kepala : Konjungtiva anemis (-)
Sclera icterus (-)
Cyanosis (-)

36
Dyspneu (-)
Leher : Pembesaran thyroid (-)
Pembesaran KGB (-)
Deviasi Trakea (-)
Thorax : Pulmo : I = Bentuk simetris
Pergerakan simetris
Retraksi sela iga (-)
P = Pergerakan simetris
Fremitus raba simetris
Nyeri dada (-)
P = Suara ketok = sonor
Nyeri ketok (-)
A = Vesikuler/Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Cor : I = Ictus cordis tidak tampak
P = Ictus cordis tidak teraba
P = Ka = sternal line kanan
Ki = MCL sinistra ICS IV
A = S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : I = tampak sedikit cembung simetris
A = Bising usus normal
P = H/L/R = -/-/- , Nyeri tekan (-)
P = timpani (+)
Ekstrimitas : Akral hangat + + Edema - -
+ + - -
3. Status lokalis : Regio pedis dextra
Look : Ulkus (+) pada dorsum pedis dextra sampai batas tendon,
Nekrosis (+) pada digiti 3 dan 4 serta sebagian besar
dorsum pedis dextra,
Oedeme (+),
Hiperemi (+) pada plantar pedis dextra
Pus (-), perdarahan (-)
Feel : oedeme (+)
Teraba hangat, nyeri (-)

37
Movement : Tungkai kanan tidak dapat digerakkan ec tulang panggul
lepas post trauma

IV. Assessment

Diagnosa : DM tipe 2 + gangren diabeticum

V. PLANNING
1. Planning Diagnosa
Konsul penyakit dalam : DL, Gula darah, Albumin, elektrolit (Na, K,
Cl)
ECG
Foto Thorax
2. Planning Terapi
1. Bed Rest
2. Konsul gizi sesuai diet diabetes
3. Edukasi terapi HBO
4. Perawatan luka
3. Planning Monitoring
Vital sign
Gula darah
Penyembuhan luka selama terapi HBO

38
4. Planning Edukatif
o Pola hidup sehat teratur
o Jalankan diet sesuai anjuran
o Rajin kontrol dan minum obat teratur sesuai anjuran dari poli
penyakit dalam, dan poli jantung

39

Anda mungkin juga menyukai