Anda di halaman 1dari 19

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


2017
PRESENTASI KASUS
IDENTITAS
Inisial : Ny. L
Usia : 54 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Jetis
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Bangsal : Flamboyan

Dokter : dr. H. Isnanto Singgih, Sp.Rad


Ko-asisten : Rahmi Sofya

Keluhan Utama : Lemas


Keluhan Tambahan : mual, muntah, batuk, tidak nafsu makan, pusing
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Jogja dengan dengan keadaan lemas sejak siang. Keadaan lemas
ini dirasakan sejak muntah-muntah tiga hari ini terakhir. Muntah-muntah dirasakan setiap kali makan.
Pasien juga mengeluh nafsu makan menurun, batuk-batuk dan juga pusing. Hari ini pasien merasa
semakin lemas semenjak minum obat diabetes glibenclamide. Gejala batuk dirasakan tiga bulan
terakhir, batuk berdahak, tidak ada darah, terdapat penutunan badan, terkadang keringat malam. pasien
mengatakan dokter mendiagnosis TB sejak tiga minggu yang lalu dan sudah berobat satu minggu ini.
Setelah minum OAT pasien merasakan sering mual dan tidak napsu makan, namun tiga hari terakhir
mual semakin parah dan akhirnya muntah-muntah. Lalu pasien juga baru mengetahui bahwa pasien
mengidap diabetes melitus 2 minggu ini, dan diberi terapi oleh dokter dari puskesmas Jetis
glibenclamide. Walaupun pasien konsumsi makanan sedikit, pasien tetap meminum glibenclamide.

Riwayat Penyakit dahulu


Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
Riwayat diabetes : (+) 2 minggu yang lalu
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit gastritis : disangkal
Riwayat penyakit tumor : disangkal
Riwayat penyakit alergi : disangkal
Riwayat keluhan serupa : tidak pernah
1
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
Riwayat Penyakit keluarga yang diturunkan
Riwayat penyakit darah tinggi : (+)
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit kencing manis : (+)
Riwayat penyakit TB : disangkal
Riwayat penyakit kanker : disangkal
Riwayat penyakit alergi : disangkal
Riwayat penyakit operasi : disangkal

Sosial, Ekonomi dan Lingkungan


Pasien seorang ibu rumah tangga yang memiliki aktivitas ringan. Hubungan pasien dengan
keluarga baik. Pasien tidak pernah merokok atau mengonsumsi minuman keras. Sekitar rumah
pasien, ada tetangga yang memiliki keluhan batuk-batuk lama namun sudah meninggal dunia.

Anamnesis Sistem
Sistem Saraf Pusat : penurunan kesadaran (+), kejang (-), pusing (+)
Sistem Kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
Sistem Respirasi : sesak nafas (-), batuk (+), pilek (-)
Sistem Pencernaan : mual (+), muntah (+), diare (-), nyeri ulu hati (-), BAB
hitam (-)
Sistem Urogenital : sulit BAK (-), urine berwarna merah (+), nyeri
berkemih (-), anyang - anyangan (-)
Sistem Muskuloskeletal : gerakan bebas (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), nyeri
tulang (-)
Sistem Integumentum : biru (-), kuning (-), ruam kemerahan (-), pucat (-)
Sistem Hematologi : mimisan (-), gusi berdarah (-), bintik-bintik merah (-)

A. OBJEKTIF
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : Lemas
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg

2
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
Nadi : 95x/menit
Pernafasan : 23x/menit
Suhu : 36,6C axila
SaO2 : 96%

2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Bentuk mesocephal, simetris
Mata : Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), hiperemis (-/-),
matacowong (-/-), Sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), isokor
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), discharge (-), epistaksis (-)
Telinga : nyeri tekan tragus (-/-), gangguan pendengaran (-/-) sedikit, susp.
degenerative process, discharge(-/-), serumen (-/-)
Mulut : mukosa bibir, lidah, dan bukal basah (+), stomatitis (-), uvula
simetris, lidah, faring hiperemis (-), nyeri telan (-).
Leher : simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran linfonodi (-),
JVP tidak meningkat, kaku kuduk (-)
Dada
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), pengembangan dada (+/+), vokal fremitus (N)
menurun
Perkusi : sonor (+/+) pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikular (+/+), suara tambahan: Ronchi (+/+),
wheezing (+/+) minimal, suara jantung reguler
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : sikatrik (-), tanda peradangan (-)
Auskultasi : peristaltik usus (+) normal.
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : supel, tenesmus (-), nyeri tekan kanan bawah (-), nyeri tekan
suprapubik (-), hepatomegli (-), splenomegali (-).
Pemeriksaan Ekstremitas : akral hangat (+), nadi kuat (+), perfusi jaringan baik CRT < 2,
gerakan bebas ekstremitas (-)
edema - -
- -
3
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Patohematologis
PARAMETER HASIL NILAI SATUAN METODE
RUJUKAN
Hematologi
Leukosit 11,1 H 4,0-10,6 10e3/ul Automatic Analyzer
Eritrosit 4,65 4,5-6,0 10e3/ul Automatic Analyzer
Hemoglobin 13,8 13,0-18,0 gr/dl Automatic Analyzer
Hematokrit 44,2 42,0-52,0 % Automatic Analyzer
MCV 95,0 81,0-99,0 Fl Automatic Analyzer
MCH 29,7 27,0-31,0 Pg Automatic Analyzer
MCHC 31,2 L 33,0-37,0 gr/dl Automatic Analyzer
Trombosit 297 150-450 10e3/ul Automatic Analyzer
Hitung Jenis
Neutrofil% 72,3 H 50,0-70,0 % Automatic Analyzer
Limfosit% 14,9 20,0-40,0 % Automatic Analyzer
Monosit% 4,1 3,0-12,0 % Automatic Analyzer
Eosinofil% 8,2 0,5-5,0 % Automatic Analyzer
Basofil% 0,5 0,0-1,0 % Automatic Analyzer
Neutrofil# 8,63 H 2,0-7,0 10^3/uL Automatic Analyzer
Limfosit# 2,39 0,8-4,0 10^3/uL Automatic Analyzer
Monosit 0,66 0,12-1,20 10^3/uL Automatic Analyzer
Eosinofil# 1,32 0,02-0,50 10^3/uL Automatic Analyzer
Basofil# 0,08 0,0-1,0 10^3/uL Automatic Analyzer
Gula Darah
GDS 55 L 70-140 Mg/dl GOD-PAP
Hati
SGOT 30 <37 U/l IFCC
SGPT 40 <42 U/l IFCC
Ginjal
Ureum 35 10-50 Mg/dl Modif-berhelot
Creatinin 1,0 <1,1 Mg/dl Jaffe

4
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
C. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Interpretasi foto
Terdapat identitas pasien
Tanda R (right) posisi foto rontgen sudah benar
Eksposure sinar X-ray cukup
Posisi Supine, Proyeksi AP
Inspirasi cukup
Trakea berada di tengah os vertebralis
Posisi diafragma cukup simetris
5
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
Tak tampak fraktur pada tulang di thoraks
Tampak opasitas inhomogen pada kedua paru, paru sinistra lebih dominan
Sinus costophrenikus lancip
CTR <0,5
Kesan : KP(Koch Pulmonum) duplex dengan besar cor normal

D. ASSESSMENT
- Hipoglikemia pada Diabetes Melitus tipe 2 dengan infeksi TB paru fase intensif

E. TERAPI
- IVFD dextrosa 10% 2 flabot bolus
- Curcuma 3x1
- Omeprazole 1x1
- Domperidone 3x1 k/p
- Novorapid 3x10 iu
- 4 FDC

6
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
ANALISA KASUS

Seorang perumpuan usia 54 tahun datang Pasien datang ke IGD RSUD Jogja dengan dengan
keadaan lemas sejak siang. Keadaan lemas ini dirasakan sejak muntah-muntah tiga hari ini
terakhir. Muntah-muntah dirasakan setiap kali makan. Pasien juga mengeluh nafsu makan
menurun, batuk-batuk dan juga pusing. pasien memiliki tetangga yang memiliki keluhan batuk
lama namun sudah meninggal dunia. Pasien mengatakan penderita TB paru dengan pengobatan
satu minggu dan juga diabetes melitus tipe 2.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum penurunan kesadaran, kesadaran compos mentis,
tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 93 kali/menit, pernafasan 23 kali/menit, suhu 36,6oC.
Pemeriksaan kepala dalam batas normal ( CA(-/-), SI (-/-) ). Pemeriksaan paru ditemukan
auskultasi ronki dan wheesing dikedua lapang paru.
Pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan leukosit, netrofil. Pada pemeriksaan foto
thorax didapatkan interpretasi posisi Supine, proyeksi AP, inspirasi kurang, simetris, tampak
opasitas inhomogen dengan kesan adalah KP duplex dengan besar cor normal.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang menunjukkan
bahwa pasien hipoglikemia pada diabetes melitus tipe 2 dengan infeksi TB paru intensif. Pasien
mengeluhakan mual, muntah dan tidak nafsu makan karena efek samping dari OAT yang diminum.
Sehingga pasien merasa lemas, lemas diperparah karena beliau tetap mengkonsumsi glibenclamide
sehingga gula darah menjadi rendah yaitu 55 mg/dl.

7
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
TINJAUAN PUSTAKA
INFEKSI TUBERKULOSIS PADA DIABETES MELITUS

PENDAHULUAN
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat
8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam)
positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional
WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia,
namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika
hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk. Diperkirakan angka
kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004
menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000
orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.
Delapan dari sepuluh negara dengan insidens tertinggi DM di dunia juga diklasifi kasikan
sebagai negara dengan beban TB paru tinggi (WHO). Prevalensi TB paru meningkat seiring
dengan peningkatan prevalensi DM. di Australia (2012), menunjukkan angka kejadian TB paru
disertai DM lebih banyak ditemukan pada penderita dengan usia lebih dari 40 tahun. Jenis kelamin
tidak berkaitan dengan insidens TB paru-DM.

PATOGENESIS

A. TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer.
Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

8
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang
2.
perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis,
yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang
tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau
tertelan
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan
tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak
setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

B. TUBERKULOSIS POSTPRIMER
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer,
biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang
bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah
kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer
dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun
lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

9
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju
dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul
dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian
dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
- meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan
mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas
- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma
dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan
menjadi kaviti lagi
- bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan
membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang
terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS

A. TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan
radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. Tuberculosis

10
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS

2. Berdasarkan tipe pasien


Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
pasien yaitu:
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau
biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat
gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani
kasus tuberkulosis
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2
bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir
bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan
ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik
f. Kasus Bekas TB:
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi
paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung

11
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT
2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi

B. TUBERKULOSIS EKSTRA PARU


Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk
kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis
yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.

DIAGNOSIS

A. GAMBARAN KLINIK
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik,
bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai
organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik
- batuk 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup
berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
- Demam
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis
tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening,

12
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada
tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan
(awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan
paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior
(S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga
pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher
(pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar
tersebut dapat menjadi cold abscess

Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang
sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi
ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus,
bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces
dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi ( keesokan harinya )
- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

13
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.

c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.


Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin,
faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara
- Mikroskopik
- Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif
bila 3 kali negatif BTA negative
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi
WHO).
Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negative
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif :

14
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
k

- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :
- Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri
dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai
aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut.
- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses
penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
- Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal
junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau
korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
-Lesi luas. Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

15
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS

Manifestasi klinik TB pada DM


Telah banyak dilakukan penelitian untuk melihat perbedaan manifestasi klinis penderita TB
paru dengan DM dan penderita TB paru saja. Pada tahun 1934 telah dilakukan penelitian terhadap 234
kasus TB paru pada penderita DM di Boston, hasilnya menunjukkan bahwa tanda dan gejala tidak
berbeda pada penderita TB paru saja dan tidak ada gejala tersembunyi yang membahayakan. Wang,
dkk. di Taiwan (2009) menyatakan bahwa pasien TB dengan DM menunjukkan frekuensi lebih tinggi
dalam hal gejala demam dan hemoptisis, sputum basil tahan asam (BTA) positif, lesi konsolidasi,
kavitas, dan keterlibatan lapangan paru bawah.
Penelitian Alisjahbana, dkk. (2007) di Indonesia menemukan beberapa perbedaan manifestasi
klinis. Gejala klinis ditemukan lebih banyak pada pasien TB paru yang juga menderita DM dan
berdasarkan indeks Karnofsky, keadaan umumnya juga lebih buruk. Dikatakan hasilnya tidak terlalu
16
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
signifikan karena perbedaannya kecil. Penelitian lain di Malaysia, Saudi Arabia, dan Turki, tidak
menemukan perbedaan signifikan dalam hal gejala, akan tetapi sebuah studi besar di Mexico
melaporkan gambaran klinis yang lebih buruk pada pasien TB yang menderita DM, yaitu dalam hal
demam, hemoptisis, dan keadaan umumnya.
Tuberkulosis yang aktif juga dapat memperburuk kadar gula darah dan meningkatkan risiko
sepsis pada penderita diabetes. Demam, kuman TB paru aktif, dan malnutrisi menstimulasi hormon
stres seperti epinefrin, glukagon, kortisol, dan hormon pertumbuhan, yang secara sinergis bekerja
meningkatkan kadar gula dalam darah hingga lebih dari 200 mg/dL. Kadar IL-1 dan TNF plasma juga
meningkat dan menstimulasi hormon anti-insulin, sehingga memperburuk keadaan infeksinya.

PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4
atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
- INH
- Rifampisin
- Pirazinamid
- Streptomisin
- Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon

Kemasan
- Obat tunggal. Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC). Kombinasi
dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

17
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
TB Paru dengan Diabetes Melitus
- Paduan OAT pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM, dengan syarat kadar gula darah
terkontrol
- Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9
bulan
- Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol pada mata; sedangkan
pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata
- Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin karena akan mengurangi efektiviti obat oral
antidiabetes (sulfonil urea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan
- Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol / mendeteksi dini bila
terjadi kekambuhan

PROGNOSIS
Prognosis Penderita TB paru dengan DM memiliki risiko kematian lebih tinggi dibandingkan penderita
TB paru tanpa DM selama terapi dan juga peningkatan risiko kekambuhan setelah pengobatan dan
penularan yang lebih besar.

18
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan
di Indonesia. Jakarta: Indah Off set Citra Grafi ka; 2011.
2. Guptan A, Shah A. Tuberculosis and diabetes: An appraisal. Ind. J. Tub. 2000;47(3):2-7.
3. International Diabetes Federation. Diabetes and tuberculosis. 2013 [cited 2013 June 02]. Available
from: http://www.idf.org/diabetesatlas/5e/diabetes-and-tuberculosis.
4. World Health Organization. Global tuberculosis control: 2010. Geneva: World Health Organization;
2010.
5. Dooley KE, Chaisson RE. Tuberculosis and diabetes mellitus: Convergence of two epidemics. Lancet
Infect Dis. 2009;9(12):737-46.
6. World Health Organization. Global tuberculosis report: 2012. France: World Health Organization;
2012.
7. Leung CC, Lam TH, Chan WM, Yew WW, Ho KS, Leong GM, et al. Diabetic control and risk of
tuberculosis: A cohort study. Am J Epidemiol. 2008;167:1486-94.
8. Restrepo BI, Fisher-Hoch SP, Crespo JG, Whitney E, Perez A, Smith B, et al. Type 2 diabetes and
tuberculosis in a dynamic bi-national border population. Epidemiol Infect. 2007;135:483- 91. Alwi
I., Salim S., Hidayat R., Kurniawan J., Thapary D. L. (Ed). (2014). Panduan Praktis Klinik
Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
9. Tanto C., Liwang F., Hanifati S., Pradipta E. A. (Ed). (2014). Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV
Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius
10. Suwitra, K. (2014). Dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: EGC
11. Price S. A., Wilson L. M. (2005). Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi VI
Volume 1. Jakarta: EGC

Yogyakarta, Agustus 2017


Dokter Pembimbing,

dr. H. Isnanto Singgih, Sp.Rad

19

Anda mungkin juga menyukai