Anda di halaman 1dari 5

MATERIALISASI

Beberapa kali ada yang mengatakan begini :”Dok, seandainya saja saya
sudah bertemu dengan dokter sejak dulu, kehidupan saya pasti berbeda
sekarang ini”. Saya hanya tersenyum karena saya tahu bahwa kalau dia
ketemu saya 15 tahun lalu, kehidupannya ya tidak akan berubah. Saat itu
saya masih sama dengan kebanyakan orang, terlalu percaya dengan
kekuatan diri sendiri dalam mendapatkan nafkah. Hanya dalam kondisi
kepepet memanfaatkan kekuatan Allah. Sekarang nyaris sudah
sepenuhnya menyandarkan diri kepada Allah, menyesuaikan kehidupan
saya dengan hukum-hukum yang dibuat Allah, yaitu Hukum Hukum
Alam. Kalau saya menyebut Allah, bukan berarti agama atau religius,
tetapi lebih kearah spiritual.
Ada hukum hukum alam yang saya percaya dibuat Allah untuk mengatur
ciptaannya yaitu semesta ini. Ada Hukum Sebab Akibat (Memberi dan
Menerima), Hukum Pengisian, Hukum Pertumbuhan, Hukum Tarik
Menarik, Hukum Kesesuaian dan sebagainya. Saya hidup dengan cara
menyesuaikan diri pada mereka, sehingga saya bisa mengambil manfaat
dari hukum hukum itu. Itu sekarang . . . dulunya ya tidak.
Dahulu saya adalah orang yang dilatih untuk hanya mengandalkan logika
dan nalar. Ayah saya selalu mengatakan bahwa jika kita tidak bisa
membuktikan keberadaan sesuatu, berarti itu tidak ada. Kami mendapat
doktrin bahwa hantu itu tidak ada, tuyul, santet dan sebagainya itu omong
kosong belaka. Jika kita mau hidup nyaman, ya kita harus bekerja keras.
Saya melihat bapak yang bekerja sangat keras. Selain pagi sebagai guru
SPG, sore keliling ke beberapa kecamatan di Probolinggo untuk mengajar
di KPG PGRI (Kursus Pendidikan Guru). Kami sekeluarga juga terbiasa
bekerja. Saya dan saudara berjualan gorengan di sekolah sejak SD.
Begitulah saya besar, menjadi dokter, berumah tangga dan selalu merasa
beruntung karena nasib saya memang selalu baik. Saya bekerja dengan
tekun dan berusaha menjadi “yang terbaik”. Saya sering mendapat
penghargaan baik secara pribadi maupun untuk Puskesmas atau Rumah
Sakit tempat saya bekerja. Itu menambah semangat saya. Begitulah
kehidupan saya sama dengan sebagian besar orang lain. Hidup untuk
bekerja dan bekerja untuk hidup. Sampai awal tahun 2003.

Materialisasi – dr.Sigit Setyawadi SpOG Page 1


9 Januari 2003, itu barangkali titik balik kehidupan saya. Tentu saja saat
itu tidak saya ketahui, dan baru saya ketahui beberapa tahun kemudian.
Tanggalnya pun juga baru ingat setelah membongkar bongkar buku dan
ada catatan tanggal di buku panduannya.
Sesuatu itu dimulai awal tahun 2003. Om Tomi adik ipar ibu mertua saya
datang dari Jakarta karena ada urusan keluarga di Malang. Beliau
mengajak saya untuk belajar meditasi di Jakarta. Beliau mempromosikan
sebuah tehnik pengobatan dengan tenaga dalam. Meskipun tidak ada niat
untuk mengadakan pengobatan selain kedokteran, saya tertarik
mendengar kata meditasi dan tenaga dalam. Selama ini ke dua kata itu
hanya saya baca di buku buku silat kegemaran saya. Sayapun berangkat
dengan istri dan kakak saya. Di sana, beberapa adik dan anak yang masih
kuliah juga saya ajak berlatih.
Kami berlatih di sebuah rumah besar dengan beberapa mobil mewah di
garasinya. Rumah itu milik sang guru, pak Haris Suhyar. Total ada 30
orang yang berlatih saat itu. Program satu hari itu diselenggarakan gratis,
makanan disediakan oleh para alumni. Beliau membagikan buku dan
mengatakan harganya 25 ribu. Yang punya uang silahkan membayar ke
kotak kardus yang ditutupi kain di pojok ruangan.
Menjelang sore, pak Haris mengajarkan sebuah tehnik yang belum pernah
kami dengar, yaitu MATERIALISASI. Kata beliau, ini cara mewujudkan
permintaan kita kepada Tuhan. Sebagai orang yang dilatih berpikir
rasional, tentu saya tidak percaya ada hal semacam itu. Pak Haris
mengatakan bahwa apapun yang dimilikinya berasal dari materialisasi,
termasuk villa dan padepokan di Megamendung Bogor. Beliau juga
menunjuk 2 asistennya, keduanya kontraktor. Keduanya juga dengan
mudah menarik proyek proyek dengan materialisasi. Saya sama sekali
tidak percaya. Semuda itu kok sudah sakti ?, karena hanya orang sakti
yang bisa menarik apa yang diinginkannya. Saya yang orang biasa harus
bekerja keras 14 jam setiap harinya untuk bisa hidup nyaman.
Beliau mengajarkan kepada kami 4 tahap materialisasi :
1. Kita munculkan keinginan yang sangat kuat akan sesuatu.
Keinginan ini harus benar-benar kuat seperti dalam kondisi
kepepet -contoh anak sakit dan tidak ada uang-.
2. Tahap berikutnya, sesuatu yang kita inginkan itu harus benar-
benar nampak dengan nyata di mata batin kita. Jika itu mobil, ya

Materialisasi – dr.Sigit Setyawadi SpOG Page 2


harus jelas merk, tipe, warna, tahun dan sebagainya. Kalau uang
harus jelas wujudnya, entah wujud uang atau angka di rekening.
3. Kemudian kita munculkan perasaan senang dan bahagia yang luar
biasa seolah-olah apa yang kita minta itu sudah diperoleh.
4. Terakhir, kira bayangkan apa yang kita minta itu kita bungkus
dengan gelembung keemasan dan diterbangkan ke langit.
Sudah . . . hanya itu !! Sayapun semakin tidak percaya. Gampang sekali,
hidup ini tentu akan sangat mudah jika memang demikian. Pak Haris
kemudian menantang kami untuk mempraktekkan materialisasi dan
meminta sesuatu yang sore itu sudah bisa diperoleh . . . wow, ini benar-
benar membuat saya penasaran. Ada anak muda duduk di belakang saya
bertanya :”Boleh minta mobil pak ?”. Dengan santai pak Haris :”Silahkan,
kalau Anda bisa meyakininya”. Woooww.
Dengan setengah ragu-ragu setengah percaya, saya meminta CD lagu-lagu
meditasi. Sejak pagi saya mendengar lagu-lagu yang sangat menenangkan.
Saya lakukan ke empat langkah itu dalam waktu kurang dari 10 menit.
Sore hari, muncul keajaiban pertama. Om Tomi menghampiri saya yang
masih bersila sambil membawa 4 CD dengan tulisan tangan meditasi 1, 2,
3 dan 4. Ada 30 orang yang berlatih, dan hanya saya yang mendapat CD.
Itu berasal dari seorang dokter mantan murid disana, yang siang tadi
membawa makanan untuk kami dan sempat ngobrol dengan saya. Tidak
ada yang tahu saya meminta apa selain Tuhan dan saya sendiri.
Sepulang dari pelatihan, saya bertanya ke anak saya Adi tentang apa yang
dia minta tadi. Dia menjawab ingin bertemu paklik Agung, yaitu adik saya
yang saat itu ada di Jakarta karena mengambil S2. Ada PR Fisika yang
akan ditanyakan ke pakliknya. Begitu masuk halaman, pembantu di tempat
anak saya keluar dan mengatakan :”Mas Adi, ditunggu paklik Agung di
dalam”. Waduuh . . . ternyata metode ini bisa menarik orang lain juga.
Dengan dua bukti keajaiban tadi, sayapun rajin melakukan materialisasi,
sedangkan tehnik pengobatan tenaga dalamnya saya lupakan. Awalnya
saya bingung mau minta apa karena nyaris sudah memiliki semuanya.
Akhirnya saya meminta satu hal yang belum saya miliki, yaitu penghasilan
pasif. Tetapi saya tidak tahu bagaimana bentuk penghasilan pasif itu ?
Darimana saya bisa memperolehnya ? Buku Robert T Kiyosaki memang
menunjukkan caranya. Untuk orang seperti saya yang sudah berumur,
tidak bisa bisnis, tidak punya modal banyak, hanya bisa di bisnis
Materialisasi – dr.Sigit Setyawadi SpOG Page 3
networking. Tentu saja saya menolak ide gila itu. Saya . . . dokter
kandungan . . . menjalankan networking atau MLM . . . apa kata dunia ???.
Saya ingat, sebelum kami bubar, pak Haris mengatakan begini :”Bapak
ibu, setiap hari Selasa malam jam 19.30 – 20.30, saya akan meditasi
disini. Silahkan bapak ibu juga melakukan di rumah masing masing, entah
untuk pengobatan atau untuk materialisasi, saya bantu dengan tenaga
dari sini. Dalam melakukan materialisasi, minta apa saja silahkan.
Sepanjang bapak dan ibu bisa melihatnya di mata batin, Tuhan sudah
punya, meskipun barang semacam itu belum ada di dunia”. Kemudian
beliau menunjuk berbagai barang yang tadinya belum ada sampai ada
yang bisa membayangkan dalam mata batinnya. Maka terciptalah barang
itu secara bertahap. Misalnya ballpoint, gelas, kursi, meja bahkan baju.
Akhirnya saya membayangkan memiliki sebuah kotak uang yang setiap
kali saya ambil isinya, akan terisi lagi. Itulah penghasilan pasif menurut
versi saya karena saya belum tahu berasal dari mana.
Selama berbulan-bulan, setiap Selasa malam, praktek diistirahatkan
sebentar dan saya masuk kamar melakukan materialisasi sampai akhirnya
bosan sendiri. Tidak ada komunitas, tidak ada dukungan dari siapapun,
saya sendirian seperti orang gila menginginkan penghasilan pasif, supaya
isteri saya nasibnya tidak seperti istri dokter lain yang harus turun kejalan
seperti yang saya saksikan tahun 1997 lalu. Setelah lama tidak nampak
tanda tanda wujud permintaan itu, akhirnya saya bosan sendiri, berhenti
melakukan dan melupakan semuanya.
Tetapi nampaknya permintaan saya itu sudah dicatat di buku besar Tuhan.
Buktinya tanpa saya sadari perjalanan hidup saya di arahkan kesana.
Melalui jalan yang berliku, anak saya mengajak saya ikut sebuah
Leadership Seminar. Mula-mula saya tolak, hampir 2 bulan dia merayu
kami untuk ikut LS di Jakarta. Bahkan dia berani mengatakan ke ibunya
lewat telepon bahwa saya, memerlukan seminar ini. Masyaallah, seorang
mahasiswa berani mengatakan bahwa ayahnya yang dokter kandungan
membutuhkan sebuah seminar ? Tapi akhirnya dengan penuh tanda tanya
dan bosan mendengar Adi, saya dan isteri terbang juga ke Jakarta untuk
hadir. Disana . . . di Leadership Seminar bulan Oktober 2003 di stadion
tennis tertutup di Senayan, saya mengalami peristiwa yang sulit
diceritakan. Saya seperti katak dalam tempurung yang dibuka
tempurungnya. Saya melihat sebuah kehidupan yang tidak pernah saya
jumpai sepanjang 48 tahun kehidupan saya itu. Dulu saya mengira jika

Materialisasi – dr.Sigit Setyawadi SpOG Page 4


ingin sukses ya harus bekerja seumur hidup kita. Ternyata itu tidak perlu.
Disana terjadi magic momen yang sulit diceritakan kecuali hadir sendiri.
Saya mengatakan ke Adi :”Kok baru sekarang Di bapak tahu yang begini
ini ? Kok nggak sejak dulu dulu ?”. Anehnya, kalimat yang sama selalu
saya dengar ketika saya mengajak teman teman ke Leadership Seminar,
khususnya yang sudah separo baya :”Kok nggak dulu dulu ya pak saya
melihat yang seperti ini ?”. Karena itu saya sangat semangat kalau
mengajak orang ke Leadership Seminar, meskipun pada awalnya banyak
yang salah paham tentang saya. Dikiranya saya mendapat semacam bonus
atau apa kalau mengajak orang ke LS. Tetapi pada akhirnya mereka akan
berterimakasih kepada saya. Itu sudah cukup bagi saya.
Dua tahun kemudian kehidupan saya berubah drastis. Dari seorang dokter
yang sangat sibuk dan nampak lebih tua dari usianya, menjadi orang yang
sangat santai dan nampak jauh lebih muda. Saya mendapat ketenangan
batin karena penghasilannya bersifat pasif dan akan terus menerus saya
terima. Jika saya meninggal, penghasilan ini akan diwarisi oleh anak cucu
saya. Jika saya atau mereka merasa penghasilannya kurang besar, ya
tinggal bekerja lagi untuk memperbesar. Jika sudah cukup, kita berhenti
dan menikmati hidup.
Setelah memutuskan berhenti praktek 17 Agustus 2005 dan kemudian
pensiun dini sebagai pegawai negeri, saya memiliki banyak waktu untuk
belajar apa saja, terutama tentang pikiran. Saya mengenal law of attraction
(hukum ketertarikan), dan baru menyadari bahwa semua perubahan hidup
tadi akibat materialisasi meminta penghasilan pasif yang saya lakukan
selama beberapa bulan di awal tahun 2003 itu.
Sekarang saya menggunakan sarana yang lebih kuat yaitu hipnoterapi.
Meminta penghasilan pasif 100 juta sebulan dalam 2 – 5 tahun ke depan.
Dampaknya segera terasa, mereka yang melakukan itu, dianggap aneh
oleh lingkungannya. Jika mereka bisa merawat pola pikirnya yang sudah
berkembang, atau plafon rejeki yang sudah naik itu dengan hadir di
Leadership Seminar dan mendengarkan CD dari mereka yang sudah
berpenghasilan pasif 100 juta lebih, pastilah mereka akan dibawa ke sana.
Soal caranya mendapatkan 100 juta penghasilan pasif itu, biarlah Allah
yang menuntun dan menunjukkan caranya.
Surabaya 16 Oktober 2017
Sigit dan Wati.

Materialisasi – dr.Sigit Setyawadi SpOG Page 5

Anda mungkin juga menyukai