Anda di halaman 1dari 8

1.

Pemeriksaan Penunjang9,10

a. Elektrokardiografi (EKG)
Elektrokardiografi gambaran rekaman elektrokardiografi dapat membantu untuk
menunjukan etiologi dari syok kardiogenik. Misalnya pada infark miokard akut akan
terlihat dari gambaran tersebut. Demikian pula lokasi infark terjadi pada ventrikel kanan
makan akan terlihat proses di sadapan jantung sebelah kanan (elevasi ST di sadapan V4).
Begitu pula bila gangguan irama jantung, maka akan terlihat melalui rekaman aktivitas
listrik jantung tersebut.
b. Foto Rontgen
Foto roentgen pada dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru
atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi defek septal
ventrikel atau regurgitasi mitral akibat infark miokard akut, akan tampak gambaran
kongesti paru yang disertai kardiomegali, terutama pada onset infark yang pertama kali.
Gambaran kongesti paru menunjukan kecil kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
yang dominan disertai keadaan hipovolemia.
c. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan modalitas yang non-invasf sangat banyak membantu
dalam membuat diagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik. Pemeriksaan ini
sangat cepat dan aman dan dapat dilakukan langsung di tempat tidur pasien. Keterangan
yang di dapat dalam pemeriksaan ini adalah: penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri
(global maupun segmental), fungsi katup jantung (stenosis atau regurgitasi), tekanan
ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (misalnya defek septal ventrikel dengan shunt
dari kiri ke kanan), efusi perikardial atau tamponade.

d. Pemantapan Hemodinamik
Pemantauan hemodinamik dengan mengunakan kateter Swan-Ganz untuk
mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler paru, khususnya
untuk memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, serta indikator evaluasi yang
diberikan. Pasien syok kardiogenik akibat gagal ventrikel kiri yang berat, akan
menyebabkan tekanan baji paru meningkat. Bila pada pengukuran tekanan pembuluh
paru lebih dari 18 mmHg pada pasien infark miokard akut menunjukan volume
intravaskular pasien tersebut adekuat.
Pasien dengan gagal ventrikel kanan atau hipovolemia yang signifikan, akan
menunjukan tekanan baji pembuluh darah paru yang normal atau lebih rendah.
Pemantauan parameter hemodinamik juga membutuhkan perhitungan afterload
(resistensi vaskular sitemik). Minimalisasi afterload sangat diperluka, karena bila terjadi
peningkatan afterload akan menunjukan efek penurunan kontraktilitas yang akan
menurunkan curah jantung.
e. Saturasi Oksigen
Pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan pada saat
pemasangan kateter Swan-Ganz, yang dapat mendeteksi adanya septal defek ventrikel.
Bila terdapat pintas darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan maka
akan terjadi saturasi oksigen yang step-up bila dibandingkan saturasi oksigen vena dari
vena cava dan arteri pulmonal.

2. Penatalaksanaan
Volume pengisian ventrikel kiri harus diptimalkan, dan pada keadaan tanpa adanya
bendungan paru, pemberian cairan sekurang-kurangnya 250 mL dapat dilakukan dalam 10
menit. Oksigen adekuat penting, intubasi atau ventilasi harus dilakukan segera jika
ditemukan abnormalitas difusi oksigen. Hipotensi yang berlangsung memicu kegagalan
otot pernafasan dan dapat dicegah dengan pemberian ventilasi mekanis.7,8
Laporan adanya penurunan secara dramatis mortalitas syok kardiogenik dengan
melakukan revaskularisasi awla muncul pada akhir tahun 1980. Uji klinis secara acak yang
menguji superiotas dan generalisabilitas strategi revaskularisasi awal telah dilakukan di
USA yaitu SHOCK trial. Pada penelitian SHOCK dilaporkan peningkatan survival 30 hari
dari 46,7% menjadi 56% dengan strategi revaskularisasi awal, namun perbedaan 9%
absolut tidak bermakna (p=0,11). Pada pemantauan, perbedaan survival pada strategi
revaskularisasi awal menjadi lebih besar dan bermakna setelah 6 bulan dan satu tahun
untuk reduksi absolut. Manfaat revaskularisasi awal didapatkan pada semua subkelompok
kecuali pada usia lanjut(kuran 75 tahun).5,6
Langkah penatalaksanaan syok kardiogenik, yaitu:6,9
1) Tindakan resusitasi segera
Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawa untuk
definitif. Mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat untuk mencegah
sekuele neurologi dan ginjal adalah vital. Dopamin dan noradrenalin (norepinefrin).
Tergantung pada derajat hipotensi, harus diberikan secepatnya untuk meningkatkan
tekanan arteri rata-rata dan dipertahankan pada dosis minimal yang dibutuhkan.
Dobutamin dapat dikombinasikan dengan dopamin dalam dosis sedang atau digunakan
tanpa kombinasi pada keadaan low output tanpa hipotensi yang nyata.
Intra-aortic ballon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan sebelum
transportasi jika fasilitas tersedia. Analisa gas darah dan saturasi oksigen harus
dimonitor dengan memberikan continuous positive airway pressure atau ventilasi
mekanis jika ada indikasi. EKG harus dimonitor secara terus-menerus, dan peralatan
defibrilator, obat antiartimia amiodaraon dan lidokain harus tersedia (33% pasien
revaskularisasi awal SHOCK trial menjalani resusitasi kardiopulmoner, takikardi
ventrikular menetap atau fibrilasi ventrikel sebelum randomisasi).8
Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan ST elevasi jika antisipasi
ketelambatan angiografi lebih dari 2 jam. Mortalitas 35 hari pada pasien dengan tekanan
darah sistolik kurang 100 mmHg yang mendapat rombolitik pada metaanalisis FTT
adalah 28,9% dibandingkan 35,1% dengan plasebo (95% CI 26 sampai 98, p < 0,001)
meningkatkan tekanan darah dengan IABP pada keadaan ini dapat menfasilitasi
trombolisis dengan meningkatkan tekanan perfusi koroner. Pada syok kardiogenik
karena infark miokard non elevasi ST yang menunggu katetrisasi dapat diberikan
inhibitor glikoprotein Iib/IIIa.

2) Menentukan secara dini anatomi koroner


Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang
berasal dari kegagalan pompa iskemik yang dominan. Hipotensi diatasi segera dengan
IABP. Syok mempunyai ciri penyakit 2 pembuluh darah yang tinggi, penyakit left main,
dan penurunan fungsi ventrikel kiri. Tingkat disfungsi ventrikel dan instabilitas
hemodinamik mempunyai korelasi dengan anatomi koroner. Suatu lesi circumflex atau
lesi koroner kanan jarang mempunyai manifestasi syok pada keadaantanpa infark
ventrikel kanan, underfilling ventrikel kiri, bradiaritmia, infark miokard sebelumnya
atau kardiomiopati.

3) Melakukan revaskularisasi dini


Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemulihan modalitas
terapi secepatnya. Tidak ada trial acak yang membandingkan PCI dengan CABG pada
syok kardiogenik. Trial SHOCK merekomendasikan CABG emergensi pada pasien left
main atau penyakit 3 pembuluh besar. Laju mortalitas dirumah sakit dengan CABG
pada penelitian SHOCK dan registr adalah sama dengan outcome dengan PCI, wlaupun
lebih banyak penyakit arteri berat dan diabetes yaitu 2 kali pada pasien yang menjalani
CABG.
Rekomendasi PCI pada penyakit jantung koroner3
- Tanda objektif iskemik luas
- Oklusi total kronis
- Risiko operatif tinggi, termasuk ejeksi fraksi < 35%
- Unprotected left main tanpa opsi tindakan revaskularisasi lain.
- Stent rutin pada lesi pembuluh darah koroner asli
- Peranan intraaortic baloon pump
Sesuai dengan guidelines terakhir ACC/AHA, direkomendasi pemasangan IABP
dini pada pasien syok kardiogenik yang merupakan kandidat strategi agresif. Penggunaan
IABP menurunkan afterload, meningkatkan tekanan diastolik untuk perfusi koroner dan
meningkatkan curah jantung.8
Balon intra-aorta ditempatkan pada aorta toraksika desenden yang terletak di distal
arteri subklavia sinistra. Balon dimasukan perkutan atau melalui arteriotomi femoralis dan
disusupkan retrogard melalui aorta abdominalis desenden. Balon kemudian mengembang
dan mengempis sesuai dengan peristiwa mekanis dari siklus jantung.1

3. Komplikasi6
a. Cardiopulmonary arrest
b. Disritmi
c. Gagal multisistem organ
d. Stroke
e. Tromboemboli
4. Prognosis
Prognosis syok kardiogenik secara umum sangat buruk meskipun insidennya telah
menurun. Pada penderita syok akibat IMA, prognosis tergantung pada luasnya infark miokard.
Mortalitas rata-rata dari berbagai pusat perawatan jantung sekitar 60-70%. Mortalitas tinggi
bagi mereka yang menunjukkan tekanan pengisisan ventrikel kiri sangat tinggi dan penurunan
indeks jantung. Bila tekanan tersebut normal atau sedikit dan hipovolemia relative, prognosis
lebih baik. Sekitar 30% penderita menunjukkan respon terhadap ekspansi volume darah dengan
dekstran atau albumin. Penderita dengan perubahan tekanan pengisisan ventrikel kiri dan
indeks jantung ringan biasanya menunjukkan hasil yang baik dengan obat-obatan vasopresor.4
Prognosis menurut pembagian KILLIP adalah sebagai berikut:5
Kelas I: Tidak ada tanda kongesti paru atau vena, mortalitas 0-5%.
Kelas II: Gagal jantung kanan, kongesti hepar dan paru, gagal jantung kiri sedang, ronki
pada basis paru, mortalitas 10-20%.
Kelas III: Gagal jantung berat, edema paru, mortalitas 35-45%.
Kelas IV: Syok, tekanan sistolik <80-90 mmHg, sianosis perifer, gangguan mental,
oliguri, mortalitas 85-95%.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung
sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat menyebabkan hipoksia
jaringan. Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian utama pada pasien yang dirawat
dengan infark miokard akut. Etiologi dari syok kardiogenik adalah komplikasi infark miokard
akut. Komplikasi infark miokard akut antara lain: ruptur septal ventrikel, ruptur atau disfungsi
otot papilaris dan ruptur miokard yang keseluruhan dapat mengakibatkan timbulnya syok
kardiogenik tersebut. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi
ventrikel kiri pun dapat menyebabkan terjadinya syok.4,7
Pengenalan pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk berkembang menjadi syok
dapat memfasilitasi pengiriman lebih awal pasien risiko tinggi sebelum timbulnya awitan
(onset) instabilitas hemodinamik. Penelitian menunjukan strategi revaskularisasi dini
menurunkan mortalitas dalam 6 dan 12 bulan dan lebih superior dibandingkan terapi agresif
awal. Walaupun tindakan percutaneus coronary intervention (PCI) dini atau coronary artery
bypass graft sugery (CABG) bermanfaat, sekali di diagnosis ditegakan, laju mortalitas etap
tinggi (kurang lebih 50%), walau mendapat intervensi, dan separuh kematian terjadi dalam 48
jam pertama. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan miokard luasyang ireversible dan
kerusakan organ vital.6,9
DAFTAR PUSTAKA

1. Price Sylvia, 2007, Disfungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Srikulasi: Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Hal 641.
2. Sabatine Marc. 2011. Acute coronary syndrome: Pocket Medicine 4th edition. Lippincott
williams and Wilkins. Hal 1-7
3. Santoso T, 2007, Intervensi Koroner Percutan: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Hal 1505-1509
4. Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC. Jakarta.2005. Hal.
243-2492.
5. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedoteran
Universitas Indonesia. 2000. Hal: 11-163.
6. Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis.
Binarupa Aksara. Jakarta. 2000. Hal: 47-574.
7. Kaligis RWM. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.
Jakarta. 2002. Hal: 90-935.
8. Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Petersdorf, Wilson. Harrisons Principles of
Internal Medicine vol.1. 13th ed. EGC. Jakarta. 1999. Hal. 218-223
9. Smith, Kristen, Bigham, Michael T. Cardiogenic Shock. The open pediatric medicine
journal, 2013, http://www.benthamscience.com diakses tanggal 17 Mei 2013
10. Worthley L.I.G, Shock: Review of Pathophysiology and Management, Department of
medical critical care, Flinders Medical Centre, Adelaide, South Australia,
http://cicm.org.au//jurnal//2000 diakses tanggal 13 Agustus 2017

Anda mungkin juga menyukai