PENDAHULUAN
pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Salah satu upaya peningkatan
derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat jika gizi tidak seimbang menimbulkan
masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh Indonesia, masalah gizi yang tidak
seimbang itu adalah Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) dan Anemia Gizi Besi. Khusus untuk masalah Kurang
Energi Protein (KEP) atau biasa dikenal dengan gizi kurang atau yang sering ditemukan
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penaggulangannya tidak dapat
dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan saja, dan disamping merupakan
sindroma kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat
rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung
Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Oleh
karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian, karena merupakan kelompok
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya
di bawah standar. Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum terselesaikan sampai saat
ini. Gizi buruk banyak dialami oleh bayi dibawah lima tahun (balita). Masalah gizi buruk dan
kekurangan gizi telah menjadi keprihatinan dunia sebab penderita gizi buruk umumnya
adalah balita dan anak-anak yang tidak lain adalah generasi generus bangsa. Kasus gizi buruk
merupakan aib bagi pemerintah dan masyarakat karena terjadi di tengah pesatnya kemajuan
zaman. Dengan alasan tersebut, masalah ini selalu menjadi program penanganan khusus oleh
pemerintah.2
Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang
terdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator, menegaskan bahwa tahun 2015 setiap negara
menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Dua dari lima
indikator sebagai penjabaran tujuan pertama MDGs adalah menurunnya prevalensi gizi
kurang pada anak balita (indikator keempat) dan menurunnya jumlah penduduk dengan
Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini dapat
dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari 5,4% pada tahun
2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi jumlah nominal
Perbaikan gizi memiliki kaitan yang sangat erat dengan kemampuan menyediakan
makanan di tingkat keluarga dan adanya penyakit terutama penyakit infeksi. Kedua faktor ini
berhubungan dengan pendapatan, pelayanan kesehatan, pengetahuan dan pola asuh yang
diterapkan keluarga. Mengingat luasnya dimensi yang mempengaruhi faktor gizi, maka
penanggulangan masalah gizi harus dilakukan dengan multi disiplin ilmu serta secara lintas
sektor/lembaga dengan melibatkan organisasi profesi, perguruan tinggi, organisasi
Oleh sebab itu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan fasilitas pelayanan
Berdasarkan uraian diatas perlu adanya program inovatif untuk mengatasi masalah gizi
1. Bagaimana gambaran umum tentang keadaan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas
Andalas.
2. Apa penyebab gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Andalas?
3. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan gizi buruk di wilayah kerja
Puskesmas Andalas?
1.3.1.Tujuan umum
Mengetahui gambaran umum keadaan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Andalas.
1. Mengetahui gambaran umum tentang keadaan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas
Andalas.
2. Mengidentifikasi masalah penyebab gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Andalas.
3. Menjalankan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan gizi buruk di wilayah
1. Bagi Masyarakat
Menambah ilmu pengetahuan tentang pentingnya penanganan gizi buruk untuk anak.
2. Bagi Puskesmas
Sebagai informasi atau masukan bagi puskesmas sesuai dengan target dalam upaya
penurunan angka gizi buruk dengan sosialisasi dan advokasi melalui program inovatif.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur
(BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI, 2011), sedangkan
menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak berdasarkan indeks berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus,
2. Epidemiologi
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah Indonesia telah
berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U
<-3SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningka tdari 6,3% menjadi 7,2% tahun 1992
dan mencapai puncaknya 11,6 % padatahun 1995. Upaya pemerintahan tara lain melalui
Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan
gizi melalui pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil
menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1 % pada tahun 1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3 %
tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali menjadi 8% dan pada tahun
2003 menjadi 8,15 %. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan
penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Tuberkulosis (TB) serta
penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54 % angka kesakitan pada balita
disebabkan karena gizi buruk, 19 % diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria
Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini dapat
dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari 5,4% pada tahun
2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi jumlah nominal anak
Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang
berbeda-beda.
3.1 Marasmus
Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet
yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan
orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolic atau malformasi congenital. Gangguan
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul
diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit
(kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan
pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan
banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya,
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
3.2 Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya
terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan kimia,
gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup bernilai biologis
baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada keadaan diare kronik,
kehilangan protein abnormal pda proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan
kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau
kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat defisiensi vitamin dan
mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang
paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama berada di daerah industri belum
bekembang.6
Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis atau
iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamuna,
Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang paling serius dan konstan.
Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan dan kehilangan tonus otot. Hati
membesar dapat terjadi awal atau lambat, sering terdapat infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi
awal, penurunan berat badan mungkin ditutupi oleh udem, yang sering ada dalam organ dalam
sebelum dapat dikenali pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan
fungsi tubuler ginjal menurun. Jantung mungkin kecil pada awal stadium penyakit tetapi
biasanya kemudian membesar. Pada kasus ini sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit
tampak pada daerah yang teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari.
Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat generalisata. Rambut
sering jarang dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam,
dispigmentasi menghasilkan corak merah atau abu-abu pada warna rambut (hipokromotrichia) .6
Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual, muntah, dan
diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadang-kadang mungkin ada
kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas dan apati sering ada. Stupor,
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat
3.3 Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60%
dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan
Menurut Hasaroh, (2010) masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik
faktor penyebab langsung maupun faktor penyebab tidak langsung. Menurut Depkes RI (1997)
dalam Mastari (2009), faktor penyebab langsung timbulnya masalah gizi pada balita adalah
penyakit infeksi serta kesesuaian pola konsumsi makanan dengan kebutuhan anak, sedangkan
faktor penyebab tidak langsung merupakan faktor sepertitingkat sosial ekonomi, pengetahuan ibu
tentang kesehatan, ketersediaan pangan ditingkat keluarga, pola konsumsi, serta akses ke fasilitas
pelayanan. Selain itu, pemeliharaan kesehatan juga memegang peranan penting. Di bawah ini
Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang disediakan untuk konsumsi
kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi yang
Selain itu diupayakan menanamkan pengertian kepada para orang tua dalam hal
memberikan makanan anak dengan cara yang tepat dan dalam kondisi yang higienis.
kenyataan yaitu:
Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal.
Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar
Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang
baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang,maka ia akan semakin
Pengetahuan gizi yang dimaksud disini termasuk pengetahuan tentang penilaian status
gizi balita. Dengan demikian ibu bisa lebih bijak menanggapi tentang masalah yang berkaitan
Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat
pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan kesehatan,
kebersihan pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap kesehatan dan
gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan berpengaruh pula pada factor social
ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan, perumahan dan
tempat tinggal.
Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk
membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan
diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan
berbagai masalah, missal memintakan vaksinasi untuk anaknya, memberikan oralit waktu diare,
atau kesediaan menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar pendidikan lebih
tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik. Keterbukaan mereka untuk
menerima perubahan atau hal baru guna pemeliharaan kesehatan anak maupun salah satu
penjelasannya.
kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum akses kesehatan masyarakat adalah
merupakan subsistem akses kesehatan, yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif
demikian, tidak berarti bahwa akses kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif
Upaya akses kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan danstatus gizi
pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi dan anak-anak kecil,
sehingga dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan yang paling sering melayani
pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan yang selalu siap dan dekat dengan
masyarakat akan sangat membantu meningkatkan derajat kesehatan. Dengan akses kesehatan
masyarakat yang optimal kebutuhan kesehatan dan pengetahuan gizi masyarakat akan terpenuhi.
dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi
yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem,
karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan
mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena
berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah
kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah
kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun
tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat catch up dan mengejar
ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan
maupun perkembangannya.
Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat
kondisi stunting (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun
terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat
beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak
ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak.
perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan
perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ,
penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian,
gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak
BAB 3
ANALISA SITUASI
Kelurahan dengan luas 815 KM2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Data kependudukan Kecamatan Padang Timur tahun 2015 sebagai wilayah kerja
Jumlah KK : 18.487 KK
Tabel 1.
Sebagian besar penduduk wilayah kerja Puskesmas Andalas beragama Islam sekitar 96
Timur yang mempunyai 8 buah pustu, dan 3 unit Poskelkel diantaranya adalah:
Sarana kesehatan lain yang ada di wilayah kerja Puskesmas Andalas adalah:
h. Pos KB : 12 Pos
Tabel 2
2 Jati Baru 10
3 Jati 11
4 Sawahan Timur 5
5 Simpang Haru 4
6 Andalas 9
7 Kubu Marapalam 6
8 Kubu Dalam Parak Karakah 11
9 Parak Gadang Timur 11
10 Gt. Pr. Gadang 13
JUMLAH 86
A.5 Ketenagaan
gedung induk, puskesmas pembantu, dan poskelkel. Dengan rincian sebagai berikut:
5 Kebidanan 2 12 6 PTT
Pelaksana
6 keperawatan 1 11 5 1 Volunteer
Pelaksana
7 Keperawatan Gigi 1
8 Pelaksana Sanitasi 1 1 1
Pelaksana Analis
9 kesehatan 2 1 Volunteer
Pelaksana
10 Apoteker/AA 3 1 Volunteer
11 Pelaksana Gizi 1 1
Pelaksana Rekam
12 Medis 2
Pelaksana
Refraksionis
13 Optisien 1 1 Volunteer
14 Fungsional Umum 1 1 4
15 Sopir 1 Honor Lepas
16 Cleaning Servis 1 Honor Lepas
Jumlah 2 11 2 30 8 15 0 68 orang
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Masalah
Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan wawancara dengan
pimpinan puskesmas, pemegang program, dan petugas yang menjalankan program serta analisis
laporan bulanan Puskesmas Andalas. Proses ini dilakukan dengan melihat data sekunder berupa
laporan bulanan Puskesmas Andalas. Masalah yang diidentifikasi adalah semua permasalahan
yang terdapat di Puskesmas Andalas. Beberapa potensi masalah yang berhasil diidentifikasi di
Berdasarkan penilaian prioritas, yang menjadi prioritas masalah adalah upaya penurunan
angka gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Andalas. Dari hasil analisis data sekunder yaitu
diskusi dengan pimpinan Puskesmas dan petugas Puskesmas serta analisis laporan bulanan maka
1. Manusia:
baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang,maka ia akan semakin
Pengetahuan gizi yang dimaksud disini termasuk pengetahuan tentang penilaian status
gizi balita. Dengan demikian ibu bisa lebih bijak menanggapi tentang masalah yang berkaitan
2. Metode
Penanganan gizi buruk penting untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dari gizi buruk
3. Lingkungan
a. Kepedulian masyarakat terhadap gizi buruk masih kurang
Masyarakat masih menganggap gizi anak bukan prioritas utama. Pada masyarakat kita coba
menanamkan pengertian kepada para orang tua dalam hal memberikan makanan anak dengan
4. Material
Dalam memenuhi kebutuhan gizi, ketersediaan bahan makanan penting untuk menciptakan
Angka gizi
buruk tinggi
Kepedulian
masyarakat
terhadap gizi
buruk masih Masih kurangnya
kurang ketersediaan bahan
makanan untuk
Lingkungan mencukupi gizi
Material
4.4.1 Manusia
Masalah:
Material
Masih kurangnya ketersediaan
Lingkungan
Kepedulian masyarakat terhadap bahan makanan untuk mencukupi
Pelaksanaan :
4.4.2 Material
Rencana : Adanya taman PKK yang terintegrasi untuk menyediakan bahan untuk
BAB 5
Pada tahap ini dilakukan rapat internal antara pimpinan Puskesmas dengan pemegang
program KIA Ibu / Gizi untuk membahas tentang permasalahan tingginya angka kematian bayi
di Kelurahan Parak Gadang Timur dan Tingginya Angka Ibu Hamil Resti di Kelurahan Sawahan
Timur. Maka disusun rencana dalam upaya untuk meningkatkan kesadaran ibu tentang
Pembentukan ini bertujuan untuk menurukan angka kematian bayi di Kelurahan Parak Gadang
Melakukan pendataan jumlah ibu hamil di kelurahan Sawahan timur dan Parak Gadang
Timur.
Daftar donor darah ini bertujuan untuk adanya data yang menjadi pendonor untuk ibu
Kotak dana social bersalin dilakukan untuk membantu biaya persalinan ibu hamil bagi
Setelah dibuat daftar donor darah, dilakukan pemeriksaan golongan darah terhadap calon
donor darah.
pelaksanaan program kerja. Evaluasi dilakukan dalam Lokakarya Mini yang mencakup
pelaporan kinerja dan penilaian koordinasi lintas program yang dilakukan sekali setiap bulan.
Evaluasi dilakukan setelah pelaksanaan kegiatan melalui pendataan dari masing-masing program
serta laporan kader, dokter dan bidan praktek swasta. Keberhasilan kegiatan tergambar dari
peningkatan angka kematian bayi dan angka ibu hamil resti. Tahap evaluasi untuk kegiatan
dilakukan setiap akhir bulan oleh bidan di poskeskel, lalu direkap satu tahun sekali. Hasil dari
setiap bulan akan dilaporkan ke Puskesmas Andalas. Tujuannya sebagai alat pengukur suatu
pencapaian keberhasilan.
adalah:
1. Pembagian leaflet bagi ibu hamil dan ibu menyusui.
2. Memantau Kotak DASOLIN berjalan dengan lancer.
PELAKSANAAN
Pembentukan Struktur P4K/ 22 April 2017 Kasi PM
Kelurahan Siaga
Pendataan Bumil 23 April 2017 Pembina wilayah
Membuat Daftar Donor Darah 20 April Minggu Ke-4 Pembina wilayah & Lurah
orang/ Kelurahan
Membuat Daftar Ambulan Siaga 10 April Minggu Ke-4 Pembina wilayah & Lurah
orang/ Kelurahan
Membuat Kotak DASOLIN April Minggu Ke-4 Pembina wilayah & Lurah
Pemeriksaan Golongan Darah Calon 6 Mei 2017 Pembina wilayah & Lurah
Donor Darah
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak.
2. Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1
3. Depkes RI. 2007. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi. Jakarta : Dirjen Bina
Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
4. Depkes RI. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Jakarta : Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
5. Depkes RI. 2007. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta : Dirjen Bina Kesehatan
Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
6. Berhman dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Jakarta : EGC.
7. Depkes, RI. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.