Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat sangat diperlukan dalam mengisi

pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Salah satu upaya peningkatan

derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat jika gizi tidak seimbang menimbulkan

masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh Indonesia, masalah gizi yang tidak

seimbang itu adalah Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan

Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) dan Anemia Gizi Besi. Khusus untuk masalah Kurang

Energi Protein (KEP) atau biasa dikenal dengan gizi kurang atau yang sering ditemukan

secara mendadak adalah gizi buruk.7

Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penaggulangannya tidak dapat

dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan saja, dan disamping merupakan

sindroma kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat

rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung

pola hidup sehat.7

Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Oleh

karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian, karena merupakan kelompok

yang rawan terhadap kekurangan gizi.1

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya

di bawah standar. Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum terselesaikan sampai saat
ini. Gizi buruk banyak dialami oleh bayi dibawah lima tahun (balita). Masalah gizi buruk dan

kekurangan gizi telah menjadi keprihatinan dunia sebab penderita gizi buruk umumnya

adalah balita dan anak-anak yang tidak lain adalah generasi generus bangsa. Kasus gizi buruk

merupakan aib bagi pemerintah dan masyarakat karena terjadi di tengah pesatnya kemajuan

zaman. Dengan alasan tersebut, masalah ini selalu menjadi program penanganan khusus oleh

pemerintah.2

Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang

terdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator, menegaskan bahwa tahun 2015 setiap negara

menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Dua dari lima

indikator sebagai penjabaran tujuan pertama MDGs adalah menurunnya prevalensi gizi

kurang pada anak balita (indikator keempat) dan menurunnya jumlah penduduk dengan

defisit energi (indikator kelima).4

Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini dapat

dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari 5,4% pada tahun

2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi jumlah nominal

anak gizi buruk masih relatif besar.1

Perbaikan gizi memiliki kaitan yang sangat erat dengan kemampuan menyediakan

makanan di tingkat keluarga dan adanya penyakit terutama penyakit infeksi. Kedua faktor ini

berhubungan dengan pendapatan, pelayanan kesehatan, pengetahuan dan pola asuh yang

diterapkan keluarga. Mengingat luasnya dimensi yang mempengaruhi faktor gizi, maka

penanggulangan masalah gizi harus dilakukan dengan multi disiplin ilmu serta secara lintas
sektor/lembaga dengan melibatkan organisasi profesi, perguruan tinggi, organisasi

kemasyarakatan, dan masyarakat itu sendiri.

Oleh sebab itu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan fasilitas pelayanan

kesehatan primer,yang melayani pasien dengan berbagai masalah kesehatan termasuk

masalah Gizi, diantaranya pemantauan penimbangan di posyandu,Pendistribusian kapsul

vitamin A,pendistribusian tablet Fe,pemantauan garam beryodium,pemantauan ibu hamil

KEK dan Anemia,Penanggulangan dan pemantauan balita gizi buruk,pemantauan kadarzi

dan PSG,Pozi dan lain-lain.

Berdasarkan uraian diatas perlu adanya program inovatif untuk mengatasi masalah gizi

buruk di wilayah kerja Puskesmas Andalas.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran umum tentang keadaan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas

Andalas.
2. Apa penyebab gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Andalas?
3. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan gizi buruk di wilayah kerja

Puskesmas Andalas?

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1.Tujuan umum

Mengetahui gambaran umum keadaan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Andalas.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Mengetahui gambaran umum tentang keadaan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas

Andalas.
2. Mengidentifikasi masalah penyebab gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Andalas.
3. Menjalankan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan gizi buruk di wilayah

kerja Puskesmas Andalas


1.4. Manfaat Penulisan

1. Bagi Masyarakat

Menambah ilmu pengetahuan tentang pentingnya penanganan gizi buruk untuk anak.

2. Bagi Puskesmas

Sebagai informasi atau masukan bagi puskesmas sesuai dengan target dalam upaya

penurunan angka gizi buruk dengan sosialisasi dan advokasi melalui program inovatif.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur

(BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI, 2011), sedangkan

menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak berdasarkan indeks berat

badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus,

kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.1,4

2. Epidemiologi

Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah Indonesia telah

berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U

<-3SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningka tdari 6,3% menjadi 7,2% tahun 1992

dan mencapai puncaknya 11,6 % padatahun 1995. Upaya pemerintahan tara lain melalui

Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan

gizi melalui pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil

menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1 % pada tahun 1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3 %

tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali menjadi 8% dan pada tahun

2003 menjadi 8,15 %. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan

gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor) umumnya disertai dengan

penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Tuberkulosis (TB) serta

penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54 % angka kesakitan pada balita

disebabkan karena gizi buruk, 19 % diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria

dan 32 % penyebab lain.5

Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini dapat

dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari 5,4% pada tahun
2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi jumlah nominal anak

gizi buruk masih relatif besar.

3. Klasifikasi Gizi Buruk

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.

Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang

berbeda-beda.

3.1 Marasmus

Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet

yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan

orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolic atau malformasi congenital. Gangguan

berat setiap system tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.6

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul

diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit

(kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan

pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan

banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala

pada marasmus adalah : 4

a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya,

tinggal tulang terbungkus kulit

b. Wajah seperti orang tua

c. Iga gambang dan perut cekung

d. Otot paha mengendor (baggy pant)

e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
3.2 Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya

mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya

terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua

punggung kaki sampai seluruh tubuh.

Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan kimia,

gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup bernilai biologis

baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada keadaan diare kronik,

kehilangan protein abnormal pda proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan

gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati kronik .6

Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan

kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau

kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat defisiensi vitamin dan

mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang

paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama berada di daerah industri belum

bekembang.6

Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis atau

iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamuna,

kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan udem.

Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang paling serius dan konstan.

Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan dan kehilangan tonus otot. Hati

membesar dapat terjadi awal atau lambat, sering terdapat infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi

awal, penurunan berat badan mungkin ditutupi oleh udem, yang sering ada dalam organ dalam
sebelum dapat dikenali pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan

fungsi tubuler ginjal menurun. Jantung mungkin kecil pada awal stadium penyakit tetapi

biasanya kemudian membesar. Pada kasus ini sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit

tampak pada daerah yang teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari.

Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat generalisata. Rambut

sering jarang dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam,

dispigmentasi menghasilkan corak merah atau abu-abu pada warna rambut (hipokromotrichia) .6

Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual, muntah, dan

diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadang-kadang mungkin ada

kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas dan apati sering ada. Stupor,

koma dan meninggal dapat menyertai.6

Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah :

a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit

kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c. Wajah membulat dan sembab

d. Pandangan mata anak sayu

e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal

pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat

kehitaman dan terkelupas

3.3 Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan

marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk

pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60%

dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan

kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.4


4. Etiologi

Menurut Hasaroh, (2010) masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik

faktor penyebab langsung maupun faktor penyebab tidak langsung. Menurut Depkes RI (1997)

dalam Mastari (2009), faktor penyebab langsung timbulnya masalah gizi pada balita adalah

penyakit infeksi serta kesesuaian pola konsumsi makanan dengan kebutuhan anak, sedangkan

faktor penyebab tidak langsung merupakan faktor sepertitingkat sosial ekonomi, pengetahuan ibu

tentang kesehatan, ketersediaan pangan ditingkat keluarga, pola konsumsi, serta akses ke fasilitas

pelayanan. Selain itu, pemeliharaan kesehatan juga memegang peranan penting. Di bawah ini

dijelaskan beberapa faktor penyebab tidak langsung masalah gizibalita, yaitu:

a. Tingkat Pendapatan Keluarga.

Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang disediakan untuk konsumsi

balita serta kuantitas ketersediaannya. Pengaruh peningkatan penghasilan terhadap perbaikan

kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi yang

berlawanan hampir universal.

Selain itu diupayakan menanamkan pengertian kepada para orang tua dalam hal

memberikan makanan anak dengan cara yang tepat dan dalam kondisi yang higienis.

b. Tingkatan Pengetahuan Ibu tentang Gizi.


Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga

kenyataan yaitu:

Status gizi cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu

menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal.

Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar

menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang

baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang,maka ia akan semakin

memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi.

Pengetahuan gizi yang dimaksud disini termasuk pengetahuan tentang penilaian status

gizi balita. Dengan demikian ibu bisa lebih bijak menanggapi tentang masalah yang berkaitan

dengan gangguan status gizi balita.

c. Tingkatan Pendidikan Ibu.

Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat

pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan kesehatan,

kebersihan pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap kesehatan dan

gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan berpengaruh pula pada factor social

ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan, perumahan dan

tempat tinggal.

Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan

memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk

membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan
diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan

bias mengambil tindakan secepatnya.

Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak-tanduk menghadapi

berbagai masalah, missal memintakan vaksinasi untuk anaknya, memberikan oralit waktu diare,

atau kesediaan menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar pendidikan lebih

tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik. Keterbukaan mereka untuk

menerima perubahan atau hal baru guna pemeliharaan kesehatan anak maupun salah satu

penjelasannya.

d. Akses Pelayanan Kesehatan.

Sistem akses kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical service)dan pelayanan

kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum akses kesehatan masyarakat adalah

merupakan subsistem akses kesehatan, yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif

(pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun

demikian, tidak berarti bahwa akses kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif

(pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan).

Upaya akses kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan danstatus gizi

pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi dan anak-anak kecil,

sehingga dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan yang paling sering melayani

masyarakat, membantu mengatasi dan mencegah gizi kurang melalui program-program

pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan yang selalu siap dan dekat dengan

masyarakat akan sangat membantu meningkatkan derajat kesehatan. Dengan akses kesehatan

masyarakat yang optimal kebutuhan kesehatan dan pengetahuan gizi masyarakat akan terpenuhi.

. Dampak Gizi Buruk


Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan

dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi

yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem,

karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan

mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak

porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik

sehingga mudah sekali terkena infeksi.

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena

berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah

kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah

kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun

tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat catch up dan mengejar

ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan

maupun perkembangannya.

Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat

kondisi stunting (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun

terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat

beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak

ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak.

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap

perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan

perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ,
penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian,

gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak
BAB 3

ANALISA SITUASI

A. Gambaran Umum Puskesmas

A.1 Keadaan Geografis

Puskesmas Andalas terletak di Kelurahan Andalas dengan wilayah kerja meliputi 10

Kelurahan dengan luas 815 KM2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Padang Utara, Kuranji

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Padang Selatan

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Padang Barat

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Lubeg, Pauh


A.2 Keadaan Demografi

Data kependudukan Kecamatan Padang Timur tahun 2015 sebagai wilayah kerja

Puskesmas Andalas adalah:

Penduduk : 82.571 jiwa

Jumlah KK : 18.487 KK

Ibu Hamil : 1694 Orang

Bayi : 1560 Orang

Balita : 7520 Orang

Bufas/Bulin : 1617 Orang

Lansia : 5245 Orang

Tabel 1.

Distribusi Penduduk Menurut Kelurahan dan Jenis Kelamin

NO KELURAHAN JUMLAH PENDUDUK


Perempuan
Laki laki
1 2 3 4
1 Sawahan 2595 2704
2 Jati Baru 2840 3859
3 Jati 5162 4893
4 Sawahan Timur 2321 2204
5 Simpang Haru 2375 2333
6 Andalas 5577 5533
7 Marapalam 3049 3044
8 Kb. Dalam Parak Karakah 7184 6914
9 Pr. Gadang Timur 4417 4455
10 Gt. Pr.Gadang 5518 5594
JUMLAH 41038 41533
A.3 Keadaan Sosial Budaya dan Ekonomi

Sebagian besar penduduk wilayah kerja Puskesmas Andalas beragama Islam sekitar 96

%, beragama Kristen 2 %, Hindu 1 %, dan Budha 1 %. Sedangkan keadaan ekonomi penduduk

sebagian besar yakni menengah ke bawah

A.4 Sarana dan Prasarana Kesehatan

Puskesmas Andalas adalah satu-satunya Puskesmas yang ada di Kecamatan Padang

Timur yang mempunyai 8 buah pustu, dan 3 unit Poskelkel diantaranya adalah:

a. Puskesmas Pembantu Andalas

b. Puskesmas Pembantu Parak Karakah

c. Puskesmas Pembantu Tarandam

d. Puskesmas Pembantu Ganting Selatan

e. Puskesmas Pembantu Jati Gaung

f. Puskesmas Pembantu Sarang Gagak

g. Puskesmas Pembantu Kampung Durian

h. Puskesmas Pembantu Kubu Dalam

i. Poskelkel Kubu. Marapalam

j. Poskeskel Sawahan Timur

k. Poskeskel Kubu Dalam Parak Karakah

Sarana kesehatan lain yang ada di wilayah kerja Puskesmas Andalas adalah:

a. Rumah Sakit Pemerintah :3 Unit

b. Rumah Sakit Swasta : 7 Unit

c. Klinik Swasta : 10 Unit

d. Dr. Praktek Umum : 51 Orang


e. Dr. Praktek Spesialis : 15 Orang

f. Bidan Praktek Swasta : 30 Orang

g. Kader Aktif : 333 Orang

h. Pos KB : 12 Pos

i. Posyandu Balita : 86 Pos

j. Posyandu Lansia : 13 Pos

Tabel 2

Distribusi Posyandu Menurut Kelurahan

NO KELURAHAN JUMLAH POSYANDU


1 2 3
1 Sawahan 6

2 Jati Baru 10
3 Jati 11
4 Sawahan Timur 5
5 Simpang Haru 4
6 Andalas 9
7 Kubu Marapalam 6
8 Kubu Dalam Parak Karakah 11
9 Parak Gadang Timur 11
10 Gt. Pr. Gadang 13
JUMLAH 86

A.5 Ketenagaan

Puskesmas Andalas Mempunyai 64 orang tenaga kesehatan yang bertugas di dalam

gedung induk, puskesmas pembantu, dan poskelkel. Dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3. Komposisi Ketenagaan yang ada di Puskesmas Andalas

No Jenis Ketenagaan Tingkat Pendidikan


SPK/SMF/

S2 S1 D.IV D.III DI SLTA SMP Ket


1 Kepala Puskesmas 1 Dokter Umum
2 Kepala Tata Usaha 1 Bidan
3 Dokter Umum 3
4 Dokter Gigi 1 3
2 volunteer,

Pelaksana Honor Lepas, 5

5 Kebidanan 2 12 6 PTT
Pelaksana

6 keperawatan 1 11 5 1 Volunteer
Pelaksana

7 Keperawatan Gigi 1
8 Pelaksana Sanitasi 1 1 1
Pelaksana Analis

9 kesehatan 2 1 Volunteer
Pelaksana

10 Apoteker/AA 3 1 Volunteer
11 Pelaksana Gizi 1 1
Pelaksana Rekam

12 Medis 2
Pelaksana

Refraksionis

13 Optisien 1 1 Volunteer
14 Fungsional Umum 1 1 4
15 Sopir 1 Honor Lepas
16 Cleaning Servis 1 Honor Lepas
Jumlah 2 11 2 30 8 15 0 68 orang

6 Sasaran Program Gizi


No Sasaran Program Laki laki Perempuan Jumlah
1 Jumlah Penduduk 41038 jiwa 41533 jiwa 82571 jiwa
2 Bayi (0-5) Bulan 310 orang 314 orang 624 orang
3 Bayi (6-11) Bulan 464 orang 472 orang 935 orang
4 Anak (12-24) Bulan 755 orang 753 orang 1508 orang
5 Anak (2-5) Tahun 2226 orang 2226 orang 4452 orang
6 Ibu Hamil - 1694 orang 1694 orang
7 Ibu Nifas - 1617 orang 1617 orang

BAB 4

PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Masalah

Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan wawancara dengan

pimpinan puskesmas, pemegang program, dan petugas yang menjalankan program serta analisis

laporan bulanan Puskesmas Andalas. Proses ini dilakukan dengan melihat data sekunder berupa

laporan bulanan Puskesmas Andalas. Masalah yang diidentifikasi adalah semua permasalahan

yang terdapat di Puskesmas Andalas. Beberapa potensi masalah yang berhasil diidentifikasi di

Puskesmas Andalas adalah :

Tabel 4.1 Daftar Masalah di Puskesmas Andalas

No Program Kegiatan Permasalahan Target Pencapaian GAP


% % %
1. GIZI Gizi Buruk Masih belum 100%
mencapai target

2 KIA Deteksi Masih belum 100% 95%


Bumil Resti mencapai target

3 P2P Belum mencapai


Kasus DBD target 80 40 50%
Sumber: Laporan Puskesmas Andalas

4.2 Analisis Sebab Masalah

Berdasarkan penilaian prioritas, yang menjadi prioritas masalah adalah upaya penurunan

angka gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Andalas. Dari hasil analisis data sekunder yaitu

diskusi dengan pimpinan Puskesmas dan petugas Puskesmas serta analisis laporan bulanan maka

didapatkan beberapa sebab dari masalah yang terjadi.

1. Manusia:

a. Masyarakat masih kurang memiliki pengetahuan tentang pentingnya gizi anak.


Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang

baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang,maka ia akan semakin

memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi.

Pengetahuan gizi yang dimaksud disini termasuk pengetahuan tentang penilaian status

gizi balita. Dengan demikian ibu bisa lebih bijak menanggapi tentang masalah yang berkaitan

dengan gangguan status gizi balita.

2. Metode

a. Penanganan gizi buruk masih bersifat pasif

Penanganan gizi buruk penting untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dari gizi buruk

yang terjadi pada anak.

3. Lingkungan
a. Kepedulian masyarakat terhadap gizi buruk masih kurang
Masyarakat masih menganggap gizi anak bukan prioritas utama. Pada masyarakat kita coba

menanamkan pengertian kepada para orang tua dalam hal memberikan makanan anak dengan

cara yang tepat dan dalam kondisi yang higienis

4. Material

a. Masih kurangnya ketersediaan bahan makanan untuk mencukupi gizi

Dalam memenuhi kebutuhan gizi, ketersediaan bahan makanan penting untuk menciptakan

adanya makanan yang sehat.

4.3 Diagram Ischikawa


Manusia Metode

Masyarakat masih kurang Penanganan gizi buruk masih


memiliki pengetahuan tentang
bersifat pasif
pentingnya gizi anak.

Angka gizi
buruk tinggi

Kepedulian
masyarakat
terhadap gizi
buruk masih Masih kurangnya
kurang ketersediaan bahan
makanan untuk
Lingkungan mencukupi gizi

Material

4.4 Alternatif Pemecahan Masalah

4.4.1 Manusia

Masalah:

Material
Masih kurangnya ketersediaan
Lingkungan
Kepedulian masyarakat terhadap bahan makanan untuk mencukupi

gizi buruk masih kurang gizi


a. Masyarakat masih kurang memiliki pengetahuan tentang pentingnya gizi anak.

Rencana : membentuk pos gizi

Pelaksana : pemegang program dan kader.

Sasaran : masyarakat di wilayah kerja puskesmas Andalas

Waktu : April-Mei 2017

Tempat : Kelurahan Sawahan Timur dan Parak Gadang Timur

Target : Masyarakat di wilayah kerja puskesmas Andalas

Pelaksanaan :

4.4.2 Material

Masalah : Masih kurangnya ketersediaan bahan makanan untuk mencukupi gizi

Rencana : Adanya taman PKK yang terintegrasi untuk menyediakan bahan untuk

memenuhi gizi yang seimbang

Pelaksana : pemegang program dan kader

Sasaran : Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Anadalas

Waktu : April-Mei 2017

Target : Adanya taman PKK yang terintegrasi dengan pos gizi

Pelaksanaan : Dilakukan pembuatan taman PKK

BAB 5

RENCANA PELAKSANAAN PROGRAM


5.1 Tahap Persiapan (Plan)

Pada tahap ini dilakukan rapat internal antara pimpinan Puskesmas dengan pemegang

program KIA Ibu / Gizi untuk membahas tentang permasalahan tingginya angka kematian bayi

di Kelurahan Parak Gadang Timur dan Tingginya Angka Ibu Hamil Resti di Kelurahan Sawahan

Timur. Maka disusun rencana dalam upaya untuk meningkatkan kesadaran ibu tentang

penecegahan kehamilan resiko tinggi dan pencegahan kematian bayi.

5.2 Tahap Pelaksanaan (Do)


5.2.1 Pembentukan Struktur P4K/Kelurahan Siaga

Pembentukan struktur P4K/ Kelurahan Siaga dilakukan oleh penanggung jawab.

Pembentukan ini bertujuan untuk menurukan angka kematian bayi di Kelurahan Parak Gadang

Timur dan Angka Ibu Hamil Resti di Kelurahan Sawahan Timur.

5.2.2 Pendataan Bumil

Melakukan pendataan jumlah ibu hamil di kelurahan Sawahan timur dan Parak Gadang

Timur.

5.2.2 Membuat Daftar Donor Darah 20 orang/ kelurahan

Daftar donor darah ini bertujuan untuk adanya data yang menjadi pendonor untuk ibu

hamil yang mengalami perdarahan saat persalinan.

5.2.3 Membuat Daftar Ambulan Siaga 10 orang/ kelurahan


Daftar donor ambulan siaga ini bertujuan untuk adanya trasnsportasi yang mempermudah

akses ibu hamil yng akan melahirkan menuju tempat persalinan.

5.2.4 Membuat Kotak DASOLIN

Kotak dana social bersalin dilakukan untuk membantu biaya persalinan ibu hamil bagi

ibu hamil yang tidak memiliki jaminan kesehatan.

5.2.5 Pemeriksaan Golongan Darah Calon Donor Darah

Setelah dibuat daftar donor darah, dilakukan pemeriksaan golongan darah terhadap calon

donor darah.

5.3 Tahap Evaluasi (Check)

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui kesuksesan perjalanan kegiatan-kegiatan dalam

pelaksanaan program kerja. Evaluasi dilakukan dalam Lokakarya Mini yang mencakup

pelaporan kinerja dan penilaian koordinasi lintas program yang dilakukan sekali setiap bulan.

Evaluasi dilakukan setelah pelaksanaan kegiatan melalui pendataan dari masing-masing program

serta laporan kader, dokter dan bidan praktek swasta. Keberhasilan kegiatan tergambar dari

peningkatan angka kematian bayi dan angka ibu hamil resti. Tahap evaluasi untuk kegiatan

dilakukan setiap akhir bulan oleh bidan di poskeskel, lalu direkap satu tahun sekali. Hasil dari

setiap bulan akan dilaporkan ke Puskesmas Andalas. Tujuannya sebagai alat pengukur suatu

pencapaian keberhasilan.

1.4 Rencana Berkelanjutan (Action)


Rencana berkelanjutan untuk menurunkan angka kematian bayi dan angka ibu hamil rsti

adalah:
1. Pembagian leaflet bagi ibu hamil dan ibu menyusui.
2. Memantau Kotak DASOLIN berjalan dengan lancer.

5.3 Matriks Kegiatan

KEGIATAN WAKTU PENANGGUNG JAWAB

PELAKSANAAN
Pembentukan Struktur P4K/ 22 April 2017 Kasi PM

Kelurahan Siaga
Pendataan Bumil 23 April 2017 Pembina wilayah
Membuat Daftar Donor Darah 20 April Minggu Ke-4 Pembina wilayah & Lurah

orang/ Kelurahan
Membuat Daftar Ambulan Siaga 10 April Minggu Ke-4 Pembina wilayah & Lurah

orang/ Kelurahan
Membuat Kotak DASOLIN April Minggu Ke-4 Pembina wilayah & Lurah
Pemeriksaan Golongan Darah Calon 6 Mei 2017 Pembina wilayah & Lurah

Donor Darah

DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak.

2. Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1

3. Depkes RI. 2007. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi. Jakarta : Dirjen Bina
Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
4. Depkes RI. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Jakarta : Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

5. Depkes RI. 2007. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta : Dirjen Bina Kesehatan
Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

6. Berhman dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Jakarta : EGC.

7. Depkes, RI. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai