Anda di halaman 1dari 27

ISOLASI DNA

DISUSUN
Oleh

M. NASRUL MUSTAIN
NIM. 13222059

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
DNA dapat mengalami denaturasi dan renaturasi. Selain itu DNA juga
bisa diisolasi. Isolasi DNA dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan antara
lain: preparasi esktrak sel, pemurnian DNA dari ekstrak sel dan presipitasi
DNA. Meskipun isolasi DNA dapat dilakukan dengan berbagai cara, akan
tetapi pada setiap jenis atau bagian tanaman dapat memberikan hasil yang
berbeda, hal ini karena adanya senyawa polifenol dan polisakarida dalam
konsentrasi tinggi yang dapat menghambat pemurnian DNA. Jika isolasi
DNA dilakukan dengan sampel buah yang berbeda, dapat memberi hasil yang
berbeda pula. Buah dengan kadar air tinggi akan menghasilkan isolat yang
berbeda jika dibandingkan dengan buah berkadar air rendah. Semakin tinggi
kadar air maka sel yang terlarut di dalam ekstrak akan semakin sedikit,
sehingga DNA yang terpretisipasi juga akan sedikit (Donata, 2007).
Percobaan isolasi DNA tanaman dan hewan perlu dilakukan karena
isolasi DNA sendiri merupakan teknik esensial dalam biologi molekuler.
Isolasi DNA adalah tahap awal dalam mempelajari DNA sequence yang
spesifik dengan populasi DNA yang lengkap, dan dalam analisa struktur gen
dan ekspresi gen. Pada sel eukariotik termasuk tanaman dan hewan bagian
terbesar dari DNA berada pada nukleus yaitu organel yang dipisahkan dari
sitoplasma dengan membran. Nukleus terdiri dari 90 % keseluruhan DNA
seluler. Sisa DNA adalah organel lain seperti mitokondria dan kloroplas.
Karena DNA terdapat pada nukleus, maka perlu adanya metode pelisisan sel
sampai pemanenan sel. Dimana metode tersebut merupakan bagian dari
metode isolasi DNA. Sel eukariotik memiliki DNA lebih banyak, lengkap
dengan komponen-komponen lain. DNA tanaman dan hewan tersimpan
dalam nukleus yang terbungkus membran (Lubis, 2013).
Akan tetapi, pada kenyataannya terdapat organel-organel bermembran
ganda dalam sitoplasma, termasuk mitokondria baik pada tumbuhan maupun
hewan. Oleh karena itu perlu dilakukan isolasi DNA dari tanaman dan hewan
untuk mengetahui DNA dari tanaman dan hewan tersebut. Dikarenakan
isolasi DNA merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui dan
merupakan teknik esensial dalam biologi molekuler untuk itulah makalah ini
dibuat.

B. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian isolasi DNA.
2. Mengetahui metode-metode dalam isolasi DNA.
3. Mengetahui tahapan-tahapan dalam isolasi DNA.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penemuan DNA
DNA ditemukan pada tahun 1869 oleh seorang dokter muda Friedrich
Miescher yang percaya bahwa rahasia kehidupan dapat diungkapkan melalui
penelitian kimia pada sel-sel. Ia memilih sel yang terdapat pada nanah untuk
dipelajari dan ia mendapatkan sel-sel tersebut dari bekas pembalut luka yang
diperolehnya dari ruang bedah. Sel-sel tersebut dilarutkan dalam asam encer
dan dengan cara ini diperolehnya inti sel yang masih terikat pada sejumlah
protein. Kemudian dengan menambahkan enzim pemecah protein ia dapat
memperoleh inti sel saja dan dengan cara ekstraksi terhadap inti sel ini ia
memperoleh suatu zat yang larut dalam basa tetapi tidak larut dalam asam.
Pada waktu itu ia belum menemukan rumus kimia dari zat tersebut, sehingga
ia menamakannya nuclein. Sebenarnya apa yang ia peroleh dari ekstrak inti
sel tersebut adalah campuran senyawa-senyawa yang mengandung 30% DNA
(Rian, 2013).
DNA memiliki struktur pilinan utas ganda yang anti pararel dengan
komponen-komponennya, yaitu gula pentosa (deoksiribosa), gugus fosfat dan
pasangan basa. Sebuah sel memiliki DNA yang merupakan materi genetik
dan bersifat herediter pada seluruh sistem kehidupan. Genom adalah set
lengkap dari materi genetik (DNA) yang dimiliki suatu organisme dan
terorganisasi menjadi kromosom. DNA juga dapat diisolasi, baik pada
manusia maupun tumbuhan. DNA manusia dapat diisolasi melalui darah.
Komponen darah yang diisolasi yaitu sel darah putih, karena memiliki
nukleus dimana terdapat DNA di dalamnya (Priyani, 2004).
DNA pada organisme tingkat tinggi seperti manusia, hewan dan
tumbuhan terdapat di dalam inti sel, dan beberapa organ lain di dalam sel
seperti mitokondria dan kloroplast. Penyebutan nama DNA juga didasarkan
pada lokasi asalnya. DNA genome inti (nuclear DNA genome) berasal dari
inti sel, DNA genom mitokondria (mitokondria DNA genome) berasal dari
mitokondria, DNA genom kloroplast berasal dari kloroplast. Pada organisme
tingkat rendah, DNA penyusun kromosom dan plasmid dibungkus oleh
dinding sel (pada bakteri) atau dibungkus oleh protein tertentu (pada virus).
Kromosom eukariot berbentuk linear sedangkan kromosom prokariot
berbentuk sirkular. Selain itu prokariot juga mengandung satu atau lebih
plasmid. Plasmid merupakan mulekul DNA sirkular dengan ukuran yang jauh
lebih kecil dibanding kromosom (Rian, 2013).

Gambar 1. Struktur DNA


(Sumber: Priyani, 2004)

Menurut Priyani (2004), DNA mempunyai fungsi-fungsi yang sangat


penting bagi tubuh kita. Hal tersebut dikarenakan DNA merupakan molekul
kehidupan utama di dalam sel makhluk hidup. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1. Tempat menyimpan dan menyalurkan informasi genetik suatu makhluk
hidup.
2. Fungsi heterokatalis, yaitu fungsi untuk melaksanakan pengaturan
pembuatan molekul-molekul lain yang penting dalam tubuh dan fungsi
autokatalis, yaitu fungsi DNA untuk mereplikasi dirinya sendiri.
Sel eukariotik mengandung sejumlah molekul DNA, masing-masing
pada umumnya berukuran jauh lebih besar dari satu molekul DNA di dalam
prokariotanya. Molekul DNA di dalam eukariotik bergabung dengan protein
dan dikelompokkan menjadi serabut kromatin di dalam nukleus, yang
dikelilingi oleh sistem membran ganda yang bersifat kompleks (Rian, 2013).
Asam ribonukleat terdiri benang panjang ribonukleotida. Walaupun
molekul ini jauh lebih pendek dari DNA, RNA ditemukan dalam jumlah yang
jauh lebih banyak di dalam kebanyakan sel. Pada sel prokariotik dan
eukariotik, ketiga golongan utama RNA adalah RAN data (mRNA =
messenger RNA), RNA Ribosom (rRNA), dan RNA pemindah (tRNA =
transfer RNA). Masing-masing terdiri dari satu rantai ribonukleotida, dan
masing-masing mempunyai molekul urutan nukleotida, dan fungsi biologis
yang khas. DNA mengandung 2 basa pirimidin utama, sitosin (C) dan timin
(T), dan dua basa urin utama adenine (A) dan guanin (G). RNA juga
mengandung dua pirimidin utama sitosin (C) dan urasil (U), dan dua basa
purin, adenine (A) dan guanine (G) (Rian, 2013).

B. Isolasi DNA
Isolasi DNA pertama kali dilakukan oleh ilmuwan asal Swiss bernama
Friedrich Miescher pada tahun 1869. Ia menemukan senyawa asam yang
mengandung nitrogen dan fosfat pada inti sel dari sel darah putih. Senyawa
ini diberi nama nuklein, namun pada tahun 1889 muridnya yaitu Richard
Altmann menamainya asam nukleat. Metode yang digunakan oleh Miescher
adalah alkalyne lysis untuk memecahkan sel dan mengisolasi DNA (Muladno,
2002).
1. Isolasi DNA Kromosom
Metode ini adalah contoh metode alkalyne lysis. Isolasi kromosom
bakteri dimulai dengan menginokulasi biakan pada media Luria Broth
dengan kondisi 37 C selama 18 jam, lalu suspensi bakteri disentrifugasi
pada 8000 rpm selama 2 menit. Kemudian supernatan dibuang hingga
bersih dan pelet diresuspensi dengan penambahan 400 L bufer Tris-
EDTA 1X. Suspensi bakteri ditambahkan dengan 100 L lisozim 50
mg/mL, selanjutnya diinkubasi dengan kondisi 37 C selama 1 jam dan
setiap 15 menit tabung di-flip. Lalu suspensi bakteri ditambahkan dengan
150 L SDS 10% dan di-flip, serta ditambahkan 10 L Proteinase K 10
mg/mL (Yuwono, 2008).
Selanjutnya suspensi bakteri diinkubasi pada suhu 37 C selama 1
jam dan setiap 15 menit tabung di-flip. Ke dalam suspensi ditambahkan
100 L NaCl 5 M dan 100 L CTAB 10% untuk mengikat protein
sehingga DNA terpisah dari protein, kemudian tabung di-flip. Suspensi
diinkubasi dengan kondisi 65 C selama 20 menit, dan ditambahkan 200
L P:C:I yang terdiri dari phenol yang berfungsi untuk degradasi protein.
Dan juga terdiri dari kloroform untuk degradasi lemak, dan isoamil
alkohol sebagai anti buih. Lalu dibolak-balik. Kemudian suspensi
disentrifugasi 10000 rpm selama 10 menit (Yuwono, 2008).
Sebanyak 500 L lapisan atas diambil dan dipindahkan ke tabung
baru, lalu sebanyak 500 L C:I ditambahkan ke tabung baru. Suspensi
kembali disentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit, dan lapisan atas
sebanyak 300 L diambil dan dipindahkan ke tabung baru. Selanjutnya
isopropanol dingin sebanyak 300 L ditambahkan ke tabung baru
tersebut. Suspensi diinkubasi dengan kondisi -20 oC selama 1 jam,
kemudian disentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit. Lalu pelet
ditambahkan dengan 700 L etanol 70% kemudian di-spin selama 10
detik. Etanol dibuang dan tabung dikeringkan dalam inkubator dengan
kondisi 37 C, dan pelet diresuspensi dengan 50 L ddH2O kemudian
diinkubasi dengan kondisi 37 C (Yuwono, 2008).
2. Isolasi DNA Plasmid
Sebanyak 1,5 mL garam fisiologis untuk menjaga tekanan isotonis
dimasukkan ke tabung mikro lalu biakan sebanyak setengah cawan
bakteri diambil dan dilakukan pengadukan. Tabung mikro disentrifugasi
6000 rpm selama 2 menit. Supernatan dibuang dari pelet. Pelet
diresuspensi dengan 250 L larutan A yang terdiri dari Tris-Cl sebagai
pengatur pH, glukosa sebagai penjaga tekanan isotonis, dan EDTA
sebagai chelating agent dingin. Kemudian diinkubasi pada suhu ruang
selama 5 menit (Muladno, 2002).
Lalu larutan B yang terdiri dari NaOH sebagai pendenaturasi DNA
dan SDS sebagai pelarut membran sel sebanyak 250 L ditambahkan,
dan tabung mikro dibolak balik 5 kali, lalu diinkubasi baki es selama 10
menit. Larutan C dingin yang terdiri dari kalium asetat dan asam asetat
yang berfungsi untuk merenaturasi DNA sebanyak 250 L ditambahkan
ke campuran, kemudian dibolak balik 5 kali, lalu diinkubasi 5 menit tepat
di baki es. Selanjutnya tabung mikro disentrifugasi 10.000 rpm selama
10 menit. Lalu supernatan sebanyak 600 L dipindahkan ke tabung
mikro steril baru (Muladno, 2002).
P:C:I yang terdiri dari phenol yang berfungsi untuk degradasi
protein, kloroform untuk degradasi lemak, dan isoamil alkohol sebagai
anti buih sebanyak 500 L ditambahkan ke campuran, lalu dibolak balik
5 kali, lalu disentrifugasi 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan
sebanyak 400 L dipindahkan ke tabung mikro steril baru, lalu etanol
96% untuk mengikat air sehingga DNA mengendap sebanyak 1 mL
ditambahkan. Suspensi diinkubasi freezer -20 C, lalu disentrifugasi
10.000 rpm selama 2 menit. Supernatan dibuang dengan segera, lalu
etanol 70% untuk mencuci DNA sebanyak 700 L ditambahkan. Tabung
mikro disentrifugasi 10.000 rpm selama 5 menit, lalu supernatan segera
dibuang. Tabung mikro dikeringkan pada inkubator 37 oC hingga etanol
70% kering. TE atau ddH2O steril sebanyak 30 L ditambahkan ke
tabung mikro (Muladno, 2002).

C. Tahapan Isolasi DNA


Menurut Lubis (2013), molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi
atau diisolasi untuk berbagai macam keperluan seperti amplifikasi dan
analisis DNA melalui elektroforesis. Isolasi DNA dilakukan dengan tujuan
untuk memisahkan DNA dari bahan lain seperti protein, lemak, dan
karbohidrat. Prisnsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran
(lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan
protein, serta pemurnian DNA. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam proses isolasi DNA antara lain harus menghasilkan DNA tanpa adanya
kontaminan seperti protein dan RNA; metodenya harus efektif dan bisa
dilakukan untuk semua spesies metode yang dilakukan tidak boleh mengubah
struktur dan fungsi molekul DNA; dan metodenya harus sederhana dan cepat.
Isolasi DNA bergantung pada:
1. Banyaknya DNA yang ingin didapatkan dari isolasi.
2. Jenis organisme yang akan diisolasi DNA nya.
Isolasi DNA hewan berbeda dengan tumbuhan. Isolasi DNA organisme
prokaryotik juga berbeda dengan isolasi DNA organisme eukaryotik. Untuk
mendapatkan DNA berkualitas, setiap step harus dilakukan dengan benar.
DNA yang baik ciri-cirinya adalah transparan dan tidak lengket seperti jelly.
Jika lengket seperti jelly, berarti terdapat banyak polisakarida dalam isolate
(Faatih, 2009).
Prisnsip isolasi DNA pada berbagai jenis sel atau jaringan pada berbagai
organisme pada dasarnya sama namun memiliki modifikasi dalam hal teknik
dan bahan yang digunakan. Bahkan beberapa teknik menjadi lebih mudah
dengan menggunakan kit yang diproduksi oleh suatu perusahaan sebagai
contoh kit yang digunakan untuk isolasi DNA pada tumbuhan seperti Kit
Nucleon Phytopure sedangkan untuk isolasi DNA pada hewan digunakan
GeneJETTM Genomic DNA Purification Kit. Namun tahapan-tahapan isolasi
DNA dalam setiap langkahnya memiliki protokol sendiri yang disesuaikan
dengan keperluan. Penggunaan teknik isolasi DNA dengan kit dan manual
memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode konvensional memiliki
kelebihan harga lebih murah dan digunakan secara luas sementara
kekurangannya membutuhkan waktu yang relatif lama dan hasil yang
diperoleh tergantung jenis sampel (Faatih, 2009).
Isolasi DNA dapat menggunakan Wizard Genomic DNA Purification Kit
atau Genomic DNA Mini Kit. Wizard Genomic DNA Purification Kit
dirancang untuk mengisolasi DNA dari leukosit, jaringan hewan dan
tumbuhan, yeast, bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Prinsip isolasi
DNA menggunakan Wizard Genomic DNA Purification Kit yaitu lisis,
ekstraksi, homogenisasi, presipitasi protein, rehidrasi DNA. Lisis bertujuan
untuk menghancurkan dinding sel maupun membran sel. Ekstraksi bertujuan
untuk menghancurkan sel sehingga materi yang ada di dalam sel dapat keluar.
Homogenisasi bertujuan untuk mencampurkan zat. Homogenisasi biasanya
dilakukan setiap penambahan suatu zat. Teknik-teknik homogensasi meliputi
flicking, thawing, inverting, dan vortexing. Presipitasi atau pengendapan
bertujuan untuk memisahkan supernatant dengan pellet. Rehidrasi DNA
merupakan teknik pemurnian DNA dengan cara mengeringkan atau
menguapkan (Faatih, 2009).
Genomic DNA Mini Kit merupakan salah satu metode untuk pemurnian
DNA dari jaringan hewan dan serangga. Prinsip isolasi DNA menggunakan
Genomic DNA Mini Kit yaitu lisis, ekstraksi, dan presipitasi. Sama seperti
prinsip Wizard Genomic DNA Purification Kit, lisis bertujuan untuk
menghancurkan dinding atau menbran sel. Ekstraksi dilakukan agar sel
hancur sehingga isi sel keluar. Presipitasi dilakukan untuk menghasilkan
supernatant dan pellet. Akan tetapi, dalam Genomic DNA Mini Kit
dibutuhkan GD column (Faatih, 2009).
Perusakan dinding sel biasanya menggunakan nitrogen cair yang
memiliki suhu -169C. Penggunakan nitrogen cair ini dimaksudkan untuk
membekukan sel, setelah sel beku lalu sel dirusak (digerus) sampai benar
benar halus dengan mortar agar dinding sel rusak. Lisis membran sel yaitu
proses untuk meluruhkan membran sel pada nukleus. Teknik ini umumnya
dilakukan menggunakan larutan deterjen kationik yaitu CTAB. Hal ini
dikarenakan waktu isolasi yang relatif cepat serta tahapan metode yang relatif
lebih mudah. Bufer CTAB merupakan detergen kationik yang dapat melisis
membran sel dan mampu mengendapkan polisakarida serta senyawa-senyawa
fenolik (Faatih, 2009).
Penggunakan CTAB berfungsi untuk mengurangi kontaminan,
mengurangi browning dan untuk menjaga DNA agar tidak rusak. Komponen-
komponen yang terkandung dalam bufer CTAB adalah Tris-Cl, EDTA, NaCl,
CTAB, PVP, dan merkaptoetanol. Tris-Cl berfungsi untuk mendenaturasi
protein. NaCl berfungsi sebagai bahan penetral pada gula fosfat DNA. EDTA
berfungsi sebagai penghancur sel dengan cara mengikat ion magnesium yang
diperlukan oleh sel untuk menjaga keutuhan selubung sel secara keseluruhan.
Larutan CTAB, PVP, dan merkaptoetanol berfungsi untuk mendegradasi
senyawa-senyawa metabolit sekunder sekaligus mengurangi browning akibat
oksidasi (Lubis, 2013).
Pemurnian (purifikasi) DNA bertujuan untuk menghilangkan beberapa
kontaminan seperti senyawa sekunder (fenol), polisakarida, RNA dan juga
protein. Pemurnian dari kontaminan protein dan RNA dilakukan
menggunakan senyawa kloroform isoamilalkohol, asam asetat, dan enzim
RNAse. Senyawa kloroform isoamilalkohol dan asam asetat berfungsi
mendenaturasi protein sedangkan enzim RNAse berfungsi melisiskan RNA
dari ekstrak DNA tersebut. Presipitasi (pemekatan) DNA dilakukan
menggunakan isopropanol dingin yang bertujuan agar DNA tersebut
mengendap/mengumpul sekaligus memisahkannya dari garam-garam mineral
sisa CTAB. Pelet hasil presipitasi oleh isopropanol ini dibersihkan
menggunakan alkohol 70%. Pemurnian ini merupakan tahapan paling penting
dalam Isolasi DNA. Karena bila ada kontaminan selain DNA maka hasil
isolasi DNA yang dilakukan diangap gagal. Kontaminasi ini dapat
menurunkan kualitas DNA hasil isolasi dan mengakibatkan data yang didapat
tidak valid (Faatih, 2009).
Reagent-reagent yang umum digunakan dalam teknik isolasi DNA yaitu
nitogen cair, polyvinyl pyrrolidone (PVP), bufer CTAB, mercaptoethanol,
CHISAM, isopropanol dingin, bufer Tris-EDTA (TE), RNAse, dan ethanol
70%. Sedangkan alat-alatnya adalah sebagai berikut, yaitu mortar dan pestle,
tabung nitrogen, tube eppendorf 1,5 ml atau 2 ml, mikropipet, oven, freezer,
mesin elektrofotometer, mesin spektrofotometer, mesin sentrifuse, pipet tip
1000 l dan 20 l (Faatih, 2009).

Gambar 2. Tahapan Isolasi DNA


(Sumber: Faatih, 2009)
Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau
penghancuran membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan
tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel.
Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan
cara fisik seperti menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan pestle
dalam nitrogen cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing dan
iradiasi. Cara lain yakni dengan menggunakan kimiawi maupun enzimatik.
Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti penggunaan detergen
yang dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi destabilisasi
membran sel. Sementara cara enzimatik seperti menggunakan proteinase K
seperti untuk melisiskan membran pada sel darah serta mendegradasi protein
globular maupun rantai polipeptida dalam komponen sel (Lubis, 2013).
Pada proses lisis dengan menggunakan detergen, sering digunakan
Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) sebagai tahap pelisisan membran sel.
Detergen tersebut selain berperan dalam melisiskan membran sel juga dapat
berperan dalam mengurangi aktivitas enzim nuklease yang merupakan enzim
pendegradasi DNA. Selain digunakan SDS, detergen yang lain seperti Cetyl
Trimethylammonium Bromide (CTAB) juga sering dipakai untuk melisiskan
membran sel pada isolasi DNA tumbuhan. Parameter keberhasilan dalam
penggunaan CTAB bergantung pada beberapa hal. Pertama, Konsentrasi
NaCl harus di atas 1.0 M untuk mencegah terbentuknya kompleks CTAB-
DNA. Karena jumlah air dalam pelet sel sulit diprediksi, maka penggunaan
CTAB sebagai pemecah larutan harus dengan NaCl dengan konsentrasi
minimal 1.4 M (Lubis, 2013).
Kedua, ekstrak dan larutan sel yang mengandung CTAB harus disimpan
pada suhu ruang karena kompleks CTAB-DNA bersifat insoluble pada suhu
di bawah 15C. Ketiga, penggunaan CTAB dengan kemurnian yang baik
akan menentukan kemurnian DNA yang didapatkan dan dengan sedikit sekali
kontaminasi polisakarida. Setelah ditambahkan CTAB, sampel diinkubasikan
pada suhu kamar. Tujuan inkubasi ini adalah untuk mencegah pengendapan
CTAB karena CTAB akan mengendap pada suhu 15C. Karena
efektivitasnya dalam menghilangkan polisakarida, CTAB banyak digunakan
untuk purifikasi DNA pada sel yang mengandung banyak polisakarida seperti
terdapat pada sel tanaman dan bakteri gram negatif seperti Pseudomonas,
Agrobacterium, dan Rhizobium (Lubis, 2013).
Dalam penggunaan buffer CTAB seringkali ditambahkan reagen-reagen
lain seperti NaCl, EDTA, Tris-HCl, dan 2-mercaptoethanol. NaCl berfungsi
untuk menghilangkan polisakarida sementara 2-mercaptoethanol befungsi
untuk menghilangkan kandungan senyawa polifenol dalam sel tumbuhan. 2-
mercaptoethanol dapat menghilangkan polifenol dalam sel tanaman dengan
cara membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa polifenol yang kemudian
akan terpisah dengan DNA. Senyawa polifenol perlu dihilangkan agar
diperoleh kualitas DNA yang baik. Polifenol juga dapat menghambat reaksi
dari enzim Taq polimerase pada saat dilakukan amplifikasi. Di samping itu
polifenol akan mengurangi hasil ektraksi DNA serta mengurangi tingkat
kemurnian DNA. Penggunaan 2-mercaptoethanol dengan pemanasan juga
dapat mendenaturasi protein yang mengkontaminasi DNA (Lubis, 2013).
Konsentrasi dan pH dari buffer yang digunakan harus berada dalam
rentang pH 5 sampai 12. Larutan buffer dengan pH rendah akan
mengkibatkan depurifikasi dan mengakibatkan DNA terdistribusi ke fase
fenol selama proses deproteinisasi. Sedangkan pH larutan yang tinggi di atas
12 akan mengakibatkan pemisahan untai ganda DNA. Fungsi larutan buffer
adalah untuk menjaga struktur DNA selama proses penghancuran dan
purifikasi sehingga memudahkan dalam menghilangkan protein dan RNA
serta mencegah aktivitas enzim pendegradasi DNA dan mencegah perubahan
pada molekul DNA. Untuk mengoptimalkan fungsi larutan buffer, dibutuhkan
konsentrasi, pH, kekuatan ion, dan penambahan inhibitor DNAase dan
detergen (Lubis, 2013).
Pada tahapan ekstraksi DNA, seringkali digunakan chelating agent
seperti Ethylenediamine Tetraacetic Acid (EDTA) yang berperan
menginaktivasi enzim DNase yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi,
EDTA menginaktivasi enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium
dan kalsium yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse. DNA yang
telah diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan dari kontaminan
komponen penyusun sel lainnya seperti polisakarida dan protein agar DNA
yang didapatkan memiliki kemurnian yang tinggi. Fenol seringkali digunakan
sebagai pendenaturasi protein, ekstraksi dengan menggunakan fenol
menyebabkan protein kehilangan kelarutannya dan mengalami presipitasi
yang selanjutnya dapat dipisahkan dari DNA melalui sentrifugasi (Lubis,
2013).
Setelah sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase
organik pada lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas
sedangkan DNA dan RNA akan berada pada fase aquoeus setelah
sentrifugasi sedangkan protein yang terdenaturasi akan berada pada interfase
dan lipid akan berada pada fase organic. Selain fenol, dapat pula digunakan
campuran fenol dan kloroform atau campuran fenol, kloroform, dan isoamil
alkohol untuk mendenaturasi protein. Ekstrak DNA yang didapat seringkali
juga terkontaminasi oleh RNA sehingga RNA dapat dipisahkan dari DNA
ekstrak dengan cara pemberian RNAse (Lubis, 2013).

Gambar 3. Fase-fase pada Isolasi DNA


(Sumber: Lubis, 2013)

Asam nukleat adalah molekul hidrofilik dan bersifat larut dalam air.
Disamping itu, protein juga mengandung residu hidrofobik yang
mengakibatkan protein larut dalam pelarut organik. Berdasarkan sifat ini,
terdapat beberapa metode deproteinisasi berdasarkan pemilihan pelarut
organik. Biasanya pelarut organik yang digunakan adalah fenol atau
kloroform yang mengandung 4% isoamil alkohol. Penggunaan kloroform
isoamil alkohol (CIA) berdasarkan perbedaan sifat pelarut organik.
Kloroform tidak dapat bercampur dengan air dan kemampuannya untuk
mendeproteinisasi berdasarkan kemampuan rantai polipeptida yang
terdenaturasi untuk masuk atau termobilisasi ke dalam fase antara kloroform
air. Konsentrasi protein yang tinggi pada fase antara tersebut dapat
menyebabkan protein mengalami presipitasi. Sedangkan lipid dan senyawa
organik lain akan terpisah pada lapisan kloroform (Lubis, 2013).
Proses deproteinisasi yang efektif bergantung pada besarnya fase antara
kloroform-air. Proses ini dapat dilakukan dengan membentuk emulsi dari air
dan kloroform. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan penggojogan atau
sentrifugasi yang kuat karena kloroform tidak dapat bercampur dengan air.
Isoamil alkohol berfungsi sebagai emulsifier dapat ditambahkan ke kloroform
untuk membantu pembentukan emulsi dan meningkatkan luas permukaan
kloroform-air yang mana protein akan mengalami presipitasi. Penggunaan
kloroform isoamil alkohol ini memungkinkan untuk didapatkan DNA yang
sangat murni, namun dengan ukuran yang terbatas (20.00050.000 bp).
Fungsi lain dari penambahan CIA ini adalah untuk menghilangkan kompleks
CTAB dan meninggalkan DNA pada fase aquoeus. DNA kemudian diikat
dari faseaquoeus dengan presipitasi etanol (Lubis, 2013).
Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui
presipitasi.Pada umumnya digunakan etanol atau isopropanol dalam tahapan
presipitasi. Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA pada fase
aquoeus sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk
pellet setelah dilakukan sentrifugasi. Presipitasi juga berfungsi untuk
menghilangkan residu-residu kloroform yang berasal dari tahapan ekstraksi
(Faatih, 2009).
Prinsip-prinsip presipitasi antara lain pertama, menurunkan kelarutan
asam nukleat dalam air. Hal ini dikarenakan molekul air yang polar
mengelilingi molekul DNA di larutan aquoeus. Muatan dipole positif dari air
berinteraksi dengan muatan negatif pada gugus fosfodiester DNA. Interaksi
ini meningkatkan kelarutan DNA dalam air. Isopropanol dapat bercampur
dengan air, namun kurang polar dibandingkan air. Molekul isopropanol tidak
dapat berinteraksi dengan gugus polar dari asam nukleat sehingga isopropanol
adalah pelarut yang lemah bagi asam nukleat; kedua, penambahan
isopropanol akan menghilangkan molekul air dalam larutan DNA sehingga
DNA akan terpresipitasi; ketiga, penggunaan isopropanol dingin akan
menurunkan aktivitas molekul air sehingga memudahkan presipitasi DNA
(Faatih, 2009).
Pada tahapan presipitasi ini, DNA yang terpresipitasi akan terpisah dari
residu-residu RNA dan protein yang masih tersisa. Residu tersebut juga
mengalami koagulasi namun tidak membentuk struktur fiber dan berada
dalam bentuk presipitat granular. Pada saat etanol atau isopropanol dibuang
dan pellet dikeringkan dalam tabung, maka pellet yang tersisa dalam tabung
adalah DNA pekat. Proses presipitasi kembali dengan etanol atau isopropanol
sebelum pellet dikeringkan dapat meningkatkan derajat kemurnian DNA yang
diisolasi. Pencucian kembali pellet yang dipresipitasi oleh isopropanol
dengan menggunakan etanol bertujuan untuk menghilangkan residu-residu
garam yang masih tersisa. Garam-garam yang terlibat dalam proses ekstraksi
bersifat kurang larut dalam isopropanol sehingga dapat terpresipitasi bersama
DNA, oleh sebab itu dibutuhkan presipitasi kembali dengan etanol setelah
presipitasi dengan isopropanol untuk menghilangkan residu garam (Faatih,
2009).
Setelah dilakukan proses presipitasi dan dilakukan pencucian dengan
etanol, maka etanol kemudian dibuang dan pellet dikeringanginkan,
perlakuan tersebut bertujuan untuk menghilangkan residu etanol dari pelet
DNA. Penghilangan residu etanol dilakukan dengan cara evaporasi karena
etanol mudah menguap. Pada tahap pencucian biasanya etanol dicampur
dengan ammonium asetat yang bertujuan untuk membantu memisahkan
kontaminan yang tidak diinginkan seperti dNTP dan oligosakarida yang
terikat pada asam nukleat (Rosana, 2014).
Setelah pellet DNA dikeringanginkan, tahap selanjutnya adalah
penambahan buffer TE ke dalam tabung yang berisi pellet dan kemudian
disimpan di dalam freezer dengan suhu sekitar -20C. Buffer TE dan
penyimpanan suhu pada -20C bertujuan agar sampel DNA yang telah
diekstraksi dapat disimpan hingga waktu berminggu-minggu. Pelarutan
kembali dengan buffer TE juga dapat memisahkan antara RNA yang
mempunyai berat molekul lebih rendah dibandingkan DNA sehingga DNA
yang didapatkan tidak terkontaminasi oleh RNA dan DNA sangat stabil
ketika disimpan dalam keadaan terpresipitasi pada suhu -20C (Rosana,
2014).
Menurut Rosana (2014), isolasi DNA juga dapat dilakukan dengan
menggunakan kit yang sudah diproduksi oleh beberapa perusahan untuk
mempermudah dan mempercepat proses isolasi DNA. Kit isolasi juga
disesuaikan dengan kebutuhan oleh konsumen dan jenis sel yang akan
digunakan.

Gambar 4. Isolasi DNA


(Sumber: Rosana, 2014)

D. Metode Isolasi DNA


1. Teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)
Teknik pengujian polimorfisme DNA berdasarkan pada amplifikasi
dari segmen-segmen DNA acak yang menggunakan primer tunggal yang
sekuen nukleotidanya ditentukan secara acak. Primer tunggal ini biasanya
berukuran 10 basa. PCR dilakukan pada suhu anealing yang rendah yang
memungkinkan primer menempel pada beberapa lokus pada DNA.
Aturan sederhana untuk primer adalah terdiri atas 18-28 susunan basa
dengan persentase G+C 50-60% (Rosana, 2014).
2. Metode CTAB
Menghasilkan pita DNA yang berukuran tebal dan dapat
memisahkan DNA dari polisakarida karena adanya perbedaan
karakteristik kelarutan (differensial of solubility). Di samping diperoleh
fragmen DNA, dengan metode CTAB juga akan diperoleh RNA dengan
pita tipis yang terletak jauh berada di bawah pita DNA. Keberadaan pita
RNA tergantung bahan yang diekstraksi (Rosana, 2014).
3. Phenol:Chloroform
Mengunakan senyawa Phenol-choloroform-isoamyl alcohol, Metode
standard untuk ekstraksi DNA, Akhir-akhir ini ditinggalkan, karena sifat
toksik phenol (Rosana, 2014).
4. Salting Out
Menggunakan garam konsentrasi tinggi (NaCl 6 M), untuk
medenaturisasi protein menggunakan Proteinase K untuk denaturasi
protein (Rosana, 2014).
5. Guanidine Isothiocyanate
Metode ini lebih cepat dibanding dua metode sebelumnya,
Thiocyanate bersifat toksik, untuk lisis dinding sel, memerlukan
chloroform untuk denaturasi protein (Rosana, 2014).
6. Silica Gel
Silica gel dapat mengikat DNA dengan perantaraan garam/buffer
tertentu (NaI), Cepat, tetapi recovery DNA kurang (Rosana, 2014).
7. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA
secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer
oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang
diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya komplemen
dengan DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi
DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif (Rosana, 2014).

E. Teknik Memotong Rantai Mol DNA


Pada tahun 1960, Werner Arber & Hamilton Smith menemukan enzim
dari mikroba yang dapat memotong DNA utas ganda. Enzim tersebut
sekarang dikenal dengan enzim restriksi atau endonuklease restriksi. Enzim
tersebut mengenal dan memotong DNA pada sekuen spesifik yang panjang 4
sampai dengan 6 pasang basa. Enzim tersebut dikenal dengan enzim restriksi
atau enzim endonuklease restriksi. Secara alami, bakteri menghasilkan enzim
restriksi untuk menghancurkan DNA fage yang menginfeksinya (yang masuk
ke dalam sel bakteri) Sampai saat ini sudah banyak jenis enzim restriksi yang
telah ditemukan dan diisolasi dari berbagai spesies bakteri. Nama setiap
enzim restriksi diawali dengan tiga huruf yang menyatakan nama bakteri
yang menghasilkan enzim tersebut (Yuwono, 2008).
Setiap enzim restriksi mengenal sekuens dan situs pemotongan yang
khas. Enzim restriksi memotong DNA bukan pada sembarang tempat, tetapi
memotong DNA pada bagian tertentu. Bagian pada DNA yang dikenai aksi
pemotongan oleh enzim restriksi ini dinamakan sekuens pengenal. Suatu
sekuens pengenal adalah urutan nukleotida (urutan basa) tertentu yang dikenal
oleh enzim restriksi sebagai tempat atau bagian yang akan dipotongnya.
Enzim retriksi (endonuklease) adalah enzim yang berasal dari bakteri, yang
dapat memotong rantai DNA (double stranded) atau RNA (Yuwono, 2008).
Dalam bakteri enzim ini berfungsi sebagai perlindungan diri dengan cara
memotong DNA pada sisi pemotongan tertentu. Salah satu contoh enzim
retriksi adalah Enzim EcoRI yang telah diisolasi pertama kali oleh Herbert
Boyer pada tahun 1969 dari bakteri Escherichia coli. Enzim Ecor memotong
DNA pada bagian yang urutan basanya adalah GAATTC ( sekuens pengenal
bagi EcoRI adalah GAATTC). Di dalam sekuens pengenal tersebut, Enzim
EcoRI memotongnya tidak pada sembarang situs tetapi hanya memotong
pada bagian atau situs anara G dan A (Yuwono, 2008).
Menurut Yuwono (2008), pada DNA utas ganda, sekuens GAATTC ini
akan berpasangan dengan sekuens yang sama tetapi berlawanan arah. Enzim
EcoRI ini memotong setiap utas dari utas ganda tersebut pada bagian anatara
G dan A. Sebagai akibatnya, potongan-potongan atau fragmen-fragmen DNA
utas ganda yang dihasilkan akan memliki ujung berutas tunggal. Ujung
seperti ini yang dikenal dengan istilah sticky ends atau cohesive ends. Berikut
adalah contoh organisme-organisme penghasil enzim retriksi. nama enzim
sekuens pengenal organisme asal yaitu :
1. EcoRI G AATTC Escherichia coli
2. HindIII A AGCTT Haemophilus influenza
3. HhaI GCG C Haemophilus haemolyticus
4. TaqI T CGA Thermus aquaticus
5. BsuRI GG CC Bacillus subtilis
6. BalI TGG CCA Brevibacterium albidum
7. NotI GC GGCCGC Nocardia otidis-caviarum
8. BamHI G GATCC Bacillus amylolyquefaciens
9. SmaI CCC GGG Serratia marcescens
Menurut Yuwono (2008), berdasarkan cara pemotongannya enzim
retriksi digolongkan menjadi dua :
1. Endonuklease, memtotong nukleotida dari arah dalam
2. Eksonuklease memotong nukleotida hanya pada ujung atau dari arah luar
Endonuklease dapat mengenal urutan atau sekuen nukleotida pendek, antara
4-8 nuklotida, yang sering dikenal dengan restrictionsite atau sisi
pemotongan, atau situs pemotongan yang spesifik dan berbeda-beda. Secara
umum berdasarkan hasil pemotongan DNA double strain dengan enzim
endonuklease memilik dua bentuk yaitu hasil pemotongan sticky end (ujung
runcing) dan blund end (ujung tumpul).
Kemampuan memotong DNA pada sisi spesifik menjadi tonggak penting
dalam pengembangan metode manipulasi DNA sekarang ini. Endonuklease
restriksi merupakan enzim bakteri yang memotong DNA dupleks pada urutan
target spesifik. Enzim ini dapat diperoleh secara komersial dari perusahaan-
perusahaan produk bioteknologi. Penamaan enzim restriksi didasarkan pada
sistem sederhana yang diusulkan oleh Smith and Nathans. Nama enzim
(seperti BamHI, EcoRI) menunjukkan bahwa asal enzim, tetapi tidak
menunjukkan informasi spesifisitas pemotongan. Sisi pengenalan enzim
restriksi pada umumnya adalah urutan palindromik dengan panjang 4, 5, atau
6 pasang basa (pb) seperti AGCT (untuk AluI), GAATTC (untuk EcoRI), dan
lain sebagainya (Yuwono, 2008).
Masing-masing enzim restriksi memotong urutan palindrom pada sisi
spesifik, dan dua enzim berbeda dapat mempunya urutan pengenalan yang
sama, tetapi memotong DNA pada titik berbeda di dalam urutan basa
tersebut. Ujung DNA hasil pemotongan enzim restriksi dapat dikelompokkan
menjadi tiga ketergori: ujung tumpul, ujung lengkaet 5 dan ujung lengket 3
(Yuwono, 2008).
Agarose gel elektroforesis atau southern analisis digunakan untuk
memisahkan fragmen DNA berdasarkan berat molekulnya. Metode ini
ditemukan oleh Ed sourthern pada tahun 1975. Metode ini digunakan untuuk
mengidentifikasi fragmen DNA yang secara menyeluruh untuk mengetahui
DNA sekuen. Sourthern hibridisasi juga disebut sourthern blotting digunakan
untuk mengetahui perbandinagn antara genome dari suatu particular
organisme dan dengan gen penanda atau gen fragmen (probe). Ini dapat
menjelaskan apakah suatu organisme berisi pertikel gen dan mengandung
informasi tentang pengorganisasian dan restriction map dari suatu gen
(Yuwono, 2008).
Langkah-langkah dalam analisis sourthern gen DNA pada organisme
dipotong dengan enzim retriksi (endonuklease) menjadi fragmen-framen
DNA lalu fragmen DNA tersebut dimasukkan pada gel agarose lalu dilakukan
elektroforesis dengan mengalirkan arus listrik dari kutub negatif ke positif
kemudian hasil pemisahan DNA tersebut didenaturasi dalam suatu alkali dan
ditransferkan pada membran nitroselulosa. Pada membrane fragmen DNA
telah menjadi single stranded lalu dimasukkan kedalam larutan yang
mengandung DNA probe, proses ini disebut DNA hibridisasi dengan kata lain
DNA target dan DNA probe membentuk suatu hybdrid karena keduanya
saling melengkapi sekuen dan juga dapat membentuk ikatan satu sama lain
(Yuwono, 2008).
DNA probe biasanya mengandung pelabelan radioaktif dengan - [32P]
dan polynucleotide kinase sering dengan pemindahan 5 phosphate dari probe
dengan menggunakan alkaline phosphatase. Setalah itu membrane dicuci
untuk menghilangkan ikatan probe yang non spesifik, kemudian dengan
memajangkannya pada film sinar X akan terbentuk warna hitam apabila
positif terbentuk ikatan antara DNA dan probe. Proses ini disebut
autoradiography. Hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi ukuran
DNA dan sejumlah fragmen gen kromosom dengan kekuatan yang sama
dengan fragmen gen yang digunakan oleh probe (Yuwono, 2008).

F. Isolasi DNA dengan Teknik PCR


Hasil sentrifugasi akan menunjukkan dua macam fraksi yang terpisah,
yaitu supernatan pada bagian atas dan pelet pada bagian bawah. Presipitasi
merupakan langkah yang dilakukan untuk mengendapkan suatu komponen
dari campuran. Polymerase Chain Reacton (PCR) adalah suatu teknik sintesis
dan amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan
oleh Karry Mullis pada tahun 1985. Teknik PCR dapat digunakan untuk
mengamplifikasi segmen DNA (Faatih, 2009).
Pengukuran secara kualitas, dilakukan pengecekan hasil isolasi DNA
pada gel agarose, horizontal elektroforesis. Sebanvak 4 ml DNA sampel dan 1
ml loading dye di-running dalam tangki elektroforesis agarose 1% pada 100
volt selama 30 menit. Gel hasil elektroforesis kemudian direndam dalam
larutan ethidium bromide selama 10 menit. Kemudian pola pita yang
dihasilkan dilihat di bawah UV transilluminator dan difoto dengan kamera
Polaroid MP4. Jika muncul pita berarti DNA hasil isolasi siap untuk
digunakan sebagai template untuk PCR (Faatih, 2009).
1. Komponen PCR
Komponen- komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah
templat DNA; sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang
mempunyai urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan
nukleotida DNA templat; dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates); buffer
PCR; magnesium klorida (MgCl2) dan enzim polimerase DNA (Faatih,
2009).
a. Templat DNA
Fungsi DNA templat di dalam proses PCR adalah sebagai
cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama. Templat
DNA ini dapat berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun
fragmen DNA apapun asal di dalam DNA templat tersebut
mengandung fragmen DNA target yang dituju. Penyiapan DNA
templat untuk proses PCR dapat dilakukan dengan menggunakan
metode lisis sel ataupun dengan cara melakukan isolasi DNA
kromosom atau DNA plasmid dengan menggunakan metode standar
yang ada. Pemilihan metode yang digunakan di dalam penyiapan
DNA templat tergantung dari tujuan eksperimen (Faatih, 2009).
b. Primer
Keberhasilan suatu proses PCR sangat tergantung dari primer
yangdigunakan. Di dalam proses PCR, primer berfungsi sebagai
pembatas fragmen DNA target yang akan diamplifikasi dan
sekaligus menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3 yang
diperlukan untuk proses eksistensi DNA. Perancangan primer dapat
dilakukan berdasarkan urutan DNA yang telah diketahui ataupun
dari urutan protein yang dituju. Data urutan DNA atau protein bisa
didapatkan dari database GenBank. Apabila urutan DNA maupun
urutan protein yang dituju belum diketahui maka perancangan
primer dapat didasarkan pada hasil analisis homologi dari urutan
DNA atau protein yang telah diketahui mempunyai hubungan
kekerabatan yang terdekat (Faatih, 2009).
c. dNTPs (Deoxynucleotide Triphosphates)
dNTPs merupakan suatu campuran yang terdiri atas dATP
(deoksiadenosin trifosfat), dTTP (deoksitimidin trifosfat) , dCTP
(deoksisitidin trifosfat) dan dGTP (deoksiguanosin trifosfat). Dalam
proses PCR dNTPs bertindak sebagai building block DNA yang
diperlukan dalam proses ekstensi DNA. dNTP akan menempel pada
gugus OH pada ujung 3 dari primer membentuk untai baru yang
komplementer dengan untai DNA templat. Konsentrasi optimal
dNTPs untuk proses PCR harus ditentukan (Fatih, 2009).
d. Buffer PCR dan MgCl2
Reaksi PCR hanya akan berlangsung pada kondisi pH tertentu. Oleh
karena itu untuk melakukan proses PCR diperlukan buffer PCR. Fungsi
buffer di sini adalah untuk menjamin pH medium. Selain buffer PCR
diperlukan juga adanya ion Mg2+, ion tersebut berasal dari berasal
MgCl2. MgCl2 bertindak sebagai kofaktor yang berfungsi menstimulasi
aktivitas DNA polimerase. Dengan adanya MgCl2 ini akan meningkatkan
interaksi primer dengan templat yang membentuk komplek larut dengan
dNTP (senyawa antara). Dalam proses PCR konsentrasi MgCl2
berpengaruh pada spesifisitas dan perolehan proses. Umumnya buffer
PCR sudah mengandung senyawa MgCl2 yang diperlukan. Tetapi
disarankan sebaiknya antara MgCl2 dan buffer PCR dipisahkan supaya
dapat dengan mudah dilakukan variasi konsentrasi MgCl2 sesuai yang
diperlukan (Faatih, 2009).
e. Enzim Polimerase DNA
Enzim polimerase DNA berfungsi sebagai katalisis untuk reaksi
polimerisasi DNA. Pada proses PCR enzim ini diperlukan untuk
tahap ekstensi DNA. Enzim polymerase DNA yang digunakan untuk
proses PCR diisolasi dari bakteri termofilik atau hipertermofilik oleh
karena itu enzim ini bersifat termostabil sampai temperatur 95 C.
Aktivitas polimerase DNA bergantung dari jenisnya dan dari mana
bakteri tersebut diisolasi. Sebagai contoh adalah enzim Pfu
polimerase (diisolasi dari bakteri Pyrococcus furiosus) mempunyai
aktivitas spesifik 10x lebih kuat dibandingkan aktivitas spesifik
enzim Taq polymerase (diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus)
(Muladno, 2002).
Penggunaan jenis polymerase DNA berkaitan erat dengan buffer
PCR yang dipakai. Dengan menggunakan teknik PCR, panjang
fragmen. DNA yang dapat diamplifikasi mencapai 35 kilo basa.
Amplifikasi fragmen DNA pendek (kurang dari tiga kilo basa) relatif
lebih mudah dilakukan. Untuk mengamplifikasi fragmen DNA
panjang (lebih besar dari tiga kilo basa) memerlukan beberapa
kondisi khusus, di antaranya adalah diperlukan polimerase DNA
dengan aktivitas yang kuat dan juga buffer PCR dengan pH dan
kapasitas tinggi (High-salt buffer) (Muladno, 2002).
2. Tahapan pada Proses PCR
Proses PCR melibatkan beberapa tahap yaitu: (pra-denaturasi DNA
templat; denaturasi DNA templat; penempelan primer pada templat
(annealing); pemanjangan primer (extension) dan pemantapan
(postextension). Penjelasan tentang tahapan PCR adalah sebagai berikut:
a. Denaturasi
Denaturasi dilakukan dengan pemanasan hingga 96oC selama
30-60 detik. Pada suhu ini DNA utas ganda akan memisah menjadi
utas tunggal (Muladno, 2002).
b. Annealing
Setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturukan ke kisaran
40-60oC selama 20-40 detik untuk memberikan kesempatan bagi
primer untuk menempel pada DNA template di tempat yang
komplemen dengan sekuen primer (Muladno, 2002).
c. Ekstensi/Elongasi
Dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja
optimum enzim DNA polymerase, biasanya 70-72oC. Pada tahap ini
DNA polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai pada
pasangannya, jika basa pada template adalah A, maka akan dipasang
dNTP, begitu seterusnya (ingat pasangan A adalah T, dan C dengan
G, begitu pula sebaliknya). Enzim akan memperpanjang rantai baru
ini hingga ke ujung. Lamanya waktu ekstensi bergantung pada
panjang daerah yang akan diamplifikasi, secara kasarnya adalah 1
menit untuk setiap 1000 bp (Muladno, 2002).
3. Manfaat PCR
Menurut Muladno (2002), Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat
digunakan untuk:
a. Amplifikasi urutan nukleotida.
b. Menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami
mutasi.
b. Bidang kedokteran forensik.
c. Melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan finger print.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Isolasi DNA merupakan teknik pemisahan DNA dari zat-zat lain selain
DNA. Metode-metode untuk isolasi DNA yaitu teknik Random Amplified
Polymorphic DNA (RAPD), Metode CTAB, Phenol:Chloroform, Salting Out,
Guanidine Isothiocyanate, Silica Gel, serta PCR (Polymerase Chain
Reaction). Isolasi DNA dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan antara lain:,
lisis, ekstraksi, presipitasi, purifikasi, dan pengawetan. Isolasi DNA akan
sangat bergantung dengan banyaknya DNA yang ingin didapatkan dari isolasi
serta jenis organisme yang akan diisolasi DNAnya.
DAFTAR PUSTAKA

Donata. 2007. Komunikasi Pribadi. Ciri-ciri DNA Murni dan Penyebab


Keberhasilan serta Kegagalan dalam PCR dan Elektroforesis. Jakarta:
Erlangga.

Faatih, M. 2009. Isolasi dan Digesti DNA Kromosom. Website: https://publikas


iilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/432/7.%20FATIH.pdf?sequence=1.
Diakses Senin, 18 Januari 2016 pukul 19.48 WIB.

Lubis, N.A. 2013. Laporan Praktikum Isolasi Dna Manusia (Epitelial Mulut dan
Darah) dan Teknik Pcr dan Isolasi Protein dari Darah, Elektroforesis
Agarose dan Sds-Page. Website: http://openwetware.org/images/8/8f/
Lap._Praktikum_isolasi_DNA,_Protein_dan_Elektroforesis.pdf. Diakses
Senin, 18 Januari 2016 pukul 19.47 WIB.

Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pusataka


Wirausaha Muda.

Priyani, N. 2004. Sifat Fisik dan Kimia DNA. Website: http://library.usu.ac.id/


download/ fmipa/biologi-nunuk2.pdf. Diakses Senin, 18 Januari 2016 pukul
17.00 WIB.

Rian. 2013. Struktur DNA. Website: http://web.unair.ac.id/admin/file/f_35969_


PCR.pdf. Diakses Senin, 18 Januari 2016 pukul 16.00 WIB.

Rosana, A. 2014. Penuntun Praktikum Genetika. Yogyakarta: Kanisius.

Yuwono, T. 2008. Biologi Molekuler. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai