Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu metode yang digunakan dalam pembuatan sediaan tablet
adalah sistem matriks dimana obat tercampur homogen dengan bahan matriks.
Sistem matriks mempunyai beberapa keuntungan yaitu penggunaannya yang
relatif sederhana dan tidak mahal dibandingkan sistem lainnya. Selain itu
penambahan matriks dilakukan untuk memperlambat pelepasan zat aktifnya.
Contoh polimer yang digunakan dalam sistem matriks misalnya karagenan
(Widyaningtyas dan Hadi, 2015).
Kecepatan pelepasan obat dari sistem matriks bergantung pada jenis dan
jumlah polimer yang digunakan (Jamzad et al., 2005). Pada penelitian ini
digunakan matriks karagenan yang merupakan kelompok polisakarida galaktosa
yang diekstraksi dari rumput laut. Karagenan adalah getah rumput laut dari
spesies tertentu dari kelas alga merah (rhodophyceae) yang diekstraksi
dengan air atau larutan alkali yang dilanjutkan dengan pemisahan karagenan
dengan pelarutnya (Chapman, 1980). Karagenan merupakan polimer hidrofilik
bahan alam yang dapat mengembang di dalam tubuh sehingga dapat digunakan
untuk menghambat pelepasan obat. Dengan demikian, penambahan matriks
karagenan dalam formulasi tablet ini diharapkan dapat membentuk suatu lapisan
gel yang kental pada tablet sehingga dapat memperlambat penetrasi air dan
sebagai penghalang dalam pelepasan obat.
Pembuatan tablet pada penelitian ini menggunakan 3 zat aktif sebagai
model obat yang mempunyai sifat fisikokimia yang berbeda yaitu aminofilina,
isoniazida dan asam askorbat dimana sifat kelarutannya relatif sama namun
mempunyai pH yang berbeda. Menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (1979), ketiga zat aktif tersebut kelarutannya mudah larut dalam air.
Untuk zat yang sifatnya basa lemah digunakan zat aktif aminofilina, zat yang

1
bersifat cenderung netral digunakan zat aktif isoniazida, dan zat yang bersifat
asam lemah digunakan zat aktif asam askorbat.
Penelitian dengan menggunakan polimer karagenan telah dilakukan
dibidang pangan dan farmasi, yaitu karagenan sebagai gelling agent (Campo et
al, 2009). Pada penelitian sebelumnya sudah dilakukan studi pendahuluan
terhadap karagenan yang digunakan sebagai polimer matriks, namun penelitian
tersebut hanya menggunakan formulasi dengan satu zat aktif sebagai model
obatnya.
Berdasarkan hal ini, untuk mengetahui pengaruh sifat fisikokimia zat
aktif terhadap tablet dengan matriks karagenan, maka akan dilakukan formulasi
tablet menggunakan matriks karagenan dengan 3 zat aktif sebagai model obat
yang mempunyai sifat fisikokimia yang berbeda. Metode yang digunakan untuk
pembuatan tablet dalam penelitian ini adalah metode granulasi basah yaitu
metode pembuatan yang paling banyak digunakan dalam memproduksi tablet.

1.2 Identifikasi Masalah


Masalah yang timbul pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana formulasi tablet menggunakan karagenan sebagai polimer matriks
dengan metode granulasi basah?
2. Bagaimana profil disolusi sediaan tablet yang dibuat menggunakan karagenan
sebagai polimer matriks dengan metode granulasi basah?
3. Bagaimana pengaruh dari perbedaan sifat fisikokimia zat aktif apabila dibuat
sediaan tablet menggunakan matriks karagenan dengan metode granulasi
basah?

1.3 Tujuan Penelitian


2
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk membuat formula tablet menggunakan karagenan sebagai polimer
matriks dengan metode granulasi basah
2. Untuk menentukan profil disolusi sediaan tablet yang dibuat menggunakan
karagenan sebagai polimer matriks dengan metode granulasi basah
3. Untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan sifat fisikokimia zat aktif apabila
dibuat sediaan tablet menggunakan matriks karagenan dengan metode
granulasi basah

1.4 Kegunaan Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
kegunaan karagenan sebagai matriks tablet untuk metode granulasi basah dan
pengaruh perbedaan sifat fisikokimia zat aktif pada tablet yang dibuat dengan
matriks tersebut

1.5 Metode Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan
melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Formulasi
2. Pengujian massa cetak: uji distribusi partikel, uji massa jenis, uji daya alir, uji
kompresibilitas, dan uji loss on drying (LOD)
3. Karakterisasi tablet: uji keseragaman bobot, uji keseragaman ukuran
(diameter dan ketebalan), kekerasan tablet dan uji friabilitas
4. Uji disolusi: dilakukan selama 8 jam.
5. Analisis Data

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

3
Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas
Farmasi dan Laboratorium Central Universitas Padjadjaran, Jatinangor, selama
bulan september sampai Desember 2016.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1 Karagenan

Gambar 2.1 Rumus struktur karagenan

Karagenan merupakan serbuk kasar sampai halus, tidak berbau dan


berasa, berwarna kuning-coklat sampai putih. Larutan karagenan stabil sampai
pH 9 dan sebaiknya tidak dipanaskan pada pH dibawah 3,5. Karagenan stabil
meskipun higroskopis, disimpan di tempat yang kering dan sejuk. Karagenan
bereaksi dengan bahan kationik membentuk kompleks. Karagenan dapat
berinteraksi dengan makromolekul bermuatan lain seperti protein,
memberikan efek berbeda seperti peningkatan viskositas, formasi gel,
stabilitas atau pengendapan (Rowe et al., 2009).
Karagenan merupakan hidrokoloid yang diperoleh dengan ekstraksi
menggunakan air atau alkali berair dari beberapa anggota dari kelas rumput
laut merah (Rhodophyceae). Karagenan terdiri dari natrium, magnesium,

5
kalsium, kalium dan ammonium ester sulfat galaktosa dan kopolimer 3,6-
anhidrogalaktosa. Heksosa ini secara bergantian terkait di sisi a-1,3 dan b-1,4
polimer (Rowe et al., 2009)
Karagenan dibagi menjadi tiga keluarga sesuai dengan posisi
kelompok sulfat dan ada atau tidaknya anhidrogalaktosa.
1. l-Carrageenan (lambda-karagenan) merupakan polimer non gelling
mengandung sekitar 35% ester sulfat berat dan tidak ada 3,6-
anhidrogalaktosa.
2. i-Carrageenan (iota-karagenan) merupakan polimer pembentuk gel yang
mengandung sekitar 32% ester sulfat berat dan sekitar 30% 3,6-
anhidrogalaktosa.
3. k-Carrageenan (kappa-karagenan) merupakan polimer sangat gelling yang
memiliki struktur tersier heliks yang membentuk gel. Mengandung 25%
ester sulfat berat dan sekitar 34% 3,6- anhidrogalaktosa (Rowe et al.,
2009).

2.2 Tablet
Tablet merupakan sediaan padat dengan bentuk tabung pipih atau
sirkuler, permukaan rata atau cembung, mengandung satu atau lebih bahan-
bahan obat dengan atau tanpa tambahan. Zat tambahan yang biasanya
digunakan 16 dalam tablet dapat berfungsi sebagai pengisi, pengikat,
pembasah, pelican, ataupun zat lain (Depkes RI, 1979).
Penyusun utama dari tablet adalah zat zat berkhasiat yang terkandung
di dalamnya, sedangkan pengisi yang sering digunakan adalah bahan
penghancur, bahan pengikat, bahan penyalut, bahan penambah rasa, dan
bahan tambahan lainnya (Ansel, 1989).

2.2.1 Jenis Tablet


Macam-macam jenis tablet berikut ini:
6
1. Tablet Kompresi, yaitu tablet yang dibuat dengan cara mencetak pada
punch dan die dengan sekali tekanan menjadi bentuk tablet dan ukuran,
biasanya ke dalam tablet diberikan tambahan beberapa bahan pembantu
antara lain:
a. Pengenceran atau pengisi yang ditambahkan jika perlu ke dalam
formulasi agar membentuk ukuran tablet yang diinginkan
b. Pengikat atau perekat, yang membantu pelekatan partikel dalam
formulasi, memungkinkan granul dibuat dan dijaga keterpaduan hasil
akhir tabletnya
c. Penghancur atau bahan yang dapat membantu penghancuran, akan
membantu memecah atau menghancurkan tablet setelah pemberian
sampai menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, sehingga lebih
mudah diabsorpsi.
d. Antirekat pelincir atau zat pelincir yaitu zat yang meningkatkan aliran
bahan memasuki cetakan tablet dan mencegah melekatnya bahan ini
pada punch dan die serta membuat tablet-tablet menjadi bagus dan
berkilat
e. Bahan tambahan lain seperti zat warna dan zat pemberi rasa

2. Tablet Kompresi Ganda, yaitu yaitu tablet kompresi berlapis, dalam


pembuatannya memerlukan lebih dari satu kali tekanan. Tablet berlapis
dibuat dengan cara memasukkan satu campuran obat ke dalam cetakan
dan ditekan, demikian pula campuran obat sebagai lapisan berikutnya
dimasukkan ke dalam cetakan yang sama dan ditekan lagi, untuk
membentuk dua atau tiga lapisan tergantung pada jumlah obat yang
ditambahkan secara terpisah dalam satu tablet berlapis (Ansel, 1989).

2.2.2 Persyaratan Tablet


Syarat-syarat tablet adalah sebagai berikut:
7
1. Keseragaman Bobot dan Keseragaman Kandungan
Tablet memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif merupakan
bagian terbesar dari tablet dan cukup mewakili keseragaman kandungan.
Keseragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari
keseragaman kandungan jika zat aktif merupakan bagian terkecil dari
tablet atau jika tablet bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya farmakope
mensyaratkan tablet bersalut dan tablet mengandung zat aktif 50 mg atau
kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50 % bobot sediaan, harus
memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya
dilakukan pada tiap tablet (Syamsuni, 2006).
2. Uji Kekerasan
Kekerasan tablet dan ketebalannya berhubungan dengan isi die dan
gaya kompresi yang diberikan. Bila tekanan ditambahkan, maka kekerasan
tablet meningkat sedangkan ketebalan tablet berkurang. Selain itu metode
granulasi juga menentukan kekerasan tablet. Umumnya kekuatan tablet
berkisar 4 - 8 kg, bobot tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk
menghasilkan tablet yang memuaskan. Alat yang digunakan untuk uji ini
adalah hardness tester, alat ini diharapkan dapat mengukur berat yang
diperlukan untuk memecahkan tablet (Lachman, 1994).
3. Uji Keregasan
Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur
keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet
menjadi hancur. Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat Roche
friabilator. Sebelum tablet dimasukkan ke alat friabilator, tablet ditimbang
terlebih dahulu. Kemudian tablet dimasukkan ke dalam alat, lalu alat
dioperasikan selama empat menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang
kembali dan dibandingkan dengan berat mula-mula. Selisih berat dihitung
sebagai keregasan tablet. Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari
0,8% (Ansel, 1989).
8
4. Waktu Hancur
Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan peroral, kecuali
tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan. Uji ini dimaksudkan untuk
menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang ditetapkan pada masing-
masing monografi. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan
atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Pada pengujian waktu hancur,
tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas
kasa, kecuali fragmen yang berasal dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan
lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan keenam tablet tidak
lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60
menit untuk tablet bersalut (Syamsuni, 2006).

2.2.3 Metode Pembuatan Tablet


Tablet kempa dapat dibuat dengan tiga metode dasar: granulasi basah,
granulasi kering, dan cetak langsung (Ansel, 1989).
a. Granulasi Basah
Granulasi basah merupakan metode yang digunakan secara luas untuk
produksi tablet kempa. Langkah yang diperlukan adalah (a) menimbang
dan mencampur bahan, (b) membuat serbuk yang dibasahi atau massa
lembap, (c) mengayak serbuk yang dibasahi atau massa lembap menjadi
granul, (d) pengeringan granul, (e) perekatan granulasi dengan
pengayakan kering, (f) penambahan lubrikan dan pencampuran, dan (g)
pembentukan tablet dengan kempa (Ansel, 1989).
Menurut Sheth et al. (1980), keuntungan granulasi basah antara lain:
1. Zat aktif yang larut air dalam dosis kecil, maka distribusi dan
keseragaman zat aktif akan lebih baik kalau dicampurkan dengan
larutan bahan pengikat.
2. Zat aktif yang kompaktibilitasnya rendah dalam dosis yang tinggi
harus dibuat dengan metode granulasi basah, karena jika digunakan

9
metode cetak langsung memerlukan banyak eksipien sehingga berat
tablet terlalu besar.
3. Meningkatkan kohesifitas dan kompaktibilitas serbuk.
4. Zat-zat yang bersifat hidrofob, sistem granulasi basah dapat
memperbaiki kecepatan pelarutan zat aktif dengan perantara cairan
pelarut yang cocok pada bahan pengikat.
5. Sistem granulasi basah dapat mencegah segregasi komponen penyusun
tablet yang telah homogen sebelum proses pencampuran.
b. Metode Granulasi Kering
Melalui metode granulasi kering, campuran serbuk dimampatkan
dalam potongan besar dan kemudian dihancurkan atau diperkecil
ukurannya menjadi granul. Pada metode tersebut, baik bahan aktif maupun
bahan tambahan harus memiliki sifat kohesif. Granulasi kering khususnya
digunakan untuk bahan yang tidak dapat dibuat dengan metode granulasi
basah karena terdegradasi dalam lembap atau peningkatan suhu yang
digunakan untuk pengeringan granul (Ansel, 1989).
c. Metode Cetak Langsung / kempa langsung
Beberapa bahan kimia berbentuk granul, seperti kalium klorida,
memiliki sifat mengalir bebas dan kohesif yang memungkinkan bahan
tersebut dapat dikempa langsung dalam mesin tablet tanpa memerlukan
proses granulasi. Untuk bahan kimia yang tidak memiliki sifat seperti itu,
bahan tambahan farmasetik dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas
yang diperlukan pada produksi tablet dengan cetak langsung (Ansel,
1989). Keuntungan yang utama dari kempa langsung adalah bahan obat
yang peka lembab dan panas, yang stabilitasnya terganggu akibat operasi
granulasi, dapat dibuat menjadi tablet (Voight, 1995).

2.3 Matriks Tablet


Dalam sistem matriks, obat dicampur dengan polimer dalam keadaan
kering. Kecepatan pelepasan obat ditentukan oleh jenis dan konsentrasi
polimer yang digunakan. Konsep sistem matriks terutama sesuai untuk obat-

10
obat dosis rendah. Eksipien bersifat hidrofilik maupun hidrofobik dapat
ditambahkan untuk mempengaruhi profil pelepasan obat melalui cara difusi
atau erosi. Contoh polimer yang digunakan dalam sistem matriks
misalnya karagenan (Widyaningtyas dan Hadi, 2015).
Ada beberapa teknologi dalam sediaan lepas lambat, salah satunya
dengan matriks. Suatu matriks dapat digambarkan sebagai pembawa padat
inert yang didalamnya obat tersuspensi (tercampur) secara merata. Matriks
digolongkan menjadi 3 karakter (Lachman dkk., 1994) yaitu :
a. Matriks Hidrofobik
Polimer inert yang tidak larut seperti polietilen, polivinil klorida, dan
kopolimer akrilat, etilselulosa telah digunakan sebagai dasar untuk banyak
formulasi di pasaran. Tablet yang dibuat dari bahan-bahan ini didesain
untuk dimakan dan tidak pecah dalam saluran cerna.
b. Matriks Lemak
Matriks jenis ini mengontrol pelepasan obat melalui difusi pori dan
erosi. Bahan yang termasuk dalam golongan ini adalah asam stearat,
stearil alkohol, malam carnauba dan polietilen glikol.
c. Matriks Hidrofilik
Sistem ini mampu mengembang dan diikuti oleh erosi dari bentuk gel
sehingga obat dapat terdisolusi dalam media air. Matriks hidrofilik
diantaranya adalah karagenan, metil selulosa, hidroksietil selulosa,
hidroksipropil metil selulosa, natrium metilkarboksimetil selulosa, natrium
alginat, xanthan gum dan carbopol. Bila bahan-bahan tersebut kontak
dengan air, maka akan terbentuk lapisan matrik terhidrasi. Lapisan ini
bagian luarnya akan mengalami erosi sehingga menjadi terlarut.
Keuntungan matriks hidrofilik adalah sederhana, relatif murah dan aman,
mampu memuat dosis dalam jumlah yang besar, dan mudah produksi.

2.4 Zat Aktif yang digunakan


2.4.1 Aminofilina

11
Gambar 2.2 Struktur Aminofilina

Monografi
Rumus molekul : C16H24N10O4
Nama : Aminofilin
Nama lain : Aminophyllinum
Berat molekul : 420,43
Pemerian : Butir atau serbuk; putih atau agak kekuningan; bau
lemah mirip amoniak; rasa pahit.
Identifikasi : Larutkan lebih kurang 1 g dalam 10 ml air, netralkan
dengan asam klorida encer P; terbentuk endapan
putih. Saring, cuci endapan dengan air, keringkan pada
suhu 1050
Suhu lebur : Lebih kurang 2720
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 5 bagian air, jika dibiarkan
mungkin menjadi keruh; praktis tidak larut dalam
etanol (95%) P dan dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
(Depkes RI, 1979. Hal 82).

2.4.2 Asam Askorbat

12
Gambar 2.3 Struktur Asam Askorbat
Monografi
Rumus molekul : C6H8O6

Nama : Asam Askorbat


Nama lain : Acidum Ascorbicum
Nama kimia : 3-okso-L-gulofuranolakton
Berat molekul : 176,13
Pemerian : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh
pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna
gelap. Dalam keadaan kering stabil diudara, dalam
larutan cepat teroksidasi
Suhu lebur : Lebih kurang 1900
Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam
etanol (95%) P; praktis tidak larut dalam
kloroform P, dalam eter P dan dalam benzen P.
Baku pembanding : Asam Askorbat BPFI
Identifikasi : Spektrum serapan inframerah zat yang
didispersikan dalam kalium bromide P
menunjukkan maksimum hanya pada panjang
gelombang yang sama seperti pada Asam
Askorbat BPFI
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya

13
(Depkes RI, 1995. Hal 39).

2.4.3 Isoniazida

Gambar 2.4 Struktur Isoniazida

Monografi
Rumus molekul : C6H7N3O
Nama : Isoniazida
Nama lain : Isoniazidum
Nama kimia : piridina-4-karboksil-hidrazida
Berat molekul : 137,14
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak
berbau; rasa agak pahit; terurai perlahan-lahan oleh
udara dan cahaya
Suhu lebur : Antara 1700 dan 1730
pH : pH larutan 10,0% b/v 6,0 sampai 7,5
Identifikasi : Panaskan 50 mg dengan 1 g natrium karbonat
anhidrat P; terjadi bau piridina

Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol
(95%) P; sukar larut dalam kloroform P dan dalam
eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
(Depkes RI, 1979. Hal 320).

14
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan bahan yang digunakan

3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin cetak
tablet rotary punch, alat ayakan mesh no. 10, 16, 20, 40 dan 60, alat
penimbang elektronik, alat Sieve Shaker, piknometer, hardness tester,
powder flow tester, friabilator, alat disolusi tipe 2 (tipe dayung),
spektrofotometer UV-Vis, alat pengukur pH, syringe, oven, dan alat-alat

15
gelas yang umum digunakan di Laboratorium Teknologi Farmasi
Fakultas Farmasi dan Laboratorium Central Universitas Padjadjaran

3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
adalah zat aktif asam askorbat, aminofilina dan isoniazida, karagenan,
PVP, amilum, primojel, magnesium stearat, laktosa, buffer fosfat (pH
6,8), buffer HCl (pH 1,2), alkohol 96% dan aquadest

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Formula
Untuk optimasi formula dibuat menjadi enam formula (F1, F2,
F3, F4, F5 dan F6) dengan 3 variasi konsentrasi karagenan yang
bertujuan untuk memilih formula tablet dengan konsentrasi karagenan
yang paling sesuai. Selain variasi konsentrasi, digunakan 2 pengikat
sehingga dapat ditentukan pula pengikat yang sesuai. Untuk F1, F2 dan
F3 menggunakan pengikat PVP dan F4, F5 dan F6 menggunakan
pengikat amilum.

Tabel 3.1 Optimasi Formula


Bahan F1 F2 F3 F4 F5 F6
Aminofilina (mg) 100 100 100 100 100 100
Karagenan (%) 30 35 40 30 35 40
PVP (%) 7 7 7 - - -
Amilum (%) - - - 5 5 5
Primojel (%) 4 4 4 4 4 4
Mg stearate (%) 2 2 2 2 2 2
Laktosa (mg) ad 250 ad 250 ad 250 ad 250 ad 250 ad 250

16
Kemudian didapatkan 1 formula (Fx) yang paling bagus dari
keenam formula dimana didapatkan konsentrasi karagenan dan
pengikat yang paling sesuai setelah dilakukan pengujian granul dan
tablet. Setelah itu dibuat tablet untuk 3 model zat aktif yang sifat
fisikokimianya berbeda dengan formula tersebut (Fx) untuk dilakukan
pengujian disolusi.

Tabel 3.2 Formulasi tablet untuk pengujian disolusi


Bahan Fx1 Fx2 Fx3
Aminofilina (mg) 100 - -
Isoniazida (mg) - 100 -
Asam Askorbat (mg) - - 100
Karagenan (%) 30/35/40 30/35/40 30/35/40
PVP/Amilum (%) 7/5 7/5 7/5
Primojel (%) 4 4 4
Mg stearate (%) 2 2 2
Laktosa (mg) ad 250 ad 250 ad 250

3.2.2 Pembuatan Tablet


Dibuat dengan metode granulasi basah dengan tahapan:
1. Dilarutkan pengikat dalam pelarut
2. Zat aktif, laktosa dan karagenan ditimbang dan dicampur hingga
homogen (fasa dalam), kemudian dibasahi dengan larutan pengikat
hingga terbentuk massa yang dapat dikepal
3. Digranulasi dengan mesh nomor 16, dikeringkan pada suhu 60-700C
4. Apabila kadar air sudah mencapai satu hingga dua persen, granul
dilewatkan pada mesh nomor 36
5. Fasa luar (mg stearat dan primogel) dicampurkan ke massa granul,
diaduk hingga homogen
6. Evaluasi massa cetak

17
7. Pencetakan menjadi tablet dengan punch berukuran sepuluh
millimeter
8. Evaluasi tablet jadi

3.3 Pengujian massa cetak

3.3.1 Uji Daya Alir Granul


Sebanyak 20 gram serbuk ditimbang dan dimasukkan ke dalam
corong alat uji waktu alir. Hitung waktu yang diperlukan hingga serbuk
habis mengalir dan sudut istirahat dihitung dengan mengukur diameter
dan tinggi tumpukan serbuk yang keluar dari mulut corong. Parameter
uji laju alir yang baik dapat dilihat pada tabel berikut (Lachman, 1994).

Tabel 3.4 Parameter Laju Alir dan Sudut Istirahat

Laju Alir (g/s) Keterangan Sudut Istirahat Keterangan


>10 Sangat baik <250 Sangat baik
4 10 Baik 25-300 Baik
1,6 4 Sukar 30-400 Cukup
<1,6 Sangat sukar >400 Sangat sukar

3.2.1 Uji Kompresibilitas Granul


Kerapatan ruah ditentukan dengan memasukkan 20 gr serbuk atau
granul ke dalam gelas 100 mL. Berat granul ditentukan dengan
menimbang gelas ukur yang berisi granul, volume awal granul dicatat.
Kerapatan ruah adalah perbandingan antara berat granul dengan volume
awal granul (Aulton, 2002).

Kerapatan ruah = (g/cm3)

Kerapatan mampat ditentukan dengan cara yang sama pada


penetapan kerapatan ruah, tetapi volume serbuk dimampatkan dengan

18
cara mengetukkan gelas ukur dengan kecepatan satu ketukan per detik
sampai volume granul konstan. Kerapatan mampat adalah berat serbuk
dibagi dengan volume granul konstan (Aulton, 2002).

Kerapatan mampat = (g/cm3)

Kompresibilitas dapat dilihat dari harga indeks Carr yang sangat


tergantung pada kerapatan ruah maupun kerapatan mampat dari granul
(Aulton, 2002).

% Kompresibilitas =

Tabel 3.3 Hubungan Indeks Carr dengan Sifat Aliran

Kompresibilitas (%) Sifat Aliran


5 12 Sangat Baik
12 18 Baik
18 23 Cukup
23 33 Kurang
33 38 Sangat Kurang
>38 Buruk

3.2.2 Uji Kelembaban (Loss On Drying)


Pengujian LOD dilakukan dengan memperhatikan titik leleh dari
semua komponen yang terdapat dalam granul. Suhu untuk pengujian
LOD ditentukan dari titik leleh terendah dari semua komponen yang
terdapat dalam granul. Syarat pengujian LOD adalah kurang dari 2%.
Bila melebihi batas yang ditetapkan maka perlu dilakukan pengeringan
terhadap granul pada suhu yang sesuai. Granul yang digunakan untuk
pengujian sebanyak 10 gram. Pengujian dihentikan ketika massa granul

19
sudah konstan atau tidak lagi berkurang, setelah itu dihitung kadar air
dengan rumus:
Kadar air = Bobot awal Bobot akhir x 100 %
Bobot awal

3.3 Karakterisasi tablet

3.3.1 Uji Kekerasan Tablet


Dihitung kekerasan tablet satu per satu terhadap 20 tablet
menggunakan alat penguji kekerasan (Hardness Tester). Tekanan
dikenakan ke tablet kemudian dihitung rata-ratanya. Kekerasan tablet
bergantung pada bahan yang digunakan, jarak antara bagian atas dan
bawah punch, dan tekanan yang diberikan saat proses pencetakan. Bila
tablet yang dibuat terlalu keras maka tablet akan sulit untuk
terdiintegrasi, bila tablet terlalu lunak maka akan menyulitkan
penanganan tablet saat pengemasan dan pendistribusian. Karena itu
penting untuk mengecek kekerasan dari tablet yang dihasilkan.
Kekerasan tablet tidak bersalut adalah 40 N (Lachman, 1994).
3.3.2 Uji Friabilitas
Uji friabilitas dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan tablet
menahan abrasi pada saat pengemasan, penanganan dan transportasi.
Alat yang biasa digunakan adalah Friability Test Apparatus. Prosedur
untuk melakukan uji friabilitas adalah menimbang sejumlah tablet lalu

20
ditimbang bobot awalnya. Tablet uji lalu dimasukkan ke dalam alat
selama 4 menit dan kecepatan 25 rpm. Pada tiap putaran, tablet akan
jatuh. Proses ini terus berulang selama pengujian. Setelah pengujian,
bobot tablet ditimbang kembali. Massa tablet yang berkurang
mengindikasikan friabilitas. Batas maksimum massa yang hilang adalah
0,8% (Gupta, 1994).

Friabilitas tablet = X 100%

Keterangan: W1 = berat awal


W2 = berat akhir

3.4 Uji disolusi

Pemeriksaan disolusi tablet dilakukan dengan menggunakan metode


disolusi tipe 2 yaitu ke dalam medium disolusi suhu 37C dengan kecepatan 50
rpm selama 8 jam. Uji disolusi dilakukan dalam larutan buffer HCl pH 1,2
buffer fosfat pH 6,8 dan aquades pH netral.
Buffer HCl 1,2 dibuat dengan cara mencampurkan 50 mL kalium klorida
0,2 M dengan 85 mL HCl 0,2N, lalu diencerkan sampai 200 mL dengan
menggunakan aquades. Buffer Fosfat 6,8 dibuat dengan cara mencampurkan 50
mL kalium dihidrogen fosfat 0,2 M dengan 22,4 mL NaOH 0,2 N, lalu
diencerkan sampai 200 mL menggunakan aquades.

3.4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Kurva Baku Zat Aktif
Penentuan panjang gelombang maksimum dan kurva baku zat aktif
masing masing dilakukan pada media aquades pH netral, buffer HCl
pH 1,2 dan buffer fosfat pH 6,8.

21
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan cara
zat aktif ditimbang dan dilarutkan dengan aquadest hingga tanda batas
dalam labu ukur 250 ml sehingga didapat konsentrasi larutan 100 ppm,
kemudian larutan tersebut diencerkan kembali untuk mendapatkan
konsentrasi zat aktif 50 ppm; 25 ppm; 12,5 ppm; 6,25 ppm dan 3,125
ppm. Setelah itu masing-masing konsetrasi diukur serapannya pada
berbagai macam panjang gelombang yakni pada panjang gelombang
200-400 untuk menemukan panjang gelombang maksimum, panjang
gelombang maksimum adalah panjang gelombang yang memberikan
serapan tertinggi. Setelah itu data yang diperoleh pada panjang
gelombang maksimum dibuat kurva baku dan dihitung persamaan
garisnya. Hal yang sama juga dilakukan terhadap dua media lainnya
yaitu buffer fosfat pH 6,8 dan buffer HCl pH 1,2.

3.4.2 Penetapan Kadar Hasil Uji Disolusi


Penetapan kadar hasil uji disolusi dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang maksimum yang
telah diperoleh untuk media buffer HCl pH 1,2, buffer fosfat pH 6,8 dan
aquadest netral
Sampel diambil sebanyak 5 ml setiap 5, 10, 15, 30, 60, 90, 120,
150, 180, 240, 300, 360, 420 hingga 480 menit. Setiap kali sampel
diambil, ditambah lagi cairan dalam bejana disolusi dengan volume yang
sama. Hasil pengambilan sampel diukur absorbansinya, ditentukan
kadarnya, dan dibuat profil disolusinya (USP 30, 2007). Pengujian
disolusi ini dilakukan terhadap ketiga jenis tablet yang dibuat yakni
tablet dengan zat aktif asam lemah, cenderung netral dan basa lemah.

3.5 Analisis Data

22
Hasil perolehan data pelepasan obat dari tiap formula

DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi ke-4. Jakarta:UI-Press.
Aulton, M.E. 2002. Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design. New York:
Longmann Group Churchill Livingstone.
Campo, V. L., Kawano, D. F., da Silva, D. B., & Carvalho, I. (2009). Carrageenans:
Biological properties, chemical modifications and structural analysis-A review
Carbohydrate Polymers, 77(2), 167-180.
Chapman, V.J., and Chapman, D.J. 1980. Seaweeds and Their Uses.3rded. New
York : Chapman and Hall.
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope
Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

23
Gupta, Ashok K. 1994. Introduction to Pharmaceutics 1. New Delhi:CBS
Publishers and Distributor.
Jamzad S, Tutunji L, Fassihi R. Analysis of macromolecular changes and drug release
from hydrophilic matrix systems. Int. J. Pharm. 2005; 292(1-2):75-85.
Lachman, L., H. A. Lieberman & J.L Kanig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri Jilid I Edisi II. diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.
Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Weller, P. J. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients (Sixth Edition ed.). London: Pharmaceutical Press.
Sheth, B. B., Bandelin, F. J., Shangraw, R. F., 1980, Compresed Tablets in
Pharmaceuticals Dosage Farms: Tablets, Vol. I Lachman, L., Lieberman, H.
A., (editor), New York: Marcel Decker inc.
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. EGC. Jakarta.
United States Pharmacopeial Convetion. 2007. The United States Pharmacopeia 30.
Twinbrook Parkway MD: United States Pharmacopeial Convention, Inc.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi V. Penerjemah: Nuerono
S. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Widyaningtyas, M dan Hadi, W . 2015. Pengaruh Jenis Dan Konsentrasi Hidrokoloid


(Carboxy Methyl Cellulose, Xanthan Gum, Dan Karagenan) Terhadap
Karakteristik Mie Kering Berbasis Pasta Ubi Jalar Varietas Ase Kuning.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3 No 2 : 417-423.

24

Anda mungkin juga menyukai

  • Formulir Etik
    Formulir Etik
    Dokumen21 halaman
    Formulir Etik
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Formulir Etik
    Formulir Etik
    Dokumen21 halaman
    Formulir Etik
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • BAB 2 DBD (Etiologi-Faktor Risiko)
    BAB 2 DBD (Etiologi-Faktor Risiko)
    Dokumen6 halaman
    BAB 2 DBD (Etiologi-Faktor Risiko)
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Cek
    Cek
    Dokumen9 halaman
    Cek
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Possible Questions UP
    Possible Questions UP
    Dokumen1 halaman
    Possible Questions UP
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar PDF
    Kata Pengantar PDF
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar PDF
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Anfos Ghifari
    Anfos Ghifari
    Dokumen4 halaman
    Anfos Ghifari
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Form Uji Hedonik
    Form Uji Hedonik
    Dokumen1 halaman
    Form Uji Hedonik
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Teori Steril - Edit1 !
    Teori Steril - Edit1 !
    Dokumen5 halaman
    Teori Steril - Edit1 !
    Agusta Widihastuti
    Belum ada peringkat
  • Dasar 2
    Dasar 2
    Dokumen4 halaman
    Dasar 2
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Artikel Hasil Saduran
    Artikel Hasil Saduran
    Dokumen4 halaman
    Artikel Hasil Saduran
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Biokimia
    Biokimia
    Dokumen5 halaman
    Biokimia
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Ancek Kojil
    Ancek Kojil
    Dokumen12 halaman
    Ancek Kojil
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Formulir Perbaikan
    Formulir Perbaikan
    Dokumen3 halaman
    Formulir Perbaikan
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Steril Dan Non !
    Steril Dan Non !
    Dokumen8 halaman
    Steril Dan Non !
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Farmasetika !
    Farmasetika !
    Dokumen3 halaman
    Farmasetika !
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Proposal
    Proposal
    Dokumen28 halaman
    Proposal
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Bakteri Gram !
    Bakteri Gram !
    Dokumen7 halaman
    Bakteri Gram !
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Non Steril
    Non Steril
    Dokumen17 halaman
    Non Steril
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Document 1
    Document 1
    Dokumen15 halaman
    Document 1
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Discussion
    Discussion
    Dokumen3 halaman
    Discussion
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Mikrobiologi
    Mikrobiologi
    Dokumen4 halaman
    Mikrobiologi
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Registrasi Obat Jadi
    Registrasi Obat Jadi
    Dokumen40 halaman
    Registrasi Obat Jadi
    Oktia Charmila
    Belum ada peringkat
  • Kasus DM
    Kasus DM
    Dokumen3 halaman
    Kasus DM
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Formulir Laporan Akhir
    Formulir Laporan Akhir
    Dokumen1 halaman
    Formulir Laporan Akhir
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat
  • Biofar
    Biofar
    Dokumen14 halaman
    Biofar
    Ghaida Putri Setiana
    Belum ada peringkat