PENDAHULUAN
1
bersifat cenderung netral digunakan zat aktif isoniazida, dan zat yang bersifat
asam lemah digunakan zat aktif asam askorbat.
Penelitian dengan menggunakan polimer karagenan telah dilakukan
dibidang pangan dan farmasi, yaitu karagenan sebagai gelling agent (Campo et
al, 2009). Pada penelitian sebelumnya sudah dilakukan studi pendahuluan
terhadap karagenan yang digunakan sebagai polimer matriks, namun penelitian
tersebut hanya menggunakan formulasi dengan satu zat aktif sebagai model
obatnya.
Berdasarkan hal ini, untuk mengetahui pengaruh sifat fisikokimia zat
aktif terhadap tablet dengan matriks karagenan, maka akan dilakukan formulasi
tablet menggunakan matriks karagenan dengan 3 zat aktif sebagai model obat
yang mempunyai sifat fisikokimia yang berbeda. Metode yang digunakan untuk
pembuatan tablet dalam penelitian ini adalah metode granulasi basah yaitu
metode pembuatan yang paling banyak digunakan dalam memproduksi tablet.
3
Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas
Farmasi dan Laboratorium Central Universitas Padjadjaran, Jatinangor, selama
bulan september sampai Desember 2016.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1 Karagenan
5
kalsium, kalium dan ammonium ester sulfat galaktosa dan kopolimer 3,6-
anhidrogalaktosa. Heksosa ini secara bergantian terkait di sisi a-1,3 dan b-1,4
polimer (Rowe et al., 2009)
Karagenan dibagi menjadi tiga keluarga sesuai dengan posisi
kelompok sulfat dan ada atau tidaknya anhidrogalaktosa.
1. l-Carrageenan (lambda-karagenan) merupakan polimer non gelling
mengandung sekitar 35% ester sulfat berat dan tidak ada 3,6-
anhidrogalaktosa.
2. i-Carrageenan (iota-karagenan) merupakan polimer pembentuk gel yang
mengandung sekitar 32% ester sulfat berat dan sekitar 30% 3,6-
anhidrogalaktosa.
3. k-Carrageenan (kappa-karagenan) merupakan polimer sangat gelling yang
memiliki struktur tersier heliks yang membentuk gel. Mengandung 25%
ester sulfat berat dan sekitar 34% 3,6- anhidrogalaktosa (Rowe et al.,
2009).
2.2 Tablet
Tablet merupakan sediaan padat dengan bentuk tabung pipih atau
sirkuler, permukaan rata atau cembung, mengandung satu atau lebih bahan-
bahan obat dengan atau tanpa tambahan. Zat tambahan yang biasanya
digunakan 16 dalam tablet dapat berfungsi sebagai pengisi, pengikat,
pembasah, pelican, ataupun zat lain (Depkes RI, 1979).
Penyusun utama dari tablet adalah zat zat berkhasiat yang terkandung
di dalamnya, sedangkan pengisi yang sering digunakan adalah bahan
penghancur, bahan pengikat, bahan penyalut, bahan penambah rasa, dan
bahan tambahan lainnya (Ansel, 1989).
9
metode cetak langsung memerlukan banyak eksipien sehingga berat
tablet terlalu besar.
3. Meningkatkan kohesifitas dan kompaktibilitas serbuk.
4. Zat-zat yang bersifat hidrofob, sistem granulasi basah dapat
memperbaiki kecepatan pelarutan zat aktif dengan perantara cairan
pelarut yang cocok pada bahan pengikat.
5. Sistem granulasi basah dapat mencegah segregasi komponen penyusun
tablet yang telah homogen sebelum proses pencampuran.
b. Metode Granulasi Kering
Melalui metode granulasi kering, campuran serbuk dimampatkan
dalam potongan besar dan kemudian dihancurkan atau diperkecil
ukurannya menjadi granul. Pada metode tersebut, baik bahan aktif maupun
bahan tambahan harus memiliki sifat kohesif. Granulasi kering khususnya
digunakan untuk bahan yang tidak dapat dibuat dengan metode granulasi
basah karena terdegradasi dalam lembap atau peningkatan suhu yang
digunakan untuk pengeringan granul (Ansel, 1989).
c. Metode Cetak Langsung / kempa langsung
Beberapa bahan kimia berbentuk granul, seperti kalium klorida,
memiliki sifat mengalir bebas dan kohesif yang memungkinkan bahan
tersebut dapat dikempa langsung dalam mesin tablet tanpa memerlukan
proses granulasi. Untuk bahan kimia yang tidak memiliki sifat seperti itu,
bahan tambahan farmasetik dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas
yang diperlukan pada produksi tablet dengan cetak langsung (Ansel,
1989). Keuntungan yang utama dari kempa langsung adalah bahan obat
yang peka lembab dan panas, yang stabilitasnya terganggu akibat operasi
granulasi, dapat dibuat menjadi tablet (Voight, 1995).
10
obat dosis rendah. Eksipien bersifat hidrofilik maupun hidrofobik dapat
ditambahkan untuk mempengaruhi profil pelepasan obat melalui cara difusi
atau erosi. Contoh polimer yang digunakan dalam sistem matriks
misalnya karagenan (Widyaningtyas dan Hadi, 2015).
Ada beberapa teknologi dalam sediaan lepas lambat, salah satunya
dengan matriks. Suatu matriks dapat digambarkan sebagai pembawa padat
inert yang didalamnya obat tersuspensi (tercampur) secara merata. Matriks
digolongkan menjadi 3 karakter (Lachman dkk., 1994) yaitu :
a. Matriks Hidrofobik
Polimer inert yang tidak larut seperti polietilen, polivinil klorida, dan
kopolimer akrilat, etilselulosa telah digunakan sebagai dasar untuk banyak
formulasi di pasaran. Tablet yang dibuat dari bahan-bahan ini didesain
untuk dimakan dan tidak pecah dalam saluran cerna.
b. Matriks Lemak
Matriks jenis ini mengontrol pelepasan obat melalui difusi pori dan
erosi. Bahan yang termasuk dalam golongan ini adalah asam stearat,
stearil alkohol, malam carnauba dan polietilen glikol.
c. Matriks Hidrofilik
Sistem ini mampu mengembang dan diikuti oleh erosi dari bentuk gel
sehingga obat dapat terdisolusi dalam media air. Matriks hidrofilik
diantaranya adalah karagenan, metil selulosa, hidroksietil selulosa,
hidroksipropil metil selulosa, natrium metilkarboksimetil selulosa, natrium
alginat, xanthan gum dan carbopol. Bila bahan-bahan tersebut kontak
dengan air, maka akan terbentuk lapisan matrik terhidrasi. Lapisan ini
bagian luarnya akan mengalami erosi sehingga menjadi terlarut.
Keuntungan matriks hidrofilik adalah sederhana, relatif murah dan aman,
mampu memuat dosis dalam jumlah yang besar, dan mudah produksi.
11
Gambar 2.2 Struktur Aminofilina
Monografi
Rumus molekul : C16H24N10O4
Nama : Aminofilin
Nama lain : Aminophyllinum
Berat molekul : 420,43
Pemerian : Butir atau serbuk; putih atau agak kekuningan; bau
lemah mirip amoniak; rasa pahit.
Identifikasi : Larutkan lebih kurang 1 g dalam 10 ml air, netralkan
dengan asam klorida encer P; terbentuk endapan
putih. Saring, cuci endapan dengan air, keringkan pada
suhu 1050
Suhu lebur : Lebih kurang 2720
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 5 bagian air, jika dibiarkan
mungkin menjadi keruh; praktis tidak larut dalam
etanol (95%) P dan dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
(Depkes RI, 1979. Hal 82).
12
Gambar 2.3 Struktur Asam Askorbat
Monografi
Rumus molekul : C6H8O6
13
(Depkes RI, 1995. Hal 39).
2.4.3 Isoniazida
Monografi
Rumus molekul : C6H7N3O
Nama : Isoniazida
Nama lain : Isoniazidum
Nama kimia : piridina-4-karboksil-hidrazida
Berat molekul : 137,14
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak
berbau; rasa agak pahit; terurai perlahan-lahan oleh
udara dan cahaya
Suhu lebur : Antara 1700 dan 1730
pH : pH larutan 10,0% b/v 6,0 sampai 7,5
Identifikasi : Panaskan 50 mg dengan 1 g natrium karbonat
anhidrat P; terjadi bau piridina
Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol
(95%) P; sukar larut dalam kloroform P dan dalam
eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
(Depkes RI, 1979. Hal 320).
14
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin cetak
tablet rotary punch, alat ayakan mesh no. 10, 16, 20, 40 dan 60, alat
penimbang elektronik, alat Sieve Shaker, piknometer, hardness tester,
powder flow tester, friabilator, alat disolusi tipe 2 (tipe dayung),
spektrofotometer UV-Vis, alat pengukur pH, syringe, oven, dan alat-alat
15
gelas yang umum digunakan di Laboratorium Teknologi Farmasi
Fakultas Farmasi dan Laboratorium Central Universitas Padjadjaran
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
adalah zat aktif asam askorbat, aminofilina dan isoniazida, karagenan,
PVP, amilum, primojel, magnesium stearat, laktosa, buffer fosfat (pH
6,8), buffer HCl (pH 1,2), alkohol 96% dan aquadest
3.2.1 Formula
Untuk optimasi formula dibuat menjadi enam formula (F1, F2,
F3, F4, F5 dan F6) dengan 3 variasi konsentrasi karagenan yang
bertujuan untuk memilih formula tablet dengan konsentrasi karagenan
yang paling sesuai. Selain variasi konsentrasi, digunakan 2 pengikat
sehingga dapat ditentukan pula pengikat yang sesuai. Untuk F1, F2 dan
F3 menggunakan pengikat PVP dan F4, F5 dan F6 menggunakan
pengikat amilum.
16
Kemudian didapatkan 1 formula (Fx) yang paling bagus dari
keenam formula dimana didapatkan konsentrasi karagenan dan
pengikat yang paling sesuai setelah dilakukan pengujian granul dan
tablet. Setelah itu dibuat tablet untuk 3 model zat aktif yang sifat
fisikokimianya berbeda dengan formula tersebut (Fx) untuk dilakukan
pengujian disolusi.
17
7. Pencetakan menjadi tablet dengan punch berukuran sepuluh
millimeter
8. Evaluasi tablet jadi
18
cara mengetukkan gelas ukur dengan kecepatan satu ketukan per detik
sampai volume granul konstan. Kerapatan mampat adalah berat serbuk
dibagi dengan volume granul konstan (Aulton, 2002).
% Kompresibilitas =
19
sudah konstan atau tidak lagi berkurang, setelah itu dihitung kadar air
dengan rumus:
Kadar air = Bobot awal Bobot akhir x 100 %
Bobot awal
20
ditimbang bobot awalnya. Tablet uji lalu dimasukkan ke dalam alat
selama 4 menit dan kecepatan 25 rpm. Pada tiap putaran, tablet akan
jatuh. Proses ini terus berulang selama pengujian. Setelah pengujian,
bobot tablet ditimbang kembali. Massa tablet yang berkurang
mengindikasikan friabilitas. Batas maksimum massa yang hilang adalah
0,8% (Gupta, 1994).
3.4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Kurva Baku Zat Aktif
Penentuan panjang gelombang maksimum dan kurva baku zat aktif
masing masing dilakukan pada media aquades pH netral, buffer HCl
pH 1,2 dan buffer fosfat pH 6,8.
21
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan cara
zat aktif ditimbang dan dilarutkan dengan aquadest hingga tanda batas
dalam labu ukur 250 ml sehingga didapat konsentrasi larutan 100 ppm,
kemudian larutan tersebut diencerkan kembali untuk mendapatkan
konsentrasi zat aktif 50 ppm; 25 ppm; 12,5 ppm; 6,25 ppm dan 3,125
ppm. Setelah itu masing-masing konsetrasi diukur serapannya pada
berbagai macam panjang gelombang yakni pada panjang gelombang
200-400 untuk menemukan panjang gelombang maksimum, panjang
gelombang maksimum adalah panjang gelombang yang memberikan
serapan tertinggi. Setelah itu data yang diperoleh pada panjang
gelombang maksimum dibuat kurva baku dan dihitung persamaan
garisnya. Hal yang sama juga dilakukan terhadap dua media lainnya
yaitu buffer fosfat pH 6,8 dan buffer HCl pH 1,2.
22
Hasil perolehan data pelepasan obat dari tiap formula
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi ke-4. Jakarta:UI-Press.
Aulton, M.E. 2002. Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design. New York:
Longmann Group Churchill Livingstone.
Campo, V. L., Kawano, D. F., da Silva, D. B., & Carvalho, I. (2009). Carrageenans:
Biological properties, chemical modifications and structural analysis-A review
Carbohydrate Polymers, 77(2), 167-180.
Chapman, V.J., and Chapman, D.J. 1980. Seaweeds and Their Uses.3rded. New
York : Chapman and Hall.
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope
Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
23
Gupta, Ashok K. 1994. Introduction to Pharmaceutics 1. New Delhi:CBS
Publishers and Distributor.
Jamzad S, Tutunji L, Fassihi R. Analysis of macromolecular changes and drug release
from hydrophilic matrix systems. Int. J. Pharm. 2005; 292(1-2):75-85.
Lachman, L., H. A. Lieberman & J.L Kanig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri Jilid I Edisi II. diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.
Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Weller, P. J. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients (Sixth Edition ed.). London: Pharmaceutical Press.
Sheth, B. B., Bandelin, F. J., Shangraw, R. F., 1980, Compresed Tablets in
Pharmaceuticals Dosage Farms: Tablets, Vol. I Lachman, L., Lieberman, H.
A., (editor), New York: Marcel Decker inc.
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. EGC. Jakarta.
United States Pharmacopeial Convetion. 2007. The United States Pharmacopeia 30.
Twinbrook Parkway MD: United States Pharmacopeial Convention, Inc.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi V. Penerjemah: Nuerono
S. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
24