Anda di halaman 1dari 17

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

TAHUN AJARAN 2015/2016

Benign Prostat Hiperplasia pada Laki-Laki Berusia Lanjut


Elseyra Rebecca Parhusip / 102012116
relseyra@yahoo.com
Jl. Terusan Arjuna Utara no.6 Kebon Jeruk. Grogol, Jakarta barat
Pendahuluan

Masalah yang sering dialami seorang pria usia lanjut yang berhubungan dengan sistem
perkemihan adalah Benign Prostatic Hyperlasia (BPH). Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH
memberikan keluhan yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini
akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang
menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai
bladderoutlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar
prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat
menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi
pada saluran kemih atas maupun bawah.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary
tractsymptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi
(storagesymptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi
lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap
selanjutnya terjadi retensi urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak
semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi
disebabkan oleh BPH. Banyak sekali faktor yang diduga berperan dalam proliferasi/pertumbuhan
jinak kelenjar prostat, tetapi pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan
masih mempunyai testis yang masih berfungsi normal menghasilkan testosteron. Di samping itu
pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), diet tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor
lingkungan diduga berperan dalam proliferasi sel-sel kelenjar prostat secara tidak langsung.
Faktor-faktor tersebut mampu mempengaruhi sel-sel prostat untuk mensintesis protein growth
factor, yang selanjutnya protein inilah yang berperan dalam memacu terjadinya proliferasi sel-sel

1
kelenjar prostat. Fakor-faktor yang mampu meningkatkan sintesis protein growth factor dikenal
sebagai faktor ekstrinsik sedangkan protein growth factor dikenal sebagai factor intrinsik yang
menyebabkan hiperplasia kelenjar prostat. Sehingga, istilah BPH atau benign prostatic
hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu karena terdapat hiperplasia sel-sel
stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat.1

Pembahasan

Anamnesis

Merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan
petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien.Anamnesis bisa
dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut Auto Anamnesa apabila pasien dalam kondisi
sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat atau orang yang bersama pasien selama ia
sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau kesulitan berbicara disebut dengan Allo
Anamnesa.2
Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan
30%nya lagi didapatkan dari pemeriksaan fisik, lab, dan radiologi (kalau diperlukan). Hal
yang perlu ditanyakan dokter pada saat anamnesis antara lain:
Keluhan utama yakni gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan penderita
sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta
menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Hal ini merupakan dasar untuk
memulai evaluasi pasien.
Riwayat pribadi merupakan segala hal yang menyangkut pribadi pasien seperti data
diri pasien seperti nama, tanggal lahir, umur, alamat, suku, agama, dan pendidikan.
Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pekerjaan, aktivitas, perkawinan,
lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.
Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit yang pernah di derita pasien
pada masa lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialami
sekarang.

2
Riwayat keluarga meliputi segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter dan
kontak antara anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami.
Pada riwayat penyakit sekarang dapat menanyakan mengenai:
sejak kapan muncul gangguan atau gejala-gejala tersebut
frekuensi serangan atau kualitas penyakit
sifat serangan atau kuantitas penyakit
lamanya penyakit tersebut diderita
perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya
lokasi sakitnya
akibat yang timbul

Anamnesis dilakukan untuk menggali keluhan utama serta gejala BPH. Di samping itu
ditanya juga riwayat kesehatan pada umumnya seperti riwayat pembedahan, riwayat penyakit
saraf, penyakit metabolik seperti diabetes melitus, dan riwayat pemakaian obat-obatan. Untuk
menilai gejala obstruktif dan iritatif dapat diperoleh melalui kuesioner, dimana yang
umumnya dipakai saat ini adalah International Prostate Symptom Score (IPSS). Pada kasus
BPH, hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain :
Bagaimana perasaan setelah buang air kecil? Lampias atau tidak lampias (vesika urinaria
tidak kosong setelah miksi)
Seberapa sering dalam sehari buang air kecil? Sering / tidaknya miksi
Bagaimana pancuran air kemih waktu berkemih? Terdapat arus kemih yang berhenti saat
miksi / tidak?
Bagaimana arus buang air kecil lancar, setetes-setetes? (lemah saat miksi / tidak)
Dapatkah menahan buang air kecil? Tidak dapat menahan miksi / dapat
Apakah terjadi kesulitan saat memulai buang air kecil / tidak?
Apakah sering buang air kecil pada waktu malam hari atau terbangun pada malam hari
(Nokturia)?2
Hasil anamnesis berdasarkan dari skenario antara lain : Laki-laki berusia 60 tahun
dengan keluhan sering BAK, terutama pada malam hari. Pasien selalu merasa tidak lampias
dan pancaran urinnya lemah. Sudah dirasakan selama 6 bulan terakhir dan makin memberat.

3
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang bisa kita lakukan berhubungan dengan kasus yang didapatkan
adalah :

Tanda tanda vital


Rectal Toucher
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus
spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti
benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Dengan rectal toucher dapat
diketahui derajat dari BPH, yaitu :
- Derajat I = beratnya 20 gram
- Derajat II = beratnya antara 20 40 gram
- Derajat III = beratnya > 40 gram.3

Jika pada colok dubur teraba kelenjar prostat dengan konsistensi keras, harus
dicurigai suatu karsinoma. Franks pada tahun 1954 mengatakan: BPH terjadi pada
bagian dalam kelenjar yang mengelilingi urethra prostatika sedangkan karsinoma terjadi
di bagian luar pada lobus posterior.3,4

Pemeriksaan Penunjang

Urinalisis
Bertujuan untuk menyingkirkan adanya infeksi atau hematuria dan pengukuran
kadar serum ureum kreatinin untuk menilai fungsi ginjal dari pasien. Insufisiensi ginjal
dapat ditemukan pada 10% pasien dengan prostatism dan memerlukan pemeriksaan
radiologi saluran kemih bagian atas. Pasien dengan insufisiensi ginjal mempunyai risiko
yang tinggi mengalami komplikasi post-operasi setelah pembedahan BPH. Kadar PSA
serum biasanya dapat dilakukan, namun sebagian besar ahli memasukkan pemeriksaan
PSA ke dalam pemeriksaan awal, dibandingkan dengan pemeriksaan RT saja.3,4

4
PSA
Disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specifik tetapi bukan kanker
specifik. Serum PSA dapat dipakai untuk mengetahui perjalanan penyakit dari BPH.
Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi
kelompok usia BPH mempunyai resiko terkena karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA
bersamaan dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur saja
dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan
PSA menjadi sangat penting guna mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma prostat.
Pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal pada BPH, meskipun
dengan syarat yang berhubungan dengan usia pasien atau usia harapan hidup pasien. Usia
sebaiknya tidak melebihi 70-75 tahun atau usia harapan hidup lebih dari 10 tahun,
sehingga jika memang terdiagnosis karsinoma prostat tindakan radikal masih ada
manfaatnya. 3,4
Pielogram intravena (IVP) atau USG ginjal
Dianjurkan bila ditemukan adanya kelainan saluran kemih atau komplikasi dari
BPH (misal: hematuria, ISK, insufisensi ginjal, dan riwayat batu saluran kemih).
Sistometrogram dan urodinamik
Diperlukan pada pasien yang diduga mengalami kelainan neurologis atau pada
pasien dengan riwayat kegagalan operasi prostat.
Uroflometri
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih
bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi mengenai
volume miksi, pancaran maksimum (Qmax), pancaran rata-rata (Qave), waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, dan lama pancaran.
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan radiologi, seperti foto
polos abdomen, dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan seperti batu
saluran kemih, hidronefrosis, atau difertikel saluran kemih. Pembesan prostat dapat
dilihat lesi profusio prostat kontras pada dasar kandung kemih. Secara tidak langsung
pembesaran prostat dapat diperkirakan apabila dasar kandung kemih pada gambaran
sistogram tampak terangkat atau ujung distal ureter membengkok ke atas berbentuk

5
seperti mata kail.
Ultrasonography
Ultrasonografi dapat dilakukan secara transabdominal atau transrektal (trans rectal
ultrasography = TRUS). Untuk mengetahui pembesaran prostat, pemeriksaan ini dapat
pula menentukan volume kandung kemih, mengukur sisa urin dan keadaan patologi lain
seperti defertikel, tumor dan batu.
Pemeriksaan sitoskopi dilakukan apabila pada anamesis ditemukan hematuria atau pada
pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria. Sitoskopi dapat juga memberi keterangan
mengenai besar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat
penonjolan prostat di dalam uretra. 3,4

Working Diagnosis

Dari hasil anamnesis & pemeriksaan fisik yang didapat, pasien didugamenderita BPH
(benign prostat hyperplasia).
Pada banyak pasien dengan usia di atas 50 tahun, kelenjar prostatnya mengalami
pembesaran, memanjang ke arah kandung kemih dan penyumbatan aliran urin dengan dengan
menutup orifisium uretra. Hipertrofi prostat adalah pertumbuhan dari nodula-nodula
fibroadematosa majemuk dalam prostat. Sebenarnya istilah hipertrofi kurang tepat karena yang
terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer
dan menjadi simpai bedah.
Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh
penambahan jumlah sel pembentuknya. Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang
jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering
menyebutnya dengan hipertrofi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia.
Daerah yang sering terkena adalah lobus lateral bagian tengah dan lobus medial. Berat
prostat bisa mencapai 60-100 gram (normal 20 gram). Pernah juga dilaporkan pembesaran
prostat yang beratnya melebihi 200 gram. Secara mikroskopik gambaran yang terlihat tergantung
pada unsur yang berproliferasi. Bila kelenjar yang banyak berproliferasi maka akan tampak
penambahan jumlah kelenjar dan sering terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh epitel silindris
atau kubis dan pada beberapa tempat membentuk papila-papila ke dalam lumen. Membrana
basalis masih utuh.
6
Kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar kecil-kecil sehingga menyerupai
adenokarsinoma. Di dalam lumen sering ditemukan deskuamasi sel epitel, sekret yang granuler
dan kadang-kadang corpora arnylacea (hyaline concretion). Dalam stroma sering ditemukan
infiltrasi sel limfosit. Bila unsur fibromuskuler yang bertambah maka tampak jaringan ikat atau
jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya berjauhan, disebut hiperplasia fibromatosa.
Ketergantungan sejumlah relatif elemen stroma dan kelenjar, maka tipe hiperplasia
prostat yang sering ditemukan adalah fibromyoglandular dan fibromyomatosa. Perubahan
sekunder yang terjadi adalah infark akibat nodul menekan pembuluh darah. 1,3,5

Diagnosis Banding

Ca Prostat
Merupakan suatu keganasan pada prostat yang paling banyak pada pria. Angka
kejadiannya meningkat seiring dengan usia pasien. Sebagian besar etiologinya belum
diketahui pasti, riwayat keluarga, paparan radiasi dan polutan lingkungan mungkin
berperan dalam penyakit ini. Sejumlah sel tumor pada prostat antara lain :7
- Adenokarsinoma yang paling banyak ditemukan, timbul pada epitel asinar pada
daerah perifer kelenjar.
- Subtipe jarang (< 2%) adalah karsinoma sel transisional timbul pada epitel suktus.
Sarkoma stroma: limfoma dan karsinoma sel kecil.

Manifestasi Klinis

Hiperplasia prostat hampir mengenai semua orang tua tetapi tidak semuanya disertai
dengan gejala-gejala klinik. Gejala klinis yang menonjol dan hiperplasia prostat adalah sumbatan
saluran kencing bagian bawah. Terjadinya gejala tersebut dapat disebabkan oleh dua komponen,
pertama adanya penekanan yang bersifat menetap pada uretra (komponen statik) dimana terjadi
peningkatan volume prostat yang pada akhirnya akan menekan uretra pars prostatika dan
mengakibatkan terjadinya hambatan aliran kencing. Kedua disebabkan oleh peningkatan tonus
kelenjar prostat yang diatur oleh sistem saraf otonom (komponen dinamik) yang akhimya dapat
meninggikan tekanan dan resistensi uretra, hal tersebut selanjutnya menyebabkan terjadinya
sumbatan aliran kencing.
Tanda dan gejala hiperplasia prostat antara lain sering buang air kecil, nocturia, pancaran

7
urin lemah, urin yang keluar menetes-netes pada bagian akhir masa buang air kecil. Gejala
hiperplasia prostat biasanya memperlihatkan dua tipe yang saling berhubungan, obstruksi dan
iritasi. Gejala obstruksi terjadi karena otot detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau
gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.5

Tanda obstruksi:
1. Menunggu pada permulaan miksi
2. Pancaran miksi terputus-putus (intermitten)
3. Rasa tidak puas sehabis miksi
4. Urin menetes pada akhir miksi (terminal dribling)
5. Pancaran urin jadi lemah

Gejala iritasi biasanya lebih memberatkan pasien dibandingkan obstruksi. Gejala iritasi
timbul karena pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna pada akhir miksi atau
pembesaran prostat menyebabkan ransangan pada kandung kemih, sehingga kandung kemih
sering berkontraksi meskipun belum penuh. Bila terjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin
sehingga urin masih berada dalam kandung kemih pada akhir miksi.

Retensi urin kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan


gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi.

Tanda iritasi :
1. Rasa tidak dapat menahan kencing (urgensi)
2. Terbangun untuk kencing pada saat tidur malam hari (nocturia)
3. Bertambahnya frekuensi miksi
4. Nyeri pada waktu miksi (disuria).
Gejala dan tanda ini diberi skoring untuk menentukan berat keluhan klinik. Pada waktu
miksi penderita hampir selalu mengedan, sehingga lama kelamaan akan menyebabkan hernia
atau hermoroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam kandung
kemih.
Adanya batu saluran kemih menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria.
Hematuria bisa juga terjadi karena ruptur dari vena-vena yang berdilatasi pada leher vesika
uninaria. Selain itu, batu tersebut bisa menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk dapat terjadi

8
pyelonefritis. Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui penderita sama sekali tidak dapat miksi
sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.
Dengan pemeriksaan colok dubur, dapat memberi kesan keadaan tonus spingter anus,
kelainan yang berada di mukosa rektum dan pembengkakan dalam rektum dan prostat. Pada
pemeriksaan ini harus diperhatikan konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya
kenyal) apakah simetris, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas teraba. Apabila batas atas
masih bisa diraba biasanya diperkirakan berat prostat kurang dan 60 gram. Tentu saja penentuan
berat prostat dengan cara ini tidak akurat. Sebaliknya colok dubur cukup baik untuk mengetahui
adanya keganasan prostat.5
Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras atau teraba benjolan yang konsistensinya
lebih keras dari sekitarnya atau letaknya asimetris dengan bagian yang lebih keras.Retensi urin
dapat teriadi dengan kelenjar yang dirasakan normal pada pemeniksaan colok dubur, sebaliknya
kelenjar yang dirasakan membesar bisa tidak menimbulkan gejala obstruksi saluran keluar vesika
urinaria.
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah
penderita miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar
dengan kateterisasi. Volume sisa urin setelah miksi normal pada pria dewasa sekitar 35 ml. Sisa
urin dapat juga diketahui dengan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi, sisa urin lebih dari
100 ml,biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hiperplasia.5

Etiologi

Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab timbulnya adenokarsinoma prostat adalah
predisposisi genetik, pengaruh hormonal, diet, pengaruh lingkungan, dan infeksi. Kanker prostat
ternyata lebih banyak diderita oleh bangsa Afro-Amerika yang berkulit hitam daripada berkulit
putih. Sedangkan penduduk Jepang mempunyai insidens yang lebih rendah. Sedangkan yang
pindah ke Amerika mendapat kemungkinan yang lebih besar menderita penyakit ini dibanding di
negara asalnya. Ini menunjukkan pengaruh lingkungan dan kebiasaan hidup sehari-hari juga
berperan dalam patogenesis penyakit ini. 1,4,5

9
Epidemiologi

BPH merupakan tumor jinak paling sering pada laki-laki, dan insidensinya berhubungan
dengan bertambahnya usia. Faktor risiko BPH masih belum jelas. Beberapa penelitian
menunjukkan adanya predisposisi genetik, dan beberapa kasus dipengaruhi oleh ras. Prevalensi
BPH secara histologi pada otopsi didapatkan peningkatan dari sekitar 20% pada pria usia 41-50
tahun, menjadi 50% pada pria usia 51-60 tahun, dan >90% pada pria usia lebih dari 80 tahun.
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia
40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai
pubertas, dimana pada selang waktu tersebut terjadi peningkatan cepat dalam ukuran yang
berkelanjutan sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami
perubahan hiperplasia.
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan
pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan
patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia 80 tahun
sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.
Dari beberapa autopsi dalam ukuran prostat dan insiden histologi hiperplasia prostat,
mereka melaporkan bahwa prostat tumbuh dengan cepat selama masa remaja sampai ukuran
dewasa dalam tiga dekade dan pertumbuhan melambat sampai laki-laki mencapai usianya yang
ke 40 dan 50 tahun, mulai memasuki pertumbuhan yang makin lama makin besar. Mereka juga
menetapkan insiden hiperplasia prostat makin meningkat dengan meningkatnya usia dimulai dari
dekade ke-3 kehidupan dan menjadi sangat besar pada waktu usia 80-90 tahun.6

Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran kemih dan diperkirakan
ditemukan pada 50% pria berusia diatas 50 tahun dengan angka harapan hidup rata-rata di
Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan diperkirakan bahwa lebih kurang 5% pria
Indonesia sudah berumur 60 tahun atau lebih. Kalau dihitung dari seluruh penduduk Indonesia
yang berjumlah 200 juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari pria, dan yang berumur 60 tahun
atau lebih kira-kira 5 juta, sehingga diperkirakan ada 2,5 juta laki-laki Indonesia yang menderita
BPH. 1,3,5

10
Patofisiologi

BPH berawal dari zona transisi yang mengalami proses hiperplasia akibat peningkatan
jumlah sel. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan adanya pola pertumbuhan nodular yang
tersusun oleh stroma dan epitel. Stroma disusun oleh jaringan kolagen dan otot polos.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan
daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam
kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi. Mukosa
dapat menerobos keluar di antara serat detrusor.Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula,
sedangkan yang besar disebut divertikulum. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi
otot dinding. Apabila keadaan berlanjut, detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi
saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes
pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala
iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor yang berarti bertambahnya frekuensi miksi,
nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-
putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika sering
berkontraksi meskipun belum penuh.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir
miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir
miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita
tidak mampu lagi miksi.
Produksi urin yang terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung
urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi
dibanding tekanan sfingter dan obstruksi akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik
menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan
ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu
endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria.

11
Obstruksi akibat BPH dapat dibagi menjadi obstruksi mekanik dan dinamik. Saat terjadi
pembesaran prostat, obstruksi mekanik mungkin merupakan akibat adanya penekanan ke lumen
uretra atau leher vesika urinaria, yang menyebabkan tahanan pelepasan kandung kemih yang
lebih tinggi. Sebelum adanya pembagian zona prostat, ahli urologi sering membagi prostat
menjadi 3 lobus yaitu lobus median dan 2 lobus lateral. Ukuran prostat pada pemeriksaan rectal
touche (RT) kurang begitu berhubungan dengan keluhan yang dirasakan pasien.
Komponen dinamik dari obstruksi prostat menjelaskan sifat dari keluhan yang dirasakan
pasien. Stroma prostat, terdiri dari otot polos dan kolagen, yang kaya dengan persarafan
adrenergik. Penggunaan penghambat -adrenergik menurunkan tonus dari uretra pars prostatika,
yang menurunkan tahanan pada kandung kemih.
Obstruksi saluran kandung kemih menyebabkan hipertrofi muskulus detrusor, hiperplasia
serta penumpukan kolagen. Penebalan muskulus detrusor dapat menjadi trabekulasi pada
pemeriksaan sistoskopi. Jika dibiarkan, terjadi herniasi mukosa antara muskulus detrusor,
selanjutnya terrbentuk divertikula (yang tersusun oleh lapisan mukosa dan serosa).1,3,5

Penatalaksanaan

Terapi Non Medikamentosa

Rekomendasi terapi spesifik dapat diberikan pada kelompok pasien tertentu. Pada pasien
dengan keluhan ringan (skor IPSS < 7), disarankan untuk pengamatan lebih lanjut. Indikasi
operasi absolut meliputi retensi urin refrakter, infeksi saluran kemih berulang, gross hematuria
berulang, batu buli, dan insufisiensi ginjal akibat BPH, atau adanya divertikula kandung kemih
yang cukup besar.

Watchful waiting
Artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan
penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter.14 Pilihan tanpa terapi ini ditujukan
untuk pasien BPH dengan skor IPSS < 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu
aktivitas sehari-hari. Beberapa guidelines masih menawarkan watchful waiting pada
pasien BPH bergejala dengan skor sedang (IPSS 8-19). Pasien dengan keluhan sedang
hingga berat (skor IPSS > 7), pancaran urine melemah (Qmax < 12 mL/detik), dan

12
terdapat pembesaran prostat > 30 gram tentunya tidak banyak memberikan respon
terhadap watchful waiting.
Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya
diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya,
misal :
(1) Jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam,
(2) Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-
buli (kopi atau cokelat),
(3) Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin,
(4) Kurangi makanan pedas dan asin, dan
(5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan
diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran
urine, maupun volume residual urine. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada
sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.

Terapi Medikamentosa

Penghambat alfa-adrenergik
Pada prostat dan basis vesika urinaria mengandung alfa-1-adrenoreseptor, dan
prostat menunjukkan respon kontraksi pada pemberian agonis alfa adrenergik. Fungsi
kontraksi dari prostat dan leher kandung kemih dimediasi oleh reseptor subtipe alfa-1a.
Penghambat alfa-adrenergik menunjukkan adanya perbaikan keluhan objektif maupun
subjektif pada pasien BPH.
Tabel 4. Klasifikasi penghambat alfa dan 5-alfa- reduktase inhibitor

13
5--reduktase inhibitor6
Finasteride merupakan penghambat 5--reduktase yang mencegah perubahan
testosteron menjadi dihidrotestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel dari
prostat, yang menyebabkan berkurangnya ukuran kelenjar prostat dan perbaikan gejala.
Terapi selama 6 bulan diperlukan untuk mendapatkan efek maksimal obat terhadap
ukuran prostat (berkurang 20%) dan perbaikan keluhan. Namun, perbaikan keluhan
hanya terlihat pada pasien dengan ukuran prostat > 40 cm3.
Efek samping obat antara lain penurunan libido, penurunan volume ejakulasi,
dan impotensi. Kadar serum PSA berkurang menjadi sekitar 50% pada pasien yang
diterapi dengan finasteride (bervariasi pada masing-masing individu).
Dutasteride berbeda dari finasteride karena menghambat isoenzim dari 5--
reduktase. Mirip dengan finasteride, dutasteride mengurangi kadar serum PSA dan
ukuran prostat. Efek samping utamanya antara lain disfungsi ereksi, penurunan libido,
ginekomastia, dan kelainan ejakulasi.

Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki
gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat
aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti.
Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai: anti-estrogen, antiandrogen,
menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast
growth factor (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme
prostaglandin, efek antiinflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil
volume prostat. Di antara fito-terapi yang banyak dipasarkan adalah: Pygeum
africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.

Terapi Pembedahan
Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi,
diantaranya sebagai berikut :
Retensi urine karena BPO

14
Infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi prostat
Hematuria makroskopik
Batu buli-buli karena obstruksi prostat
Gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prostat, dan
Divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi

Pencegahan

Sekarang ini sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi
pembesaran kelenjar prostat. Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat,
antara lain:

1. Mengurangi makanan kaya lemak hewan


2. Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan laut),
vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)
3. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari
4. Berolahraga secara rutin
5. Pertahankan berat badan ideal

Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi akibat hipertrofi prostat jinak adalah :


1. Perdarahan (Gross hematuria).
2. Pembentukan bekuan
3. Obstruksi kateter
4. Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.
5. Batu buli-buli
6. Retensi urin yang dapat menyebabkan refluks vesiko ureter, hidroureter (ureter yang
melebar), hidronefrosis (ginjal yang melebar), hingga penurunan fungsi ginjal sampai
gagal ginjal.
7. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi saat miksi.
8. Insufisiensi ginjal
9. Infeksi saluran kemih berulang

15
10. Inkontinensia (akibat sumbatan total urin sehingga isi vesika urinaria terlalu penuh).
11. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan
ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir kedalam kandung
kemih dan diekskresikan bersama urin.7

Prognosis

Prognosis BPH tidak selalu sama dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun
gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditanggulangi memiliki
prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.

Penutup

Pasien laki laki 60 tahun dengan keluhan sering BAK tertutama pada malam hari, dan
slalu merasa tidak lampias setelah selesai BAK dan pancaran urinnya melemah diduga menderita
BPH ( Benign prostat hyperplasia) dimana terjadi pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar /
jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya


usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi
Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke
dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya
sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat.

16
Daftar Pustaka
1. Purnomo B.B ; Dasar-dasar Urologi. 2007. Jakarta : CV.Infomedika. h. 200-14
2. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:Erlangga;
2013. h. 150-1.
3. Sjabani Mochammad. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Batu Saluran Kemih.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h.1025-31.
4. Rani aziz, Soegondo sidartawan, Uyaninah anna, Nasir, Wijaya prasetya, Mansjoer arif.
Panduan Pelayanan Medik PAPDI. Batu saluran kemih. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.h.179.
5. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta : EGC
; 2006.
6. Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku Ajar IlmuBedah. Jakarta: EGC; 2005. H.782-6.
7. Lepor H dan Lowe FC. Evaluation and nonsurgical management of benign prostatic
hyperplasia. Dalam: Campbells urology, edisi ke 7. editor: Walsh PC, Retik AB,
Vaughan ED, dan Wein AJ. Philadelphia: WB Saunders Co ; 2012. h.1337-1378

17

Anda mungkin juga menyukai