PENDAHULUAN
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 laisan yaitu pleura visceralis dan
pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan mengadakan
penetrasi bersatu dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkialis.
Efusi Pleura adalah istilah yang dipakai saat penimbunan cairan berlebihan
dalam rongga pleura yang biasanya terisi cairan sebanyak 10-20 ml yang berfungsi
mempermudahkan pergerakan paru di rongga dada saat bernafas. Sehingga
penimbunan cairan tersebut mengganggu pernafasan yaitu saat pengembangan paru
atau alveolus atau keduanya. Jumlah cairan yang berlebihan dapat karena produksi
cairan pada lapisan pleura parietalis lebih cepat dari penyerapan oleh pembuluh limfe
dan pembuluh darah mikropleura viseral.1
Cairan pada efusi pleura terbagi atas 2 bagian yaitu transudate dan eksudat.
Transudat menumpuk terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis akibat gagal
jantung kongestif, sirosis hepatis, dan emboli paru. Penimbunan eksudat terjadi
karena infeksi dan keganasan pada pleura.
Keluhan pasien paling sering adalah sesak nafas disertai dengan nyeri pada
dada dan demam juga batuk yang kronis. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
fremitus yang tidak sama kuat, bunyi redup pada perkusi paru yang sakit, dan
penurunan suara nafas saat auskultasi bila cairan melebihi 300 ml di rongga pleura
paru yang sakit. Foto toraks dapat membantu melihat letak dan seberapa banyak
cairan di rongga pleura.
Oleh sebab itu kasus efusi pleura ini menyebabkan gangguan aktivitas yang
berat sehingga harus cepat penatalaksanaannya dari keluhan hingga penyebab dari
efusi pleura tersebut.
1
BAB II.
TINJUAN PUSTAKA
2
2.3. Fisiologi Cairan Pleura
Dari segi anatomis, permukaan rongga pleura berbatasan dengan paru sehingga
cairan pleura mudah bergerak dari satu rongga ke rongga lainya. Dalam keadaan
normal seharusnya tidak ada rongga kosong antar kedua pleura, karena biasanya hanya
terdapat sekiar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu
bergerak secara teratur. Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi
lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan tersebut
akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari
rongga pleura ke mediastinum. Permukan superior diafragma dan permukaan lateral
pleura parietalis, memerlukan adanya keseimbangan antara produksi cairan pleura oleh
pleura parietalis dan absoprsi oleh pleura viseralis. Oleh karena itu, rongga pleura
disebut sebagai ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit, sehingga
bukan merupakan ruang fisik yang jelas. Ruang pleura normal mengandung sekitar 1
ml cairan, dipengaruhi oleh keseimbangan antara :
Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 ml cairan, dipengaruhi oleh keseimbangan
antara :
1) Hidrostatik dan zat onkotik dalam pembuluh pleura visceral dan parietal
2) Drainase limfatik
Terdapat factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kontak antar membran
maupun yang mendukung pemisahan antar membran. Factor yang mendukung kontak
antar membran adalah : (1) tekanan atmosfer di luar dinding dada dan (2) tekanan
atmosfer di dalam alveolus (yang terhubungan dengan dunia luar melalui saluran
napas). Sementara itu factor yang mendukung terjadi pemisahan antar membran adalah
: (1) elastisitas dinding toraks serta (2) elastisitas paru.4 Pleura parietal memiliki
persarafan, sehingga iritasi terhadap membran ini dapat mengakibatkan rasa alih yang
timbul di region dinding torako-abdonimal (melalui n. interkostalis) serta nyeri alih
daerah bahu (melalui n. frenikus).
Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial, yang terisi
oleh sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura megandung cairan kira-kira
sebanyak 0,3 ml kg-1 dengan kandungan protein yang juga rendah (sekitar 1 g dl-1).
Secara umum, kapiler di pleura parietal menghasilkan cairan ke dalam rongga pleura
sebanyak 0.01 ml kg-1jam-1. Drainase cairan pleura juga kea rah pleura parietal melalui
saluran limfatik yang mampu mendrainase cairan sebanyak 0,20 ml kg-1jam-1. Dengan
demikian rongga pleura memiliki factor keamanan 20, yang artinya peningkatan
3
produksi cairan hingga 20 kali baru akan menyebabkan kegagalan aliran balik yang
menimbulkan penimbunan cairan pleura di rongga pleura sehingga muncul efusi
pleura.
Terdapat lima kompartemen, yakni mikrosirkulasi sistemik parietal, ruang
interstisial parietal, rongga pleura, interstitium paru, dan mikrosirkulasi visceral.
Membran yang memisahkan adalah kapiler endothelium, serta mesotel parietal dan
visceral. Terdapat saluran limfatik yang selain menampung kelebihan dari interstitial
juga menampung kelebihan dari rongga pleura (terdapat bukaan dari saluran limfatik.
Kepadatan stomata limfatik tergantung dari region anatomis pleura parietal itu sendiri.
Sebagai contoh terdapat 100 stomata cm2 di pleura parietal intercostal, sedangkan
terdapat 8.000 stomata cm2 di daerah diafragma. Ukuran stomata juga bervariasi
dengan rerata 1m (variasi antara1-40 m)4.
Filtrasi cairan pleura terjadi di pleura parietal (bagian mikrokapiler sistemik) ke
rongga interstitium ekstrapleura. Gradien tekanan yang kecil mendorong cairan ini ke
rongga pleura. Nilai antara interstisium parietal dengan rongga pleura relative kecil
(=0,3), sehingga pergerakan protein terhambat dan akibatnya kandungan protein
cairan pleura relative rendah (1 g dl-1) dibandingkan dengan interstisium parietal (2,5 g
dl-1).
Sementara itu drainase cairan pleura sebagian besar tidak melalui pleura visceral,
sehingga pada sebagian besar fungsional terpisah dan tidak saling berhubungan . pada
manusia pleura visceral lebih tebal dibandingkan pleura parietal, sehingga
permeabilitas terhadap air dan zat terlarutnya relative rendah. Saluran limfatik pleura
parietal dapat menghasilkan tekanan subatmosferik -10 cmH20.
2.4. Patofisiologi 3
Efusi pleura merupakan indicator dari proses penyakit yang mungkin berasal dari
paru atau bukan dari paru dan dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spectrum
etiologi efusi pleura sangat luas, efusi pleura paling banyak disebabkan oleh gagal
jantung kongestif, pneumonia, keganasan, atau emboli paru.
Adapun mekanisme yang berperan dalam pembentukan efusi pleura :
Perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya; radang, keganasan, emboli paru)
Penurunan tekanan onkotik intravascular (misalnya; hipoalbuminemia, sirosis)
4
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan/atau paru
(misalnya ; gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior).
Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk obstruksi dan
pecahnya ductus torasikus (misalnya ; keganasan, trauma).
Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi melewati diafragma melalui saluran
limfa atau disebabkan rusaknya structural (misalnya; sirosis, dialysis peritoneal)
Gerakan cairan dari edema paru menuju pleura visceral.
Peningkatan persisten dari tekanan onkotik cairan yang ada, menyebabkan
akumulasi cairan.
Akibat dari efusi pleura adalah diafragma mendatar, disosiasi mekanis dari pleura
visceral dan parietal, dan gangguan ventilasi restriktif. Efusi pleura secara umum
diklasifikasikan sebagai transudat dan eksudat, bergantung dari mekanisme
terbentuknya serta profil kimia cairan efusi tersebut. Cairan transudat dihasilkan dari
ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik, sementara eksudat
dihasilkan oleh proses inflamasi pleura ataupun akibat berkurangnya kemampuan
drainase limfatik.
5
5) Cairan serebrospinal (CSF) untuk kebocoran pleura kebocoran shunting
ventriculopleural
6) Ekstravaskuler migrasi kateter vena sentral
b) Eksudat
Efusi pleura eksudat dihasilkan oleh berbagai proses/ kondisi inflamasi dan
biasanya diperlukan evaluasi dan penanganan yang lebih luas dari efusi transudate.
Cairan eksudat data terbentuk sebagai akibat dari proses inflamasi paru ataupun pleura,
gangguan drainase limfatik pada rongga pleura, pergerakan cairan eksudat dari rongga
peritoneal melalui diafragma, perubahan permeabilitas membran pleura, serita
peningkatan permeabilitas dinding kapiler atau kerusakan pembuluh darah. adapun
penyebab-penyebab terbentuknya cairan eksudat antara lain :
1) Tuberculosis
2) Efusi prapneumonia
3) Keganasan : metastasis (karsinoma paru, kanker mamae, limfoma, ovarium),
mesothelioma
4) Emboli paru
5) Penyakit abdomen : penyakit pancreas, abses intraabdominal, hernia diafragmatika
6) Penyakit kolagen (LES)
7) Trauma
8) Chylothorax
Timbul bila terjadi disrupsi ductus thoracicus dan akumulasi chylus di rongga
pleura keadaan ini disebabkan trauma atau tumor mediastinum.
9) Uremia
10) Penyakit pleura yang diinduksi obat : amiodaron, bromocriptine.
6
gambar 1. Algoritme membedakan transudative atau eksudative7
2.6. Diagnosis
A. Anamnesis
Manifestasi klinis dari efusi pleura berhubungan dengan proses penyakit yang
mendasarinya. Gejala yang paling sering dikaitkan adalah dyspnea yang progresif,
batuk dan nyeri dada pleuritik.
7
Dyspnea
Dyspnea adalah gejala yang paling umum yang terkait dengan efusi pleura
dan berhubungan lebih untuk distorsi dari diafragma dan dinding dada selama
respirasi.
Batuk
Batuk pada pasien dengan efusi pleura seringkali ringan dan tidak
produktif. Batuk lebih parah atau produksi sputum purulent atau berdarah
menunjukkan sebuah pneumonia yang mendasari adanya efusi pleura atau
kecurigaan adanya lesi endobronchial.
Nyeri dada
Kehadiran nyeri dada, yang dihasilkan dari iritasi pleura, meningkatkan
kemungkinan etiologi eksudatif, seperti infeksi pleura, mesothelioma, atau
infarks paru.
Tambahan gejala :
Gejala lain dalam hubungan dengan efusi pleura mungkin menyarankan proses
penyakit yang mendasarinya. Peningkatan edema ekstremitas bawah, ortopnea, dan
dyspnea nocturnal paroksismal semua dapat terjadi dengan gagal jantung kongestif.
Keringat malam, demam, hemoptysis, dan penurunan berat badan harus
menunjukkan TB. Hemoptysis juga meningkatkan kemungkinan keganasan,
patologi endotrakeal atau endobronchial lain atau infark paru. Sebuah episode
demam akut, produksi sputum purulent dan nyeri dara pleuritik dapat terjadi pada
pasien dnegan efusi yang behubungan dengan pneumonia.
B. Pemeriksan Fisik
Pemeriksaan fisik head to toe, dimulai pemeriksaan tanda-tanda juga memberikan
petunjuk yang penting. Demam menunjukkan adanya infeksi yang terjadi, distensi vena
di leher menunjukkan adanya pembendungan akibat gagal jantung atau pericarditis.
Untuk pemeriksaan fisik thorax yang menunjukkan adanya efusi sebagai berikut. : 8
Inspeksi
Bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga
melebar, pergerakan pernapasan menurun. Pendorongan mediastinum kearah
8
hemithorax kontralateral yang diketahui dari posisi trakea dan iktus kordism dapat
terjadi bila cairan sangat banyak (>1000ml).
Palpasi
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi, ditambah dengan fremitus suara yang
menurun, sela iga melebar.
Perkusi
Redup sampai pekak tergantung jumlah cairannya. Bila cairan tidak memenuhi
ronga dada makan akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan
arah cranio lateral ke kaudo medial penderita pada posisi duduk.
Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang. Suara bronchial dan egofoni dapat
dijumpai tepat di atas efusi jika terjadinya atelectasis kompresif. Jika ditemukan
pleural friction rub maka menandakan adanya pleuritis.
C. Pemeriksan Penunjang
1. Radiologi
a) X Foto Thoraks
Pemeriksaan X-Rays Posterioanterior (PA) harus dilakukan pada
suspect efusi pleura. Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura
akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral
lebih tinggi dari bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral
ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal
dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan
antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang
(pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dengan posisi lateral decubitus. Cairan
bebas akan mengikuti posisi gravitasi.
Cairan dalam pleura juga dapat tidak membentuk kurva, karena
terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah
bawah paru-paru yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma.
Cairan ini disebut juga efusi subpulmonik. Gambarannya pada sinar tembus
sering terlihat sebagai diafragma yang terangkat. Jika terdapat bayangan
dengan udara dalam lambung. Ini cenderung menunjukkan efusi
subpulmonik. Begitu juga dengan bagian kanan di mana efusi subpumonik
9
sering terlihat sebagai bayangan garis tipis yang berdekatan dengan
diafragma kanan, untuk jelasnya bisa dilihat dengan lateral decubitus.
Posisi PA : sudut kostofrenikus tumpul (bila >500 ml cairan)
Posisi Lateral : sudut kostofrenikus tumpul >200 ml cairan
Posisi PA/Lateral :gambaran perselubungan homogen menutupi struktur
paru bawah, biasanya relative radioopak, permukaan
atas cekung.
b) Ultrasound
Menentukan adanya dan lokasi cairan di rongga pleura, membimbing asiparasi
efusi terokulasi (teruatam bila ketebalan efusi <10 mm atau terokulasi).
c) CT scan
Menunjukkan efusi yang belum terdeteksi dengan radiologi konvensional,
memperlihatkan parenkim paru, identifikasi penebalan pleura dan kalsifikasi
karena paparan asbestos, membedakan abses paru perifer dengan empyema
terokulasi.
2. Laboratorium
a) Analisa cairan pleura
Aspirasi cairan berguna untuk diagnostic dan terapuetik, komposisi pleura
dan membandingkan komposisi cairan pleura dengan darah. Cara melakukan
analisa cairan pleura pasien posisi duduk, aspirasi pada bagian bawah paru sela
iga aksilaris posterior dnegan memakai jarum abokat nomor 14 atau 16.
Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1.000-1.500 cc pada setiap
kali aspirasi karena dapat menyebabkan pleura shcok (hipotensi) atau edema
paru akut. Edema paru terjadi karena paru yang terlalu ceoat mengembang dan
adanya tekanan intraoleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran
darah melalui permeabilias kapiler yang abnormal.
10
o kadar protein kurang dari 2% (1-2 g/dL)
o kurang dari 1.000 sel darah putih (leukosit per millimeter kubik)
o glukosa mirip dengan plasma
o laktat dehydrogenase (LDH) kurang dari 50% dari plasma
Biokimia
Secara biokimia efusi pleura tebagi atas eksudat dan transudate yang perbedaanya
dapat dilihat pada table di bawah ini :
11
Disamping itu, cairan pleura juga diperiksa :
1. Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,
artritis rheumatoid dan neoplasma
2. Kadar amylase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis
adenokarsinoma.
Sitologi4
Pemeriksaan sitology terhadap cairan pleura sangat penting untuk
diagnostic penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi
sel-sel tertentu.
o Sel neutrophil : menunjukkan adanya infeksi akut
o Sel limfosit : menunjukkan adanya infeksi kronik seperti
pleuriti tuberkulosa atau limfoma maligna
o Sel mesotel : bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan
adanya infark paru. Biasanya juga ditemukan
banyak sel eritrosit.
o Sel mesothel malignan : mesothelioma
o Sel besar banyak inti : lupus eritematous sistemik
o Sel maligna : pada metatase
Bakteriologi 4
Biasanya cairan pleura steril, tetapi kadang mengandung mikroorganisme
apalagi bila cairannya purulent. Kuman yang terdapat disana aerob dan anaerob.
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah : pneumokokus,
E.coli, Klebsiella, pseudomonas, enterobacter, pleuritis tuberkulos, biakan caira
terhadap kuman tahan asama hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20-
30%.
b) Biopsy Pleura4
Pemeriksan histopatologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukkan 50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberculosis dan tumor pleura.
12
2.7 Penatalaksanaan
Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi
melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya
multiokular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi
cairan garam fisiologis atau larutan antiseptic (betadine). Pengobatan secara sistemik
hendaknya segera diberikan, tetapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran
cairan yang adekuat.
13
parientalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai) bleomisin,
korinebakterium parvum, tio-tepa, 5 fluorourasil.
Terapi penyakit dasarnya
Terapi paliatif (efusi pleura haemorhagic)
Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga dapat
dikerjakan dengan tujuan terapeutik. Torakosentesis dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan diatas
bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam posisi
tidur terlentang.
2. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto thoraks, atau di daerah
sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawa batas suara
sonor dan redup.
3. Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum
berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena
penusukan jarum terlampau rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu dalam
sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena
jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.
4. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi.
Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru secara mendadak.
Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan
reflex vagal; berupa batuk, bradikardi, aritmia yang berat dan hipotensi.
Pemasangan WSD6
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan
dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan aman. Pemasangan
WSD dilakukan sebagai berikut :
1. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7,8,9 linea aksilaris
media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea mediklavikularis.
2. Setelah dibersihkan dan dianestesi, dilakukan sayatan transversal selebar kurang lebih 2
cm sampai subkutis.
3. Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
14
4. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai mendapatkan
pleura parietalis.
5. Selang dan trocar dimasukkan ke dalam ronga pleura dan kemudian trocar
ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.
6. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat dengan
kasa dan plester.
7. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
dihubungkan degan botol penampung cairan pleura. Ujung selang diletakkan
dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat
masuk ke dalam rongga pleura.
8. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada selang,
kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang. Untuk
memastikan dilakukan foto toraks.
9. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/ hari <100 ml dan jaringan paru
telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.
Pleurodesis
Pleurodesis bertujuan melekatkan pleura visceralis dengan pleura parietalis,
merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura kegananas. Bahan yang digunaan adalah
sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitogen mustard, 5-fluorourasil, adaramisin dan
doksorubisin. Seelah cairan efusi dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat sitostatika
(misal ; tiotepa 45 mg) diberikan selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu
pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasilm akan terjadi pleuritis obliteratif yang
menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan kembali cairan dalam
rongga tersebut.
Pada pemberian obat ini WSD harus dipasang dan paru dalam keadaan mengembang.
Tetrasiklin 500 mg dilarutkan dalam 3050 ml larutan garam faal, kemudian dimasukkan
ke dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan larutan garam faal 1030
ml larutan garam faal untuk membilas selang serta 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi
nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgetik narkotik diberikan 11,5 jam sebelum tetrasiklin
juga berguna mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama 6 jam dan
posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin meratas di seluruh bagian rongga
pleura. Apabila dalam waktu 24 -48 jam cairan tidak keluar, selang toraks dapat dicabut.
15
BAB III.
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. EP
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Status pernikahan : menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : buruh bangunan
Alamat : Medini Undaan Kudus
No. RM : 450106
Tanggal masuk RS : 22 Agustus 2016
Dikasuskan tanggal : 24 Agustus 2016
Keluar dari RS : 25 Agustus 2016
II. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis : tanggal 24 Agustus 2016 di RS Mardi Rahayu
Keluhan utama : nyeri dada
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh nyeri pada bagian dada sebelah kiri menjalar hingga bagian
punggung dan pinggang kiri, hilang timbul sejak 2 minggu SMRS. Nyeri yang
dirasakan seperti tertusuk benda tajam, dan dirasakan lebih sakit setiap kali ia menarik
napas. Sejak 3 hari SMRS nyeri terasa memberat dan terus-menerus dan bertambah
parah saat pasien beraktivitas. Selain itu pasien juga mengaku merasa sesak saat
bernapas. Sesak dirasakan secara tiba-tiba dan terus menerus, pasien merasa sulit
untuk menarik napasnya. Awalnya sesak yang dirasakan hanya pada saat melakukan
aktivitas, tetapi sejak 3 hari SMRS pasien tetap merasa sesak meskipun sudah
beristirahat. Saat sesak pasien merasa lebih nyaman tidur dengan berbaring miring ke
sisi sebelah kiri dibandingkan kanan. Pasien sering merasa mual sejak 1 minggu
SMRS namun tidak dapat muntah.
16
Pasien juga mengalami demam yang naik turun 2 minggu SMRS. Demam
dirasakan naik pada saat siang dan malam hari, turun pada saat pagi hari. Pasien juga
mengalami batuk 2 minggu SMRS. Dahak yang keluar berwarna putih kental tidak
berbau dan tidak berdarah. Pasien tidak mengalami keringat pada malam hari ataupun
penurunan berat badan.
Pasien tidak memiliki gangguan BAK, nyeri saat buang air kecil, rasa panas dan
seperti berpasir pada saat BAK. BAB lancar, tidak mencret maupun disertai lendir,
serat ataupun darah.
Riwayat Penyakit Dahulu : pasien mengaku tidak pernah mengalami penyakit yang
sama. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit maag, riwayat penyakit jantung, alergi,
asma, darah tinggi dan penyakit gula.
Pasien tidak pernah batuk lama sebelum 2 minggu SMRS ini, tidak pernah
didiagnosis Tuberkulosis, tidak pernah foto thorax dan tidak pernah menjalani
pengobatan obat lama (TB), tidak pernah Tuberkulosis (-)
Pasien tidak pernah memiliki penyakit dengan gejalan sesak berbunyi yang timbul
episodic ( dipengaruhi allergen tertentu). Asma (-)
Pasien tidak memiliki riwayat alergi (-)
Pasien tidak memiliki gejala sering kencing terutama di malam hari, cepat merasa
lapar, cepat merasa haus dan pasien tidak pernah memeriksakan gula darah .
DM (-)
Pasien mengaku tidak pernah merokok. Merokok (-)
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Hipertensi (-)
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat sakit jantung. (-)
Riwayat Keluarga : riwayat alergi, darah tinggi, diabetes mellitus, sakit jantung dan
ginjal dalam keluarga disangkal.
17
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 x/ menit, kuat angkat, denyut regular
Nafas : 22x/menit, reguler
Suhu aksila : 36,50C
Berat badan : 47 kg
Tinggi badan : 160 cm
BMI : 18,35 kg/m2
b) Pemeriksaan fisik
Kulit : ikterik (-) pada kaki dan tangan, sianosis (-), pucat (-), lesi (-),
ptechie (-)
Kepala : normocephali, tidak teraba benjolan ataupun lesi, distribusi rambut
merata, warna hitam, rambut tidak mudah dicabut, turgor dahi baik.
Mata : pupil isokor 3mm, RCL +/+, RCTL +/+, edema palpebral (-/-),
konjungtiva palpebral pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
Hidung : pernapasan cuping hidung (-), secret (-), epistaksis (-)
Mulut : bibir sianosis (-), bibir kering (-), T1-T1 tenang, faring hiperemis (-),
atrofi papi lidah (-), perdarahan gusi (-), hipertrofi gingiva (-), edema,
uvula (-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
deviasi trakea (-), retraksi suprasternal (-), JVP 5-2 cm H20
Paru-Paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Sela iga normal, benjolan (-) Sela iga normal, benjolan (-)
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Sela iga normal, benjolan (-) Sela iga normal, benjolan (-)
Palpasi Kiri Sela iga normal, benjolan (-), Sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus taktil menurun nyeri tekan (-), fremitus taktil menurun
Kanan Sela iga normal, benjolan (-), Sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus taktil simetris nyeri tekan (-), fremitus taktil simetris
Perkusi Kiri Redup mulai dari ICS IV sampai ICS VIII Redup mulai dari ICS V
18
Kanan Sonor pada seluruh lapang paru Sonor sepanjang line scapularis
Batas paru-hati linea midclav dextra, sela
iga VI, peranjakan 2 cm
Auskultasi Kiri ICS I-II vesikuler, ICS III dan seterusnya ICS III vesikuler dan seterusnya suara
suara napas melemah , Rhonki basah (+), napas melemah , Rhonki basah (+),
Kanan SN Vesikular, Rhonki (-), Wheezing (-) SN Vesikular, Rhonki (-), Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, tidak ada lesi kulit, tidak ada bekas operasi
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga 4 garis mid-clavicularis kiri
Perkusi :
Batas atas : Sela iga 2 garis parasternalis kiri
Batas kanan : Sela iga 4 garis sternalis kanan
Batas kiri : sulit dinilai
Auskultasi : BJ I-II murni, reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Teraba pulsasi
Arteri Karotis : Teraba pulsasi
Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi
Arteri Radialis : Teraba pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba pulsasi
Arteri Poplitea : Teraba pulsasi
Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi
Perut
Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak terlihat lesi kulit dan bekas luka operasi,
tidak tampak adanya peleberan vena.
Palpasi
Dinding perut : supel, nyeri tekan (-), benjolan (-), defense muscular (-)
Hati : Tidak teraba pembesaran hati
Limpa : tidak teraba pembesaran limpa
19
Ginjal : Ballotement (-), nyeri ketok CVA (-)
Lain-lain : tidak ada
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus normoperistaltik, tidak ada bruit
Refleks dinding perut : Baik
Colok Dubur (atas indikasi) : Tidak dilakukan pemeriksaan
20
RDW CV 11,8 % 11.5 14.0
Laju Endap Darah (LED) 94 mm/jam 0 10
Hitung Jenis
Basofil 0,10 % 0,2 1,2
Eosinofil 2,20 % 0,8 7,0
Neutrofil 78,50 % 34,0 67,9
Limfosit 11,40 % 21,8 53,1
Monosit 6,40 % 5,3 12,2
Serologi
HIV stick : negative
X-foto Thoraks PA
(sebelum pungsi) 18/8/2016
cor : sulit dinilai
pulmo :
trakea lurus di tengah
hila tidak tampak melebar
parenkim paru : tampak kesuraman inhomogen
berbentuk meniscus sign setinggi suprahiler sinistra
corakan bronkovaskuler tidak tampak meningkat
difragma/ sinus : dekstra letak rendah sudut lancip,
sinistra sulit dinilai
tulang/soft tissue : tidak tampak kelainan
kesan :
cor : tidak dinilai
pulmones : sesuai gambaran efusi pleural masif sinistra
21
cor : CTR tidak dinilai, bentuk dan letak dalam batas
normal
pulmo :
trakea lurus di tengah
hila tidak tampak melebar
parenkim paru : tampak kesuraman homogen
di basal lateral hemithoraks kiri berkurang
corakan bronkovaskuler tampak meningkat
difragma/ sinus : dekstra letak rendah sudut
lacip, sinistra sulit dinilai
tulang/soft tissue : tidak tampak kelainan
kesan :
cor : tidak dinilai
pulmones : perbaikan
V. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis
1. Nyeri dada kiri bawah
2. Batuk berdahak warna putih
3. Nafas terasa berat
4. Febris naik turun sejak 2 minggu SMRS
5. Tidur lebih suka miring ke arah kiri dibandingkan kanan
Pemeriksaan Fisik
1. Pergerakan dinding dada asimetris, dada kiri tertinggal
2. Taktil fremitus melemah pada dada kiri
3. Perkusi paru kiri redup mulai dari ICS IV VIII
4. Auskultasi paru kiri : ICS I-II vesikuler, ICS III dan seterusnya suara napas
melemah , rhonki basah (+)
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos thorax kesan efusi pleura masif sinistra
2. Punksi cairan pleura berwarna kuning keruh
3. Kadar hematocrit 33,60%
22
4. LED 94 mm/jam.
5. Haemoglobin 11,40 %
6. Limfosit 11, 40 %
VI. ASSESTMENT
1. Efusi pleura sinistra
Initial plan diagnosis (IPDx)
- Analisis cairan pleura : warna, rivalta, protein, LDH, hitung jenis
- Darah: serum LDH, protein total
Initial plan therapy (IPTx)
- Codein 3 X 10 mg
- Cefotaxim IV 2 X 1 mg
- Na diklofenak 50 mg 3 X1
Initial plan monitoring (IPTMx)
- TTV
- Keluhan pasien (batuk, sesak nafas)
- X-foto thoraks PA
Initial plan education (IPEx)
- Konsultasi penyakit pasien kepada pasien dan keluarganya
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
23
FOLLOW UP
25 Agustus 2016
S : pasien sudah merasa sesak berkurang, batuk-batuk berkurang, nyeri dada sudah
berkurang.
O : KU : tampak sakit ringan
TTV : TD = 110/80 mmHg N = 90 x/ menit RR = 20 x/menit S : 36,20C
Mata : pupil isokor 3mm, RCL +/+, RCTL +/+ , CA -/-, SI -/-
Thorax : I : Simetris, pergerakan dada saat statis dinamis simetris
P : nyeri tekan
P : sonor kedua lapang paru
A : suara napas melemah pada paru kiri dan vesikuler pada paru kanan
Abdomen : I : Datar
A :BU + normal
P : nyeri tekan
P : timpani
Ekstremitas : akral hangat +, edema
A : observasi post pungsi pleura ec efusi pleura dextra (perbaikan )
P : pulang
24
BAB IV.
PEMBAHASAN
Menurut buku ajar penyakit dalam PAPDI, gejala yang efusi pleura paling sering
dikaitkan adalah dyspnea yang progresif, batuk dan nyeri dada pleuritik
Berdasarkan autoanamnesis yang dilakukan terhadap pasien dalam kasus ini, Tn.
EP, 35 tahun , datang dengan keluhan utama adalah nyeri dada sebelah kiri. Dari hasil
anamnesa didapatkan bahwa nyeri dada sebelah kiri sudah terjadi sejak 2 minggu
SMRS, nyeri dirasakan seperti tertusuk benda tajam dan semakin memberat pada saat
menarik napas. terdapat batuk berdahak kental berwarna putih tidak terdapat darah.
demam naik turun 2 minggu SMRS terutama pada malam hari dan dirasa sesak saat
bernapas. Pasien lebih senang berbaring ke satu arah saja, pada pasien ini lebih
cenderung merasa nyaman bila berbaring menghadap ke sisi kiri, sehingga teori dan
anamnesa pasien sesuai.
Menurut Harrison untuk pemeriksaan fisik thorax yang menunjukkan adanya efusi
sebagai berikut. :
Inspeksi
Bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga
melebar, pergerakan pernapasan menurun. Pendorongan mediastinum kearah
hemithorax kontralateral yang diketahui dari posisi trakea dan iktus kordism dapat
terjadi bila cairan sangat banyak (>1000ml).
Palpasi
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi, ditambah dengan fremitus suara yang
menurun, sela iga melebar.
Perkusi
Redup sampai pekak tergantung jumlah cairannya. Bila cairan tidak memenuhi
ronga dada makan akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan
arah cranio lateral ke kaudo medial penderita pada posisi duduk.
Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang. Suara bronchial dan egofoni dapat
dijumpai tepat di atas efusi jika terjadinya atelectasis kompresif. Jika ditemukan
pleural friction rub maka menandakan adanya pleuritis.
25
Pemeriksaan fisik yang bersesuaian dengan teori ditemukan perkusi yang
seharusnya sonor menjadi redup, fremitus taktil dan vocal bisa melemah atau
menghilang, suara yang melemah. Pada kasus ini ditemukan frekuensi nafas
22x/menit. Saat dipalpasi, vocal fremitus kiri bagian bawah melemah dbandingkan
dada kanan. Saat di perkusi, terdengar bising ketok redup pada ICS IV sampai ICS
VIII dan sonor pada paru kanan. Pada auskultasi ditemukan penurunan suara napas
vesikuler pada paru kiri.
Sesak napas, vocal fremitus yang melemah, bising ketok redup, serta pernurunan
suara napas vesikuler pada paru kiri dapat disebabkan oleh efusi pleura. Cairan dalam
rongga pleura tersebut menghalangi getaran suara mencapai dinding toraks sehingga
vocal fremitus melemah. Adanya cairan menyebabkan bising ketok redup saat
diperkusi. Bunyi pernapasan yang lemah juga dapat disebabkan oleh efusi pleura,
karena cairan merupakan rintangan bagi bising vesikuler, serta adanya efusi
megakibatkan alveolus tidak daapt mengembang dengan luas.
Penegakkan diagnosis efusi pleura dapat diperkuat dengan hasil radiologi. Dari
foto toraks, didapatkan gambaran penumpulan sudut kostofrenikus kiri pada foto PA.
penyebab efusi pleura perlu dianalisis lebih lanjut berdasarkan hasil penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menentukan penyebab dari efusi
pleura adalah analisis cairan pleura dan menilai pemeriksaan BTA pada cairan pleura
tersebut.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dilakukan tindakan pungsi pleura untuk
mengeluarkan cairan yang menumpuk di rongga pleura untuk mengurangi sesak nafas
pada pasien. Cairan yang dikeluarkan dilakukan analisa cairan pleura untuk
mengetahui penyebab. Selain itu penyakit dasar pada pasien yang menyebabkan efusi
pleura ini harus diobati agar kejadian penumpukan cairan di rongga pleura tidak
berulang lagi.
26
BAB V.
KESIMPULAN
Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi
atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan
suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit. Akibat adanya cairan
yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di
samping itu juga menyebabkan pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk
jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan
gangguan pada jantung dan sirkulasi darah.
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, mengigil dan nyeri dada pleuritis, sementara
gagal jantung kongestif akan menyebabkan edema ekstremitas, sesak saat posisi tidur,
dan mudah lelah saat beraktivitas. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala,
volume efusi <300 cc tidak memberikan gejala apapun.
Pasien dengan efusi pleura perlu dicari tahu etiologinya, sesuai dengan alur
diagnostik yang menjadi acuan. Analisa cairan pleura dilakukan untuk mengetahui
dasar etiologi yang menyebabkan efusi tersebut, sehingga penatalaksanaan efusi
pleura dapat diberikan secara komprehensif dan mencegah komplikasi.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksan penunjang yang
benar, maka dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita efusi pleura sinistra. Dan
harus dievaluasi lanjut untuk menilai apakah ada perbaikan setelah pengobatan dan
untuk menentukan penyebabnya.
27
BAB VI.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcells SK, Setait S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid III, ed V. Jakarta: Interna Publishing. 2010
2. Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit. Ed 6. Vol 2. Jakarta : EGC, 2005. hal 799-800.
3. Longo Dl, Fauci AS, Kasper DL, Hauser Sl, Jameson JL, Loscalzo JL. Harrisons
manual of medicine. USA : McGraw-Hill Companies. 2013
4. Patel PR. Lecture of radiology. Jakarta : Erlangga. 2007
5. British Thoracic Society. BTS pleural disease guideline 2010 ; a quick reference
guide.Vol 2 No3. British Thoracic Society. 2010
6. ORahilly R, Muller F, Carpenter S, Swenson R. Basic human anatomy: A regional
study of human strucutre. [Internet]. Cited: 2016 Sept . Available from:
http://www.dartmouth.edu/~humananatomy/index.html
7. Light, Richard W. Pleural diseases. Ed 5th. Philadelphia : Lippincot Williams &
Wilkins. 2007
8. Light RW. Disorders of the pleura. In : Harrisons Principle of Internal Medicine. 18th
ed. Philadelphia : The McGraw- Hill Companies; 2012. pg. 2178-80
9. Chestnutt MS, Prendergast TJ. Pulmonary disorders. In : Current Medical Diagnosis
& Treatment. 54th ed. Philadelphia : The McGraw- Hill Companies; 2015. pg. 309-12
28