PENDAHULUAN
2
1.2.4 Beberapa penelitian melaporkan bahwa wanita yang menderita oligomenore
atau amenore dikaitkan dengan indeks masa tubuh (IMT).
1.2.5 Belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara obesitas dan
ketidakteraturan siklus menstruasi serta faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pada siswi SMA Tarbiyatul di wilayah kecamatan Kebon
Jeruk Jakarta Barat periode September 2017.
1.3 Hipotesis
Adanya hubungan antara obesitas, usia menarche, merokok, gangguan
tidur, stress psikis, dan kebiasaan olahraga dengan ketidakteraturan siklus
menstruasi pada siswi SMA Tarbiyatul di wilayah kecamatan Kebon Jeruk Jakarta
Barat periode September 2017.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal yang terjadi pada
seorang wanita, merupakan peristiwa terjadinya pengeluaran darah, lendir dan
sisa-sisa sel secara berkala yang berasal dari mukosa uterus dan terjadi relatif
teratur dimulai dari menarche sampai menopause, kecuali pada saat hamil dan
pengeluaran laktasi maka tidak terjadi menstruasi. Haid atau menstruasi
merupakan perdarahan secara periodik dan siklus dari uterus, disertai pelepasan
atau deskuamasi dinding endometrium yang mengalami peluruhan.13
Panjang siklus haid adalah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu
dan mulainya haid yang baru. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama
siklus. Panjang siklus haid yang dianggap normal biasanya adalah 28 hari, tetapi
variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita
yang sama. Pada kakak beradik bahkan saudara kembar, siklusnya selalu tidak
sama. Lebih dari 90% wanita mempunyai siklus menstruasi antara 24 - 35 hari.13
Lama haid biasanya antara 3 6 hari, ada yang 1 2 hari dan diikuti darah
sedikit sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7 8 hari. Pada setiap wanita
biasanya lama haid itu tetap. Kurang lebih 50% darah menstruasi dikeluarkan
dalam 24 jam pertama. Cairan menstruasi terdiri dari autolisis fungsional, exudat
inflamasi, sel darah merah, dan enzym proteolitik. Siklus menstruasi normal pada
5
manusia dapat dibagi menjadi dua segmen : siklus ovarium dan siklus uterus.
Siklus ovarium lebih lanjut dibagi menjadi fase follikular dan fase luteal. Siklus
uterus juga dibagi sesuai fase proliferasi dan sekresi. Siklus ovarium digolongkan
seperti :
a. Fase folikuler : pada fase ini terjadi umpan balik hormonal yang
menyebabkan maturisasi follikel pada pertengahan siklus yang
dipersiapkan untuk ovulasi. Lama fase folikuler ini kurang lebih 10-14
hari.13
b. Fase luteal : fase waktu dari awal ovulasi sampai awal menstruasi, dengan
waktu kurang lebih 14 hari.13
6
ovarium terjadi perubahan dimana follikel primordial tumbuh menjadi
besar serta banyak mengalami atresia, biasanya hanya sebuah follikel yang
tumbuh terus membentuk ovum dan pecah pada waktu ovulasi. Pada awal
pubertas germ cell berkurang dari 300.000 - 500.000 unit. Selama usia
reproduksi yang berkisar antara 35 40 tahun, 400 - 500 akan mengalami
ovulasi. Follikel akan berkurang sampai menjelang menopause dan tinggal
beberapa ratus pada saat menopause. Kira kira 10 15 tahun sebelum
menopause sudah terjadi peningkatan jumlah follikel yang hilang. Ini
berhubungan dengan meningkatnya hormon FSH. Dalam tahun
reproduksi, pematangan follikel akibat interaksi antara hipotalamus -
pituitari gonad.15
Mula mula sel sel yang berada di sekeliling ovum jumlahnya berlipat
ganda, kemudian diantara sel - sel ini muncul rongga yang berisi cairan
yang dinamankan liquor folliculi. Hal ini membuat ovum terdesak ke
pinggir dan terdapat di tengah tumpukan sel yang menonjol ke dalam
rongga follikel. Tumpukan sel dengan sel telur di dalamnya disebut
cumulus oophorus. Antara sel telur dan sel sekitarnya terdapat zona
pelluzida. Sel - sel granulosa lainnya yang membatasi ruang follikel
disebut membrane granulosa. Dengan tumbuhnya follikel jaringan
ovarium sekitar follikel tersebut terdesak keluar dan membentuk 2 lapisan,
yaitu theca interna yang banyak mengandung pembuluh darah dan theca
externa yang terdiri dari jaringan ikat yang padat. Follikel yang masak ini
disebut follikel de Graaf.14
Follikel de Graaf menghasilkan estrogen dimana tempat
pembuatannya terdapat di theca interna. Liquor follikuli yang terbentuk
terus menyebabkan tekanan didalam follikel makin tinggi, tetapi untuk
terjadinya ovulasi bukan hanya tergantung pada tekanan tinggi tersebut
melainkan juga harus mengalami perubahan perubahan nekrobiotik pada
permukaan follikel. Pada permukaan ovarium sel sel menjadi tipis hingga
pada suatu waktu follikel akan pecah dan mengakibatkan keluarnya liquor
follikuli bersama dengan ovumnya yang dikelilingi oleh sel sel cumulus
oophorus. Keluarnya sel telur dari folikel de Graaf disebut ovulasi.
Setelah ovulasi maka sel sel granulosa dari dinding folikel mengalami
perubahan dan mengandung zat warna yang kuning disebut korpus
7
luteum. Korpus luteum mengeluarkan hormon yang disebut progesterone
disamping estrogen. Tergantung apakah terjadi konsepsi (pembuahan) atau
tidak, korpus luteum dapat menjadi korpus luteum graviditatum atau
korpus luteum menstruationum. Jika terjadi konsepsi, corpus luteum
dipelihara oleh Hormone Chorion Gonadotropin yang dihasilkan oleh
sinsiotrofoblas dari korion.14
Androgen dapat dibentuk oleh ovarium, terutama dalam sel sel stroma ;
androgen utamanya adalah androstenedion dengan daya androgen yang lemah
tetapi dapat diubah diperifer menjadi testosteron yang bersifat androgen kuat.
Peranan androgen pada wanita belum diketahui dengan pasti.16
Pada fase luteal, setelah ovulasi sel - sel granulosa membesar membentuk
vakuola dan bertumpuk pigmen kuning (lutein), follikel menjadi korpus luteum.
Vaskularisasi dalam lapisan granulose juga bertambah dan mencapai
puncaknya pada hari ke 8 9 setelah ovulasi . Luteinized granulose cells dalam
korpus luteum membuat progesteron banyak, dan luteinized theca cells
membuat pula estrogen yang banyak sehingga kedua hormon itu meningkat
pada fase luteal. Mulai 10 12 hari setelah ovulasi korpus luteum mengalami
regresi berangsur - angsur disertai dengan berkurangnya kapiler - kapiler dan
diikuti oleh menurunnya sekresi progesteron dan estrogen.16
Masa hidup korpus luteum pada manusia tidak bergantung pada hormon
gonadotropin. Pada kehamilan hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh
adanya rangsangan dari Human Chorionic Gonadotropin (HCG) yang dibuat
10
oleh sinsiotrofoblast. Rangsangan ini dimulai pada puncak perkembangan
korpus luteum (8 hari pasca ovulasi), waktu yang tepat untuk mencegah
terjadinya regresi luteal. HCG memelihara steroidogenesis pada korpus luteum
hingga 9 10 minggu kehamilan. Kemudian fungsi ini diambil alih oleh
plasenta. Siklus endometrium terdiri dari 4 fase, yaitu:
11
involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboid. Stroma
padat dan sebagian menunjukkan aktivitas mitosis, sel selnya
berbentuk bintang dan lonjong dengan tonjolan tonjolan
anastomosis. Nukleus sel stroma relatif besar karena sitoplasma
relatif sedikit.16
b. Fase Proliferasi Akhir
Fase ini berlangsung pada hari ke 11 sampai hari 14. Fase
ini dapat dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan
dengan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk
pseudostratifikasi. Stroma bertumbuh aktif dan padat.16
4. Fase Pramenstrum atau Stadium Sekresi
Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke 14
sampai ke 28. Pada fase ini endometrium kira kira tetap tebalnya,
tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang, berkeluk keluk dan
mengeluarkan getah yang makin lama makin nyata. Dalam
endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang kelak
diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Memang tujuan
perubahan ini adalah untuk mempersiapkan endometrium menerima
telur yang dibuahi. Fase ini dibagi atas :16
a. Fase Sekresi Dini
Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada
fase sebelumnya karena kehilangan cairan, tebalnya 4
5 mm.16
b. Fase Sekresi Lanjut
Endometrium dalam fase ini tebalnya 5 6 mm.
Dalam fase ini terdapat peningkatan dari fase sekresi dini ,
dengan endometrium sangat banyak mengandung
pembuluh darah yang berkeluk keluk dan kaya dengan
glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan
perkembangan ovum. Sitoplasma sel sel stroma bertambah.
Sel stroma menjadi sel desidua jika terjadi kehamilan.16
12
2.4.Definisi Obesitas
Obesitas merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang serius di
seluruh dunia karena obesitas berperan dalam meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.17 Obesitas merupakan penyakit multifaktorial yang terjadi akibat
akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Bila
seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar
dan kemudian jumlahnya bertambah banyak.18 Obesitas dapat menyebabkan
gangguan siklus menstruasi melalui jaringan adiposa yang secara aktif
mempengaruhi rasio hormon estrogen dan androgen. Pada wanita yang mengalami
obesitas terjadi peningkatan produksi estrogen karena selain ovarium, jaringan
adiposa juga dapat memproduksi estrogen. Peningkatan kadar estrogen yang terus-
menerus secara tidak langsung menyebabkan peningkatan hormon androgen yang
dapat mengganggu perkembangan folikel sehingga tidak dapat menghasilkan folikel
yang matang.19,20
Prevalensi obesitas pada remaja usia 12-19 tahun telah meningkat dari 5.0%
menjadi 18.1%. Obesitas adalah hasil dari imbalans kalori (terlalu banyak konsumsi
kalori dibanding pengelurannya) dan dimediasi oleh faktor-faktor seperti genetik,
perilaku, dan lingkungan sehari-hari.23,24
Prevalensi berat badan berlebih (overweight) dan obesitas pada anak-anak dan
remaja telah meningkat secara global dan membuat obesitas adalah salah satu
masalah kesehatan kronis yang umum terjadi pada rentang usia ini dan juga pada
orang dewasa.25,26 Penggunaan body mass index for age untuk mendefinisikan
kelebihan berat badan dan obesitas pada anak-anak dan remaja sudah banyak
digunakan secara klinis maupun pada aplikasi program kesehatan.27,28 Grafik yang
paling sering digunakan adalah yang dibuat oleh Centers for Disease Control and
13
Prevention (CDC-2000), International Task Force (IOTF), dan grafik pertumbuhan
dari World Health Organization (WHO-2007) 2007 untuk usia 5 - 19 tahun.29
IMT = -------------------------------------------------------
14
Tabel 1.1 Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
Kategori IMT
Normal 17 23 kg/m2
Kegemukan 23 - 27 kg/m2
WHO 2000 94 cm 80 cm
Eropa 102 cm 88 cm
Asia Pasifik 90 cm 80 cm
15
yang berkembang. Jadi perlu diukur tebal lipatan kulit abdomen untuk
mengetahuinya. Tujuan pengukuran lingkar pinggang dan pinggul adalah untuk
mengetahui resiko tinggi terkena penyakit DM II, kolesterol, hipertensi, dan
jantung. Lingkar pinggang diukur di indentasi terkecil lingkar perut antara tulang
rusuk dan krista iliaka, subjek berdiri dan diukur pada akhir ekspirasi normal
dengan ketelitian 0,6 cm menggunakan pitameter. Lingkar pinggul diukur di
penonjolan terbesar pantat, biasanya di sekitar pubic sympisis, subjek berdiri
diukur menggunakan pitameter dengan ketelitian 0,1 cm.31
Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan
metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak
bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan.
Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit
yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh ukuran umur yang
digunakan adalah rasio lingkar pinggal-pinggul. Pengukuran lingkar pinggang dan
lingkar pinggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi pengukuran harus
tetap, karena perbedaan posisi pengukuran memberikan hasil yang berbeda. Suatu
studi prospektif menunjukkan rasio pinggang-pinggul berhubungan dengan
penyakit kardiovaskular.31
16
2.5.Ketidakteraturan Siklus Menstruasi
Gangguan menstruasi paling umum terjadi pada awal dan akhir masa
reproduktif, yaitu di bawah usia 19 tahun dan di atas usia 39 tahun. Gangguan ini
mungkin berkaitan dengan lamanya siklus menstruasi, atau jumlah dan lamanya
menstruasi. Seorang wanita dapat mengalami kedua gangguan itu.32 Ketidakteraturan
siklus menstruasi berdasarkan lamanya siklus menstruasi terdiri dari:33
2.5.1. Polimenore
Pada polimenore siklus menstruasi lebih pendek dari biasanya yaitu terjadi
dengan interval kurang dari 21 hari dilihat dari 3 periode berturut-turut.33
Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari biasa. Polimenore dapat
disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi, atau
menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain adalah kongesti ovarium karena
peradangan, endometriosis, dan sebagainya.34
2.5.2. Oligomenore
Siklus menstruasi lebih panjang dari normal yaitu lebih dari 35 hari.
Biasanya oligomenore dilihat dari 3 siklus menstruasi.34 Perdarahan pada
oligomenore biasanya berkurang. Pada kebanyakan kasus oligomenore kesehatan
wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik. Siklus menstruasi biasanya
ovulatoar dengan masa proliferasi lebih panjang dari biasanya. Oligomenore
biasanya terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan hormonal pada aksis
hipotalamus-hipofisis-ovarium. Gangguan hormon tersebut menyebabkan
lamanya siklus menstruasi normal menjadi memanjang, sehingga menstruasi
menjadi lebih jarang terjadi. Oligomenore sering terjadi pada 3-5 tahun pertama
setelah haid pertama ataupun beberapa tahun menjelang terjadinya menopause.
Oligomenore yang terjadi pada masa-masa itu merupakan variasi normal yang
terjadi karena kurang baiknya koordinasi antara hipotalamus, hipofisis dan
ovarium pada awal terjadinya menstruasi pertama dan menjelang terjadinya
menopause, sehingga timbul gangguan keseimbaangan hormon dalam tubuh. Pada
kebanyakan kasus oligomenore kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas
cukup baik. Siklus haid biasanya juga ovulatoar dengan masa proliferasi lebih
panjang dari biasanya. Oligomenore yang menetap dapat terjadi akibat
17
perpanjangan stadium folikular, perpanjangan stadium luteal, ataupun perpanjang
kedua stadium tersebut. Bila siklus tiba-tiba memanjang maka dapat disebabkan
oleh pengaruh psikis atau pengaruh penyakit.33
2.5.3. Amenore
Amenore adalah keadaan tidak adanya menstruasi sedikitnya tiga bulan
berturut - turut. Amenore primer terjadi apabila seorang wanita berumur 18 tahun
ke atas tidak pernah mendapatkan menstruasi, sedangkan pada amenore sekunder
penderita pernah mendapatkan menstruasi tetapi kemudian tidak dapat lagi .
Amenore primer (dialami oleh 5 % wanita amenore) mungkin disebabkan oleh
defek genetik seperti disgenensis gonad, yang biasanya ciri-ciri seksual sekunder
tidak berkembang. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelainan duktus Muller,
seperti tidak ada uterus, agenesis vagina, septum vagina transversal, atau himen
imperforata. Pada tiga penyebab terakhir, menstruasi dapat terjadi tetapi discharge
menstruasi tidak dapat keluar dari traktus genitalis. Keadaan ini disebut
kriptomenore, bukan amenore. Penyebab yang paling umum pada amenore
sekunder adalah kehamilan.33
2.6.2. Amenore
18
timbul dengan amenore yang berkelanjutan. Komplikasi lain dari amenore
tergantung dengan penyebab dasar yang menyebabkan amenore seperti pada
amenore primer yang berhubungan dengan kelainan genetik (Sindrom Turner,
polycystic ovary syndrome (PCOS), hiperplasia adrenal kongenital). Bisa juga
dikarenakan amenore sekunder yang terjadi dikarenakan penurunan berat badan
yang berlebihan, stress fisik atau emosional, olahraga yang berlebihan,
hipotiroid).38
2.6.3. Polimenore
Komplikasi yang dapat terjadi seperti infertilitas, dimana tidak
memungkinkan wanita untuk hamil, anemia berat dikarenakan kehilangan banyak
darah sepanjang waktu, dan meningkatnya risiko kanker endometerium.39,40
2.7.1. Obesitas
Tingginya IMT akan menyebabkan faktor resiko penyakit-penyakit
tertentu seperti penyakit kardiovaskular (terutama jantung dan stroke), yang
merupakan penyebab kematian pertama pada tahun 2012, diabetes mellitus,
19
penyakit muskuloskeletal (terutama osteoarthritis), kanker (termasuk
endometrium, payudara, ovarium, prostat, liver, kandung kemih, ginjal dan kolon).
Resiko terkena penyakit tersebut akan meningkat bersamaan dengan
meningkatnya IMT. Obesitas pada anak memiliki hubungan yang signifikan
terhadap obesitas, kematian premature dan disabilitas pada saat dewasa. Tapi
untuk bertambahnya resiko di masa yang akan dating, anak yang obesitas akan
mengalami kesulitan pada saat bernapas, meningkatnya emungkinan terjadinya
fraktur, hipertensi, gejala awal penyakit jantung, resistensi insulin dan efek secara
psikologik.45 Resiko terdapat dari jaringan adiposa yang terdapat di abdomen
(dimana secara langsung berhubungan dengan lingkar perut dan rasio pinggang-
pinggul) berhubungan dengan metabolik yang abnormal. Abnormalitas yang
terjadi juga termasuk menurunnya toleransi glukosa, berkurangnya sensitivitas
insulin dan profil lemak, yang dimana merupakan faktor resiko dari diabetes tipe 2
dan penyakit kardiovaskular.46
Seseorang dengan obesitas akan identik dengan hiperkolesterolemia
yang ditandai dengan tingginya kadar trigliserida dan LDL dalam darah.
Kolesterol merupakan bahan pembentuk hormon steroid. Semua organ penghasil
steroid, kecuali plasenta, dapat mensintesis kolesterol dari asetat. Akan tetapi,
pada mayoritas keadaan tertentu, sintesis lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan
dan harus menggunakan kolesterol yang bersirkulasi. Produksi steroid di dalam
ovarium terjadi pada sistem dua sel. Sel teka menghasilkan androgen dan
merespon luteinizing hormone (LH) dengan meningkatkan jumlah reseptor LDL
(low-density lipoprotein) yang berperan dalam pemasukan kolesterol ke dalam sel.
LH juga menstimulasi aktivitas protein khusus (P450scc), yang menyebabkan
peningkatan produksi androgen. Ketika androgen berdifusi ke sel granulosa,
androgen mengalami metabolisme oleh aromatase menjadi estrogen.47
Sedangkan LDL merupakan molekul pembawa kolesterol ke dalam sel
teka untuk dijadikan bahan pembuat androgen. Melalui dasar mekanisme tesebut,
tingginya kadar LDL dapat berdampak pada tingginya kadar androgen, yang pada
akhirnya menyebabkan peningkatan kadar estrogen. Selain itu,
hiperkolesterolemia juga berakibat pada resistensi reseptor insulin akibat
peningkatan glukosa yang diawali dengan hiperaktivitas glukoneogenesis, yang
pada akhirnya menimbulkan hiperinsulinemia. Hiperinsulin menyebabkan
peningkatan aktivitas androgen melalui mekanisme berikut : (1) Insulin berikatan
20
dengan reseptor IGF-1, yang mempunyai struktur sama dengan reseptor insulin.
Ikatan ini bersama LH akan merangsang sel teka untuk memproduksi hormon
androgen. (2) Hiperinsulin menekan sintesis sex hormone binding
globulin (SHBG) dan IGF binding protein (IGFBP) di hepar sehingga seks steroid
dan IGF-I yang bebas (bentuk aktif) meningkat.47
Kadar estrogen yang tinggi memberikan umpan balik negatif terhadap
hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) melalui sekresi protein inhibin yang
menghambat hipofisis anterior untuk menyekresikan FSH. Sedangkan terhadap
LH, peninggian kadar estrogen memberikan umpan balik positif sehingga
kanaikan kadar LH merangsang sintesis androgen, kenaikan kadar androstenedion,
dan diubah oleh jaringan lemak/otot menjadi estrogen di perifer. Peningkatan
kadar LH juga dapat disebabkan oleh karena gangguan sistem leptin. Leptin
adalah suatu protein yang disekresi oleh adiposit, yang berperan mengatur
pemasukan makanan dan memberikan isyarat lapar pada otak. Pada hipotalamus,
leptin menekan sintesis dan sekresi neuropeptida Y, di mana neuropeptida Y ini
bekerja menghambat gonadotropin releasing hormone (GnRH). Pada seseorang
dengan obesitas (sebagaimana dialami pasien dalam skenario), terjadi peningkatan
kadar leptin (pada obesitas terjadi resistensi leptin), sehingga terjadi penurunan
sekresi neuropeptide Y, yang berakibat pada peningkatan sekresi GnRH, dan
diikuti peningkatan sekresi LH. Melalui sebuah riset, diketahui bahwa leptin juga
berpengaruh pada maturasi oosit melalui jalur mitogen-activated protein
kinase (MAPK) yang dapat mengaktivasi maturation-promoting factor (MPF)
yang merangsang pematangan ovum yang dihasilkan oleh ovarium.48
Patogenesis yang mendasarinya berawal dari kondisi obesitas, yang
berlanjut sebagai kondisi hipersekresi estrogen dan hipersekresi LH, serta
penghambatan sekresi FSH. Adanya hambatan sekresi pada FSH menyebabkan
terganggunya proliferasi folikel sehingga tidak terbentuk folikel yang matang.
Meskipun pematangan ovum terjadi (melalui mekanisme yang dijelaskan di atas),
ovulasi tetap tidak berlangsung oleh karena imaturitas folikel. Hal inilah yang
menjadi dasar mekanisme ketidakhadiran menstruasi (amenorea) pada pasien
dalam skenario kasus. Proses anovulasi ini juga sangat terkait dengan sindrom
poliovarium kistik. Gangguan estrogen yang selalu tinggi mengakibatkan tidak
pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang adekuat. Hal tersebut menyebabkan
penumpukan folikel kecil (folikel pada stadium anthral dengan penampang + 8
21
mm) pada tepi dinding ovarium tanpa pernah mengalami ovulasi. Keadaan ini
menyebabkan gambaran polikistik pada ovarium sehingga disebut polycystic
ovarian syndrome (PCOS).48
Berat badan dan perubahannya dapat mempengaruhi fungsi menstruasi.
Dan apabila kelebihan berat badan terjadi gangguan metabolisme estrogen berupa
peningkatan produksi estrogen pada wanita sehingga menyebabkan siklus
menstruasi tidak teratur. Ketidakteraturan siklus menstruasi merupakan indikator
adanya gangguan endokrin dan status kesehatan reproduksi wanita.
Ketidakteraturan siklus menstruasi dikatakan berkaitan dengan banyak kondisi
seperti obesitas. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ko KM dan rekan-rekannya,
dari total 4,621 wanita berusia 19 - 54 tahun yang berpartisipasi dalam 2010 -
2012 Korea National Health and Nutrition Examination Survey dimasukkan
dalam penelitian ini. OR yang secara signifikan tinggi dapat dilihat pada hubungan
antara ketidakteraturan siklus menstruasi dan peningkatan berat badan (OR, 1.45;
95% CI, 1.13-1.86). Pada penelitian ini, didapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara obesitas dan ketidakteraturan siklus menstruasi.49
Menurut penelitian Shuying Wei dan rekan-rekannya pada tahun 2009
dengan desain studi cross-sectional yang bertujuan untuk mengevaluasi asosiasi
siklus menstruasi dengan perbedaan komposisi tubuh dan faktor hormonal pada
wanita muda. Sampel pada studi ini adalah 726 wanita di Australia berusia 2636
tahun. Pengukuran antropometrik yang digunakan adalah BMI, lingkar pinggang
(LP), dan rasio pinggang-panggul. Siklus haid dikatakan irregular adalah ketika
berbeda 15 hari baik lebih panjang maupun pendek dalam jangka waktu 12
bulan. Dibandingkan dengan wanita yang memiliki berat badan ideal, wanita
dengan obesitas memiliki sedikitnya 2 kali lipat lebih tinggi gangguan siklus haid.
Berdasarkan penelitian terhadap BMI (prevalence ratio (PR) = 2.61; 95% CI =
1.285.35), lingkar pinggang (PR 2.28; 95% CI = 1.164.49), atau rasio pinggang-
panggul (PR = 2.27; 95% CI = 1.094.72) didapatkan bahwa obesitas memiliki
hubungan yang signifikan terhadap ketidakteraturan siklus haid dan hal ini
dikaitkan dengan faktor-faktor hormonal terutama insulin dan Sex Hormone
Binding Globulin (SHBG).50
Menurut Eun-Kyung Jung dan rekan-rekannya dari penelitian cross-
sectional yang dikerjakannya tahun 2017 pada 3194 wanita berusia 1940 tahun,
prevalensi wanita yang siklus menstruasinya tidak teratur adalah 14.3%. Pada
22
penelitian ini dilakukan analisis terhadap beberapa variabel yang diduga memilik
kaitan dengan ketidakteraturan siklus haid. Didapatkan hasil bahwa, Body Mass
Index (BMI), stress psikis, tingkat pendidikan dan mood depresif memiliki
hubungan yang signifikan terhadap ketidakteraturan siklus menstruasi. Dikatakan
wanita dengan gangguan siklus haid memiliki BMI yang secara signfikan lebih
tinggi daripada yang berat badannya normal (p = 0.039 , p<0.001).51
25
peningkatan risiko ketidakteraturan siklus haid yang dikaitkan dengan tingginya
tingkat stress dan mood depresif.60
26
Tidak banyak yang diketahui tentang hubungan antara stres dihubungkan
dengan ganggaun tidur sehingga menyebabkan ketidakteraturan siklus menstruasi.
Dimana stress berperan dalam menekan fungsi hipotalamus, yang mengendalikan
kelenjar pituitari - kelenjar utama di tubuh yang berperan dalam mengendalikan
kelenjar tiroid dan adrenal dan ovarium; Mereka semua bekerja sama mengelola
hormon.67 Disfungsi ovarium dapat menyebabkan masalah dengan produksi
estrogen, ovulasi, atau proses reproduksi lainnya. Estrogen adalah hormon penting
yang membantu membangun lapisan rahim dan mempersiapkan tubuh untuk
kehamilan. Jika ovarium tidak bekerja dengan baik, efek samping mungkin
melibatkan siklus menstruasi, termasuk periode tidak terjawab atau periode tidak
teratur.68
27
dari suatu populasi termasuk status nutrisi, lokasi geografik, kondisi lingkungan
dan keadaan kesenjangan sosial ekonomi dari suatu masyarakat. Banyak penelitian
mengatakan bahwa menarche akan lebih cepat terjadi ketika sanitasi, nutrisi dan
kondisi ekonomi dari masyarakat ditingkatkan.70 Menstruasi diatur oleh banyak
hormon, progesteron dan estrogen adalah yang utama berhubungan dengan siklus
haid yang tidak teratur.63
28
Pada penelitian ini, usia menarche dikatakan tidak memiliki hubungan yang
signifikan terhadap siklus menstruasi (p=0,41).51
29
siklus menstruasi yang pendek dan ketidakteraturan siklus menstruasi. Pada
penelitian ini, nilai yang didapatkan dari ketidakteraturan siklus menstruasi ialah
3.6 dari seluruh wanita yang merokok lebih dari 1 bungkus per harinya
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok (95% CI 1.7 8.0).69
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Luqni pada tahun 2015,
didapatkan perempuan yang mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 34 orang
(75,6%), yang tidak merokok ada 11 orang (24,4%) dimana yang menstruasinya
tidak teratur ada 29 wanita (64,4%) dan yang menstruasinya teratur ada 16 wanita
(35,6%). Wanita yang merokok dengan siklus menstruasi tidak teratur ada 23
wanita (67,6%), dan wanita yang merokok dengan menstruasi teratur ada 11
wanita (32,4%). Wanita yang tidak merokok dan menstruasinya tidak teratur ada 6
wanita (54,5%) dan wanita yang tidak merokok menstruasinya teratur ada 5
wanita (45,5%). Pada penelitian ini, didapatkan hasil bahwa merokok tidak
memiliki hubungan yang signifikan terhadap siklus menstruasi.72
2.8.Kerangka Teori
30
2.9.Kerangka Konsep
Obesitas Ketidakteraturan
Siklus Menstruasi
Aktifitas Fisik
Stress Psikologis
Gangguan Tidur
Merokok
Usia Menarche
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.4 Populasi
3.4.1 Populasi Target
Semua siswi SMA di wilayah Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta
Barat.
3.4.2 Populasi Terjangkau
Siswi di SMA Tarbiyatul wilayah Kelurahan Kedoya Selatan,
Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode September 2017.
32
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.5.1 Kriteria Inklusi
3.5.1.1. Remaja perempuan yang sedang menempuh pendidikan di SMA
Tarbiyatul wilayah Kelurahan Kedoya Selatan, Kecamatan Kebon
Jeruk, Jakarta Barat.
3.5.1.2. Bersedia untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani
inform consent.
3.6 Sampel
3.6.1 Besar Sampel
Melalui rumus di bawah ini didapatkan besar sampel penelitian
sebagai berikut:
N1 = (Z )2 x p x q N2 = N1 + 10%N1
L2
Keterangan :
N1 = Besar sampel minimal
N2 = Jumlah sampel ditambah substitusi 10% (Substitusi adalah persen
subjek penelitian yang mungkin keluar atau drop out)
Z = Standar variasi, ditentukan oleh tingkat kepercayaan pada =
0,05; Z =1,96
p = Proporsi variabel yang diteliti
q =1p
L = Derajat kesalahan yang masih diterima adalah 10% = 0.1
33
Tabel 3.1 Nilai Proporsi Variabel Bebas dan Tergantung
Proporsi Variabel P (Variabel) Q (Variabel) N (Variabel)
Ketidakteraturan 0.32 0.68 83.55
siklus menstruasi
Obesitas 0.25 0.74 71.04
Durasi tidur 0.30 0.70 80.64
Stress psikis 0.33 0.66 83.63
Aktivitas fisik 0.25 0.74 71.04
Usia menarche 0.28 0.72 77.41
Merokok 0.51 0.48 94.00
34
3.7.6 Peneliti melapor, meminta izin dan persetujuan dari Kantor Kecamatan
Kebon Jeruk untuk melakukan penelitian pada lingkungan wilayah
Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode September 2017.
3.7.7 Peneliti melapor, meminta izin dan persetujuan Puskesmas Kelurahan
Kedoya Selatan untuk melakukan penelitian di SMA Tarbiyatul wilayah
Kelurahan Kedoya Selatan.
3.7.8 Peneliti melapor, meminta izin, persetujuan dan mengumpulkan data siswi
SMA dari SMA Tarbiyatul wilayah Kelurahan Kedoya Selatan.
3.7.9 Peneliti melakukan pengumpulan data primer dengan meminta responden
yang memenuhi kriteria mengisi kuesioner, pengukuran tinggi badan dan
berat badan.
3.7.10 Peneliti melakukan pengolahan data berupa editing, verifikasi, dan koding
terhadap data primer milik responden yang sudah dikumpulkan.
Selannjutnya dimasukkan dan diolah dengan menggunakan program
komputer, yaitu program SPSS (Statistical Package for Social Science)
versi 16.0.
3.7.11 Data yang didapat disajikan dengan tekstular dan tabular.
3.7.12 Peneliti melakukan pengolahan, analisis data dan interpretasi data.
3.7.13 Pelaporan hasil penelitian.
3.8 Variabel
Dalam penelitian ini digunakan variabel terikat (dependen) dan variabel
bebas (independen). Variabel terikat berupa ketidakteraturan siklus menstruasi.
Variabel bebas berupa status gizi, durasi tidur, stress psikis, usia menarche,
aktivitas fisik, dan merokok.
- Siklus teratur : siklus yang terjadi dalam 21-35 hari dilihat dari 3
periode terakhir secara berturut-turut.
- Siklus tidak teratur : satu atau lebih siklus yang terjadi <21 hari atau
>35 hari dilihat dari 3 periode terakhir secara berturut-turut.
Cara ukur : Massa tubuh (kg) dibagi tinggi badan kuadrat (m) dalam satuan
kilogram per meter persegi.
Hasil ukur :
36
Kategori Koding
Tidak Obesitas 0
Obesitas 1
Kategori Koding
< 11 tahun 0
11 15 tahun 1
> 15 tahun 2
Cara ukur : Responden mengisi checklist pada kolom stress yang telah
tersedia.
Hasil ukur :
Kategori Koding
Normal 0
Ringan 1
Sedang 2
Parah 3
Sangat parah 4
Definisi :Kegiatan olah fisik yang sengaja rutin dilakukan secara berulang-
ulang.
Alat ukur :Kuesioner
Cara ukur :Responden mengisi pilihan pada bagian yang telah tersedia di
dalam kuesioner.
Hasil ukur :
Kategori Koding
Kurang 0
Cukup 1
Lebih 2
38
3.9.3.5 Kebiasaan Merokok
Definisi :Aktivitas responden yang berhubungan dengan kebiasaan
menghisap rokok, yang diukur melalui intensitas, waktu, dan
tujuan merokok dalam kehidupan sehari-hari.
Alat ukur :Kuesioner
Cara ukur :Responden mengisi checklist pada kolom kebiasaan merokok
yang telah tersedia. Dikatakan memiliki kebiasaan merokok
apabila responden menjawab ya paling sedikit 5 dari 8
pernyataan.
Skala : Kategorik Nominal
Hasil Ukur :
- Tidak memiliki kebiasaan merokok
- Memiliki kebiasaan merokok
Kategori Koding
Tidak memiliki kebiasaan merokok 0
Memiliki kebiasaan merokok 1
Kategori Koding
>= 8.5 jam 0
< 8 jam 1
39
3.10 Teknik Pengelolaan Data, Analisis, dan Penyajian Data
3.10.1 Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui kuesioner, pengukuran tinggi badan
menggunakan microtoise dan berat badan menggunakan timbangan
manual.
3.10.2 Pengolahan Data
Data-data yang telah dikumpulkan diolah melalui proses editing,
verifikasi, dan koding, kemudian data diolah dengan menggunakan
program komputer yaitu program SPSS. Pengolahan data untuk penelitian
ini diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS yang terdiri dari beberapa
tahap, yaitu:
3.10.2.1 Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran
data yang diperoleh atau editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
3.10.2.2 Koding
Koding merupakan catatan untuk memberikan kode
numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.
3.10.2.3 Tabulasi
Pada tahap ini, jawaban-jawaban responden yang sama
dikelompokkan dengan teliti dan teratur lalu dihitung dan
dijumlahkan kemudian dituliskan dalam bentuk tabel-tabel.
40
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis hubungan
antara setiap variabel independen yang diteliti dengan variabel dependen.
Derajat kemaknaan () yang digunakan adalah 0.05, yang berarti dalam
100 kali menolak H0 ada 5 kali menolak H0 padahal H0 benar; disebut
juga tingkat kepercayaan 95%. Keputusan dari hasil uji statistik
menggunakan p-value. Nilai p atau p-value diperlukan untuk mengetahui
sampai sejauh mana perbedaan yang terjadi (bermakna atau tidak
bermakna) antara dua kategori atau lebih yang dibandingkan. Jika p-value
maka H0 ditolak atau ada hubungan yang bermakna diantara kedua
variabel, sebaliknya jika p-value > maka H0 gagal ditolak atau tidak ada
hubungan yang bermakna diantara kedua variabel.
41
3.12 Sarana Penelitian
3.12.1 Tenaga
Penelitian dilakukan oleh tiga orang mahasiswa kepaniteraan ilmu
kedokteran masyarakat, dengan dibantu oleh satu orang pembimbing yaitu
dosen ilmu kedokteran masyarakat.
3.12.2 Fasilitas
Fasilitas yang tersedia berupa ruang perpustakaan, ruang diskusi,
timbangan digital, microtoise, lembar kuesioner, komputer, printer,
program SPSS ver.16, internet dan alat tulis.
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Tabel 4.1 Distribusi Siklus Menstruasi, Status Obesitas, Usia Menarche, Kebiasaan
Olahraga, Stress Psikis, Lama Waktu Tidur, dan Kebiasaan Merokok pada Siswi SMA
Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan, Jakarta Barat Periode September 2017
43
Tabel 4.2 Analisis Bivariat Hubungan antara Obesitas, Lama Waktu Tidur, Kebiasaan Merokok, Usia
Menarche, Stress Psikis, dan Kebiasaan Olahraga dengan Ketidakteraturan Siklus Menstruasi di SMA
Tarbiyatul Jakarta Barat Periode September 2017
Siklus Menstruasi
Uji Odd Ratio
Variabel Kategori Nilai P Hipotesis
Tidak Statistik (Confident Interval)
Teratur
teratur
Status Tidak Obesitas 47 8 Uji Chi-
0,000 Ditolak 9,76(CI 95%, 3,93-
Obesitas Obesitas 14 32 Square 24,22)
Lama >=8.5 jam 32 22 1.34(CI 95%,0,61-
Uji Chi-
Waktu 0,456 Diterima 2.91)
Square
Tidur < 8.5 jam 26 24
Tidak 1.77(CI 95%,0.60-
Kebiasaan 51 37 Uji Chi-
merokok 0,293 Diterima 5,19)
Merokok Square
Merokok 7 9
<11 tahun 16 16
Usia Uji Chi-
0,118 Diterima
Menarche 11-15 tahun 38 22 Square 0.57 ; 3.45
> 15 tahun 4 8
Normal 7 5
Kurang 28 21
Kebiasaan Uji Chi- 0.79 ;1.35
0,828 Diterima
Olahraga Cukup 17 16 Square
Lebih 13 9
44
BAB V
PEMBAHASAN
5.1.2 Sebaran Status Obesitas di SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan Jakarta
Barat Periode September 2017
Sebaran status obesitas dengan total subyek penelitian 104 sampel,
dengan proporsi siswi yang obesitas menurut WHO dengan IMT >=30 kg/m2
sejumlah 38 orang (36.5%) dan proporsi yang tidak obesitas dengan jumlah 66
(63.5%). Sebaran status obesitas menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia dengan IMT >27 kg/m2 adalah sejumlah 43 orang (41.3%) dan
proporsi yang tidak obesitas dengan jumlah 61 orang (58.7%). Rata-rata tinggi
badan siswi SMA Tarbiyatul 153,41 cm, sedangkan rata-rata berat badan siswi
SMA Tarbiyatul 58.06 kg. IMT rata-rata siswi SMA Tarbiyatul 24,80 kg/m2
45
dimana menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia masih dalam status
gizi yang normal. Dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah siswi SMA
Tarbiyatul Jakarta Barat Periode September 2017 tidak menderita obesitas.
5.1.3 Sebaran Usia Menarche di SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan Jakarta
Barat Periode September 2017
Sebaran usia menarche pada siswi di SMA Tarbiyatul Jakarta Barat
dengan total subyek penelitian 104 sampel, proporsi siswi yang usia menarche
<11 tahun sejumlah 32 orang (30.8 %), siswi dengan usia menarche 11-15
tahun sejumlah 60 siswi (57.7%) dan proporsi siswi dengan usia menarche >15
tahun sejumlah 12 siswi (11.5%). Dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah
siswi SMA Tarbiyatul Jakarta Barat mengalami menarche yang normal pada
rentang usia 11-15 tahun.
5.1.5 Sebaran Stress Psikis di SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan Jakarta
Barat Periode September 2017
Sebaran stress psikis pada siswi SMA Tarbiyatul Jakarta Barat Periode
September 2017 dengan total subyek penelitian 104 sampel, dengan proporsi
tingkat stress normal sebanyak 12 orang (11.5%), tingkat stress ringan
sebanyak 25 orang (24%), tingkat stress sedang sebanyak 28 orang (26.9%),
tingkat stress parah sebanyak 29 orang (27.9%) dan tingkat stress sangat parah
46
pada 10 orang (9.6%). Dapat disimpulkan bahwa proporsi tingkat stress parah
menjadi proporsi terbesar pada siswi SMA Tarbiyatul Jakarta Barat.
5.1.6 Sebaran Lama Waktu Tidur di SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan
Jakarta Barat Periode September 2017
Sebaran lama waktu tidur di SMA Tarbiyatul Jakarta Barat Periode
September 2017 dengan total subyek penelitian 104 sampel, dengan proporsi
kelompok siswi yang rata-rata durasi tidurnya < 8.5 jam adalah sebanyak 50
orang (48.1%) dan yang >=8.5 jam sejumlah 54 orang (51.9%). Dapat
disimpulkan bahwa lebih dari setengah siswi SMA Tarbiyatul memiliki durasi
atau lama waktu tidur yang cukup yaitu >=8.5 jam.
5.2.2 Hubungan Lama Waktu Tidur dengan Ketidakteraturan Siklus Menstruasi pada
Siswi SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan Jakarta Barat Periode
September 2017
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara
lama waktu tidur dengan ketidakteraturan siklus menstruasi dan diuji
menggunakan Chi-square didapatkan nilai p=0.456 (p>0.05) yang berarti H0
ditolak sehingga tidak ada hubungan antara lama waktu tidur dengan
ketidakteraturan siklus menstruasi.
Hal ini sejalan dengan penelitian Eun Kyung Jung (2017) tentang
prevalensi ketidakteraturan siklus menstruasi dan faktor-faktor yang berkaitan
pada wanita usia 19-40 tahun di Korea bahwa durasi tidur tidak memiliki
hubungan yang signifikan terhadap ketidakteraturan siklus menstruasi
(p=0.419, p>0.05).50
49
dikatakan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap siklus menstruasi
(p=0,41).50
5.2.5 Hubungan Stress Psikis dengan Ketidakteraturan Siklus Menstruasi pada Siswi
SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan Jakarta Barat Periode September
2017
Berdasarkan tabel 4.7 bahwa hubungan antara pengaruh stress psikis
dengan ketidakteraturan siklus menstruasi dan diuji menggunakan Chi-square
didapatkan nilai p=0.002 (p<0.05) yang berarti H0 ditolak sehingga ada
hubungan antara stress psikis dengan ketidakteraturan siklus menstruasi. Hal
ini sejalan dengan penelitian Achmad (2011) tentang hubungan antara tingkat
stress dengan ketidakteraturan siklus menstruasi didapatkan pada hasil uji
statistik bahwa ada hubungan antara stres psikologis dengan siklus menstruasi
pada sisiwi di SMAN 5 Cimahi (p-value = 0,040).58 Hal ini juga sejalan dengan
penelitian Mi Yu (2016) mengenai hubungan antara masalah kesehatan jiwa
dengan ketidakteraturan siklus menstruasi pada remaja di Korea, didapatkan
hasil kejadian ketidakteraturan siklus haid cenderung meningkat seiring dengan
peningkatan masalah kesehatan jiwa (p-value = 0.016). Pada penelitian ini,
dikatakan ketidakteraturan siklus haid berhubungan secara signifikan dengan
tingginya tingkat stress dan mood depresif.59 Penelitian lain yang memiliki hasil
serupa adalah penelitian Eun-Kyung Jung (2017) tentang prevalensi
ketidakteraturan siklus menstruasi dan faktor-faktor yang berkaitan pada wanita
usia 19-40 tahun di Korea dimana prevalence ratio untuk stress psikologis
adalah 1.46 (95% CI 1.111.92). Penelitian ini menyatakan bahwa stress psikis
merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap ketidakteraturan siklus
menstruasi pada wanita berusia 19-40 tahun. Penelitian ini mengatakan, dari
berbagai variabel yang diteliti, stress psikis merupakan faktor yang paling
signifikan terhadap peningkatan resiko ketidakteraturan siklus menstruasi.50
50
Berdasarkan tabel 4.8 bahwa hubungan antara kebiasaan olahraga
dengan ketidakteraturan siklus menstruasi dan diuji menggunakan Chi-square
didapatkan nilai p=0.828 (p>0.05) yang berarti H0 diterima sehingga tidak ada
hubungan antara kebiasaan olahraga dengan ketidakteraturan siklus menstruasi.
Hal ini bertentangan dengan penelitian Hidayati (2012) mengenai hubungan
antara kebiasaan olahraga dengan kejadian oligomenore dengan populasi
penelitian ini adalah remaja putri di SMK Widyapraja Ungaran. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan kebiasaan olahraga dengan
kejadian oligomenore pada remaja putri di SMK Widyapraja Ungaran
Kabupaten Semarang, dengan p-value sebesar 0,039 ( = 0,05).53 Hal
bertentangan juga dapat dilihat dari penelitian Kurniawan AF (2016) mengenai
pengaruh olahraga terhadap keteraturan siklus menstruasi pada mahasiswi
fakultasi Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. Pada penelitian ini
didapatkan nilai p-value <0.05 atau bermakna pada frekuensi dan durasi
kebiasaan olahraga terhadap ketidakteraturan siklus menstruasi.56
51
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
6.2 Saran
52
6.2.1. Bagi Remaja Putri
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdelmoty HI, et al. Menstrual patterns and disorders among secondary school
adolescents in Egypt. A cross-sectional survey. BMC Women's Health:2015;p.1-6
2. Cakir M et al. Okten, A Menstrual pattern and common menstrual disorders
among university students in Turkey. Pediatrics International:2007; 49:938942.
3. Lee LK, Chen PCY, Lee KK, Kaur J. Menstruation among adolescent girls in
Malaysia: a cross-sectional school survey. Singapore Med: 2006; 47(10):869.
4. Harlow SD, Campbell OMR. Epidemiology of menstrual disorders in developing
countries: a systematic review. BJOG: an International Journal of Obstetrics and
Gynaecology Vol. 111:2007; p. 616
5. Kadir RA, Edlund M, Von Mackensen S. The impact of menstrual disorders on
quality of life in women with inherited bleeding disorders. Haemophilia: 2010:p.
832839.
6. Symphorosa SC, et al. Menstrual problems and health-seeking behavior in Hong
Kong Chinese girls.Hong Kong Med J. 2009; 15:p.18-23.
7. Sianipar, Olaf dkk. Prevalensi Gangguan Menstruasi dan Faktor-faktor yang
Berhubungan pada Siswi SMU di Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur. Artikel
Penelitian Fakultas Kedokeran Universitas Indonesia Juli 2009: 2009.
8. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI:2013
9. Lambert-Messerlian G et al. First assessment of menstrual cycle function and
reproductive endocrine status in Samoan women. Human Reproduction (Oxford,
England), 2011,26:p. 25182524.
10. Chang P-J et al. Risk factors on the menstrual cycle of healthy Taiwanese college
nursing students. Australian and New Zealand Journal of Obstetrics and
Gynaecology, 2009, 49:p.689694.
11. Allsworth JE et al. The influence of stress on the menstrual cycle among newly
incarcerated women. Womens Health Issues, 2007, 17:p.202209.
12. Departemen Kesehatan RI. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta. 2014; p.1.
13. Hall J. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiogi kedokteran. 12th ed. Singapura:
Elsevier Health Sciences; 2014.h.1069-1085.
54
14. Nelson, L. Menstruation and the menstrual cycle fact sheet. Office on Womens
Health, US Department of Health and Human Services; 2009.
15. Maffulli N, Chan KM, Macdonald R, Malina RM, Parker T. Sport Medicine for
Specific Ages and Abilities. In: Wong MWN, To WWK, Chan KM. dance
Medicine. Diunduh dari URL: https://www.us.elsevierhealth.com. pada tanggal 11
September 2017.
16. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC; 2009.h. 833-45.
17. Syafiq A, Setiarini A, Utari DM, Achadi EL, Fatmah, Kusharisupeni. Gizi dan
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rajagrafindo Persada; 2007.
18. Manuaba IBG. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan; 2009.
19. Sidarwan, Sugondo. Obesitas. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Pusat
20. Budiyanto. Diet Therapy pada Obesitas . Gizi dan kesehatan. UMM Press,
Madang. 2002;h.47 55.
21. World Health Assembly resolution WHA57. On a global strategy on diet,
physical activity and health. Geneva, World Health Organization. 2004.
22. Carroquino MJ. Prevalence of overweight and obesity in children and adoles-
cents.European Environment and Health Information System. Institute of Health
Carlos III,2009;p.1-7.
23. Ogden CL, Carroll MD, Curtin LR, et al. Prevalence of high body mass index in
US children and adolescents, 20072008. JAMA 2010; 303: 242-9.
24. National Center for Health Statistics. Health, United States, 2004 with Chartbook
on Trends in the Health of Americans .Hyattsville, MD; 2004.
25. Ebbeling CB, Pawlak DB, Ludwig DS. Childhood obesity: public-health crisis,
common sense cure. The Lancet. 2002;360(9331):473482.
26. Lissau I, Overpeck MD, Ruan WJ, Due P, Holstein BE, Hediger ML. Body mass
index and overweight in adolescents in 13 European Countries, Israel, and the
United States. Archives of Pediatrics and Adolescent Medicine. 2004;158(1):27
33.
27. Must A, Anderson SE. Body mass index in children and adolescents:
considerations for population-based applications. International Journal of Obesity.
2006;30(4):590594.
55
28. Reilly JJ. Diagnostic accuracy of the BMI for age in paediatrics. International
Journal of Obesity. 2006;30(4):595597.
29. Bibiloni MM, Pons A, Tur, JA. Prevalence of Overweight and Obesity in
Adolescents: A Systematic Review. Hindawi Publishing Corporation,2013;p.1-14.
30. Pedoman Praktis Untuk Mempertahankan Berat Badan Normal Berdasarkan
Indeks Massa Tubuh dengan Gizi Seimbang. Departemen Kesehatan.2012
Diunduh dari gizi.depkes.go.id/wp-content/.../ped-praktis-stat-gizi-dewasa.doc
pada 11 September 2017.
31. Waist circumference and waisthip ratio: report of a WHO expert consultation,
Geneva, 811 December 2008. WHO:2011; hlm 5-20.
32. Lee JC, Yu BK, Byeon JH, Lee KH, Min JH, Park SH. A study on the
menstruation of Korean adolescent girls in Seoul. Korean J Pediatr. 2011 May;
54(5): p.201206.
33. Linda, Danny, Heffner, Schust. At a Glance Sistem reproduksi. Edisi kedua.
Erlangga: Jakarta, 2005;p38-9.
34. Nurlaila, Hazanah S, Shoufiah R. Hubungan stres dengan siklus menstruasi pada
mahasiswa usia 18-21 tahun. Jurnal Husada Mahakam 3(9),2015;p.452-521.
35. Romans SE, Kreindler D, Einstein G, et al. Sleep quality and the menstrual cycle.
Sleep Med 2015;16(4):p. 489-95.
36. Arborelius L, Owens MJ, Plotsky PM, Nemeroff CB. The role of corti- cotropin-
releasing factor in depression and anxiety disorders. J Endocrinol vol 160: 1999;
p.112.
37. Vgontzas AN, Tsigos C, Bixler EO, Stratakis CA, Zachman K, Kales A, Vela-
Bueno A, Chrousos GP. Chronic insomnia and activity of the stress system: a
preliminary study. J Psychosom Res 45; 1998:p.2131.
38. Vgontzas AN, Bixler EO, Lin HM, Prolo P, Mastorakos G, Vela-Bueno A, Kales
A, Chrousos GP. Chronic insomnia is associated with nyctohemeral activation of
the hypothalamic-pituitary-adrenal axis: clinical implications. J Clin Endocrinol
Metab vol 86: 2001;p.37873794.
39. Rodenbeck A, Huether G, Ruther E, Hajak G. Interactions between evening and
nocturnal cortisol secretion and sleep parameters in patients with severe chronic
primary insomnia. Neurosci Lett: 2002; p. 159163.
40. Laughlin GA, Yen SS. Hypoleptinemia in women athletes: absence of a diurnal
rhythm with amenorrhea. J Clin Endocrinol Metabol. 1997;82: p.318 321.
56
41. Nam GE, Han KD, Lee GJ. Association between sleep duration and menstrual
cycle irregularity in Korean female adolescents,2017.Elsevier J Sleep
Medicine,(35);62-6.
42. Deligeoroglou E, Tsimaris P. Menstrual disturbances in puberty. Best Pract Res
Clin Obstet Gynaecol 2010;24:15771.
43. Sowinska-P E, Andrysiak-Mamos E, Jarzabek- Bielecka G, et al. Functional
hypothalamic amenorrhea diagnostic challenges, monitoring, and treatment.
Endokrynol Pol 2015;66:25260.
44. Yani N G. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Siklus Menstruasi pada Atlet
Kontingen PON XIX Jawa Barat di KONI Sulawesi Selatan. Makassar:Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanudin.2016.
45. Obesity and overweight. WHO;2016. Diunduh dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/ pada tanggal 11 September
2017.
46. Waist circumference and waisthip ratio: report of a WHO expert consultation,
Geneva, 811 December 2008. WHO:2011;p.15-6.
47. Samsulhadi. Ovarium polikistik dan permasalahannya. Dalam: Majalah Obstetri
dan Ginekologi: 1999; p. 9-13.
48. Kakisina P, Indra R. Peran leptin terhadap aktivitas maturation-promoting factor
(MPF) pada maturasi oosit. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang:2008.
49. Ko KM, Han K, Chung YJ, Yoon KH, Park YG, Lee SH. Association between
Body Weight Changes and Menstrual Irregularity: The Korea National Health
and Nutrition Examination Survey 2010 to 2012. J Endocrinol Metab . Seoul,
2017;32(2):248-256.
50. Wei SY, Schmidt MD, Dwyer T, Norman RJ, Venn AJ. Obesity and Menstrual
Irregularity: Associations With SHBG, Testosterone, and Insulin. Obesity:
2009:17(5);p. 10701076.
51. Jung EK, Kim SW, Ock SM, Jung KI, Song CH. Prevalence and related factors of
irregular menstrual cycles in Korean women: the 5th Korean National Health and
Nutrition Examination Survey (KNHANES-V, 20102012). Journal of
Psychosomatic Obstetrics & Gynecology, 2017;p.1-8.
52. Warren MP .The effect of intense excercise on the female reproductive system:
2012;p. 34-9.
57
53. De cree C. Sex steroid metabolism and menstrual irregularities in the excercising
female. Sport Med; 1998:p.1254-8.
54. Hidayati R, Apriatmoko R, Aniroh U. Hubungan kebiasaan olahraga dengan
kejadian oligomenore pada remaja putri di SMK Widyapraja Ungaran Kabupaten
Semarang. Ngudi Waluyo Ungaran: 2012.
55. Nattiv A, Loucks AB, Manore MM, Sanbom CF, Borgen JS, Warren MP. The
Female Athlete Triad. American College of Sports Medicine 2007; p. 1867-1882.
56. Asmarani R. Pengaruh Olahraga terhadap Siklus Haid Atlit [skripsi]. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2010.
57. Kurniawan AF, Trisetiyono Y, Pramono D. Pengaruh olahraga terhadap
keteraturan siklus menstruasi pada mahasiswa Fakultas Keolahragaan Universitas
Negeri Semarang tahun 2016. Jurnal Kedokteran Dipenogoro Vol 5.
Semarang;2016:p.298-306.
58. Toufexis D, Rivarola MA, Lara H, Viau V. Stress and the reproductive axis. J
Neuroendocrinol: 2014;p. 57386.
59. Hubungan Asupan Gizi, Aktivitas Fisik, Menstruasi Dan Anemia Dengan Status
Gizi Pada Siswi Madrasah Aliyah. Basri Aramiko, et al . SEL Jurnal Penelitian
Kesehatan Vol.4 No.1, Juli 2017, 21-30.
60. Yu M, Han KD, Nam GE. The association between mental health problems and
menstrual cycle irregularity among adolescent Korean girls. Journal of Affective
Disorders,2016;p.1-27.
61. Romans SE, Kreindler D, Einstein G, et al. Sleep quality and the menstrual cycle.
Sleep Med 2015;16(4):p. 489-95.
62.
Matricciani LA, Olds TS, Blunden S, Rigney G, Williams MT. Never enough
sleep: a brief history of sleep recommendations for children. Pediatrics.
2012;129(3):54856.
63. Arborelius L, Owens MJ, Plotsky PM, Nemeroff CB. The role of corti- cotropin-
releasing factor in depression and anxiety disorders. J Endocrinol vol 160: 1999;
p.112.
64. Vgontzas AN, Tsigos C, Bixler EO, Stratakis CA, Zachman K, Kales A, Vela-
Bueno A, Chrousos GP. Chronic insomnia and activity of the stress system: a
preliminary study. J Psychosom Res 45; 1998:p.2131.
65. Vgontzas AN, Bixler EO, Lin HM, Prolo P, Mastorakos G, Vela-Bueno A, Kales
A, Chrousos GP. Chronic insomnia is associated with nyctohemeral activation of
58
the hypothalamic-pituitary-adrenal axis: clinical implications. J Clin Endocrinol
Metab vol 86: 2001;p.37873794
66. Rodenbeck A, Huether G, Ruther E, Hajak G. Interactions between evening and
nocturnal cortisol secretion and sleep parameters in patients with severe chronic
primary insomnia. Neurosci Lett: 2002; p. 159163.
67. Laughlin GA, Yen SS. Hypoleptinemia in women athletes: absence of a diurnal
rhythm with amenorrhea. J Clin Endocrinol Metabol. 1997;82: p.318 321.
68. Prawiroharjo S. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2011.
69. Rowland A, Baird D, Long S, Wegienka G, Harlow S, Alavanja M et al. Influence
of Medical Conditions and Lifestyle Factors on the Menstrual Cycle. J.
Epidemiology. 2002;13(6):668-674
70. Kaplowitz P: Pubertal development in girls: secular trends. Current Opinion in
Obstetrics & Gynecology. 2006, 18 (5): 487-491.
71. National Health Service UK. Irregular periods. 2015. Diunduh dari
http://www.nhs.uk/Conditions/Periods-irregular/Pages/Introduction.aspx pada
tanggal 12 September 2017.
72. Windham GC, Elkin EP, Swan SH, Waller KO, Fenster L. Cigarette Smoking and
Effects on Menstrual Function . J Obstet Gynecol. Vol. 93, No. 1, 1999. P. 59-65.
59
LAMPIRAN 1
JAKARTA
NO : 01/IX/PKLKS/2017 Kepada
Jakarta
Dengan Hormat.
Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan dan atas kerja samanya kami
ucapkan terima kasih.
Kepala Puskesmas
NIP. 198805092014032001
60
LAMPIRAN 2
62
28,51
51 R 0 65 1,51
17,6
52 R 0 42 1,545
23,81
53 SN 0 37 1,52
17,95
54 IP 0 38 1,455
28,5
55 AJ 1 50 1,595
32,15
56 RA 1 48 1,465
22,35
57 ZA 1 53 1,54
20,5
58 AZ 0 48 1,53
17,57
59 DH 0 39 1,49
21,18
60 AD 0 43 1,425
19,82
61 RN 0 44 1,49
30,39
62 NR 0 73 1,55
33,93
63 C 0 60 1,545
18,86
64 DA 0 43 1,51
11 AK 1 32,46
65 PA 1 84 1,56
22,81
66 AD 1 52 1,51
31,4
67 YW 1 56 1,53
30,7
68 SP 1 47 1,51
20,06
69 AB 1 52 1,61
26,29
70 PR 1 58 1,62
28,5
71 MH 1 49 1,475
17,47
72 SH 1 38 1,475
31,62
73 TR 1 44 1,535
24,61
74 EW 1 42 1,65
21,64
75 RA 0 53 1,565
26,67
76 PA 0 67 1,585
63
17,58
11 AK4 77 CA 0 45 1,6
33
78 KN 1 70 1,605
28,44
79 R 1 72 1,535
20,44
80 NAS 0 52 1,595
30,35
81 NN 1 45 1,535
20,95
82 NM 0 50 1,545
17,51
83 JWN 1 41 1,53
22,52
84 MR 0 50 1,49
18,92
85 LO 0 42 1,49
21,33
86 RS 0 48 1,5
31,14
87 DH 1 69 1,51
16,78
88 AS 1 37 1,485
19,68
89 NR 0 51 1,61
12 AK 1 20,7
90 MA 0 53 1,6
30,29
91 SN 0 46 1,425
22,51
92 SN 0 47 1,445
16,85
93 NHP 0 41 1,56
29,22
94 PS 1 62 1,48
18,49
95 SW 0 43 1,525
15,05
96 ML 0 35 1,525
25,2
97 WL 0 42 1,53
30,18
98 WD 0 67 1,49
12AK2
21,37
99 N 0 51 1,545
32,41
100 SM 1 49 1,61
20,36
101 YY 1 44 1,47
17,09
102 S 0 40 1,53
64
34,39
103 H 1 46 1,53
17,91
104 YS 1 45 1,585
65
34 DH 0 1 2 2 1 0
35 ES 1 1 2 4 1 0
36 TPR 0 1 0 2 1 0
37 I 0 1 2 2 1 0
38 DDA 0 1 2 1 0 0
39 EP 0 1 1 1 1 0
40 RM 0 1 2 1 1 0
41 FH 0 1 0 1 0 0
42 AS 0 1 1 3 0 0
43 IP 0 2 1 2 0 0
44 SD 0 1 1 1 0 1
45 AN 0 2 2 3 0 0
46 SR 0 0 0 2 0 0
47 KP 0 1 1 3 1 0
48 R 0 0 0 3 1 0
49 HR 1 1 0 3 0 0
50 DR 1 2 2 3 0 0
51 R 0 1 1 4 0 0
52 R 0 1 2 2 0 0
11 PM 1
53 SN 0 1 2 1 0 0
54 IP 0 1 2 2 0 0
55 AJ 0 2 0 4 1 0
56 RA 0 1 1 3 0 0
57 ZA 0 0 2 3 1 1
58 AZ 0 0 2 3 0 0
59 DH 0 1 0 3 1 0
60 AD 0 1 0 3 0 0
61 RN 0 0 1 3 0 0
62 NR 1 1 2 4 0 1
63 C 0 1 2 4 0 1
11 AK 1 64 DA 0 0 2 2 0 0
65 PA 1 1 1 3 0 1
66 AD 0 0 1 2 1 0
67 YW 0 0 1 1 0 0
68 SP 0 0 2 2 0 0
69 AB 0 0 2 4 0 1
70 PR 0 0 0 2 0 0
71 MH 0 1 0 2 0 1
72 SH 0 1 2 3 1 0
66
73 TR 0 1 1 4 1 0
74 EW 0 1 2 1 1 0
75 RA 0 1 1 2 1 0
76 PA 0 1 1 1 1 0
77 CA 0 1 0 2 1 0
78 KN 0 1 1 3 0 0
11 AK4 79 R 1 2 0 3 0 0
80 NAS 0 1 0 1 0 0
81 NN 0 1 1 2 1 0
82 NM 0 1 2 4 0 0
83 JWN 0 1 2 3 0 0
84 MR 0 1 2 2 0 0
85 LO 0 1 2 3 1 1
86 RS 0 1 2 1 1 1
87 DH 1 0 2 3 1 1
88 AS 0 2 2 3 1 1
89 NR 0 0 2 2 1 0
12 AK 1 90 MA 0 1 1 0 0 0
91 SN 0 1 1 3 0 0
92 SN 0 1 2 3 0 1
93 NHP 0 1 0 2 1 0
94 PS 0 0 1 3 1 0
95 SW 0 0 2 2 1 0
96 ML 0 0 2 2 1 0
97 WL 0 0 2 1 0 0
98 WD 1 0 2 2 0 0
99 N 0 0 2 1 1 0
12AK2
100 SM 0 0 0 3 0 0
101 YY 0 0 1 4 0 0
102 S 0 0 1 3 1 0
103 H 0 0 2 4 1 0
104 YS 0 0 2 3 0 0
67
LAMPIRAN 3
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Obesitas dengan Ketidakteraturan Siklus Menstruasi pada Siswi
SMA
Nama Enumerator :
Tanggal Pengambilan data :
Nomor Responden:
A. IDENTITAS SAMPEL
1. Nama lengkap :
2. Tanggal lahir / usia :
3. Alamat :
4. No. Telp / HP :
5. Pekerjaan :
B. DATA ANTROPOMETRI
Berat Badan : kg
Tinggi Badan : cm
Isilah pertanyaan dibawah ini yang menurut Anda sesuai dengan diri Anda
Apabila Anda menjawab Ya pada pertanyaan diatas, jawablah pertanyaan berikut ini :
3 STRESS
Berilah tanda check list () pada pernyataan dibawah ini sesuai pilihan anda
Keterangan:
2 : Sering
69
No. Aspek Penilaian 0 1 2 3
70
22. Anda sulit untuk beristirahat
36. Ketakutan
41. Gemetar
71
4 Kebiasaan Merokok Responden
Berilah tanda check list () pada pernyataan dibawah ini sesuai pilihan anda
Pilihan Jawaban
No. Pertanyaan
Ya Tidak
1. Saya memiliki kebiasaan merokok
Sampai saat ini saya sudah merokok selama lebih dari 6
2.
bulan
3. Saya memiliki kebiasaan merokok setiap hari
4. Saya merokok paling sedikit 1 batang per hari
Saya memiliki waktu tertentu untuk merokok setiap
harinya (misalnya saat pagi hari sambil minum kopi,
5.
sepulang sekolah, setelah makan, saat nongkrong, saat
stress, saat bosan, dsb)
Saya merokok hanya untuk keperluan tertentu
6. (saat bertemu/bersama dengan orang tertentu, menghadiri
acara/pertemuan tertentu)
7. Rokok adalah salah satu kebutuhan utama saya
Saya biasanya merasa tidak nyaman/gelisah bila tidak
8.
merokok
72
LAMPIRAN 4
1. Analisis Univariat
a. Siklus Menstruasi
Siklus Menstruasi
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
b. Obesitas
Obesitas (status gizi)
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
73
c. Usia Menarche
Usia menarche
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
74
d. Kebiasaaan Olahraga
Kebiasaan Olahraga
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
e. Stress psikis
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Skala Sangat
10 9.6 9.6 100.0
Parah
75
f. Lama waktu tidur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
76
g. Merokok
Merokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
77
2. Analisis bivariat
a. Siklus menstruasi dengan obesitas
Crosstab
% within Siklus
81.0% 19.0% 100.0%
Menstruasi
% within Obesitas
77.0% 25.6% 55.8%
(status gizi)
% within Siklus
30.4% 69.6% 100.0%
Menstruasi
% within Obesitas
23.0% 74.4% 44.2%
(status gizi)
% within Siklus
58.7% 41.3% 100.0%
Menstruasi
% within Obesitas
100.0% 100.0% 100.0%
(status gizi)
78
Chi-Square Tests
Pearson Chi-
27.084a 1 .000
Square
Continuity
25.038 1 .000
Correctionb
Linear-by-Linear
26.824 1 .000
Association
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.02.
Risk Estimate
For cohort
Obesitas (status
2.663 1.690 4.194
gizi) = Tidak
Obesitas
For cohort
Obesitas (status .273 .155 .480
gizi) = Obesitas
79
b. Siklus menstruasi dengan usia menarche
Crosstab
Usia menarche
% within Usia
50.0% 63.3% 33.3% 55.8%
menarche
% within Siklus
34.8% 47.8% 17.4% 100.0%
Menstruasi
% within Usia
50.0% 36.7% 66.7% 44.2%
menarche
% within Siklus
30.8% 57.7% 11.5% 100.0%
Menstruasi
% within Usia
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
menarche
80
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-
4.272a 2 .118
Square
Linear-by-Linear
.072 1 .789
Association
Crosstab
Kebiasaan Olahraga
% within Siklus
22.4% 29.3% 48.3% 100.0%
Menstruasi
% within Kebiasaan
59.1% 51.5% 57.1% 55.8%
Olahraga
% within Siklus
19.6% 34.8% 45.7% 100.0%
Menstruasi
% within Kebiasaan
40.9% 48.5% 42.9% 44.2%
Olahraga
81
% within Siklus
21.2% 31.7% 47.1% 100.0%
Menstruasi
% within Kebiasaan
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Olahraga
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-
.378a 2 .828
Square
Linear-by-Linear
.000 1 .988
Association
Crosstab
Stress psikis
% within
58.3% 76.0% 71.4% 34.5% 20.0% 55.8%
Stress psikis
82
% of Total 6.7% 18.3% 19.2% 9.6% 1.9% 55.8%
Tidak Count 5 6 8 19 8 46
Teratur
% within
Siklus 10.9% 13.0% 17.4% 41.3% 17.4% 100.0%
Menstruasi
% within
41.7% 24.0% 28.6% 65.5% 80.0% 44.2%
Stress psikis
% within
Siklus 11.5% 24.0% 26.9% 27.9% 9.6% 100.0%
Menstruasi
% within
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Stress psikis
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-
17.477a 4 .002
Square
Linear-by-Linear
10.207 1 .001
Association
83
e. Siklus menstruasi dengan gangguan tidur
Crosstab
Gangguan tidur
% within Siklus
55.2% 44.8% 100.0%
Menstruasi
% within Gangguan
59.3% 52.0% 55.8%
tidur
% within Siklus
47.8% 52.2% 100.0%
Menstruasi
% within Gangguan
40.7% 48.0% 44.2%
tidur
% within Siklus
51.9% 48.1% 100.0%
Menstruasi
% within Gangguan
100.0% 100.0% 100.0%
tidur
84
Chi-Square Tests
Pearson Chi-
.555a 1 .456
Square
Continuity
.299 1 .584
Correctionb
Linear-by-Linear
.549 1 .459
Association
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.12.
Risk Estimate
For cohort
Gangguan tidur = 1.154 .788 1.688
> 8.5 jam
For cohort
Gangguan tidur = .859 .577 1.279
< 8.5 jam
85
f. Siklus menstruasi dan merokok
Crosstab
Merokok
% within Siklus
87.9% 12.1% 100.0%
Menstruasi
% within Siklus
80.4% 19.6% 100.0%
Menstruasi
% within Siklus
84.6% 15.4% 100.0%
Menstruasi
Chi-Square Tests
Pearson Chi-
1.107a 1 .293
Square
Continuity
.606 1 .436
Correctionb
Linear-by-Linear
1.097 1 .295
Association
86
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.08.
Risk Estimate
For cohort
Merokok = Tidak 1.093 .921 1.298
Merokok
For cohort
Merokok = .617 .249 1.531
Merokok
87
LAMPIRAN 5
88