Anda di halaman 1dari 88

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja akan ditandai


dengan suatu perubahan fisik dan psikologik yang disebut dengan pubertas.
Pubertas pada wanita salah satunya ditandai dengan munculnya haid atau
menstruasi. Gangguan menstruasi pada remaja wanita sering ditemukan
dikarenakan imaturitas relatif dari aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Gangguan
ini mungkin berkaitan dengan lamanya siklus menstruasi, atau jumlah dan
lamanya menstruasi. Seorang wanita dapat mengalami kedua gangguan itu.
Ketidakteraturan siklus menstruasi adalah kondisi dimana terjadinya pemanjangan
atau pemendekan siklus menstruasi. Berdasarkan lamanya siklus menstruasi terdiri
dari polimenore, oligomenore, dan amenore. Meskipun patologi ginekologis yang
serius jarang ditemukan pada kelompok usia ini, masalah menstruasi dapat
menjadi gejala dari kondisi tertentu seperti polycystic ovarian syndrome dan
endometriosis, dimana bila tidak terdiagnosis dan tidak diobati mungkin dapat
mengakibatkan komplikasi jangka panjang pada masa dewasa.1
Gangguan menstruasi seringkali berdampak pada kualitas hidup dari
remaja dan wanita dewasa muda. World Health Organization melaporkan 18 juta
wanita usia 30-55 tahun mengalami perdarahan yang berlebih saat menstruasi.
Prevalensi dari oligomenorrhea atau siklus haid lebih dari 35 hari berkisar dari 8%
- 22%. Laporan dari kejadian menstruasi yang tidak seperti biasanya pada 3 bulan
terakhir dalam penelitian multinegara oleh WHO berkisar dari 8% - 83%.2
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lee dan rekan-rekannya di
Malaysia, terdapat sebesar 75% wanita pada tahap remaja akhir mengalami
gangguan mesntruasi seperti menstruasi yang tertunda, ketidakteraturan, rasa nyeri
serta perdarahan yang banyak sehingga mengharuskan mereka untuk menemui
dokter.3 Pada penelitian yang dilakukan oleh Harlow, frekuensi dari siklus yang
tidak teratur pada wanita-wanita di negara berkembang berkisar antara 5% - 16%.4
Penelitian lainnya menunjukkan tingkat prevalensi yang tinggi dari
ketidakteraturan menstruasi pada siswi sekolah sebesar 65% dan masalah ini
mempengaruhi aktivitas sosial para wanita dan tingkat kehadiran di sekolah.5
1
Ketidakteraturan menstruasi dilaporkan pada 43% - 62% dari wanita pada tahun
pertama terjadinya menstruasi dan pada sebagian orang terus berlanjut selama 3 -
5 tahun.6 Diantara remaja wanita, dilaporkan terjadinya disfungsi menstruasi dan
diketahui berdampak pada kegiatan sehari-hari.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sianipar et al pada tahun 2009,
remaja wanita rentan mengalami gangguan pada tahun-tahun awal menstruasi.7
Menurut Riset Kesehatan Dasar, prevalensi rata-rata wanita umur 10-59 tahun
yang mengalami siklus menstruasi tidak teratur di Indonesia sebesar 13,7%,
sementara prevalensi di DKI Jakarta mencapai 17,2%.8 Dan pada penelitian
terbaru yang dilakukan di sebuah Sekolah Menengah Atas di Jakarta oleh Sianipar
et al pada tahun 2009 menunjukkan hasil bahwa terdapat 63,2% responden yang
mengalami gangguan menstruasi dengan gangguan pada siklus menstruasi sebesar
5%.7
Sebagian besar dari wanita pada penelitian lainnya dilaporkan menderita
oligomenorrhoea atau amenorrhoea dan hal ini dikaitkan dengan indeks masa
tubuh (IMT) dan komplikasi lainnya seperti polycystic ovary syndrome (PCOS),
hirsutism atau infertilitas.9 Gangguan menstruasi memiliki beberapa penyebab dan
penelitian lain dengan variabel yang berkaitan telah menemukan hubungan dengan
olahraga, IMT10, dan stress.11Penelitian ini sangat penting dilakukan karena
penelitian yang membahas hubungan obesitas dengan ketidakteraturan siklus
menstruasi di wilayah Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat belum pernah
dilakukan sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Ketidakteraturan siklus menstruasi adalah kondisi dimana terjadinya
pemanjangan atau pemendekkan siklus menstruasi.
1.2.2 Ketidakteraturan siklus menstruasi dapat menjadi gejala dari kondisi tertentu
seperti polycystic ovarian syndrome dan endometriosis, dimana bila tidak
terdiagnosis dan tidak diobati dapat mengakibatkan komplikasi jangka
panjang pada masa dewasa.
1.2.3 Tingginya prevalensi wanita usia 10-59 tahun yang mengalami siklus
menstruasi tidak teratur di Indonesia menurut data Riset Kesehatan Dasar
tahun 2010 yaitu sebesar sebesar 13,7%

2
1.2.4 Beberapa penelitian melaporkan bahwa wanita yang menderita oligomenore
atau amenore dikaitkan dengan indeks masa tubuh (IMT).
1.2.5 Belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara obesitas dan
ketidakteraturan siklus menstruasi serta faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pada siswi SMA Tarbiyatul di wilayah kecamatan Kebon
Jeruk Jakarta Barat periode September 2017.

1.3 Hipotesis
Adanya hubungan antara obesitas, usia menarche, merokok, gangguan
tidur, stress psikis, dan kebiasaan olahraga dengan ketidakteraturan siklus
menstruasi pada siswi SMA Tarbiyatul di wilayah kecamatan Kebon Jeruk Jakarta
Barat periode September 2017.

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
ketidakteraturan siklus menstruasi, hubungan antara obesitas dan
ketidakteraturan siklus menstruasi, dan faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan ketidakteraturan siklus menstruasi pada siswi SMA
Tarbiathul di wilayah kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat periode
September 2017.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.4.2.1 Diketahuinya sebaran ketidakteraturan siklus haid pada siswi SMA
Tarbiathul di wilayah kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat periode
September 2017.
1.4.2.2 Diketahuinya sebaran responden berdasarkan status gizi, usia
menarche, gangguan tidur, kebiasaan olahraga, merokok dan stress
psikis pada siswi SMA Tarbiathul di wilayah kecamatan Kebon
Jeruk Jakarta Barat periode September 2017.
1.4.2.3 Diketahuinya hubungan antara obesitas, usia menarche, gangguan
tidur, kebiasaan olahraga, merokok dan stress psikis terhadap
ketidakteraturan siklus menstruasi pada siswi pada siswi SMA
Tarbiathul di wilayah kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat periode
September 2017.
3
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
1.5.1.1 Memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam
menjalankan tugas.
1.5.1.2 Penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai hubungan
antara obesitas dan ketidakteraturan siklus haid bagi peneliti.
1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan
1.5.2.1 Mengamalkan Tri Darma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan
fungsi atau tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
masyarakat.
1.5.2.2 Mewujudkan Universitas Kristen Krida Wacana, khususnya
Fakultas Kedokteran, sebagai salah satu lembaga pendidikan yang
peduli terhadap penelitian ilmiah dibidang kesehatan.
1.5.3 Bagi Petugas Kesehatan
1.5.3.1 Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan dalam
melaksanakan penyuluhan kesehatan untuk mengatasi masalah
obesitas pada remaja putri sehingga mencegah terjadinya gangguan
siklus haid terutama pada remaja putri.
1.5.4 Bagi Siswi SMA
1.5.4.1 Sebagai tambahan pengetahuan tentang hubungan obesitas dengan
ketidakteraturan siklus menstruasi dan faktor-faktor lainnya yang
mempengaruhi ketidakteraturan siklus menstruasi.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Remaja

Menurut World Health Organization, remaja adalah penduduk dalam


rentang usia 10-19 tahun. Sedangkan, menurut peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang
usia 10-18 tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
(BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah.12

2.2. Definisi Menstruasi

Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal yang terjadi pada
seorang wanita, merupakan peristiwa terjadinya pengeluaran darah, lendir dan
sisa-sisa sel secara berkala yang berasal dari mukosa uterus dan terjadi relatif
teratur dimulai dari menarche sampai menopause, kecuali pada saat hamil dan
pengeluaran laktasi maka tidak terjadi menstruasi. Haid atau menstruasi
merupakan perdarahan secara periodik dan siklus dari uterus, disertai pelepasan
atau deskuamasi dinding endometrium yang mengalami peluruhan.13

2.3. Fisiologi Menstruasi

Panjang siklus haid adalah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu
dan mulainya haid yang baru. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama
siklus. Panjang siklus haid yang dianggap normal biasanya adalah 28 hari, tetapi
variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita
yang sama. Pada kakak beradik bahkan saudara kembar, siklusnya selalu tidak
sama. Lebih dari 90% wanita mempunyai siklus menstruasi antara 24 - 35 hari.13

Lama haid biasanya antara 3 6 hari, ada yang 1 2 hari dan diikuti darah
sedikit sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7 8 hari. Pada setiap wanita
biasanya lama haid itu tetap. Kurang lebih 50% darah menstruasi dikeluarkan
dalam 24 jam pertama. Cairan menstruasi terdiri dari autolisis fungsional, exudat
inflamasi, sel darah merah, dan enzym proteolitik. Siklus menstruasi normal pada

5
manusia dapat dibagi menjadi dua segmen : siklus ovarium dan siklus uterus.
Siklus ovarium lebih lanjut dibagi menjadi fase follikular dan fase luteal. Siklus
uterus juga dibagi sesuai fase proliferasi dan sekresi. Siklus ovarium digolongkan
seperti :

a. Fase folikuler : pada fase ini terjadi umpan balik hormonal yang
menyebabkan maturisasi follikel pada pertengahan siklus yang
dipersiapkan untuk ovulasi. Lama fase folikuler ini kurang lebih 10-14
hari.13
b. Fase luteal : fase waktu dari awal ovulasi sampai awal menstruasi, dengan
waktu kurang lebih 14 hari.13

2.3.1. Perubahan Ovarium dalam Siklus Haid

2.3.1.1. Ovarium Selama Masa Neonatus

Bayi baru lahir memiliki 400.000 folikel pada kedua ovarium.


Diameternya kurang lebih 1 cm, dengan berat sekitar 250 350 mg pada
waktu lahir. Pada masa ini seluruh oosit terdapat dalam bentuk follikel
primordial.14

2.3.1.2. Ovarium Selama Masa Anak-Anak

Pada masa anak anak fungsi ovarium masih belum normal.


Ovarium sebagian besar terdiri atas kortek yang mengandung banyak
follikel primordial. Follikel mulai berkembang akan tetapi tidak pecah dan
kemudian mengalami atresia insitu. Hormon hipofisis yang diperlukan
untuk ovulasi belum berfungsi dengan baik. Hormon gonadotropin baru
meningkat kadarnya pada usia 9 tahun yang menyebabkan produksi
estrogen juga meningkat. Peningkatan ini menyebabkan perkembangan
tanda kelamin sekunder pada wanita. Menarche biasanya terjadi setelah 2
tahun setelah itu.14

2.3.1.3. Ovarium Selama Usia Reproduksi

Masa reproduksi biasanya terjadi pada umur kira kira 12 16 tahun


dan berlangsung kurang lebih 35 tahun dalam hidup manusia. Pada

6
ovarium terjadi perubahan dimana follikel primordial tumbuh menjadi
besar serta banyak mengalami atresia, biasanya hanya sebuah follikel yang
tumbuh terus membentuk ovum dan pecah pada waktu ovulasi. Pada awal
pubertas germ cell berkurang dari 300.000 - 500.000 unit. Selama usia
reproduksi yang berkisar antara 35 40 tahun, 400 - 500 akan mengalami
ovulasi. Follikel akan berkurang sampai menjelang menopause dan tinggal
beberapa ratus pada saat menopause. Kira kira 10 15 tahun sebelum
menopause sudah terjadi peningkatan jumlah follikel yang hilang. Ini
berhubungan dengan meningkatnya hormon FSH. Dalam tahun
reproduksi, pematangan follikel akibat interaksi antara hipotalamus -
pituitari gonad.15
Mula mula sel sel yang berada di sekeliling ovum jumlahnya berlipat
ganda, kemudian diantara sel - sel ini muncul rongga yang berisi cairan
yang dinamankan liquor folliculi. Hal ini membuat ovum terdesak ke
pinggir dan terdapat di tengah tumpukan sel yang menonjol ke dalam
rongga follikel. Tumpukan sel dengan sel telur di dalamnya disebut
cumulus oophorus. Antara sel telur dan sel sekitarnya terdapat zona
pelluzida. Sel - sel granulosa lainnya yang membatasi ruang follikel
disebut membrane granulosa. Dengan tumbuhnya follikel jaringan
ovarium sekitar follikel tersebut terdesak keluar dan membentuk 2 lapisan,
yaitu theca interna yang banyak mengandung pembuluh darah dan theca
externa yang terdiri dari jaringan ikat yang padat. Follikel yang masak ini
disebut follikel de Graaf.14
Follikel de Graaf menghasilkan estrogen dimana tempat
pembuatannya terdapat di theca interna. Liquor follikuli yang terbentuk
terus menyebabkan tekanan didalam follikel makin tinggi, tetapi untuk
terjadinya ovulasi bukan hanya tergantung pada tekanan tinggi tersebut
melainkan juga harus mengalami perubahan perubahan nekrobiotik pada
permukaan follikel. Pada permukaan ovarium sel sel menjadi tipis hingga
pada suatu waktu follikel akan pecah dan mengakibatkan keluarnya liquor
follikuli bersama dengan ovumnya yang dikelilingi oleh sel sel cumulus
oophorus. Keluarnya sel telur dari folikel de Graaf disebut ovulasi.
Setelah ovulasi maka sel sel granulosa dari dinding folikel mengalami
perubahan dan mengandung zat warna yang kuning disebut korpus
7
luteum. Korpus luteum mengeluarkan hormon yang disebut progesterone
disamping estrogen. Tergantung apakah terjadi konsepsi (pembuahan) atau
tidak, korpus luteum dapat menjadi korpus luteum graviditatum atau
korpus luteum menstruationum. Jika terjadi konsepsi, corpus luteum
dipelihara oleh Hormone Chorion Gonadotropin yang dihasilkan oleh
sinsiotrofoblas dari korion.14

2.3.2. Fungsi Hormon - Hormon yang Terlibat dalam Siklus Menstruasi


Siklus menstruasi melibatkan kerja dari sejumlah sistem hormon yang
kompleks dan terkoordinasi dengan baik. Proses ini dipengaruhi oleh mekanisme
neuro endokrin yang sangat kompleks. Korteks serebri, hipofisis, ovarium dan
rangsangan eksterna dapat mempengaruhi fungsi reproduksi. Kelenjar hipofisis
dalam melakukan fungsinya dipengaruhi oleh hipotalamus. Hipotalamus sendiri
juga dipengaruhi oleh korteks serebri dan faktor - faktor eksterna. Ada suatu teori
yang menyatakan bahwa dengan jalan transducer, pengaruh eksterna disalurkan
melalui serabut serabut saraf tertentu dari berbagai sentrum dalam otak yang lebih
tinggi ke hipotalamus dan kemudian ke hipofisis.16

Hubungan sentrum yang lebih tinggi ke hipotalamus ke hipofisis bersifat


ganda. Hipotalamus dan neurohipofisis dihubungkan secara neural, sedang
hipotalamus dan bagian anterior hipofisis atau adenohipofisis secara neurohumoral
dengan sistem vaskular yang khas yang disebut sirkulasi portal hipofisis.
Hipotalamus mempengaruhi adenohipofisis dengan melepaskan releasing factor
(RF) atau releasing hormone (RH). Disamping itu hipotalamus juga mengeluarkan
zat yang menghambat adenohipofisis yang disebut dengan inhibiting factor (IF)
atau inhibiting hormone (IH).16

Hipofisis dibawah pengaruh releasing hormone, adenohipofisis


mengeluarkan hormon tropik dan hormon ovarium. Hormon tropik tersebut
adalah thyroid stimulating hormone (TSH), adrenocorticotrophin hormone
(ACTH), growth hormone (GH), melanocyt stimulating hormone (MSH), follicle
stimulating hormone (FSH), luteinzing hormone (LH), dan prolaktin; sementara
hormon ovariumnya, yaitu estrogen, progesteron, androgen, dan relaksin. Siklus
menstruasi dibawah pengaruh hormon FSH dan LH menyebabkan folikel primer
mulai berkembang dan memproduksi estrogen. Estrogen ini dikeluarkan oleh sel -
8
sel teka dari follikel. Sesudah folikel matang dan ovulasi terjadi, terbentuk korpus
luteum: sel sel granulosa dari korpus luteum mengeluarkan estrogen dan
progesteron. Sedangkan androsteron dan androstenadion merupakan produksi
dari stroma ovarium.16

Estrogen memegang peranan penting dalam perkembangan ciri - ciri


kelamin sekunder dan mempunyai pengaruh terhadap psikologi perkembangan
kewanitaan. Efek utama estrogen adalah pertumbuhan alat genital wanita dan
kelenjar mammae. Vulva dan vagina berkembang di bawah pengaruh estrogen,
hormon ini mempengaruhi jaringan epitel, otot polos, dan merangsang pembuluh
darah alat alat tersebut. Estrogen juga menyebabkan proliferasi epitel vagina ,
penimbunan glikogen dalam sel epitel yang oleh basil doderlein diubah menjadi
asam laktat sehingga menyebabkan pH vagina menjadi rendah.16

Progesteron serum mencapai maksimum lebih dari 10 ng/ml kira kira 1


minggu setelah ovulasi. Kadar progesteron yang bertambah dari <1 ng/ml menjadi
>5 ng/ml menunjukkan adanya ovulasi. Progesterone dapat berasal dari korpus
luteum, plasenta, dan adrenal. Progesteron memiliki beberapa fungsi sebagai
berikut , yaitu menyiapkan endometrium untuk implantasi blastokista; mencegah
kontraksi otot otot polos terutama uterus dan mencegah kontraktilitas uterus secara
spontan karena pengaruh oksitosin; menjadikan cervix uteri kenyal;
mempengaruhi tuba fallopi; merangsang natriuresis dan sebaliknya menambah
produksi aldosteron; merangsang pusat pernafasan sehingga respirasi bertambah;
mungkin menambah sekresi LH. dan tidak menekan produksi FSH dan tidak
berkhasiat dalam menghilangkan gejala gejala vasomotor pada masa menopause.13

Androgen dapat dibentuk oleh ovarium, terutama dalam sel sel stroma ;
androgen utamanya adalah androstenedion dengan daya androgen yang lemah
tetapi dapat diubah diperifer menjadi testosteron yang bersifat androgen kuat.
Peranan androgen pada wanita belum diketahui dengan pasti.16

2.3.3. Hubungan Hormon dengan Siklus Menstruasi


Dalam proses terjadinya ovulasi harus ada kerjasama antara korteks
serebri, hipotalamus, hipofisis, ovarium, glandula tiroidea, glandula supra
renalis dan kelenjar kelenjar endokrin lainnya. Yang memegang peranan
9
penting dalam proses tersebut adalah hubungan antara hipotalamus, hipofisis
dan ovarium (hyopothalamic-pituitary-ovarian axis).16
Beberapa saat sesudah haid mulai, pada fase follikuler dini, beberapa
follikel berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH
ini disebabkan oleh regresi korpus luteum, sehingga hormon steroid berkurang.
Dengan berkembangnya follikel, produksi estrogen meningkat, dan ini
menekan produksi FSH. Pada saat ini LH juga meningkat, namun peranannya
pada tingkat ini hanya membantu pembuatan estrogen dalam follikel.
Perkembangan follikel berahir setelah kadar estrogen dalam plasma meninggi.
Pada awalnya estrogen meninggi secara berangsur - angsur, kemudian dengan
cepat mencapai puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat
siklik dan dengan mendadak terjadi puncak pelepasan LH (LH-surge) pada
pertengahan siklus yang mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH yang meninggi
itu menetap kira kira 24 jam dan menurun pada fase luteal. Dalam beberapa
jam setelah LH meningkat, estrogen menurun dan mungkin inilah yang
menyebabkan LH menurun. Menurunnya estrogen mungkin disebabkan
perubahan morfologik pada follikel atau mungkin juga akibat umpan balik
negatif yang pendek dari LH terhadap hipotalamus. LH-surge yang cukup saja
tidak menjamin terjadinya ovulasi; follikel hendaknya pada tingkat yang
matang agar dapat dirangsang untuk brovulasi. Pecahnya folikel terjadi antara
16 24 jam setelah LH-surge.16

Pada fase luteal, setelah ovulasi sel - sel granulosa membesar membentuk
vakuola dan bertumpuk pigmen kuning (lutein), follikel menjadi korpus luteum.
Vaskularisasi dalam lapisan granulose juga bertambah dan mencapai
puncaknya pada hari ke 8 9 setelah ovulasi . Luteinized granulose cells dalam
korpus luteum membuat progesteron banyak, dan luteinized theca cells
membuat pula estrogen yang banyak sehingga kedua hormon itu meningkat
pada fase luteal. Mulai 10 12 hari setelah ovulasi korpus luteum mengalami
regresi berangsur - angsur disertai dengan berkurangnya kapiler - kapiler dan
diikuti oleh menurunnya sekresi progesteron dan estrogen.16

Masa hidup korpus luteum pada manusia tidak bergantung pada hormon
gonadotropin. Pada kehamilan hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh
adanya rangsangan dari Human Chorionic Gonadotropin (HCG) yang dibuat
10
oleh sinsiotrofoblast. Rangsangan ini dimulai pada puncak perkembangan
korpus luteum (8 hari pasca ovulasi), waktu yang tepat untuk mencegah
terjadinya regresi luteal. HCG memelihara steroidogenesis pada korpus luteum
hingga 9 10 minggu kehamilan. Kemudian fungsi ini diambil alih oleh
plasenta. Siklus endometrium terdiri dari 4 fase, yaitu:

1. Fase Menstruasi atau Deskuamasi


Pada masa ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus
disertai dengan perdarahan. Hanya lapisan tipis yang tinggal yang
disebut dengan stratum basale, stadium ini berlangsung 4 hari.
Dengan haid itu keluar darah, potongan potongan endometrium dan
lendir dari serviks. Darah tidak membeku karena adanya fermen yang
mencegah pembekuan darah dan mencairkan potongan potongan
mukosa. Hanya kalau banyak darah keluar maka fermen tersebut
tidak mencukupi hingga timbul bekuan - bekuan darah dalam darah
haid.16
2. Fase Post Menstruasi atau Stadium Regenerasi
Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan endometrium
secara berangsur angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput
lendir baru yang tumbuh dari sel sel epitel kelenjar endometrium.
Pada waktu ini tebal endometrium 0,5 mm, stadium sudah mulai
waktu stadium menstruasi dan berlangsung 4 hari.16
3. Fase Intermenstrum atau Stadium Proliferasi
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5
mm. Fase ini berlangsung dari hari ke 5 - 14 dari siklus haid. Fase
proliferasi dapat dibagi dalam 2 subfase yaitu :
a. Fase Proliferasi Dini
Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke 4 sampai
hari ke 9. Fase ini dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan
adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar.
Kelenjar kebanyakan lurus, pendek dan sempit. Bentuk kelenjar
ini merupakan ciri khas fase proliferasi; sel sel kelenjar
mengalami mitosis. Sebagian sediaan masih menunjukkan
suasana fase menstruasi dimana terlihat perubahan perubahan

11
involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboid. Stroma
padat dan sebagian menunjukkan aktivitas mitosis, sel selnya
berbentuk bintang dan lonjong dengan tonjolan tonjolan
anastomosis. Nukleus sel stroma relatif besar karena sitoplasma
relatif sedikit.16
b. Fase Proliferasi Akhir
Fase ini berlangsung pada hari ke 11 sampai hari 14. Fase
ini dapat dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan
dengan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk
pseudostratifikasi. Stroma bertumbuh aktif dan padat.16
4. Fase Pramenstrum atau Stadium Sekresi
Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke 14
sampai ke 28. Pada fase ini endometrium kira kira tetap tebalnya,
tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang, berkeluk keluk dan
mengeluarkan getah yang makin lama makin nyata. Dalam
endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang kelak
diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Memang tujuan
perubahan ini adalah untuk mempersiapkan endometrium menerima
telur yang dibuahi. Fase ini dibagi atas :16
a. Fase Sekresi Dini
Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada
fase sebelumnya karena kehilangan cairan, tebalnya 4
5 mm.16
b. Fase Sekresi Lanjut
Endometrium dalam fase ini tebalnya 5 6 mm.
Dalam fase ini terdapat peningkatan dari fase sekresi dini ,
dengan endometrium sangat banyak mengandung
pembuluh darah yang berkeluk keluk dan kaya dengan
glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan
perkembangan ovum. Sitoplasma sel sel stroma bertambah.
Sel stroma menjadi sel desidua jika terjadi kehamilan.16

12
2.4.Definisi Obesitas
Obesitas merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang serius di
seluruh dunia karena obesitas berperan dalam meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.17 Obesitas merupakan penyakit multifaktorial yang terjadi akibat
akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Bila
seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar
dan kemudian jumlahnya bertambah banyak.18 Obesitas dapat menyebabkan
gangguan siklus menstruasi melalui jaringan adiposa yang secara aktif
mempengaruhi rasio hormon estrogen dan androgen. Pada wanita yang mengalami
obesitas terjadi peningkatan produksi estrogen karena selain ovarium, jaringan
adiposa juga dapat memproduksi estrogen. Peningkatan kadar estrogen yang terus-
menerus secara tidak langsung menyebabkan peningkatan hormon androgen yang
dapat mengganggu perkembangan folikel sehingga tidak dapat menghasilkan folikel
yang matang.19,20

World Health Organization menyatakan bahwa prevalensi lebihnya berat


badan dan obesitas pada anak-anak telah mencapai tingkat epidemik di kebanyakan
negara-negara industri.21 Menurut International Obesity Task Force, definisi dari
kelebihan berat badan dan obesitas berdasarkan nilai persentil body mass index
(BMI) dengan usia dan gender adalah apabila BMI 25.0 dan 30.0 kg/m2.22
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, dikatakan obesitas adalah
dimana indeks massa tubuh baik pria maupun wanita 27.0 kg/m2.12

Prevalensi obesitas pada remaja usia 12-19 tahun telah meningkat dari 5.0%
menjadi 18.1%. Obesitas adalah hasil dari imbalans kalori (terlalu banyak konsumsi
kalori dibanding pengelurannya) dan dimediasi oleh faktor-faktor seperti genetik,
perilaku, dan lingkungan sehari-hari.23,24

Prevalensi berat badan berlebih (overweight) dan obesitas pada anak-anak dan
remaja telah meningkat secara global dan membuat obesitas adalah salah satu
masalah kesehatan kronis yang umum terjadi pada rentang usia ini dan juga pada
orang dewasa.25,26 Penggunaan body mass index for age untuk mendefinisikan
kelebihan berat badan dan obesitas pada anak-anak dan remaja sudah banyak
digunakan secara klinis maupun pada aplikasi program kesehatan.27,28 Grafik yang
paling sering digunakan adalah yang dibuat oleh Centers for Disease Control and
13
Prevention (CDC-2000), International Task Force (IOTF), dan grafik pertumbuhan
dari World Health Organization (WHO-2007) 2007 untuk usia 5 - 19 tahun.29

2.4.1. Pengukuran Status Gizi

2.4.1.1.Pengukuran Indeks Massa Tubuh

Dengan IMT akan diketahui apakah berat badan seseorang dinyatakan


normal, kurus atau gemuk. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung
dengan rumus berikut:30

Berat Badan (Kg)

IMT = -------------------------------------------------------

Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO,


yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Disebutkan
bahwa batas ambang normal untuk laki-laki adalah: 20,125,0; dan untuk
perempuan adalah : 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan tingkat
defesiensi kalori ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO
menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan
perempuan. Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang batas
laki-laki untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas
pada perempuan untuk kategorigemuk tingkat berat. Untuk kepentingan
Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalam klinis dan
hasil penelitian dibeberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil
kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:30

14
Tabel 1.1 Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Kategori IMT

Kurus < 17 kg/m2

Normal 17 23 kg/m2

Kegemukan 23 - 27 kg/m2

Obesitas >27 kg/m2

2.4.1.2.Lingkar Perut (LP)


Cara lain yang biasa dilakukan untuk memantau resiko kegemukan adalah
dengan mengukur lingkar perut. Ukuran lingkar perut yang baik yaitu tidak lebih
dari 90 cm untuk laki-laki dan tidak lebih dari 80 cm untuk
perempuan. Pengukuran lingkar perut lebih memberikan arti dibandingkan IMT
dalam menentukan timbunan lemak di dalam rongga perut (obesitas sentral)
karena peningkatan timbunan lemak di perut tercermin dari meningkatnya lingkar
perut. Pengukuran lingkar perut dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obesitas
abdominal atau sentral. Jenis obesitas ini sangat berpengaruh terhadap kejadian
penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus.30

Tabel 1.2 Standar Obesitas Sentral Berdasarkan Lingkar Perut.

Klasifikasi Laki-laki Wanita

WHO 2000 94 cm 80 cm

Eropa 102 cm 88 cm

Asia Pasifik 90 cm 80 cm

2.4.1.3.Waist-Hip Ratio (WHR)


Pengukuran rasio lingkar pinggang dan panggul yang menghasilkan indeks
tinggi harus memperhatikan penyebabnya karena simpanan lemak atau otot torso

15
yang berkembang. Jadi perlu diukur tebal lipatan kulit abdomen untuk
mengetahuinya. Tujuan pengukuran lingkar pinggang dan pinggul adalah untuk
mengetahui resiko tinggi terkena penyakit DM II, kolesterol, hipertensi, dan
jantung. Lingkar pinggang diukur di indentasi terkecil lingkar perut antara tulang
rusuk dan krista iliaka, subjek berdiri dan diukur pada akhir ekspirasi normal
dengan ketelitian 0,6 cm menggunakan pitameter. Lingkar pinggul diukur di
penonjolan terbesar pantat, biasanya di sekitar pubic sympisis, subjek berdiri
diukur menggunakan pitameter dengan ketelitian 0,1 cm.31
Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan
metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak
bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan.
Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit
yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh ukuran umur yang
digunakan adalah rasio lingkar pinggal-pinggul. Pengukuran lingkar pinggang dan
lingkar pinggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi pengukuran harus
tetap, karena perbedaan posisi pengukuran memberikan hasil yang berbeda. Suatu
studi prospektif menunjukkan rasio pinggang-pinggul berhubungan dengan
penyakit kardiovaskular.31

Tabel 1.3 Kategori Resiko Peningkatan Kardiovaskular dengan Waist-Hip Ratio

Jenis Kelompok Resiko

kelamin umur Low Moderate High Very high

20-29 < 0,83 0,83-0,88 0,89-0,94 > 0,94

Pria 30-39 < 0,84 0,84-0,91 0,92-0,96 > 0,96

40-49 < 0,88 0,88-0,95 0,96-1,00 > 1,00

20-29 < 0,71 0,71-0,77 0,78-0,82 > 0,82

Wanita 30-39 < 0,72 0,72-0,78 0,79-0,84 > 0.84

40-49 < 0,73 0,73-0,79 0,80-0,87 > 0,87

16
2.5.Ketidakteraturan Siklus Menstruasi
Gangguan menstruasi paling umum terjadi pada awal dan akhir masa
reproduktif, yaitu di bawah usia 19 tahun dan di atas usia 39 tahun. Gangguan ini
mungkin berkaitan dengan lamanya siklus menstruasi, atau jumlah dan lamanya
menstruasi. Seorang wanita dapat mengalami kedua gangguan itu.32 Ketidakteraturan
siklus menstruasi berdasarkan lamanya siklus menstruasi terdiri dari:33

2.5.1. Polimenore
Pada polimenore siklus menstruasi lebih pendek dari biasanya yaitu terjadi
dengan interval kurang dari 21 hari dilihat dari 3 periode berturut-turut.33
Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari biasa. Polimenore dapat
disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi, atau
menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain adalah kongesti ovarium karena
peradangan, endometriosis, dan sebagainya.34

2.5.2. Oligomenore
Siklus menstruasi lebih panjang dari normal yaitu lebih dari 35 hari.
Biasanya oligomenore dilihat dari 3 siklus menstruasi.34 Perdarahan pada
oligomenore biasanya berkurang. Pada kebanyakan kasus oligomenore kesehatan
wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik. Siklus menstruasi biasanya
ovulatoar dengan masa proliferasi lebih panjang dari biasanya. Oligomenore
biasanya terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan hormonal pada aksis
hipotalamus-hipofisis-ovarium. Gangguan hormon tersebut menyebabkan
lamanya siklus menstruasi normal menjadi memanjang, sehingga menstruasi
menjadi lebih jarang terjadi. Oligomenore sering terjadi pada 3-5 tahun pertama
setelah haid pertama ataupun beberapa tahun menjelang terjadinya menopause.
Oligomenore yang terjadi pada masa-masa itu merupakan variasi normal yang
terjadi karena kurang baiknya koordinasi antara hipotalamus, hipofisis dan
ovarium pada awal terjadinya menstruasi pertama dan menjelang terjadinya
menopause, sehingga timbul gangguan keseimbaangan hormon dalam tubuh. Pada
kebanyakan kasus oligomenore kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas
cukup baik. Siklus haid biasanya juga ovulatoar dengan masa proliferasi lebih
panjang dari biasanya. Oligomenore yang menetap dapat terjadi akibat

17
perpanjangan stadium folikular, perpanjangan stadium luteal, ataupun perpanjang
kedua stadium tersebut. Bila siklus tiba-tiba memanjang maka dapat disebabkan
oleh pengaruh psikis atau pengaruh penyakit.33

2.5.3. Amenore
Amenore adalah keadaan tidak adanya menstruasi sedikitnya tiga bulan
berturut - turut. Amenore primer terjadi apabila seorang wanita berumur 18 tahun
ke atas tidak pernah mendapatkan menstruasi, sedangkan pada amenore sekunder
penderita pernah mendapatkan menstruasi tetapi kemudian tidak dapat lagi .
Amenore primer (dialami oleh 5 % wanita amenore) mungkin disebabkan oleh
defek genetik seperti disgenensis gonad, yang biasanya ciri-ciri seksual sekunder
tidak berkembang. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelainan duktus Muller,
seperti tidak ada uterus, agenesis vagina, septum vagina transversal, atau himen
imperforata. Pada tiga penyebab terakhir, menstruasi dapat terjadi tetapi discharge
menstruasi tidak dapat keluar dari traktus genitalis. Keadaan ini disebut
kriptomenore, bukan amenore. Penyebab yang paling umum pada amenore
sekunder adalah kehamilan.33

2.6.Komplikasi dari ketidakteraturan siklus Menstruasi


2.6.1. Oligomenore
Keterlambatan penanganan pada oligomenorrhae dapat menyebabkan
berbagai komplikasi, terutama pasien Polycystic Ovary Syndrome (PCOS). Selain
itu komplikasi lain yang dapat terjadi adalah rendahnya fertilitas, rendahnya
densitas tulang, kanker payudara, endometrial, penyakit jantung, diabetes,
hirsutisme dan acnea.35-7

2.6.2. Amenore

Komplikasi yang dapat terjadi pada wanita yang mengalami amenore


adalah infertilitas. Infertilitas merupakan komplikasi signifikan yang terjadi pada
wanita yang memiliki keinginan untuk hamil. Osteopenia dapat terjadi
dikarenakan terjadinya reduksi pada densitas tulang atau osteoporosis yang
menjadi komplikasi dikarenakan rendahnya hormon estrogenm dimana dapat

18
timbul dengan amenore yang berkelanjutan. Komplikasi lain dari amenore
tergantung dengan penyebab dasar yang menyebabkan amenore seperti pada
amenore primer yang berhubungan dengan kelainan genetik (Sindrom Turner,
polycystic ovary syndrome (PCOS), hiperplasia adrenal kongenital). Bisa juga
dikarenakan amenore sekunder yang terjadi dikarenakan penurunan berat badan
yang berlebihan, stress fisik atau emosional, olahraga yang berlebihan,
hipotiroid).38

2.6.3. Polimenore
Komplikasi yang dapat terjadi seperti infertilitas, dimana tidak
memungkinkan wanita untuk hamil, anemia berat dikarenakan kehilangan banyak
darah sepanjang waktu, dan meningkatnya risiko kanker endometerium.39,40

2.7. Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Ketidakteraturan Siklus


Menstruasi
Para wanita umumnya mengalami masalah ketidakteraturan siklus
menstruasi atau haid pada saat usia reproduktif. Ketidakteraturan siklus menstruasi
dapat menunjukkan adanya masalah pada kesehatan seorang wanita.
Ketidakteraturan siklus menstruasi telah dilaporkan berkaitan dengan beberapa
penyakit serius seperti kanker payudara, diabetes mellitus tipe 2, penyakit
kardiovaskular, osteoporosis, dan infertilitas.41 Functional hypothalamic amenore
(FHA) adalah penyebab paling banyak dari amenore sekunder pada remaja
perempuan (5075%); FHA juga menyebabkan amenore primer pada 15%
kasus.42,43 Penyebab utama gangguan menstruasi pada remaja adalah tingginya
sekresi GnRH, sehingga menyebabkan penurunan sekresi FSH dan LH dan
akhirnya menyebabkan abnormal steroidogenesis dari ovarium.44 Sangatlah
penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkaitan dengan
ketidakteraturan siklus haid dan untuk mengendalikan faktor-faktor yang dapat
dimodifikasi dalam upaya pencegahan ketidakteraturan siklus haid pada remaja.
Beberapa faktor yang mempengaruhi siklus menstruasi adalah sebagai berikut:

2.7.1. Obesitas
Tingginya IMT akan menyebabkan faktor resiko penyakit-penyakit
tertentu seperti penyakit kardiovaskular (terutama jantung dan stroke), yang
merupakan penyebab kematian pertama pada tahun 2012, diabetes mellitus,

19
penyakit muskuloskeletal (terutama osteoarthritis), kanker (termasuk
endometrium, payudara, ovarium, prostat, liver, kandung kemih, ginjal dan kolon).
Resiko terkena penyakit tersebut akan meningkat bersamaan dengan
meningkatnya IMT. Obesitas pada anak memiliki hubungan yang signifikan
terhadap obesitas, kematian premature dan disabilitas pada saat dewasa. Tapi
untuk bertambahnya resiko di masa yang akan dating, anak yang obesitas akan
mengalami kesulitan pada saat bernapas, meningkatnya emungkinan terjadinya
fraktur, hipertensi, gejala awal penyakit jantung, resistensi insulin dan efek secara
psikologik.45 Resiko terdapat dari jaringan adiposa yang terdapat di abdomen
(dimana secara langsung berhubungan dengan lingkar perut dan rasio pinggang-
pinggul) berhubungan dengan metabolik yang abnormal. Abnormalitas yang
terjadi juga termasuk menurunnya toleransi glukosa, berkurangnya sensitivitas
insulin dan profil lemak, yang dimana merupakan faktor resiko dari diabetes tipe 2
dan penyakit kardiovaskular.46
Seseorang dengan obesitas akan identik dengan hiperkolesterolemia
yang ditandai dengan tingginya kadar trigliserida dan LDL dalam darah.
Kolesterol merupakan bahan pembentuk hormon steroid. Semua organ penghasil
steroid, kecuali plasenta, dapat mensintesis kolesterol dari asetat. Akan tetapi,
pada mayoritas keadaan tertentu, sintesis lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan
dan harus menggunakan kolesterol yang bersirkulasi. Produksi steroid di dalam
ovarium terjadi pada sistem dua sel. Sel teka menghasilkan androgen dan
merespon luteinizing hormone (LH) dengan meningkatkan jumlah reseptor LDL
(low-density lipoprotein) yang berperan dalam pemasukan kolesterol ke dalam sel.
LH juga menstimulasi aktivitas protein khusus (P450scc), yang menyebabkan
peningkatan produksi androgen. Ketika androgen berdifusi ke sel granulosa,
androgen mengalami metabolisme oleh aromatase menjadi estrogen.47
Sedangkan LDL merupakan molekul pembawa kolesterol ke dalam sel
teka untuk dijadikan bahan pembuat androgen. Melalui dasar mekanisme tesebut,
tingginya kadar LDL dapat berdampak pada tingginya kadar androgen, yang pada
akhirnya menyebabkan peningkatan kadar estrogen. Selain itu,
hiperkolesterolemia juga berakibat pada resistensi reseptor insulin akibat
peningkatan glukosa yang diawali dengan hiperaktivitas glukoneogenesis, yang
pada akhirnya menimbulkan hiperinsulinemia. Hiperinsulin menyebabkan
peningkatan aktivitas androgen melalui mekanisme berikut : (1) Insulin berikatan
20
dengan reseptor IGF-1, yang mempunyai struktur sama dengan reseptor insulin.
Ikatan ini bersama LH akan merangsang sel teka untuk memproduksi hormon
androgen. (2) Hiperinsulin menekan sintesis sex hormone binding
globulin (SHBG) dan IGF binding protein (IGFBP) di hepar sehingga seks steroid
dan IGF-I yang bebas (bentuk aktif) meningkat.47
Kadar estrogen yang tinggi memberikan umpan balik negatif terhadap
hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) melalui sekresi protein inhibin yang
menghambat hipofisis anterior untuk menyekresikan FSH. Sedangkan terhadap
LH, peninggian kadar estrogen memberikan umpan balik positif sehingga
kanaikan kadar LH merangsang sintesis androgen, kenaikan kadar androstenedion,
dan diubah oleh jaringan lemak/otot menjadi estrogen di perifer. Peningkatan
kadar LH juga dapat disebabkan oleh karena gangguan sistem leptin. Leptin
adalah suatu protein yang disekresi oleh adiposit, yang berperan mengatur
pemasukan makanan dan memberikan isyarat lapar pada otak. Pada hipotalamus,
leptin menekan sintesis dan sekresi neuropeptida Y, di mana neuropeptida Y ini
bekerja menghambat gonadotropin releasing hormone (GnRH). Pada seseorang
dengan obesitas (sebagaimana dialami pasien dalam skenario), terjadi peningkatan
kadar leptin (pada obesitas terjadi resistensi leptin), sehingga terjadi penurunan
sekresi neuropeptide Y, yang berakibat pada peningkatan sekresi GnRH, dan
diikuti peningkatan sekresi LH. Melalui sebuah riset, diketahui bahwa leptin juga
berpengaruh pada maturasi oosit melalui jalur mitogen-activated protein
kinase (MAPK) yang dapat mengaktivasi maturation-promoting factor (MPF)
yang merangsang pematangan ovum yang dihasilkan oleh ovarium.48
Patogenesis yang mendasarinya berawal dari kondisi obesitas, yang
berlanjut sebagai kondisi hipersekresi estrogen dan hipersekresi LH, serta
penghambatan sekresi FSH. Adanya hambatan sekresi pada FSH menyebabkan
terganggunya proliferasi folikel sehingga tidak terbentuk folikel yang matang.
Meskipun pematangan ovum terjadi (melalui mekanisme yang dijelaskan di atas),
ovulasi tetap tidak berlangsung oleh karena imaturitas folikel. Hal inilah yang
menjadi dasar mekanisme ketidakhadiran menstruasi (amenorea) pada pasien
dalam skenario kasus. Proses anovulasi ini juga sangat terkait dengan sindrom
poliovarium kistik. Gangguan estrogen yang selalu tinggi mengakibatkan tidak
pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang adekuat. Hal tersebut menyebabkan
penumpukan folikel kecil (folikel pada stadium anthral dengan penampang + 8
21
mm) pada tepi dinding ovarium tanpa pernah mengalami ovulasi. Keadaan ini
menyebabkan gambaran polikistik pada ovarium sehingga disebut polycystic
ovarian syndrome (PCOS).48
Berat badan dan perubahannya dapat mempengaruhi fungsi menstruasi.
Dan apabila kelebihan berat badan terjadi gangguan metabolisme estrogen berupa
peningkatan produksi estrogen pada wanita sehingga menyebabkan siklus
menstruasi tidak teratur. Ketidakteraturan siklus menstruasi merupakan indikator
adanya gangguan endokrin dan status kesehatan reproduksi wanita.
Ketidakteraturan siklus menstruasi dikatakan berkaitan dengan banyak kondisi
seperti obesitas. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ko KM dan rekan-rekannya,
dari total 4,621 wanita berusia 19 - 54 tahun yang berpartisipasi dalam 2010 -
2012 Korea National Health and Nutrition Examination Survey dimasukkan
dalam penelitian ini. OR yang secara signifikan tinggi dapat dilihat pada hubungan
antara ketidakteraturan siklus menstruasi dan peningkatan berat badan (OR, 1.45;
95% CI, 1.13-1.86). Pada penelitian ini, didapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara obesitas dan ketidakteraturan siklus menstruasi.49
Menurut penelitian Shuying Wei dan rekan-rekannya pada tahun 2009
dengan desain studi cross-sectional yang bertujuan untuk mengevaluasi asosiasi
siklus menstruasi dengan perbedaan komposisi tubuh dan faktor hormonal pada
wanita muda. Sampel pada studi ini adalah 726 wanita di Australia berusia 2636
tahun. Pengukuran antropometrik yang digunakan adalah BMI, lingkar pinggang
(LP), dan rasio pinggang-panggul. Siklus haid dikatakan irregular adalah ketika
berbeda 15 hari baik lebih panjang maupun pendek dalam jangka waktu 12
bulan. Dibandingkan dengan wanita yang memiliki berat badan ideal, wanita
dengan obesitas memiliki sedikitnya 2 kali lipat lebih tinggi gangguan siklus haid.
Berdasarkan penelitian terhadap BMI (prevalence ratio (PR) = 2.61; 95% CI =
1.285.35), lingkar pinggang (PR 2.28; 95% CI = 1.164.49), atau rasio pinggang-
panggul (PR = 2.27; 95% CI = 1.094.72) didapatkan bahwa obesitas memiliki
hubungan yang signifikan terhadap ketidakteraturan siklus haid dan hal ini
dikaitkan dengan faktor-faktor hormonal terutama insulin dan Sex Hormone
Binding Globulin (SHBG).50
Menurut Eun-Kyung Jung dan rekan-rekannya dari penelitian cross-
sectional yang dikerjakannya tahun 2017 pada 3194 wanita berusia 1940 tahun,
prevalensi wanita yang siklus menstruasinya tidak teratur adalah 14.3%. Pada
22
penelitian ini dilakukan analisis terhadap beberapa variabel yang diduga memilik
kaitan dengan ketidakteraturan siklus haid. Didapatkan hasil bahwa, Body Mass
Index (BMI), stress psikis, tingkat pendidikan dan mood depresif memiliki
hubungan yang signifikan terhadap ketidakteraturan siklus menstruasi. Dikatakan
wanita dengan gangguan siklus haid memiliki BMI yang secara signfikan lebih
tinggi daripada yang berat badannya normal (p = 0.039 , p<0.001).51

2.7.2. Kebiasaan Olahraga


Kebiasaan olahraga memiliki peran dalam terjadinya ketidakteraturan
siklus menstruasi. Olahraga yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
disfungsi hipotalamus yang menyebabkan gangguan sekresi GnRH. Hal ini
menyebabkan menarche yang tertunda dan gangguan siklus menstruasi. Faktor
utama penyebab supresi GnRH adalah penggunaan energi berlebihan. Faktor
kekurangan nutrisi merupakan faktor penting penyebab keadaan hipoestrogen
pada wanita.52
Insufiensi umpan balik esterogen dan progesterone serta
ketidakseimbangan opioid endogen dan aktivitas catecholamine yang diperantarai
oleh -amiobutyric acid (GABA), corticotrophin-releasing hormone, insulin-like
growth factor-1 mengakibatkan terjadinya gangguan pulsasi GnRH. Beberapa
penelitian juga menyebutkan adanya hubungan antara olahraga yang menginduksi
ketidakteraturan siklus menstruasi dengan perubahan metabolisme steroid,
khususnya, peningkatan aktivitas dari catecholesterogen mengakibatkan
peningkatan kadar noradrenaline intracerebral (norephinephrin) yang
mempengaruhi pelepasan gonadotropin.14
Disfungsi hipotalamus yang berhubungan dengan latihan fisik yang berat
dan gangguan pada pulsasi GnRH, dapat menyebabkan menarche yang terlambat
dan gangguan siklus menstruasi. Latihan yang dapat menginduksi amenore
berhubungan dengan keadaan hipoestrogenisme, tetapi studi yang terbaru
menyebutkan bahwa faktor nutrisi bertanggung jawab terhadap terjadinya
amenore.53
Menurut penelitian Hidayati dan rekan-rekannya mengenai hubungan
antara kebiasaan olahraga dengan kejadian oligomenore pada tahun 2012 dengan
populasi penelitian ini adalah remaja putri di SMK Widyapraja Ungaran sebanyak
546 siswa dengan sampel 85 orang menggunakan teknik proportionate simple
23
random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan olahraga
remaja putri di SMK Widyapraja Ungaran Kabupaten Semarang sebagian besar
tidak baik yaitu sebanyak 46 responden (54,1%). Remaja putri di SMK
Widyapraja Ungaran Kabupaten Semarang sebagian besar tidak mengalami
oligomenore yaitu sebanyak 70 responden (82,4%). Ada hubungan kebiasaan
olahraga dengan kejadian oligomenore pada remaja putri di SMK Widyapraja
Ungaran Kabupaten Semarang, dengan p-value sebesar 0,039 ( = 0,05).54
Menari sebanding dengan olahraga yang tergolong dalam aktivitas fisik
yang berat dilihat dari segi fisik, ketangkasan, dan psikologis.15 Menari juga
merupakan sebuah latihan yang mensubstitusi aspek atletik dengan komponen
artistik dan estetik. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menyatakan
sebagian besar aktivitas fisik subjek dalam penelitian ini tergolong berat dengan
rerata 6236,542577,19 MET-menit/minggu. Subjek dengan aktivitas fisik sedang
pada penelitian ini tidak mengalami gangguan siklus menstruasi. Sebanyak 51,6%
subjek dengan aktivitas fisik berat mengalami gangguan siklus menstruasi.
Analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas
fisik dengan gangguan isiklus menstruasi (p=0,022). Subjek dengan aktivitas fisik
sedang memiliki risiko untuk mengalami siklus menstruasi normal sebesar 2,28
kali lebih besar dibandingkan subjek dengan aktivitas fisik berat. Hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa kelainan
sistem reproduksi termasuk gangguan menstruasi dialami oleh 6-79% perempuan
yang terlibat dalam kegiatan dengan aktivitas berat salah satunya adalah profesi
sebagai penari.55 Sifat dan tingkat keparahan gejala gangguan siklus menstruasi
tergantung pada beberapa hal seperti jenis latihan, intensitas, dan lamanya latihan
serta laju perkembangan program pelatihan. Aktivitas fisik berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya disfungsi hipotalamus yang menyebabkan gangguan pada
sekresi GnRH. Hal tersebut menyebabkan menarche yang tertunda dan gangguan
siklus mentruasi dengan perubahan metabolisme steroid yang mempengaruhi
release atau penglepasan gonadotrophin.56
Menurut penelitian Kurniawan AF dan rekan-rekannya mengenai pengaruh
olahraga terhadap keteraturan siklus menstruasi pada mahasiswi fakultas ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang Tahun 2016 dimana terdapat
sebanyak 62 sampel (77.5%) dari 80 sampel mahasiswi pernah mengalami
ketidakteraturan siklus menstruasi. Ketidakteraturan siklus menstruasi pada
24
penelitian ini adalah amenore, yang merupakan gangguan dapat berupa tidak
adanya menstruasi. telah melakukan olahraga teratur 3-5 kali seminggu selama
minimal 3 bulan.dan dilihat frekuensi, durasi dan jenis olahraga yang dilakukan.
Pada penelitian ini didapatkan nilai p<0.05 atau bermakna pada variabel frekuensi
dan durasi latihan terhadap siklus menstruasi pada mahasiswi FIK UNNES.
Perbedaan distribusi kejadian haid tidak teratur berdasarkan jenis olahraga
didapatkan tidak signifikan (p=0,1).57

2.7.3. Stress Psikologis


Stres menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, khususnya system
persyarafan dalam hipotalamus melalui perubahan prolactin atau endogenous
opiate yang dapat mempengaruhi elevasi korsitol basal dan menurunkan hormone
(LH) yang menyebabkan amenore. Masalah psikologis termasuk depresi dan
stress psikis juga diduga merupakan salah satu faktor risiko ketidakteraturan siklus
menstruasi. Siklus menstruasi diregulasi oleh hypothalamic gonadotropin-
releasing hormone (GnRH) yang dapat dihambat oleh hypothalamicpituitary
adrenal (HPA) sebagai respon terhadap stress. Stress saat masa remaja dapat
menyebabkan gangguan neuroendokrin dan aktivasi HPA kronis yang dapat
berakibat tidak teraturnya siklus menstruasi. Sehingga memunculkan gagasan
adanya hubungan antara gangguan siklus haid dan masalah kesehatan jiwa,
termasuk stress. Siklus haid yang tidak normal juga dikatakan berkaitan dengan
gangguan depresi pada anak-anak sekolah.58

Faktor psikologi seperti stres dapat menyebabkan perubahan siklus


menstruasi terutama stres psikis yang berat seperti kesedihan yang sangat hebat
(orangtua, pasangan hidup atau anak meninggal dunia), atau kehidupan yang
sangat menekan. Stress psikis yang hebat dapat meningkatkan hormon
Corticotropin Releasing Hormone (CRH) atau kortisol yang dapat mengganggu
produksi hormon reproduksi.59

Menurut Mi Yu dan rekan-rekannya, pada penelitian cross-sectional yang


dilakukan terhadap 808 remaja perempuan (1218 tahun), kejadian
ketidakteraturan siklus haid cenderung meningkat seiring dengan peningkatan
masalah kesehatan jiwa (P = 0.016). Pada penelitian ini, dikatakan terdapat

25
peningkatan risiko ketidakteraturan siklus haid yang dikaitkan dengan tingginya
tingkat stress dan mood depresif.60

Berdasarkan hasil penelitian Achmad pada tahun 2011, telah diketahui


bahwa dari 26 siswi yang mengalami stres psikologis ringan sebagian kecil
responden sebanyak 6 orang (23,1%) mengalami gangguan siklus menstruasi.
Sementara itu dari 54 siswi yang mengalami stres psikologis sedang setengahnya
dari responden sebanyak 27 orang (50,0%) mengalami gangguan siklus
menstruasi. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan antara stres psikologis
dengan siklus menstruasi pada sisiwi di SMAN 5 Cimahi (p-value = 0,040).59

Menurut Eun-Kyung Jung dan rekan-rekannya dari penelitian cross-


sectional yang dikerjakannya tahun 2017 pada 3194 wanita berusia 1940 tahun,
prevalensi wanita yang siklus menstruasinya tidak teratur adalah 14.3%.
Prevalence ratio untuk stress psikologis adalah 1.46 (95% CI 1.111.92).
Penelitian ini menyatakan bahwa stress psikis merupakan faktor risiko yang
signifikan terhadap ketidakteraturan siklus menstruasi pada wanita berusia 19-40
tahun. Penelitian ini mengatakan, dari berbagai variabel yang diteliti, stress psikis
merupakan faktor yang paling signifikan terhadap peningkatan resiko
ketidakteraturan siklus menstruasi.51

2.7.4. Lama Waktu Tidur


Faktor lain yang mungkin berkaitan dengan ketidakteraturan siklus
menstruasi adalah kurang tidur. Perempuan dikatakan memiliki prevalensi
gangguan tidur lebih tinggi daripada laki-laki, sehingga diduga tidur memiliki
kaitan dengan fungsi reproduksi perempuan. Pada remaja, lama waktu tidur yang
normal adalah 8.5 -10.5 jam per harinya. Usia pubertas dikatakan mengganggu
tidur akibat tertundanya waktu tidur dan menurunnya kualitas tidur.61,62

Depresi sering dikaitkan dengan gangguan tidur dan hiperkortisolemia.63


Stres cenderung memperburuk tidur secara akut, dan kortisol adalah hormon
utama yang disekresikan selama respons stres. Penelitian Vgontzas dkk. dan
Roden-beck et al. menegaskan bahwa insomnia kronis, tanpa depresi, dikaitkan
dengan peningkatan kadar kortisol.64-7 Pada insomnia, kortisol meningkat,
terutama di malam hari dan bagian pertama dari periode tidur malam hari.64-7

26
Tidak banyak yang diketahui tentang hubungan antara stres dihubungkan
dengan ganggaun tidur sehingga menyebabkan ketidakteraturan siklus menstruasi.
Dimana stress berperan dalam menekan fungsi hipotalamus, yang mengendalikan
kelenjar pituitari - kelenjar utama di tubuh yang berperan dalam mengendalikan
kelenjar tiroid dan adrenal dan ovarium; Mereka semua bekerja sama mengelola
hormon.67 Disfungsi ovarium dapat menyebabkan masalah dengan produksi
estrogen, ovulasi, atau proses reproduksi lainnya. Estrogen adalah hormon penting
yang membantu membangun lapisan rahim dan mempersiapkan tubuh untuk
kehamilan. Jika ovarium tidak bekerja dengan baik, efek samping mungkin
melibatkan siklus menstruasi, termasuk periode tidak terjawab atau periode tidak
teratur.68

Menurut Ga Eun Nam dan rekan-rekannya, pada penelitian cross-sectional


yang dilakukan tahun 2017, didapatkan bahwa subjek penelitian dengan
ketidakteraturan siklus haid terhitung sebanyak 15% (N=120). Rata-rata durasi
tidur pada subjek penelitian dengan ketidakteraturan siklus haid secara signifikan
lebih pendek dibandingkan kontrol. Prevalensi ketidakteraturan siklus haid
cenderung menurun ketika durasi tidur lebih lama. Penelitian ini menemukan
hubungan yang signifikan antara durasi tidur dan ketidakteraturan siklus haid
pada remaja sehingga dikatakan bahwa peningkatan durasi tidur dapat
meningkatkan kesehatan reproduksi para remaja perempuan.41

Menurut Xianchen Liu dan rekan-rekannya dalam penelitiannya pada


tahun 2017 yang menggunakan desain kohort retrospektif yang mereka kerjakan
terhadap 5,800 remaja usia 12 18 tahun (mean age= 15.0, SD = 1.4) didapatkan
hasil ketidakteraturan siklus haid (OR=1.72, 95%CI= 1.30-2.27) secara signifikan
berhubungan dengan kualitas tidur yang buruk.36

2.7.5. Usia Menarche


Menarche adalah onset dari menstruasi dan merupakan salah satu peristiwa
paling penting dalam hidup seorang wanita. Seorang wanita normalnya akan
mengalami menarche pada usia 11-15 tahun, dengan rata-rata menarche 13 tahun,
masa reproduksi usia 15-46 tahun, dan menopause usia 50-51 tahun.67 Rata-rata
usia menarche tiap wanita bervariasi dari satu populasi ke populasi lain. Usia
menarche dikatakan merupakan salah satu indikator untuk melihat karakteristik

27
dari suatu populasi termasuk status nutrisi, lokasi geografik, kondisi lingkungan
dan keadaan kesenjangan sosial ekonomi dari suatu masyarakat. Banyak penelitian
mengatakan bahwa menarche akan lebih cepat terjadi ketika sanitasi, nutrisi dan
kondisi ekonomi dari masyarakat ditingkatkan.70 Menstruasi diatur oleh banyak
hormon, progesteron dan estrogen adalah yang utama berhubungan dengan siklus
haid yang tidak teratur.63

Menurut Rowland dan rekan-rekannya dalam penelitian cross-sectional


terhadap 3941 wanita di Iowa diketahui bahwa usia menarche <13 tahun memiliki
hubungan dengan siklus menstruasi yang lebih pendek dan perdarahan
intermenstrual pada saat usia 21-40 tahun. Usia menarche >15 tahun didapatkan
memiliki hubungan dengan siklus menstruasi yang memanjang dan
ketidakteraturan siklus menstruasi.69

Menurut National Health Service United Kingdom ,perbedaan signifikan


yang diobservasi pada pola siklus menstruasi dengan hubungan usia menarche.
Dari kelompok yang usia dini dan kelompok yang usia terlambat dengan
ketidakteraturan siklus menstruasi didapatkan lebih banyak dibandingkan dengan
yang mengalami menarche pada saat mencapai pubertas pada usia rata-rata.
Panjang siklus ditentukan hanya untuk wanita yang mengatakan bahwa mereka
memiliki periode dalam interval waktu reguler. Siklus terpanjang dan oligomenore
lebih sering ditemukan pada kelompok usia akhir. Siklus yang lebih lama dari 35
hari dilaporkan ada 7% wanita (terdiri dari 4% kelompok usia dini, 6% usia
kelompok usia rata-rata, dan 9% dari kelompok usia akhir). Polimenore yaitu
siklus yang terjadi lebih sering dari 21 hari didapatkan pada 4% kelompok usia
dini, 3% kelompok usia rata-rata, dan 3% dari kelompok usia akhir; ditotal
terdapat 3.5% dari dalam kelompok yang diteliti. Tidak ada perbedaan yang
ditemukan selama observasi mengenai jumlah hari terjadinya menstruasi, namun
kelompok usia dini didapatkan lebih sering terjadi pendarahan yang lebih
banyak.71

Sedangkan menurut Eun-Kyung Jung dan rekan-rekannya dari penelitian


cross-sectional yang dikerjakannya tahun 2017 pada 3194 wanita berusia 1940
tahun, prevalensi wanita yang siklus menstruasinya tidak teratur adalah 14.3%.

28
Pada penelitian ini, usia menarche dikatakan tidak memiliki hubungan yang
signifikan terhadap siklus menstruasi (p=0,41).51

2.7.6. Kebiasaan Merokok


Rokok terkenal mengandung banyak bahan toksik. Merokok banyak
dihubungkan dengan gangguan dari sistem reproduksi seperti infertilitas dan
menopause dini. Beberapa penelitian mengatakan bahwa kebiasaan merokok
meningkatkan resiko gangguan siklus menstruasi. Mekanisme bagaimana
merokok dapat mempengaruhi menstruasi masih belum dapat dijelaskan secara
pasti. Rokok memiliki ribuan komposisi didalamnya yang beberapa merupakan
toksik bagi ovarium. Penelitian lain menyatakan bahwa merokok dapat
mempengaruhi hormon steroid dan metabolismenya. Siklus yang pendek
mengindikasikan adanya abnormalitas folikulogenesis dan memendeknya fase
luteal menandakan respon progesteron yang buruk. Wanita dengan siklus
menstruasi yang tidak teratur mungkin memiliki masalah fertilitas karena sulit
untuk menentukan waktu ovulasi. Efek ini secara konsisten sejalan dengan bukti
yang mengatakan merokok memiliki hubungan dengan gangguan fertilitas. Selain
itu, siklus yang pendek juga menimbulkan deplesi oosit yang cepat dan juga
memperpendek usia reproduksi.72

Menurut penelitian Windham dan rekan-rekannya, perokok berat (minimal


20 batang rokok per hari) memiliki hubungan 4 kali lipat lebih beresiko terjadinya
siklus menstruasi yang lebih pendek (kurang dari 25 hari) dibanding dengan yang
tidak merokok (adjusted odds ratio 3.8, 95% confidence limits 1.1-12.7). Rata-rata
(mean segment length) 2.6 hari lebih pendek pada perokok berat dibandingkan
dengan yang tidak merokok (95% confidence limits 0.14-5.0), dikarenakan
merokok memperpendek fase folikular. Wanita yang merokok dengan rata-rata 10
atau lebih per harinya memiliki hubungan yang signifikan dengan ketidakteraturan
siklus menstruasi dibandingkan siklus menstruasi wanita yang tidak merokok.
Penelitian ini menyatakan bahwa perokok memiliki risiko lebih tinggi terjadinya
oligomenore dan ketidakteraturan siklus menstruasi lainnya daripada yang bukan
perokok.72

Menurut Rowland dan rekan-rekannya dalam penelitian cross-sectional


terhadap 3941 wanita di Iowa , kebiasaan merokok memiliki hubungan dengan

29
siklus menstruasi yang pendek dan ketidakteraturan siklus menstruasi. Pada
penelitian ini, nilai yang didapatkan dari ketidakteraturan siklus menstruasi ialah
3.6 dari seluruh wanita yang merokok lebih dari 1 bungkus per harinya
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok (95% CI 1.7 8.0).69

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Luqni pada tahun 2015,
didapatkan perempuan yang mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 34 orang
(75,6%), yang tidak merokok ada 11 orang (24,4%) dimana yang menstruasinya
tidak teratur ada 29 wanita (64,4%) dan yang menstruasinya teratur ada 16 wanita
(35,6%). Wanita yang merokok dengan siklus menstruasi tidak teratur ada 23
wanita (67,6%), dan wanita yang merokok dengan menstruasi teratur ada 11
wanita (32,4%). Wanita yang tidak merokok dan menstruasinya tidak teratur ada 6
wanita (54,5%) dan wanita yang tidak merokok menstruasinya teratur ada 5
wanita (45,5%). Pada penelitian ini, didapatkan hasil bahwa merokok tidak
memiliki hubungan yang signifikan terhadap siklus menstruasi.72

Sebaliknya, menurut Eun-Kyung Jung dan rekan-rekannya dari penelitian


cross-sectional yang dikerjakannya tahun 2017 pada 3194 wanita berusia 1940
tahun, prevalensi wanita yang siklus menstruasinya tidak teratur adalah 14.3%.
Pada penelitian ini, kebiasaan merokok dikatakan tidak memiliki hubungan yang
signifikan terhadap siklus menstruasi (p=0,572).51

2.8.Kerangka Teori

30
2.9.Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Bergantung

Obesitas Ketidakteraturan
Siklus Menstruasi

Aktifitas Fisik

Stress Psikologis

Gangguan Tidur

Merokok

Usia Menarche

31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah studi dengan pendekatan cross
sectional untuk mengetahui hubungan antara obesitas dengan ketidakteraturan
siklus menstruasi serta faktor-faktor yang berhubungan siswi SMA Tarbiyatul
wilayah Kelurahan Kedoya Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat
periode September 2017.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMA Tarbiyatul wilayah Kelurahan Kedoya
Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode September 2017.

3.3 Sumber Data dan Instrumen Penelitian


3.3.1 Sumber Data
Sumber data adalah data primer yang diambil dengan kuesioner
dan dilakukan pengukuran status gizi dengan menghitung indeks massa
tubuh pada siswi SMA Tarbiyatul wilayah Kelurahan Kedoya Selatan,
Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode September 2017.

3.3.2. Instrumen Penelitian


3.3.1.1 Kuesioner
3.3.1.2 Timbangan
3.3.1.3 Microtoise

3.4 Populasi
3.4.1 Populasi Target
Semua siswi SMA di wilayah Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta
Barat.
3.4.2 Populasi Terjangkau
Siswi di SMA Tarbiyatul wilayah Kelurahan Kedoya Selatan,
Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode September 2017.
32
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.5.1 Kriteria Inklusi
3.5.1.1. Remaja perempuan yang sedang menempuh pendidikan di SMA
Tarbiyatul wilayah Kelurahan Kedoya Selatan, Kecamatan Kebon
Jeruk, Jakarta Barat.
3.5.1.2. Bersedia untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani
inform consent.

3.5.2 Kriteria Eksklusi


3.5.2.1 Siswi SMA yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap
3.5.2.2 Siswi SMA yang tidak mengembalikan kuisioner.

3.6 Sampel
3.6.1 Besar Sampel
Melalui rumus di bawah ini didapatkan besar sampel penelitian
sebagai berikut:

N1 = (Z )2 x p x q N2 = N1 + 10%N1
L2
Keterangan :
N1 = Besar sampel minimal
N2 = Jumlah sampel ditambah substitusi 10% (Substitusi adalah persen
subjek penelitian yang mungkin keluar atau drop out)
Z = Standar variasi, ditentukan oleh tingkat kepercayaan pada =
0,05; Z =1,96
p = Proporsi variabel yang diteliti
q =1p
L = Derajat kesalahan yang masih diterima adalah 10% = 0.1

33
Tabel 3.1 Nilai Proporsi Variabel Bebas dan Tergantung
Proporsi Variabel P (Variabel) Q (Variabel) N (Variabel)
Ketidakteraturan 0.32 0.68 83.55
siklus menstruasi
Obesitas 0.25 0.74 71.04
Durasi tidur 0.30 0.70 80.64
Stress psikis 0.33 0.66 83.63
Aktivitas fisik 0.25 0.74 71.04
Usia menarche 0.28 0.72 77.41
Merokok 0.51 0.48 94.00

Berdasarkan rumus diatas, didapatkan angka N merokok sebesar 94.00


N merokok : (1.96)2 x 0.51 x 0.48 = 94.00
0.12
Untuk menjaga kemungkinan adanya subjek penelitian yang tidak bisa dianalisis,
maka dihitung :
N2 : N1 + (10% x N1) = 94 + 9.4 = 103.4 dibulatkan 104
Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 104 orang

3.6.2 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan probability
sampling yaitu, stratified sampling di SMA Tarbiyatul wilayah Kelurahan
Kedoya Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

3.7 Cara Kerja


3.7.1 Peneliti mengumpulkan bahan ilmiah dan merencanakan desain penelitian.
3.7.2 Peneliti menentukan jumlah sampel minimal.
3.7.3 Peneliti menyusun kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data.
3.7.4 Peneliti melakukan uji coba dan koreksi kuesioner.
3.7.5 Peneliti melapor, meminta izin dan persetujuan dari Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk, Jakarta Barat untuk melakukan penelitian pada lingkungan
wilayah Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode September 2017.

34
3.7.6 Peneliti melapor, meminta izin dan persetujuan dari Kantor Kecamatan
Kebon Jeruk untuk melakukan penelitian pada lingkungan wilayah
Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode September 2017.
3.7.7 Peneliti melapor, meminta izin dan persetujuan Puskesmas Kelurahan
Kedoya Selatan untuk melakukan penelitian di SMA Tarbiyatul wilayah
Kelurahan Kedoya Selatan.
3.7.8 Peneliti melapor, meminta izin, persetujuan dan mengumpulkan data siswi
SMA dari SMA Tarbiyatul wilayah Kelurahan Kedoya Selatan.
3.7.9 Peneliti melakukan pengumpulan data primer dengan meminta responden
yang memenuhi kriteria mengisi kuesioner, pengukuran tinggi badan dan
berat badan.
3.7.10 Peneliti melakukan pengolahan data berupa editing, verifikasi, dan koding
terhadap data primer milik responden yang sudah dikumpulkan.
Selannjutnya dimasukkan dan diolah dengan menggunakan program
komputer, yaitu program SPSS (Statistical Package for Social Science)
versi 16.0.
3.7.11 Data yang didapat disajikan dengan tekstular dan tabular.
3.7.12 Peneliti melakukan pengolahan, analisis data dan interpretasi data.
3.7.13 Pelaporan hasil penelitian.

3.8 Variabel
Dalam penelitian ini digunakan variabel terikat (dependen) dan variabel
bebas (independen). Variabel terikat berupa ketidakteraturan siklus menstruasi.
Variabel bebas berupa status gizi, durasi tidur, stress psikis, usia menarche,
aktivitas fisik, dan merokok.

3.9 Definisi Operasional


3.9.1 Subjek Penelitian
3.9.1 Siswi SMA di SMA Tarbiyatul wilayah Kelurahan Kedoya Selatan, Jakarta
Barat

3.9.2 Variabel Dependen


3.9.2.1 Ketidakteraturan Siklus Menstruasi
Definisi : Siklus menstruasi normal adalah siklus yang terjadi dalam rentang
35
21 - 35 hari sekali dilihat dari 3 periode terakhir secara berturut-
turut.
Alat ukur :Kuisioner
Cara ukur :Mengisi lembar kuisioner di bagian siklus menstruasi sesuai
dengan pertanyaan yang tersedia.
Hasil ukur :

- Siklus teratur : siklus yang terjadi dalam 21-35 hari dilihat dari 3
periode terakhir secara berturut-turut.
- Siklus tidak teratur : satu atau lebih siklus yang terjadi <21 hari atau
>35 hari dilihat dari 3 periode terakhir secara berturut-turut.

Skala ukur : Kategorik-Nominal


Kategori Koding
Siklus menstruasi teratur 0
Siklus menstruasi tidak teratur 1

3.9.3 Variabel Independen


3.9.3.1 Obesitas

Definisi : Keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi dan


berat badan akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi
kelebihan berat badan yang melampaui ukuran ideal.

Alat ukur : Timbangan manual dan microtoise

Cara ukur : Massa tubuh (kg) dibagi tinggi badan kuadrat (m) dalam satuan
kilogram per meter persegi.

Hasil ukur :

- BMI <= 27 kg/m2 : tidak obesitas


-
BMI > 27 kg/m2 : obesitas.

Skala ukur : Kategorik-Nominal

36
Kategori Koding
Tidak Obesitas 0
Obesitas 1

3.9.3.2 Usia Menarche


Definisi : menstruasi yang pertama kali dialami wanita, dimana secara fisik
ditandai dengan keluarnya darah dari vagina akibat peluruhan lapisan
endometrium.
Alat ukur : Kuisioner
Cara ukur : Responden mengisi jawaban atas pertanyaan yang telah tersedia.
Hasil ukur :
- Dini : < 11 tahun
- Normal : 11 15 tahun
- Terlambat : > 15 tahun
Skala ukur : Numerik interval

Kategori Koding
< 11 tahun 0
11 15 tahun 1
> 15 tahun 2

3.9.3.3 Stress Psikis


Definisi : Sebuah hubungan antara individu dengan lingkungan yang
dinilai oleh individu tersebut sebagai hal yang membebani atau
sangat melampaui kemampuan seseorang dan membahayakan
kesejahteraannya.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Responden mengisi checklist pada kolom stress yang telah
tersedia.

Hasil ukur :

Stress dalam skala normal (skor 0 14)


37
Skala ringan (skor 15 18)
Sedang (skor 19 25)
Parah (skor 26 33)
Sangat parah (skor > 34)

Skala ukur : Kategorik-Ordinal

Kategori Koding
Normal 0
Ringan 1
Sedang 2
Parah 3
Sangat parah 4

3.9.3.4 Kebiasaan Olahraga

Definisi :Kegiatan olah fisik yang sengaja rutin dilakukan secara berulang-
ulang.
Alat ukur :Kuesioner

Cara ukur :Responden mengisi pilihan pada bagian yang telah tersedia di
dalam kuesioner.

Skala ukur :Kategorik Nominal

Hasil ukur :

- Lebih : > 5 kali seminggu


- Cukup : 3-5 kali seminggu
- Kurang : < 3 kali seminggu

Kategori Koding

Kurang 0

Cukup 1

Lebih 2

38
3.9.3.5 Kebiasaan Merokok
Definisi :Aktivitas responden yang berhubungan dengan kebiasaan
menghisap rokok, yang diukur melalui intensitas, waktu, dan
tujuan merokok dalam kehidupan sehari-hari.
Alat ukur :Kuesioner
Cara ukur :Responden mengisi checklist pada kolom kebiasaan merokok
yang telah tersedia. Dikatakan memiliki kebiasaan merokok
apabila responden menjawab ya paling sedikit 5 dari 8
pernyataan.
Skala : Kategorik Nominal
Hasil Ukur :
- Tidak memiliki kebiasaan merokok
- Memiliki kebiasaan merokok

Kategori Koding
Tidak memiliki kebiasaan merokok 0
Memiliki kebiasaan merokok 1

3.9.3.6 Lama Waktu Tidur


Definisi : Lamanya waktu tidur secara rata-rata dalam sehari yang diukur
melalui waktu mulainya tidur sampai terbangunnya di pagi hari
selama 1 minggu terakhir.
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Responden mengisi pilihan yang tersedia pada kuisioner. Durasi
tidur selama 1 minggu terakhir dijumlahkan lalu dibagi 7.
Skala : Numerik Interval
Hasil ukur :
- Kurang : < 8.5 jam
- Cukup : >= 8.5 jam

Kategori Koding
>= 8.5 jam 0
< 8 jam 1

39
3.10 Teknik Pengelolaan Data, Analisis, dan Penyajian Data
3.10.1 Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui kuesioner, pengukuran tinggi badan
menggunakan microtoise dan berat badan menggunakan timbangan
manual.
3.10.2 Pengolahan Data
Data-data yang telah dikumpulkan diolah melalui proses editing,
verifikasi, dan koding, kemudian data diolah dengan menggunakan
program komputer yaitu program SPSS. Pengolahan data untuk penelitian
ini diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS yang terdiri dari beberapa
tahap, yaitu:
3.10.2.1 Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran
data yang diperoleh atau editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
3.10.2.2 Koding
Koding merupakan catatan untuk memberikan kode
numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.
3.10.2.3 Tabulasi
Pada tahap ini, jawaban-jawaban responden yang sama
dikelompokkan dengan teliti dan teratur lalu dihitung dan
dijumlahkan kemudian dituliskan dalam bentuk tabel-tabel.

3.10.3 Analisis Data


Terhadap data yang telah diolah dilakukan analisis data sesuai
dengan cara uji statistik menggunakan uji Chi Square.
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran atau deskripsi
dari setiap variabel yang diteliti yaitu berupa status obesitas, usia
menarche, stress psikis, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok dan lama
waktu tidur pada siswi SMA di SMA Tarbiyatul di wilayah Kelurahan
Kedoya Selatan periode September 2017.

40
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis hubungan
antara setiap variabel independen yang diteliti dengan variabel dependen.
Derajat kemaknaan () yang digunakan adalah 0.05, yang berarti dalam
100 kali menolak H0 ada 5 kali menolak H0 padahal H0 benar; disebut
juga tingkat kepercayaan 95%. Keputusan dari hasil uji statistik
menggunakan p-value. Nilai p atau p-value diperlukan untuk mengetahui
sampai sejauh mana perbedaan yang terjadi (bermakna atau tidak
bermakna) antara dua kategori atau lebih yang dibandingkan. Jika p-value
maka H0 ditolak atau ada hubungan yang bermakna diantara kedua
variabel, sebaliknya jika p-value > maka H0 gagal ditolak atau tidak ada
hubungan yang bermakna diantara kedua variabel.

3.10.4 Penyajian Data


Data yang didapat disajikan secara tekstular dan tabular.

3.10.5 Interpretasi Data


Data diinterpretasi secara deskriptif analitik antara variabel-variabel
yang ditentukan.

3.10.6 Pelaporan Data


Data disusun dalam bentuk laporan penelitian yang selanjutnya
dipresentasikan di hadapan Staf Pengajar Departemen Ilmu Kedokteran
Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.

3.11 Etika Penelitian


Responden yang melakukan pengisian kuesioner pada penelitian ini
dijamin kerahasiaan terhadap data-data yang diberikan dan berhak untuk
menolak menjadi responden.

41
3.12 Sarana Penelitian
3.12.1 Tenaga
Penelitian dilakukan oleh tiga orang mahasiswa kepaniteraan ilmu
kedokteran masyarakat, dengan dibantu oleh satu orang pembimbing yaitu
dosen ilmu kedokteran masyarakat.
3.12.2 Fasilitas
Fasilitas yang tersedia berupa ruang perpustakaan, ruang diskusi,
timbangan digital, microtoise, lembar kuesioner, komputer, printer,
program SPSS ver.16, internet dan alat tulis.

42
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai hubungan antara obesitas dengan


ketidakteraturan siklus menstruasi pada siswi SMA di SMA Tarbiyatul wilayah
Kelurahan Kedoya Selatan, Jakarta Barat periode September 2017, didapatkan sampel
sebanyak 104 siswi. Hasil penelitian ini kami sajikan dalam tabel.

Tabel 4.1 Distribusi Siklus Menstruasi, Status Obesitas, Usia Menarche, Kebiasaan
Olahraga, Stress Psikis, Lama Waktu Tidur, dan Kebiasaan Merokok pada Siswi SMA
Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan, Jakarta Barat Periode September 2017

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)


Ketidakteraturan Siklus Teratur 58 55.8
Menstruasi Tidak Teratur 46 44.2
Status Obesitas Tidak Obesitas 61 58.7
Obesitas 43 41.3
Usia Menarche <11 tahun 32 30.8
11-15 tahun 60 57.7
>15 tahun 12 11.5
Kebiasaan Olahraga Kurang 49 47.1
Cukup 33 31.7
Lebih 22 21.2
Stress Psikis Normal 12 11.5
Ringan 25 24.0
Sedang 28 26.9
Parah 29 27.9
Sangat Parah 10 9.6
Lama Waktu Tidur >=8.5jam 54 51.9
< 8.5 jam 50 48.1
Merokok Tidak Merokok 88 84.6
Merokok 16 15.4

43
Tabel 4.2 Analisis Bivariat Hubungan antara Obesitas, Lama Waktu Tidur, Kebiasaan Merokok, Usia
Menarche, Stress Psikis, dan Kebiasaan Olahraga dengan Ketidakteraturan Siklus Menstruasi di SMA
Tarbiyatul Jakarta Barat Periode September 2017

Siklus Menstruasi
Uji Odd Ratio
Variabel Kategori Nilai P Hipotesis
Tidak Statistik (Confident Interval)
Teratur
teratur
Status Tidak Obesitas 47 8 Uji Chi-
0,000 Ditolak 9,76(CI 95%, 3,93-
Obesitas Obesitas 14 32 Square 24,22)
Lama >=8.5 jam 32 22 1.34(CI 95%,0,61-
Uji Chi-
Waktu 0,456 Diterima 2.91)
Square
Tidur < 8.5 jam 26 24
Tidak 1.77(CI 95%,0.60-
Kebiasaan 51 37 Uji Chi-
merokok 0,293 Diterima 5,19)
Merokok Square
Merokok 7 9

<11 tahun 16 16
Usia Uji Chi-
0,118 Diterima
Menarche 11-15 tahun 38 22 Square 0.57 ; 3.45
> 15 tahun 4 8

Normal 7 5

Stress Ringan 19 6 Uji Chi-


0,002 Ditolak
Psikis Sedang 20 8 Square 0.44 ;0.56 ;2.66 ;5.6
Parah 10 19
Sangat Parah 2 8

Kurang 28 21
Kebiasaan Uji Chi- 0.79 ;1.35
0,828 Diterima
Olahraga Cukup 17 16 Square
Lebih 13 9

44
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Sebaran Variabel-Variabel Penelitian


5.1.1 Sebaran Ketidakteraturan Siklus Menstruasi di SMA Tarbiyatul Kelurahan
Kedoya Selatan Jakarta Barat Periode September 2017
Pada penelitian ini diambil sampel sebanyak 104 subjek penelitian dan
didapatkan sebanyak 44,2% siswi mengalami ketidakteraturan siklus
menstruasi dan sebanyak 55.8% siswi teratur siklus menstruasinya. Pada
penelitian ini juga didapatkan distribusi jumlah ketidakteraturan siklus
menstruasi, dimana siswi dengan jumlah ketidakteraturan siklus menstruasi
sebanyak satu siklus terdapat 34 orang (32.7%), ketidakteraturan siklus
menstruasi pada dua siklus sejumlah 9 orang (8.7%), dan ketidakteraturan
siklus menstruasi pada 3 siklus terakhir 3 orang (2.9%). Hal ini berbeda dengan
Riset Kesehatan Dasar 2013 bahwa prevalensi wanita umur 10-59 tahun yang
mengalami siklus menstruasi tidak teratur di DKI Jakarta sebesar 17,2%.
Perbedaan hasil ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan jumlah
sampel, perbedaan tempat, perbedaan jangka waktu pengambilan sampel, dan
dapat disebabkan terjadinya bias pada pengukuran. Berdasarkan dengan
tinjauan pustaka hal ini berhubungan dengan beberapa faktor seperti status
obesitas, usia menarche, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, stress psikis,
dan lama waktu tidur.

5.1.2 Sebaran Status Obesitas di SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan Jakarta
Barat Periode September 2017
Sebaran status obesitas dengan total subyek penelitian 104 sampel,
dengan proporsi siswi yang obesitas menurut WHO dengan IMT >=30 kg/m2
sejumlah 38 orang (36.5%) dan proporsi yang tidak obesitas dengan jumlah 66
(63.5%). Sebaran status obesitas menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia dengan IMT >27 kg/m2 adalah sejumlah 43 orang (41.3%) dan
proporsi yang tidak obesitas dengan jumlah 61 orang (58.7%). Rata-rata tinggi
badan siswi SMA Tarbiyatul 153,41 cm, sedangkan rata-rata berat badan siswi
SMA Tarbiyatul 58.06 kg. IMT rata-rata siswi SMA Tarbiyatul 24,80 kg/m2

45
dimana menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia masih dalam status
gizi yang normal. Dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah siswi SMA
Tarbiyatul Jakarta Barat Periode September 2017 tidak menderita obesitas.

5.1.3 Sebaran Usia Menarche di SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan Jakarta
Barat Periode September 2017
Sebaran usia menarche pada siswi di SMA Tarbiyatul Jakarta Barat
dengan total subyek penelitian 104 sampel, proporsi siswi yang usia menarche
<11 tahun sejumlah 32 orang (30.8 %), siswi dengan usia menarche 11-15
tahun sejumlah 60 siswi (57.7%) dan proporsi siswi dengan usia menarche >15
tahun sejumlah 12 siswi (11.5%). Dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah
siswi SMA Tarbiyatul Jakarta Barat mengalami menarche yang normal pada
rentang usia 11-15 tahun.

5.1.4 Sebaran Kebiasaan Olahraga di SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan


Jakarta Barat Periode September 2017
Sebaran kebiasaan olahraga pada siswi di SMA Tarbiyatul Jakarta Barat
Periode September 2017 dengan total subyek penelitian 104 sampel, proporsi
siswi yang memiliki kebiasaan olahraga kurang (< 3 kali dalam seminggu)
adalah sebanyak 49 orang (47.1%), proporsi siswi dengan kebiasaan olahraga
yang cukup (3-5 kali dalam seminggu) adalah sebanyak 33 orang (31.7%),
sedangkan siswi dengan kebiasaan olahraga yang berlebihan (>5 kali dalam
seminggu) yaitu sebanyak 22 orang (21.2%). Dapat disimpulkan bahwa
mayoritas siswi SMA Tarbiyatusl masih kurang dalam memiliki kebiasaan
berolahraga.

5.1.5 Sebaran Stress Psikis di SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan Jakarta
Barat Periode September 2017
Sebaran stress psikis pada siswi SMA Tarbiyatul Jakarta Barat Periode
September 2017 dengan total subyek penelitian 104 sampel, dengan proporsi
tingkat stress normal sebanyak 12 orang (11.5%), tingkat stress ringan
sebanyak 25 orang (24%), tingkat stress sedang sebanyak 28 orang (26.9%),
tingkat stress parah sebanyak 29 orang (27.9%) dan tingkat stress sangat parah

46
pada 10 orang (9.6%). Dapat disimpulkan bahwa proporsi tingkat stress parah
menjadi proporsi terbesar pada siswi SMA Tarbiyatul Jakarta Barat.

5.1.6 Sebaran Lama Waktu Tidur di SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan
Jakarta Barat Periode September 2017
Sebaran lama waktu tidur di SMA Tarbiyatul Jakarta Barat Periode
September 2017 dengan total subyek penelitian 104 sampel, dengan proporsi
kelompok siswi yang rata-rata durasi tidurnya < 8.5 jam adalah sebanyak 50
orang (48.1%) dan yang >=8.5 jam sejumlah 54 orang (51.9%). Dapat
disimpulkan bahwa lebih dari setengah siswi SMA Tarbiyatul memiliki durasi
atau lama waktu tidur yang cukup yaitu >=8.5 jam.

5.1.7 Sebaran Kebiasaan Merokok di SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan


Jakarta Barat Periode September 2017
Sebaran kebiasaan merokok di SMA Tarbiyatul Jakarta Barat Periode
September 2017 dengan total subyek penelitian 104 sampel, dengan proporsi
kelompok siswi yang memiliki kebiasaan merokok yaitu sebanyak 16 orang
(15.4%) dan kelompok siswi yang tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu
sebanyak 88 orang (84.6%). Dapat disimpulkan bahwa mayoritas siswi SMA
Tarbiyatul Jakarta Barat tidak memiliki kebiasaan merokok.

5.2 Analisa Variabel-variabel yang Berhubungan dengan Ketidakteraturan Siklus


Menstruasi Pada Siswi SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan Jakarta
Barat Periode September 2017

5.2.1 Hubungan Status Obesitas dengan Ketidakteraturan Siklus Menstruasi pada


Siswi SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan Jakarta Barat Periode
September 2017
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa hubungan antara adanya
obesitas (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, IMT>27 kg/m2) dengan
ketidakteraturan siklus menstruasi dan diuji menggunakan Chi-square
didapatkan nilai p=0.000 (p<0.05) yang berarti H0 ditolak sehingga ada
hubungan antara adanya obesitas dengan ketidakteraturan siklus menstruasi.
Berdasarkan status obesitas (WHO, IMT>=30 kg/m2) dengan ketidakteraturan
47
siklus menstruasi dan diuji menggunakan Chi-Square, didapatkan nilai p=0.000
(p<0.05) yang berarti H0 ditolak sehingga ada hubungan antara adanya obesitas
dengan ketidakteraturan siklus menstruasi. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan salah satu penyebab ketidakteraturan siklus menstruasi adalah
obesitas. Hal ini sejalan dengan penelitian Eun Kyung Jung (2017) tentang
prevalensi ketidakteraturan siklus menstruasi dan faktor-faktor yang berkaitan
pada wanita usia 19-40 tahun di Korea bahwa wanita dengan gangguan siklus
haid memiliki BMI yang secara signfikan lebih tinggi daripada yang berat
badannya normal (p = 0.039 , p<0.001).50 Hal ini juga sesuai dengan penelitian
Shuying Wei (2009) yang bertujuan untuk mengevaluasi asosiasi siklus
menstruasi dengan perbedaan komposisi tubuh dan faktor hormonal pada
wanita muda di Australia. Berdasarkan penelitian terhadap BMI (prevalence
ratio (PR) = 2.61; 95% CI = 1.285.35) didapatkan bahwa obesitas memiliki
hubungan yang signifikan terhadap ketidakteraturan siklus haid.49

5.2.2 Hubungan Lama Waktu Tidur dengan Ketidakteraturan Siklus Menstruasi pada
Siswi SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan Jakarta Barat Periode
September 2017
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara
lama waktu tidur dengan ketidakteraturan siklus menstruasi dan diuji
menggunakan Chi-square didapatkan nilai p=0.456 (p>0.05) yang berarti H0
ditolak sehingga tidak ada hubungan antara lama waktu tidur dengan
ketidakteraturan siklus menstruasi.

Hal ini sejalan dengan penelitian Eun Kyung Jung (2017) tentang
prevalensi ketidakteraturan siklus menstruasi dan faktor-faktor yang berkaitan
pada wanita usia 19-40 tahun di Korea bahwa durasi tidur tidak memiliki
hubungan yang signifikan terhadap ketidakteraturan siklus menstruasi
(p=0.419, p>0.05).50

Namun hal ini bertentangan dengan penelitian Ga Eun Nam (2017)


yang meneliti tentang hubungan antara durasi tidur dan ketidakteraturan siklus
menstruasi pada remaja di Korea dimana didapatkan hasil rata-rata durasi tidur
secara signifikan lebih pendek pada subjek penelitian dengan ketidakteraturan
siklus haid dibandingkan dengan kontrol. Penelitian ini menemukan hubungan
48
yang signifikan antara durasi tidur dan ketidakteraturan siklus haid pada
remaja.40 Hal serupa juga bertentangan dengan penelitian Xianchen Liu (2017)
yang mereka kerjakan terhadap remaja usia 12 18 tahun (mean age= 15.0, SD
= 1.4) dimana didapatkan hasil ketidakteraturan siklus haid (OR=1.72, 95%CI=
1.30-2.27) secara signifikan berhubungan dengan kualitas tidur yang buruk.35

5.2.3 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Ketidakteraturan Siklus Menstruasi


pada Siswi SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan Jakarta Barat Periode
September 2017
Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan bahwa hubungan antara kebiasaan
merokok dengan ketidakteraturan siklus menstruasi dan diuji menggunakan
Chi-square didapatkan nilai p=0.293 (p>0.05) yang berarti H0 diterima
sehingga tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan
ketidakteraturan siklus menstruasi.
Hal ini sejalan dengan penelitian Luqni (2015) tentang hubungan
kebiasaan merokok dengan ketidakteraturan siklus menstruasi bahwa
didapatkan hasil bahwa merokok tidak memiliki hubungan yang signifikan
terhadap siklus menstruasi.71
Sedangkan, hal ini bertentangan dengan penelitian Rowland (2002)
tentang hubungan kondisikondisi medis dan gaya hidup dengan
ketidakteraturan siklus menstruasi didapatkan bahwa ketidakteraturan siklus
menstruasi memiliki hubungan yang signifikan terhadap kebiasaan merokok
pada wanita.68

5.2.4 Hubungan Usia Menarche dengan Ketidateraturan Siklus Menstruasi pada


Siswi SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan Jakarta Barat Periode
September 2017
Berdasarkan tabel 4.6 bahwa didapatkan hubungan antara usia
menarche dengan ketidakteraturan siklus menstruasi dan diuji menggunakan
Chi-square didapatkan nilai p=0.118 (p>0.05) yang berarti H0 diterima
sehingga tidak ada hubungan antara usia menarche dengan ketidakteraturan
siklus menstruasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Eun-Kyung Jung (2017)
pada wanita berusia 1940 tahun di Korea. Pada penelitian ini, usia menarche

49
dikatakan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap siklus menstruasi
(p=0,41).50

5.2.5 Hubungan Stress Psikis dengan Ketidakteraturan Siklus Menstruasi pada Siswi
SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan Jakarta Barat Periode September
2017
Berdasarkan tabel 4.7 bahwa hubungan antara pengaruh stress psikis
dengan ketidakteraturan siklus menstruasi dan diuji menggunakan Chi-square
didapatkan nilai p=0.002 (p<0.05) yang berarti H0 ditolak sehingga ada
hubungan antara stress psikis dengan ketidakteraturan siklus menstruasi. Hal
ini sejalan dengan penelitian Achmad (2011) tentang hubungan antara tingkat
stress dengan ketidakteraturan siklus menstruasi didapatkan pada hasil uji
statistik bahwa ada hubungan antara stres psikologis dengan siklus menstruasi
pada sisiwi di SMAN 5 Cimahi (p-value = 0,040).58 Hal ini juga sejalan dengan
penelitian Mi Yu (2016) mengenai hubungan antara masalah kesehatan jiwa
dengan ketidakteraturan siklus menstruasi pada remaja di Korea, didapatkan
hasil kejadian ketidakteraturan siklus haid cenderung meningkat seiring dengan
peningkatan masalah kesehatan jiwa (p-value = 0.016). Pada penelitian ini,
dikatakan ketidakteraturan siklus haid berhubungan secara signifikan dengan
tingginya tingkat stress dan mood depresif.59 Penelitian lain yang memiliki hasil
serupa adalah penelitian Eun-Kyung Jung (2017) tentang prevalensi
ketidakteraturan siklus menstruasi dan faktor-faktor yang berkaitan pada wanita
usia 19-40 tahun di Korea dimana prevalence ratio untuk stress psikologis
adalah 1.46 (95% CI 1.111.92). Penelitian ini menyatakan bahwa stress psikis
merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap ketidakteraturan siklus
menstruasi pada wanita berusia 19-40 tahun. Penelitian ini mengatakan, dari
berbagai variabel yang diteliti, stress psikis merupakan faktor yang paling
signifikan terhadap peningkatan resiko ketidakteraturan siklus menstruasi.50

5.2.6 Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Ketidakteraturan Siklus Menstruasi


pada Siswi SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan Jakarta Barat Periode
September 2017

50
Berdasarkan tabel 4.8 bahwa hubungan antara kebiasaan olahraga
dengan ketidakteraturan siklus menstruasi dan diuji menggunakan Chi-square
didapatkan nilai p=0.828 (p>0.05) yang berarti H0 diterima sehingga tidak ada
hubungan antara kebiasaan olahraga dengan ketidakteraturan siklus menstruasi.
Hal ini bertentangan dengan penelitian Hidayati (2012) mengenai hubungan
antara kebiasaan olahraga dengan kejadian oligomenore dengan populasi
penelitian ini adalah remaja putri di SMK Widyapraja Ungaran. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan kebiasaan olahraga dengan
kejadian oligomenore pada remaja putri di SMK Widyapraja Ungaran
Kabupaten Semarang, dengan p-value sebesar 0,039 ( = 0,05).53 Hal
bertentangan juga dapat dilihat dari penelitian Kurniawan AF (2016) mengenai
pengaruh olahraga terhadap keteraturan siklus menstruasi pada mahasiswi
fakultasi Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. Pada penelitian ini
didapatkan nilai p-value <0.05 atau bermakna pada frekuensi dan durasi
kebiasaan olahraga terhadap ketidakteraturan siklus menstruasi.56

51
BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai hubungan obesitas dengan ketidakteraturan


siklus menstruasi pada siswi SMA di SMA Tarbiyatul Kelurahan Kedoya Selatan,
Jakarta Barat bulan September 2017 dapat disimpulkan bahwa dari 104 sampel
siswi SMA didapatkan 58 siswi dengan siklus menstruasi yang tidak teratur
(55.8%) dan siswi yang siklus menstruasinya teratur terdapat 46 orang (44.2%).
Siswi yang obesitas terdiri dari 43 orang (41.3%) dan siswi yang tidak obesitas
terdiri dari 61 orang (58.7%).Usia menarche <11 tahun terdiri dari 32 orang
(30.8%), 11-15 tahun terdiri dari 60 orang (57.7%), dan >15 tahun terdiri dari 12
orang (11.5%). Untuk kebiasaan olahraga pada kategori kurang didapatkan 49
orang (47.1%), kategori cukup terdapat 33 orang (31.7%) dan kategori lebih terdiri
dari 22 orang (21.2%). Pada stress psikis untuk kategori normal terdapat 12 orang
(11.5%), kategori ringan terdapat 25 orang (24.0%), kategori sedang terdapat 28
orang (26.9%) dan kategori sangat parah terdapat 10 orang (9.6%). Untuk lama
tidur yang >=8.5 jam didapatkan hasil 54 orang (51.9%) dan <8.5 jam terdapat 50
orang (48.1%). Untuk kategori merokok terdapat 16 orang (15.4%) dan kategori
tidak merokok terdapat 88 orang (84.6%).

Dari analisis bivariat menunjukan adanya hubungan antara obesitas dan


stress psikis dengan ketidakteraturan siklus menstruasi pada siswi SMA
Tarbiyatul, Jakarta Barat. Sedangkan antara usia menarche, kebiasaan olahraga ,
lama tidur dan merokok dengan ketidakteraturan siklus menstruasi pada siswi
SMA Tarbiyatul, Jakarta Barat periode September 2017 tidak menunjukan adanya
hubungan.

6.2 Saran

Perbaikan kualitas siklus mestruasi pada remaja putri di SMK Tarbiyatul


di Kelurahan Kedoya Selatan, Jakarta Barat dalam menjaga agar siklus

menstruasinya teratur memerlukan upaya sebagai berikut:

52
6.2.1. Bagi Remaja Putri

Diharapkan kepada remaja putri di SMK Tarbiyatul di Kelurahan


Kedoya Selatan, Jakarta Barat yang mengalami ketidakteraturan dalam
siklus menstruasi untuk berkonsultasi kepada dokter.

6.2.2. Bagi SMK Tarbiyatul di Kelurahan Kedoya Selatan, Jakarta Barat

Diharapkan kepada pihak sekolah menyediakan tempat konsultasi


kesehatan terkait dengan status gizi dan kesehatan reproduksi remaja
wanita.

6.2.3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat sebagai upaya menambah pengetahuan


tentang kesehatan reproduksi remaja putri sehingga nantinya dapat
menerapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Diharapkan dengan adanya
hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian lebih lanjut
mengenai obesitas dengan ketidakteraturan siklus menstruasi dan semakin
memperkaya wawasan peneliti.

53
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdelmoty HI, et al. Menstrual patterns and disorders among secondary school
adolescents in Egypt. A cross-sectional survey. BMC Women's Health:2015;p.1-6
2. Cakir M et al. Okten, A Menstrual pattern and common menstrual disorders
among university students in Turkey. Pediatrics International:2007; 49:938942.
3. Lee LK, Chen PCY, Lee KK, Kaur J. Menstruation among adolescent girls in
Malaysia: a cross-sectional school survey. Singapore Med: 2006; 47(10):869.
4. Harlow SD, Campbell OMR. Epidemiology of menstrual disorders in developing
countries: a systematic review. BJOG: an International Journal of Obstetrics and
Gynaecology Vol. 111:2007; p. 616
5. Kadir RA, Edlund M, Von Mackensen S. The impact of menstrual disorders on
quality of life in women with inherited bleeding disorders. Haemophilia: 2010:p.
832839.
6. Symphorosa SC, et al. Menstrual problems and health-seeking behavior in Hong
Kong Chinese girls.Hong Kong Med J. 2009; 15:p.18-23.
7. Sianipar, Olaf dkk. Prevalensi Gangguan Menstruasi dan Faktor-faktor yang
Berhubungan pada Siswi SMU di Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur. Artikel
Penelitian Fakultas Kedokeran Universitas Indonesia Juli 2009: 2009.
8. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI:2013
9. Lambert-Messerlian G et al. First assessment of menstrual cycle function and
reproductive endocrine status in Samoan women. Human Reproduction (Oxford,
England), 2011,26:p. 25182524.
10. Chang P-J et al. Risk factors on the menstrual cycle of healthy Taiwanese college
nursing students. Australian and New Zealand Journal of Obstetrics and
Gynaecology, 2009, 49:p.689694.
11. Allsworth JE et al. The influence of stress on the menstrual cycle among newly
incarcerated women. Womens Health Issues, 2007, 17:p.202209.
12. Departemen Kesehatan RI. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta. 2014; p.1.
13. Hall J. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiogi kedokteran. 12th ed. Singapura:
Elsevier Health Sciences; 2014.h.1069-1085.
54
14. Nelson, L. Menstruation and the menstrual cycle fact sheet. Office on Womens
Health, US Department of Health and Human Services; 2009.
15. Maffulli N, Chan KM, Macdonald R, Malina RM, Parker T. Sport Medicine for
Specific Ages and Abilities. In: Wong MWN, To WWK, Chan KM. dance
Medicine. Diunduh dari URL: https://www.us.elsevierhealth.com. pada tanggal 11
September 2017.
16. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC; 2009.h. 833-45.
17. Syafiq A, Setiarini A, Utari DM, Achadi EL, Fatmah, Kusharisupeni. Gizi dan
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rajagrafindo Persada; 2007.
18. Manuaba IBG. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan; 2009.
19. Sidarwan, Sugondo. Obesitas. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Pusat

Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta. 2006; h.1941 6.

20. Budiyanto. Diet Therapy pada Obesitas . Gizi dan kesehatan. UMM Press,
Madang. 2002;h.47 55.
21. World Health Assembly resolution WHA57. On a global strategy on diet,
physical activity and health. Geneva, World Health Organization. 2004.
22. Carroquino MJ. Prevalence of overweight and obesity in children and adoles-
cents.European Environment and Health Information System. Institute of Health
Carlos III,2009;p.1-7.
23. Ogden CL, Carroll MD, Curtin LR, et al. Prevalence of high body mass index in
US children and adolescents, 20072008. JAMA 2010; 303: 242-9.
24. National Center for Health Statistics. Health, United States, 2004 with Chartbook
on Trends in the Health of Americans .Hyattsville, MD; 2004.
25. Ebbeling CB, Pawlak DB, Ludwig DS. Childhood obesity: public-health crisis,
common sense cure. The Lancet. 2002;360(9331):473482.
26. Lissau I, Overpeck MD, Ruan WJ, Due P, Holstein BE, Hediger ML. Body mass
index and overweight in adolescents in 13 European Countries, Israel, and the
United States. Archives of Pediatrics and Adolescent Medicine. 2004;158(1):27
33.
27. Must A, Anderson SE. Body mass index in children and adolescents:
considerations for population-based applications. International Journal of Obesity.
2006;30(4):590594.

55
28. Reilly JJ. Diagnostic accuracy of the BMI for age in paediatrics. International
Journal of Obesity. 2006;30(4):595597.
29. Bibiloni MM, Pons A, Tur, JA. Prevalence of Overweight and Obesity in
Adolescents: A Systematic Review. Hindawi Publishing Corporation,2013;p.1-14.
30. Pedoman Praktis Untuk Mempertahankan Berat Badan Normal Berdasarkan
Indeks Massa Tubuh dengan Gizi Seimbang. Departemen Kesehatan.2012
Diunduh dari gizi.depkes.go.id/wp-content/.../ped-praktis-stat-gizi-dewasa.doc
pada 11 September 2017.
31. Waist circumference and waisthip ratio: report of a WHO expert consultation,
Geneva, 811 December 2008. WHO:2011; hlm 5-20.
32. Lee JC, Yu BK, Byeon JH, Lee KH, Min JH, Park SH. A study on the
menstruation of Korean adolescent girls in Seoul. Korean J Pediatr. 2011 May;
54(5): p.201206.
33. Linda, Danny, Heffner, Schust. At a Glance Sistem reproduksi. Edisi kedua.
Erlangga: Jakarta, 2005;p38-9.
34. Nurlaila, Hazanah S, Shoufiah R. Hubungan stres dengan siklus menstruasi pada
mahasiswa usia 18-21 tahun. Jurnal Husada Mahakam 3(9),2015;p.452-521.
35. Romans SE, Kreindler D, Einstein G, et al. Sleep quality and the menstrual cycle.
Sleep Med 2015;16(4):p. 489-95.
36. Arborelius L, Owens MJ, Plotsky PM, Nemeroff CB. The role of corti- cotropin-
releasing factor in depression and anxiety disorders. J Endocrinol vol 160: 1999;
p.112.
37. Vgontzas AN, Tsigos C, Bixler EO, Stratakis CA, Zachman K, Kales A, Vela-
Bueno A, Chrousos GP. Chronic insomnia and activity of the stress system: a
preliminary study. J Psychosom Res 45; 1998:p.2131.
38. Vgontzas AN, Bixler EO, Lin HM, Prolo P, Mastorakos G, Vela-Bueno A, Kales
A, Chrousos GP. Chronic insomnia is associated with nyctohemeral activation of
the hypothalamic-pituitary-adrenal axis: clinical implications. J Clin Endocrinol
Metab vol 86: 2001;p.37873794.
39. Rodenbeck A, Huether G, Ruther E, Hajak G. Interactions between evening and
nocturnal cortisol secretion and sleep parameters in patients with severe chronic
primary insomnia. Neurosci Lett: 2002; p. 159163.
40. Laughlin GA, Yen SS. Hypoleptinemia in women athletes: absence of a diurnal
rhythm with amenorrhea. J Clin Endocrinol Metabol. 1997;82: p.318 321.
56
41. Nam GE, Han KD, Lee GJ. Association between sleep duration and menstrual
cycle irregularity in Korean female adolescents,2017.Elsevier J Sleep
Medicine,(35);62-6.
42. Deligeoroglou E, Tsimaris P. Menstrual disturbances in puberty. Best Pract Res
Clin Obstet Gynaecol 2010;24:15771.
43. Sowinska-P E, Andrysiak-Mamos E, Jarzabek- Bielecka G, et al. Functional
hypothalamic amenorrhea diagnostic challenges, monitoring, and treatment.
Endokrynol Pol 2015;66:25260.
44. Yani N G. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Siklus Menstruasi pada Atlet
Kontingen PON XIX Jawa Barat di KONI Sulawesi Selatan. Makassar:Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanudin.2016.
45. Obesity and overweight. WHO;2016. Diunduh dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/ pada tanggal 11 September
2017.
46. Waist circumference and waisthip ratio: report of a WHO expert consultation,
Geneva, 811 December 2008. WHO:2011;p.15-6.
47. Samsulhadi. Ovarium polikistik dan permasalahannya. Dalam: Majalah Obstetri
dan Ginekologi: 1999; p. 9-13.
48. Kakisina P, Indra R. Peran leptin terhadap aktivitas maturation-promoting factor
(MPF) pada maturasi oosit. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang:2008.
49. Ko KM, Han K, Chung YJ, Yoon KH, Park YG, Lee SH. Association between
Body Weight Changes and Menstrual Irregularity: The Korea National Health
and Nutrition Examination Survey 2010 to 2012. J Endocrinol Metab . Seoul,
2017;32(2):248-256.
50. Wei SY, Schmidt MD, Dwyer T, Norman RJ, Venn AJ. Obesity and Menstrual
Irregularity: Associations With SHBG, Testosterone, and Insulin. Obesity:
2009:17(5);p. 10701076.
51. Jung EK, Kim SW, Ock SM, Jung KI, Song CH. Prevalence and related factors of
irregular menstrual cycles in Korean women: the 5th Korean National Health and
Nutrition Examination Survey (KNHANES-V, 20102012). Journal of
Psychosomatic Obstetrics & Gynecology, 2017;p.1-8.
52. Warren MP .The effect of intense excercise on the female reproductive system:
2012;p. 34-9.
57
53. De cree C. Sex steroid metabolism and menstrual irregularities in the excercising
female. Sport Med; 1998:p.1254-8.
54. Hidayati R, Apriatmoko R, Aniroh U. Hubungan kebiasaan olahraga dengan
kejadian oligomenore pada remaja putri di SMK Widyapraja Ungaran Kabupaten
Semarang. Ngudi Waluyo Ungaran: 2012.
55. Nattiv A, Loucks AB, Manore MM, Sanbom CF, Borgen JS, Warren MP. The
Female Athlete Triad. American College of Sports Medicine 2007; p. 1867-1882.
56. Asmarani R. Pengaruh Olahraga terhadap Siklus Haid Atlit [skripsi]. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2010.
57. Kurniawan AF, Trisetiyono Y, Pramono D. Pengaruh olahraga terhadap
keteraturan siklus menstruasi pada mahasiswa Fakultas Keolahragaan Universitas
Negeri Semarang tahun 2016. Jurnal Kedokteran Dipenogoro Vol 5.
Semarang;2016:p.298-306.
58. Toufexis D, Rivarola MA, Lara H, Viau V. Stress and the reproductive axis. J
Neuroendocrinol: 2014;p. 57386.
59. Hubungan Asupan Gizi, Aktivitas Fisik, Menstruasi Dan Anemia Dengan Status
Gizi Pada Siswi Madrasah Aliyah. Basri Aramiko, et al . SEL Jurnal Penelitian
Kesehatan Vol.4 No.1, Juli 2017, 21-30.
60. Yu M, Han KD, Nam GE. The association between mental health problems and
menstrual cycle irregularity among adolescent Korean girls. Journal of Affective
Disorders,2016;p.1-27.
61. Romans SE, Kreindler D, Einstein G, et al. Sleep quality and the menstrual cycle.
Sleep Med 2015;16(4):p. 489-95.
62.
Matricciani LA, Olds TS, Blunden S, Rigney G, Williams MT. Never enough
sleep: a brief history of sleep recommendations for children. Pediatrics.
2012;129(3):54856.
63. Arborelius L, Owens MJ, Plotsky PM, Nemeroff CB. The role of corti- cotropin-
releasing factor in depression and anxiety disorders. J Endocrinol vol 160: 1999;
p.112.
64. Vgontzas AN, Tsigos C, Bixler EO, Stratakis CA, Zachman K, Kales A, Vela-
Bueno A, Chrousos GP. Chronic insomnia and activity of the stress system: a
preliminary study. J Psychosom Res 45; 1998:p.2131.
65. Vgontzas AN, Bixler EO, Lin HM, Prolo P, Mastorakos G, Vela-Bueno A, Kales
A, Chrousos GP. Chronic insomnia is associated with nyctohemeral activation of
58
the hypothalamic-pituitary-adrenal axis: clinical implications. J Clin Endocrinol
Metab vol 86: 2001;p.37873794
66. Rodenbeck A, Huether G, Ruther E, Hajak G. Interactions between evening and
nocturnal cortisol secretion and sleep parameters in patients with severe chronic
primary insomnia. Neurosci Lett: 2002; p. 159163.
67. Laughlin GA, Yen SS. Hypoleptinemia in women athletes: absence of a diurnal
rhythm with amenorrhea. J Clin Endocrinol Metabol. 1997;82: p.318 321.
68. Prawiroharjo S. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2011.
69. Rowland A, Baird D, Long S, Wegienka G, Harlow S, Alavanja M et al. Influence
of Medical Conditions and Lifestyle Factors on the Menstrual Cycle. J.
Epidemiology. 2002;13(6):668-674
70. Kaplowitz P: Pubertal development in girls: secular trends. Current Opinion in
Obstetrics & Gynecology. 2006, 18 (5): 487-491.
71. National Health Service UK. Irregular periods. 2015. Diunduh dari
http://www.nhs.uk/Conditions/Periods-irregular/Pages/Introduction.aspx pada
tanggal 12 September 2017.
72. Windham GC, Elkin EP, Swan SH, Waller KO, Fenster L. Cigarette Smoking and
Effects on Menstrual Function . J Obstet Gynecol. Vol. 93, No. 1, 1999. P. 59-65.

59
LAMPIRAN 1

PEMERINTAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

SUKU DINAS KESEHATAN JAKARTA BARAT

PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KELURAHAN KEDOYA SELATAN

JL. RAYA KEDOYA SELATAN TELP. 58303182

JAKARTA

NO : 01/IX/PKLKS/2017 Kepada

LAMP : - Yth. Bapak/Ibu Kepala Sekolah

HAL : Pemberitahuan Pelaksanaan SMA TARBIYATUL

Penyebaran kuesioner penelitian Di

Jakarta

Dengan Hormat.

Bersama ini kami beritahukan kepada Bapak/Ibu Kepala Sekolah di wilayah


Kelurahan Kedoya Selatan, bahwa pada tanggal 18 September 2017, kami memohon izin
untuk penyebaran kuesioner penelitian dokter muda FK UKRIDA yang berjudul
Hubungan Antara Obesitas terhadap Ketidakteraturan Siklus Menstruasi pada Siswi
SMA kepada siswi di sekolah Bapak/Ibu.

Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan dan atas kerja samanya kami
ucapkan terima kasih.

Jakarta, 15 September 2017

Kepala Puskesmas

Kel. Kedoya Selatan

dr. Suci Rias Fitrisia

NIP. 198805092014032001

60
LAMPIRAN 2

Kelas No Nama Siklus Menstruasi BB TB IMT


20,81
1 MS 0 50 1,55
20,54
2 NN 0 45 1,48
27,23
3 JF 1 75 1,545
17,36
4 CY 0 45 1,61
30,82
5 AA 1 87 1,68
31,87
6 PA 1 67 1,45
23,81
7 SA 0 55 1,52
10 PM 1
18,03
8 UH 0 45 1,58
23,01
9 PH 0 56 1,56
28,26
10 BR 1 67 1,505
28,95
11 VR 1 72 1,51
28,46
12 FY 1 56 1,54
27,7
13 SS 1 54 1,52
28,67
14 VK 0 45 1,54
26,16
15 DM 1 55 1,45
27,99
16 ET 1 39 1,57
21,62
17 RD 0 48 1,49
19,3
18 M 0 44 1,51
32,05
19 MA 1 44 1,54
10 PM 2 29
20 H 1 54 1,52
22,77
21 R 0 54 1,54
28,51
22 N 1 43 1,51
22,15
23 A 0 56 1,59
61
27,53
24 NA 0 48 1,56
20,69
25 AL 0 51 1,57
15,38
26 M 0 36 1,53
32,67
27 BR 1 67 1,5
27,2
28 LM 1 58 1,54
25,92
29 LS 0 56 1,47
28,06
30 AR 1 45 1,45
23,14
31 NA 1 57 1,65
28,25
32 NI 0 67 1,54
23,31
33 IS 0 65 1,67
17,26
34 DH 0 42 1,56
27,11
35 ES 1 65 1,45
18,37
36 TPR 0 45 1,565
17,96
37 I 0 44 1,565
10AK2 22,72
38 DDA 0 56 1,57
20,96
39 EP 0 51 1,56
28,04
40 RM 1 55 1,58
26,7
41 FH 0 59 1,59
25,33
42 AS 0 54 1,46
29,62
43 IP 0 64 1,47
33,94
44 SD 1 55 1,54
18,86
45 AN 1 43 1,51
29
46 SR 0 67 1,52
23,07
47 KP 1 54 1,53
17,33
48 R 0 39 1,5
32,89
49 HR 0 76 1,52
39,56
11 PM 1 50 DR 1 100 1,59

62
28,51
51 R 0 65 1,51
17,6
52 R 0 42 1,545
23,81
53 SN 0 37 1,52
17,95
54 IP 0 38 1,455
28,5
55 AJ 1 50 1,595
32,15
56 RA 1 48 1,465
22,35
57 ZA 1 53 1,54
20,5
58 AZ 0 48 1,53
17,57
59 DH 0 39 1,49
21,18
60 AD 0 43 1,425
19,82
61 RN 0 44 1,49
30,39
62 NR 0 73 1,55
33,93
63 C 0 60 1,545
18,86
64 DA 0 43 1,51
11 AK 1 32,46
65 PA 1 84 1,56
22,81
66 AD 1 52 1,51
31,4
67 YW 1 56 1,53
30,7
68 SP 1 47 1,51
20,06
69 AB 1 52 1,61
26,29
70 PR 1 58 1,62
28,5
71 MH 1 49 1,475
17,47
72 SH 1 38 1,475
31,62
73 TR 1 44 1,535
24,61
74 EW 1 42 1,65
21,64
75 RA 0 53 1,565
26,67
76 PA 0 67 1,585

63
17,58
11 AK4 77 CA 0 45 1,6
33
78 KN 1 70 1,605
28,44
79 R 1 72 1,535
20,44
80 NAS 0 52 1,595
30,35
81 NN 1 45 1,535
20,95
82 NM 0 50 1,545
17,51
83 JWN 1 41 1,53
22,52
84 MR 0 50 1,49
18,92
85 LO 0 42 1,49
21,33
86 RS 0 48 1,5
31,14
87 DH 1 69 1,51
16,78
88 AS 1 37 1,485
19,68
89 NR 0 51 1,61
12 AK 1 20,7
90 MA 0 53 1,6
30,29
91 SN 0 46 1,425
22,51
92 SN 0 47 1,445
16,85
93 NHP 0 41 1,56
29,22
94 PS 1 62 1,48
18,49
95 SW 0 43 1,525
15,05
96 ML 0 35 1,525
25,2
97 WL 0 42 1,53
30,18
98 WD 0 67 1,49
12AK2
21,37
99 N 0 51 1,545
32,41
100 SM 1 49 1,61
20,36
101 YY 1 44 1,47
17,09
102 S 0 40 1,53

64
34,39
103 H 1 46 1,53
17,91
104 YS 1 45 1,585

Usia Kebiasaan Stress Gangguan


Kelas No Nama
Obesitas menarche Olahraga psikis tidur Merokok
1 MS 0 0 0 3 0 1
2 NN 0 1 0 2 1 0
3 JF 1 1 2 3 1 1
4 CY 0 0 1 2 1 0
5 AA 1 1 0 2 1 0
6 PA 1 1 0 3 0 0
7 SA 0 1 1 3 0 0
10 PM 1 8 UH 0 1 1 1 1 0
9 PH 0 2 1 1 1 0
10 BR 0 1 0 3 0 0
11 VR 1 0 0 4 1 0
12 FY 0 0 1 2 1 1
13 SS 0 2 2 3 1 0
14 VK 0 1 1 3 0 0
15 DM 0 1 1 3 1 0
16 ET 0 0 2 1 1 0
17 RD 0 1 2 4 1 0
18 M 0 0 2 4 1 0
19 MA 0 0 1 4 1 0
20 H 0 1 2 4 1 0
21 R 0 0 2 4 0 0
10 PM 2
22 N 0 2 2 2 1 0
23 A 0 1 2 2 0 0
24 NA 0 1 2 0 1 0
25 AL 0 1 2 2 0 0
26 M 0 2 2 0 1 0
27 BR 0 1 1 3 0 0
28 LM 0 1 2 3 0 0
29 LS 0 1 1 4 0 1
30 AR 0 1 1 2 0 0
10AK2
31 NA 0 2 2 3 0 0
32 NI 1 1 0 3 1 0
33 IS 0 2 1 3 0 0

65
34 DH 0 1 2 2 1 0
35 ES 1 1 2 4 1 0
36 TPR 0 1 0 2 1 0
37 I 0 1 2 2 1 0
38 DDA 0 1 2 1 0 0
39 EP 0 1 1 1 1 0
40 RM 0 1 2 1 1 0
41 FH 0 1 0 1 0 0
42 AS 0 1 1 3 0 0
43 IP 0 2 1 2 0 0
44 SD 0 1 1 1 0 1
45 AN 0 2 2 3 0 0
46 SR 0 0 0 2 0 0
47 KP 0 1 1 3 1 0
48 R 0 0 0 3 1 0
49 HR 1 1 0 3 0 0
50 DR 1 2 2 3 0 0
51 R 0 1 1 4 0 0
52 R 0 1 2 2 0 0
11 PM 1
53 SN 0 1 2 1 0 0
54 IP 0 1 2 2 0 0
55 AJ 0 2 0 4 1 0
56 RA 0 1 1 3 0 0
57 ZA 0 0 2 3 1 1
58 AZ 0 0 2 3 0 0
59 DH 0 1 0 3 1 0
60 AD 0 1 0 3 0 0
61 RN 0 0 1 3 0 0
62 NR 1 1 2 4 0 1
63 C 0 1 2 4 0 1
11 AK 1 64 DA 0 0 2 2 0 0
65 PA 1 1 1 3 0 1
66 AD 0 0 1 2 1 0
67 YW 0 0 1 1 0 0
68 SP 0 0 2 2 0 0
69 AB 0 0 2 4 0 1
70 PR 0 0 0 2 0 0
71 MH 0 1 0 2 0 1
72 SH 0 1 2 3 1 0

66
73 TR 0 1 1 4 1 0
74 EW 0 1 2 1 1 0
75 RA 0 1 1 2 1 0
76 PA 0 1 1 1 1 0
77 CA 0 1 0 2 1 0
78 KN 0 1 1 3 0 0
11 AK4 79 R 1 2 0 3 0 0
80 NAS 0 1 0 1 0 0
81 NN 0 1 1 2 1 0
82 NM 0 1 2 4 0 0
83 JWN 0 1 2 3 0 0
84 MR 0 1 2 2 0 0
85 LO 0 1 2 3 1 1
86 RS 0 1 2 1 1 1
87 DH 1 0 2 3 1 1
88 AS 0 2 2 3 1 1
89 NR 0 0 2 2 1 0
12 AK 1 90 MA 0 1 1 0 0 0
91 SN 0 1 1 3 0 0
92 SN 0 1 2 3 0 1
93 NHP 0 1 0 2 1 0
94 PS 0 0 1 3 1 0
95 SW 0 0 2 2 1 0
96 ML 0 0 2 2 1 0
97 WL 0 0 2 1 0 0
98 WD 1 0 2 2 0 0
99 N 0 0 2 1 1 0
12AK2
100 SM 0 0 0 3 0 0
101 YY 0 0 1 4 0 0
102 S 0 0 1 3 1 0
103 H 0 0 2 4 1 0
104 YS 0 0 2 3 0 0

67
LAMPIRAN 3

KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Obesitas dengan Ketidakteraturan Siklus Menstruasi pada Siswi
SMA

Nama Enumerator :
Tanggal Pengambilan data :

Nomor Responden:

A. IDENTITAS SAMPEL
1. Nama lengkap :
2. Tanggal lahir / usia :
3. Alamat :

4. No. Telp / HP :

5. Pekerjaan :

B. DATA ANTROPOMETRI
Berat Badan : kg
Tinggi Badan : cm

C. SIKLUS MENSTRUASI adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi


yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya.

Isilah pertanyaan dibawah ini yang menurut Anda sesuai dengan diri Anda

1. Usia pertama kali mendapatkan menstruasi ..... tahun

1 bulan terakhir = .... hari


2 bulan terakhir = .... hari
3 bulan terakhir = .... hari
68
D. KEBIASAAN OLAHRAGA RESPONDEN
1.6 Apakah Anda berolahraga?
a. Ya
b. Tidak

Apabila Anda menjawab Ya pada pertanyaan diatas, jawablah pertanyaan berikut ini :

1.7 Berapa kali Anda berolahraga dalam seminggu?


a. < 3 kali
b. 3-5 kali
1.8 Berapa lama waktu yang Anda butuhkan untuk berolahraga?
a. < 30 menit
b. 30-60 menit

2 DURASI TIDUR RESPONDEN


Isilah tabel dibawah ini sesuai jawaban anda

Hari Durasi Tidur


Senin Jam
Selasa Jam
Rabu Jam
Kamis Jam
Jumat Jam
Sabtu Jam
Minggu Jam

3 STRESS
Berilah tanda check list () pada pernyataan dibawah ini sesuai pilihan anda

Keterangan:

0 : Tidak ada atau tidak pernah

1 : Sesuai dengan yang dialami sampai tingkat tertentu, atau kadang-kadang

2 : Sering

3 : Sangat sesuai dengan yang dialami, atau hampir setiap saat.

69
No. Aspek Penilaian 0 1 2 3

1. Anda mudah marah karena hal-hal kecil/sepele

2. Anda sering mengalami mulut terasa kering

Anda tidak dapat melihat hal yang positif dari suatu


3.
kejadian

Anda sering merasakan gangguan dalam bernapas


4.
(napas cepat, sulit bernapas)

Anda merasa seperti tidak kuat lagi untuk melakukan


5.
suatu kegiatan

6. Anda cenderung bereaksi berlebihan pada situasi

7. Anda merasa terdapat kelemahan pada anggota tubuh

8. Anda merasa kesulitan untuk relaksasi/bersantai

Anda merasa cemas yang berlebihan dalam suatu situasi


9.
namun bisa lega jika hal/situasi itu berakhir

10. Anda merasa pesimis

11. Anda mudah merasa kesal

Anda merasa banyak menghabiskan energi karena


12.
cemas

13. Anda merasa sedih dan depresi

14. Anda tidak sabaran

15. Anda merasa kelelahan

Anda kehilangan minat pada banyak hal (misal: makan,


16.
ambulasi, sosialisasi)

17. Anda merasa diri tidak layak

18. Anda mudah tersinggung

Anda mudah berkeringat (misal: tangan berkeringat)


19.
tanpa stimulasi oleh cuaca maupun latihan fisik

20. Anda merasakan ketakutan tanpa alasan yang jelas

21. Anda merasa hidup tidak berharga

70
22. Anda sulit untuk beristirahat

23. Anda merasakan kesulitan dalam menelan

24. Anda tidak dapat menikmati hal-hal yang dilakukan

Anda merasakan perubahan kegiatan jantung dan denyut


25.
nadi tanpa stimulasi oleh latihan fisik

26. Anda merasa hilang harapan dan putus asa

27. Anda mudah marah

28. Anda mudah panic

Anda kesulitan untuk tenang setelah sesuatu yang


29.
mengganggu

Anda merasa takut diri terhambat oleh tugas-tugas yang


30.
tidak biasa dilakukan

31. Sulit untuk antusias pada banyak hal

Sulit mentoleransi gangguan-gangguan terhadap hal


32.
yang sedang dilakukan

33. Berada pada keadaan tegang

34. Merasa tidak berharga

Tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi


35. anda untuk menyelesaikan hal yang sedang Anda
lakukan

36. Ketakutan

37. Tidak ada harapan untuk masa depan

38. Merasa hidup tidak berarti

39. Mudah gelisah

Khawatir dengan situasi saat diri Anda mungkin


40.
menjadi panik dan mempermalukan diri sendiri

41. Gemetar

Sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam melakukan


42.
sesuatu

71
4 Kebiasaan Merokok Responden
Berilah tanda check list () pada pernyataan dibawah ini sesuai pilihan anda

Pilihan Jawaban
No. Pertanyaan
Ya Tidak
1. Saya memiliki kebiasaan merokok
Sampai saat ini saya sudah merokok selama lebih dari 6
2.
bulan
3. Saya memiliki kebiasaan merokok setiap hari
4. Saya merokok paling sedikit 1 batang per hari
Saya memiliki waktu tertentu untuk merokok setiap
harinya (misalnya saat pagi hari sambil minum kopi,
5.
sepulang sekolah, setelah makan, saat nongkrong, saat
stress, saat bosan, dsb)
Saya merokok hanya untuk keperluan tertentu
6. (saat bertemu/bersama dengan orang tertentu, menghadiri
acara/pertemuan tertentu)
7. Rokok adalah salah satu kebutuhan utama saya
Saya biasanya merasa tidak nyaman/gelisah bila tidak
8.
merokok

72
LAMPIRAN 4

1. Analisis Univariat

a. Siklus Menstruasi

Siklus Menstruasi

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid Teratur 58 55.8 55.8 55.8

Tidak Teratur 46 44.2 44.2 100.0

Total 104 100.0 100.0

b. Obesitas
Obesitas (status gizi)

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Obesitas 61 58.7 58.7 58.7

Obesitas 43 41.3 41.3 100.0

Total 104 100.0 100.0

73
c. Usia Menarche

Usia menarche

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <11 tahun 32 30.8 30.8 30.8

11-15 tahun 60 57.7 57.7 88.5

>15 tahun 12 11.5 11.5 100.0

Total 104 100.0 100.0

74
d. Kebiasaaan Olahraga

Kebiasaan Olahraga

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid Lebih 22 21.2 21.2 21.2

Cukup 33 31.7 31.7 52.9

Kurang 49 47.1 47.1 100.0

Total 104 100.0 100.0

e. Stress psikis

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid Normal 12 11.5 11.5 11.5

Skala Ringan 25 24.0 24.0 35.6

Skala Sedang 28 26.9 26.9 62.5

Skala Parah 29 27.9 27.9 90.4

Skala Sangat
10 9.6 9.6 100.0
Parah

Total 104 100.0 100.0

75
f. Lama waktu tidur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid > 8.5 jam 54 51.9 51.9 51.9

< 8.5 jam 50 48.1 48.1 100.0

Total 104 100.0 100.0

76
g. Merokok

Merokok

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Merokok 88 84.6 84.6 84.6

Merokok 16 15.4 15.4 100.0

Total 104 100.0 100.0

h. Jumlah Siklus Menstruasi Irreguler

Jumlah Siklus Menstruasi Irregular

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid 0 58 55.8 55.8 55.8

1 34 32.7 32.7 88.5

2 9 8.7 8.7 97.1

3 3 2.9 2.9 100.0

Total 104 100.0 100.0

77
2. Analisis bivariat
a. Siklus menstruasi dengan obesitas

Crosstab

Obesitas (status gizi)

Tidak Obesitas Obesitas Total

Siklus Menstruasi Teratur Count 47 11 58

% within Siklus
81.0% 19.0% 100.0%
Menstruasi

% within Obesitas
77.0% 25.6% 55.8%
(status gizi)

% of Total 45.2% 10.6% 55.8%

Tidak Teratur Count 14 32 46

% within Siklus
30.4% 69.6% 100.0%
Menstruasi

% within Obesitas
23.0% 74.4% 44.2%
(status gizi)

% of Total 13.5% 30.8% 44.2%

Total Count 61 43 104

% within Siklus
58.7% 41.3% 100.0%
Menstruasi

% within Obesitas
100.0% 100.0% 100.0%
(status gizi)

% of Total 58.7% 41.3% 100.0%

78
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-
27.084a 1 .000
Square

Continuity
25.038 1 .000
Correctionb

Likelihood Ratio 28.165 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear
26.824 1 .000
Association

N of Valid Cases 104

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.02.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


Siklus Menstruasi
9.766 3.937 24.226
(Teratur / Tidak
Teratur)

For cohort
Obesitas (status
2.663 1.690 4.194
gizi) = Tidak
Obesitas

For cohort
Obesitas (status .273 .155 .480
gizi) = Obesitas

N of Valid Cases 104

79
b. Siklus menstruasi dengan usia menarche

Crosstab

Usia menarche

<11 tahun 11-15 tahun >15 tahun Total

Siklus Teratur Count 16 38 4 58


Menstruasi
% within Siklus
27.6% 65.5% 6.9% 100.0%
Menstruasi

% within Usia
50.0% 63.3% 33.3% 55.8%
menarche

% of Total 15.4% 36.5% 3.8% 55.8%

Tidak Teratur Count 16 22 8 46

% within Siklus
34.8% 47.8% 17.4% 100.0%
Menstruasi

% within Usia
50.0% 36.7% 66.7% 44.2%
menarche

% of Total 15.4% 21.2% 7.7% 44.2%

Total Count 32 60 12 104

% within Siklus
30.8% 57.7% 11.5% 100.0%
Menstruasi

% within Usia
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
menarche

% of Total 30.8% 57.7% 11.5% 100.0%

80
Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)

Pearson Chi-
4.272a 2 .118
Square

Likelihood Ratio 4.290 2 .117

Linear-by-Linear
.072 1 .789
Association

N of Valid Cases 104

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The


minimum expected count is 5.31.

c. Siklus menstruasi dan kebiasaan olahraga

Crosstab

Kebiasaan Olahraga

Lebih Cukup Kurang Total

Siklus Menstruasi Teratur Count 13 17 28 58

% within Siklus
22.4% 29.3% 48.3% 100.0%
Menstruasi

% within Kebiasaan
59.1% 51.5% 57.1% 55.8%
Olahraga

% of Total 12.5% 16.3% 26.9% 55.8%

Tidak Teratur Count 9 16 21 46

% within Siklus
19.6% 34.8% 45.7% 100.0%
Menstruasi

% within Kebiasaan
40.9% 48.5% 42.9% 44.2%
Olahraga

% of Total 8.7% 15.4% 20.2% 44.2%

Total Count 22 33 49 104

81
% within Siklus
21.2% 31.7% 47.1% 100.0%
Menstruasi

% within Kebiasaan
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Olahraga

% of Total 21.2% 31.7% 47.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)

Pearson Chi-
.378a 2 .828
Square

Likelihood Ratio .377 2 .828

Linear-by-Linear
.000 1 .988
Association

N of Valid Cases 104

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The


minimum expected count is 9.73.

d. Siklus menstruasi dengan stress psikis

Crosstab

Stress psikis

Skala Skala Skala Skala Sangat


Normal Ringan Sedang Parah Parah Total

Siklus Teratur Count 7 19 20 10 2 58


Menstr
uasi % within
Siklus 12.1% 32.8% 34.5% 17.2% 3.4% 100.0%
Menstruasi

% within
58.3% 76.0% 71.4% 34.5% 20.0% 55.8%
Stress psikis

82
% of Total 6.7% 18.3% 19.2% 9.6% 1.9% 55.8%

Tidak Count 5 6 8 19 8 46
Teratur
% within
Siklus 10.9% 13.0% 17.4% 41.3% 17.4% 100.0%
Menstruasi

% within
41.7% 24.0% 28.6% 65.5% 80.0% 44.2%
Stress psikis

% of Total 4.8% 5.8% 7.7% 18.3% 7.7% 44.2%

Total Count 12 25 28 29 10 104

% within
Siklus 11.5% 24.0% 26.9% 27.9% 9.6% 100.0%
Menstruasi

% within
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Stress psikis

% of Total 11.5% 24.0% 26.9% 27.9% 9.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)

Pearson Chi-
17.477a 4 .002
Square

Likelihood Ratio 18.058 4 .001

Linear-by-Linear
10.207 1 .001
Association

N of Valid Cases 104

a. 1 cells (10.0%) have expected count less than 5. The


minimum expected count is 4.42.

83
e. Siklus menstruasi dengan gangguan tidur

Crosstab

Gangguan tidur

> 8.5 jam < 8.5 jam Total

Siklus Menstruasi Teratur Count 32 26 58

% within Siklus
55.2% 44.8% 100.0%
Menstruasi

% within Gangguan
59.3% 52.0% 55.8%
tidur

% of Total 30.8% 25.0% 55.8%

Tidak Teratur Count 22 24 46

% within Siklus
47.8% 52.2% 100.0%
Menstruasi

% within Gangguan
40.7% 48.0% 44.2%
tidur

% of Total 21.2% 23.1% 44.2%

Total Count 54 50 104

% within Siklus
51.9% 48.1% 100.0%
Menstruasi

% within Gangguan
100.0% 100.0% 100.0%
tidur

% of Total 51.9% 48.1% 100.0%

84
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-
.555a 1 .456
Square

Continuity
.299 1 .584
Correctionb

Likelihood Ratio .555 1 .456

Fisher's Exact Test .554 .292

Linear-by-Linear
.549 1 .459
Association

N of Valid Cases 104

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.12.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


Siklus Menstruasi
1.343 .618 2.918
(Teratur / Tidak
Teratur)

For cohort
Gangguan tidur = 1.154 .788 1.688
> 8.5 jam

For cohort
Gangguan tidur = .859 .577 1.279
< 8.5 jam

N of Valid Cases 104

85
f. Siklus menstruasi dan merokok
Crosstab

Merokok

Tidak Merokok Merokok Total

Siklus Menstruasi Teratur Count 51 7 58

% within Siklus
87.9% 12.1% 100.0%
Menstruasi

% within Merokok 58.0% 43.8% 55.8%

% of Total 49.0% 6.7% 55.8%

Tidak Teratur Count 37 9 46

% within Siklus
80.4% 19.6% 100.0%
Menstruasi

% within Merokok 42.0% 56.3% 44.2%

% of Total 35.6% 8.7% 44.2%

Total Count 88 16 104

% within Siklus
84.6% 15.4% 100.0%
Menstruasi

% within Merokok 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 84.6% 15.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-
1.107a 1 .293
Square

Continuity
.606 1 .436
Correctionb

Likelihood Ratio 1.100 1 .294

Fisher's Exact Test .413 .218

Linear-by-Linear
1.097 1 .295
Association

N of Valid Cases 104

86
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.08.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


Siklus Menstruasi
1.772 .605 5.190
(Teratur / Tidak
Teratur)

For cohort
Merokok = Tidak 1.093 .921 1.298
Merokok

For cohort
Merokok = .617 .249 1.531
Merokok

N of Valid Cases 104

87
LAMPIRAN 5

88

Anda mungkin juga menyukai