Anda di halaman 1dari 11

A.

Konsep Dasar
1. Pengertian
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Grace, 2007 hal 91).
Sementara menurut Fransisca (2008. Hal 96) menyatakan bahwa trauma atau cedera kepala
adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma
tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba,
iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral disekitar jaringan otak.

2. Etiologi
Cedera kepala dapat dibagi atas beberapa penyebab, menurut Krisanty (2009.
Hal:63).
a. Trauma tumpul : kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang menyebar. Berat
ringannya yang terjadi cedera yang terjadi tergantung pada proses akselerasi-deselerasi,
kekatan benturan dan kekuatan rotasi internal. Rotasi internal dapat menyebabkan
perpindahan cairan dan perdarahan petekie karena pada saat otak bergeser akan terjadi
pergeseran antara permukaan otak dengan tonjolan-tonjolan yang terdapat di permukaan
dalam tengkoraklaserasi jaringan otak sehingga mengubah integritas vaskuler otak.
b. Trauma tajam : Disebabkan oleh pisau,peluru, atau fragmen tulang pada fraktur tulang
tengkorak. Kerusakan tergantung pada kecepatan gerak (velocity ) benda tajam tersebut
menancap ke kepala atau otak. Kerusakam terjadi hanya pada area dimana benda tersebut
merobek otak ( lokal ). Objek dengan velocity tinggi (peluru) menyebabkan kerusakan
struktur otak yang luas. Adanya luka terbuka menyebabkan resiko infeksi.
c. Coup dan Contracoup : pada cedera coup kerusakan terjadi pada daerah benturan
sedangkan pada cedera contracoup kerusakan terjadi pada sisi yang berlawanan dengan
cedera coup.
3. Klasifikasi
Menurut Dewanto (2009. Hal 12), Cedera kepala dapat dibagi kedalam 3 kelompok
berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu :
a. Cedera Kepala Ringan (CKR)
Nilai GCS 13-15, tidak terdapat kelaianan pada CT scan otak, tidak memerlukan
tindakan operasi, lama dirawat di Rumah Sakit kurang dari 48 jam.
b. Cedera Kepala Sedang (CKS)
Nilai GCS 9-13, ditemukan kelainan pada CT scan otak, memerlukan tindakan operasi
untuk lesi intrakranial, dirawat dirumah sakit setidaknya 48 jam.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai GCS kurang dari pada 9.
4. Patofisiologi
Menurut (Grace, 2007. Hal 91) Patofisiologi pada cedera kepala diklasifikasikan
berdasarkan penyebabnya antara lain adalah:
a. Pukulan langsung
Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau pada sisi
yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai
dinding yang berlawanan (contracoup injury).
b. Rotasi/deselerasi
Fleksi, ekstensi atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang menyerang
titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang steroid). Rotasi
yang hebat juga menyebabkan trauma robekan di dalam substansi putih otak dan
batang otak, menyebabkan cedera aksonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral.
c. Tabrakan
Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada anak
anak dengan tengkorak yang elastic).
d. Peluru
Cenderung menyebabkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma. Pembengkakan
otak merupakan masalah akibat disrupsi tengkorak yang secara otomatis menekan
otak. Derajat cedera otak primer secara langsung berhubungan dengan jumlah
kekuatan yang mengenai kepala. Kerusakan sekunder terjadi akibat komplikasi sistem
pernapasan (hipoksia, hiperkarbia, obstruksi jalan napas), syok hipovolemik (cedera
kepala tidak menyebabkan syok hipovolemik-lihat penyebab lain), perdarahan intra
cranial, edema serebral, epilepsy, infeksi dan hidrosefalus.
5. Manifestasi Klinis
Menurut Corwin (2009. Hal 246) manifestasi klinis pada pasien dengan cedera kepala
ialah sebagai berikut :
a. Pada geger otak, kesadaran sering kali menurun.
b. Pola napas dapat menjadi abnormal secara progresif.
c. Respons pupil mungkin tidak ada atau secara progresif mengalami deteriorasi.
d. Sakit kepala dapat terjadi dengan segera atau terjadi bersama penignkatan tekanan
intrakranial.
e. Muntah dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial.
f. Perubahan prilaku, kognitif, dan fisik pada gerakan motorik dan berbicara dapat terjadi
dengan segera atau lambat, amnesia yang berhubungan dengan kejadian ini biasa terjadi.
6. Pemeriksaan penunjang
Dewanto (2009. Hal 16) menyatakan memerlukan beberapa pemeriksaan penunjang
untuk menegakkan diagnosa pada pasien dengan trauma atau cedera kepala, adapun
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut:
a. Foto polos kepala: foto polos kepala/otak memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
rendah dalam mendeteksi perdarahan intrakranial . pada era CT scan, foto polos kepala mulai
ditinggalkan
b. CT scan kepala: CT scan kepala merupakan standar baku untuk mendeteksi perdarahan
intracranial. Semua pasien dengan GCS < 15 sebaiknya menjalani pemeriksaan CT scan,
sedangkan pada pasien dengan GCS 15, CT scan dilakukan hanya dengan indikasi tertentu.
c. MRI kepala: MRI adalah teknik pencitraan yang lebih snsitif dibandingkan dengan CT
scan, kelaianan yang tidak tampak pada CT scan dapat dilihata oleh MRI. Namun,
dibutuhkan waktu pemeriksaan lebih lama dibandingkan dengan CT scan sehingga tidak
sesuai dalam situasi gawat darurat.
d. Positron emission tomography (PET) dan single photon emission computer
tomography(SPECT) mungkin dapat memperlihatkan abnormalitas pada fase akut dan kronis
meskipun CT scan atau MRI dan pemeriksaan neurologis tidak memperlihatkan kerusakan.
Namun, spesifitas penemuan abnormalitas tersebut PET atau SPECT pada fase awal kasus
CKR masih belum direkomendsikan (Dewanto 2009. Hal 16).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada pasien dengan cedera kepala menurut Corwin (2009.
Hal 246) adalah sebagai berikut :
a. Geger otak ringan dan sedang biasanya diterapi dengan observasi dan tirah baring.
b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh darah yang pecah melalui pembedahan dan
evakuasi hematoma.
c. Mungkin diperlukan debridement melalui pembedahan (pengeluaran benda asing dan sel
yang mati), terutama pada cedera kepala terbuka.
d. Dekompresi melalui pengeboran lubang didalam otak, yang disebut burr hole, mungkin
diperlukan.
e. Mungkin dibutuhkan ventilasi mekanis.
f. Antibiotik diperlukan untuk cedera kepala terbuka guna mencegah infeksi.
g. Metode untuk menurunkan tekanan intracranial dapat mencakup pemberian diuretik dan
obat anti-inflamasi.
8. Komplikasi
Perdarah didalam otak, yang disebut hematoma intraserebal, dapat menyertai cedera
kepala tertutup yang berat, atau lebih sering, cedera kepala terbuka. Pada perdarahan diotak,
tekanan intracranial meningkat, dan sel neuron dan vascular tertekan. Ini adalah jenis cedera
otak sekunder. Pada hematoma, kesadaran dapat menurun dengan segera, atau dapat menurun
setelahnya ketika hematoma meluas dan edema interstisial memburuk. Perubahan prilaku
yang tidak kentara dan defisit kognitif dapat terjadi dan tetap ada (Corwin 2009. Hal 246).
B. Asuhan Keperawatan.
Asuhan keperawatan pada klien dengan Cedera Kepala dilaksanakan melalui pendekatan
proses perawatan terdiri dari : pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi
(Doengoes, 2000. Hal 270-289).
1. Pengkajian
a. Aktifitas/Istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah dan kaku
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia, cara berjalan tak
tegap, masalah dalam kesimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot
palstik.
b. Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia) yang diselingi dengan disritmia.
c. Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : cemas, mudah tersinggung dan depresi
d. Eliminasi
Gejala : inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan fungsi
e. Makanan atau cairan
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : muntah, gangguan menelan ( batuk, air liur kluar)
f. Neurosensori
Gejala : kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian
Tanda : perubahan kasadaran bisa sampai koma, perubahan status mental
g. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama
Tanda ; wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak
bisa beristirahat, merintih
h. Pernafasan
Tanda ; perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperpentilasi), ronki, mengi positif
(kemungkinan karena aspirasi)
i. Keamanan
Gejala : trauma baru atau trauma karena kecelakaan
Tanda : fraktur/dislokasi, ganguan penglihatan
j. Interaksi social
Tanda : afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.
k. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala : penggunaan alkohol/obat lain.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah, edema
serebral
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi dan atau integrasi (trauma atau
defisit neurologis).
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologi, konflik psikologi.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau ketahanan.
f. Resiko tinggi infeksi berhunbungan dengan adanya jaringan trauma.
g. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk
mencerna ( tingkat kesadaran )
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan kebutuhan pengobatan.
3. Intervensi
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah,edema
serebral
Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran/perbaikan kognitif dan fungsi motorik/sensori.
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Intervensi : Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang
menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Rasional : Menentukanpilihanintervensi.
Intervensi : Pantau/catat status neurologist secara teratur (GCS). Rasional : Mengkaji
adanya kecenderungan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP dan menentukan tingkat
kesadaran.
Intervensi : Pantau Tekanan Darah. Rasional : Peningkatan tekanan darah sistematik yang
diikuti oleh penurunan tingkat kesadaran. Hipovolemia / Hipertensi, dapat juga mengakibat
kan kerusakana/ iskemia serebral.
Intervensi : Pantau pernafasan meliputi pola dan iramanya. Rasional : Nafas yang tidak
teratur dapat menunjukkan lokasi adanya gangguan serebral/peningkatan TIK dan
memerlukan intervensi yang lebih lanjut termasuk kemungkinan dukungan napas buatan.
Intervensi : Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran ketajaman, kesamaan dan reaksi terhadap
cahaya. Rasional : Untuk menentukan apakah batang otak masih baik.
Intervensi : Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan yang kabur, ganda,
lapang pandang menyempit dan kedalaman persepsi. Rasional : Gangguan penglihatan yang
dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otot, mempunyai konsekuensi terhadap
keamanan dan juga akan mempengaruhi pilihan intervensi.
Intervensi : Kaji letak/gerakan mata. Rasional : Posisi dan gerakan mata membantu
menemukan lokasi area otak yang terlibat. Tanda awal dari peningkatan TIK adalah
kegagalan dalam abduksi pada mata, mengindikasikan penekanan/trauma pada saraf Cranial
V. hilangnya dolls eye mengindikasikan adanya penurunan pada fungsi batang otak dan
prognosisnya jelek.
Intervensi : Catat ada/tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk dan
babinski, dsb. Rasional : Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak
tengah atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien.
Intervensi : Pantau suhu tubuh. Berikan kompres hangat saat demam timbul. Rasional
:Demam dapat mencerminkan kerusakan hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme
dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya akan
meningkatkan TIK.
Intervensi : Pantau pemasukan dan pengeluaran. Rasional : Bermanfaat sebagai indikator
dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.
Intervensi : Pertahankan kepala/leher pada posisi tengah atau pada posisi netral, sokong
dengan gulungan handuk kecil atau bantal kecil. Rasional : Kepala miring pada salah satu
sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya akan
meningkatkan TIK.
Intervensi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. Rasional : Menurunkan hipoksemia.
Intervensi : Berikan obat sesuai dengan indikasi diuretic, contohnya manitol, Furosemid.
Antikonvulsan, contohnya feniton. Rasional : Diuretik menurunkan edema otak dan TIK.
Antikonvulsan mencegah terjadinya aktivitas kejang.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
Tujuan : Pasien akan mempertahankan pola pernafasan normal/efektif
Kriteria Hasil : bebas sianosis.
Intervensi : Kaji kecepatan, kedalaman frekwensi, irama bunyi nafas. Rasional :Perubahan
yang terjadi menunjukkan adanya komplikasi pulmonal dan luasnya bagian otak yang
terkena.
Intervensi : Atur posisi semi fowler. Rasional : Supaya ekspansi paru tidak terganggu.
Intervensi : Ajarkan pasien untuk melakukan nafas dalam yang efektif jika pasien
sadar.Rasional : Untuk mencegah terjadinya ateletasis.
Intervensi : Lakukan penghisapan dengan lebih hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik.
Intervensi : Catat karakter, warna dan kekeruhan sekret. Rasional : Penghisapan untuk
membersihkan jalan nafas. Penghisapan yang terlalu lama menyebabkan/meningkatkan
hipoksia.
c. Perubahan persepsi-persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori,
transmisi dan atau integrasi ( trauma atau defisit neurologis ).
Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
Kriteria Hasil : mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu.
Intervensi : Pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam
perasaan/efektif sensorik dan proses pikir. Rasional : Menentukan pilihan intervensi
Intervensi : Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin, benda
tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan adanya masalah
penglihatan atau sensasi yang lain. Rasional : Informasi penting untuk keamanan pasien.
Intervensi : Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang pendek dan
sederhana pertahankan kontak mata. Rasional : Pasien mungkin mengalami keterbatasan
perhatian/pemahaman selama fase akut dan penyembuhan tindakan ini dapat membantu
pasien untuk memunculkan komunikasi.
Intervensi : Berikan stimulus yang bermanfaat: verbal (berbincang-bincang dengan pasien),
penciuman (seperti pada kopi atau minyak tertentu), taktil (sentuhan, memegang tangan
pasien), dan pendengaran (dengan tape, radio, televisi). Rasional : Bermanfaat untuk
menstimulasi pasien koma dengan baik secara melatih kembalinya fungsi kognitif.
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologi, konflik psikologi.
Tujuan : Mempertahankan/melakukan kembali orientasi mental dan realitas.
Kriteria hasil : Mengenali perubahan berpikir/perilaku.
Intervensi : Kaji tentang perhatian, kebingungan dan catat tingkat ansietas pasien.Rasional
: Rentang perhatian/kemampuan untuk berkonsentrasi mungkin memendek secara tajam yang
menyebabkan dan merupakan potensi terhadap terjadinya ansietas yang mempengaruhi
proses pikir pasien.
Intervensi : Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negatif, argumentasi dan
konfrontasi. Rasional : Menurunkan resiko terjadinya respon pertengkaran atau penolakan.
Intervensi : Dengarkan dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan
pasien.Rasional : Perhatian dan dukungan yang diberikan pada individu akan meningkatkan
harga diri dan mendorong kesinambungan usaha tersebut.
Intervensi : Beritahu pasien/orang terdekat bahwa fungsi intelektual, tingkah laku dan fungsi
emosi akan meningkat secara perlahan namun beberapa pengaruhnya mungkin tetap ada
selama beberapa bulan atau bahkan bisa menetap/permanen. Rasional :kebanyakan pasien
dengan cedera kepala mengalami masalah dengan daya konsentrasi dan memorinya.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau ketahanan.
Tujuan : klien mmempertahankan posisi fungsi optimal.
Kriteria hasil : Mendemosntrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan dilakukannya
kembali aktivitas
Intervensi : Kaji tingkat kemampuan mobilisasi. Rasional : Untuk menentukan tingkat
aktivitas dan bantuan yang diberikan.
Ubah posisi secara teratur. Rasional : Dapat meningkatkan sirkulasi pada bagian tubuh.
Intervensi : Berikan/bantu untuk melakukan latihan rentang gerak. Rasional
:Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstremitas dan menurunkan
terjadinya vena yang statis.
Intervensi : Tingkat aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai
kemampuan. Rasional : Keterlibatan pasien dalam perencanaan dan kegiatan sangat penting
untuk meningkatkan kerjasama pasien dari suatu program tersebut.

f. Resiko tinggi infeksi berhunbungan dengan jaringan trauma.


Tujuan : klien Mempertahankan normotermia.
Kriteria hasil : Bebas tanda-tanda infeksi. Mencapai penyembuhan luka tepat pada
waktunya.
Intervensi : Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan daerah yang terpasang alat
invasi (terpasang infus). Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk
melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
Intervensi : Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, mengigil, dia foresis dan
penurunan kesadaran. Rasional : Dapat mengindentifikasikan perkembangan sepsis yang
selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.
Intervensi : Batasi pengunjung. Rasional : Menurunkan pemajanan terhadap pembawa
kuman penyebab infeksi.
Intervensi : Berikan antibiotik sesuai indikasi. Rasional : Antibiotik untuk
membentuk/memberantas kuman penyebab infeksi.
g. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk
mencerna ( tingkat kesadaran )
Tujuan : Mendemonstrasikan pemeliharaan/kemajuan peningkatan berat badan sesuai tujuan
Kriteria hasil : Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi dengan nilai laboratorium dalam
rentang normal.
Intervensi : Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi
sekresi. Rasional : Menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus
terlindung dari aspirasi.
Intervensi : Timbang berat badan sesuai indikasi. Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau
kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.
Intervensi : Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti meninggikan
kepala tempat tidur selama pasien makan atau selama pemberian makanan lewat selang
NGT. Rasional : Menurunkan resiko regurgitasi dan atau terjadinya aspirasi.
Intervensi : Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering. Rasional : Meningkatkan proses
pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan
kerjasama pasien saat makan.
Intervensi : Anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai
pasien.Rasional : Meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makan.
Intervensi : Berikan makan dengan cara yang sesuai seperti melalui selang NGT, melalui
oral dengan makanan lunak dan carian yang kental. Rasional : Pemilihan rute pemberian
tergantung pada kebutuhan dan kemampuan pasien.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi aturan pengobatan.
Kriteria hasil : Melakukan prosedur yang diperlukan dengan benar.
Intervensi : Kaji kemampuan dan kesiapan untuk belajar pasien dan keluarga. Rasional
:Memungkinkan untuk menyampaikan bahan yang didasarkan atas kebutuhan secara
individual.
Intervensi : Berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses trauma dan
pengaruh sesudahnya. Rasional : Membantu dalam menciptakan harapan yang realistis dan
meningkatkan pemahaman pada keadaan saat ini dan kebutuhannya.
Intervensi : Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri. Rasional
:Berbagai tingkat bantuan mungkin perlu direncanakan yang didasarkan atas kebutuhan yang
bersifat individual.
4. Implementasi
Menurut Carpenito (2009, hal 57) komponen implementasi dalam proses keperawatan
mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi
keperawatan. Ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya
berfokus pada: Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien. Melakukan pengkajian
keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah
ada. Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang
baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan. Membantu klien membuat
keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada
profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat. Memberi tindakan yang
spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah kesehatan.
Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri. Membantu klien mengidentifikasi risiko
atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia.
5. Evaluasi
Menurut Asmadi (2008. Hal: 178) Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan
yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara
bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi
menunjukkan tercapainya tujuan dan criteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses
keperawatan. Jika sebalinya, kajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditunjukkan
untuk :Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Menetukan apakah
tujuan keperawatan telah tercapai atau belum. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan
keperawatab belum tercapai.

Anda mungkin juga menyukai