Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEONATORUM

1. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/deskripsi sepsis
Sepsis adalah infeksi berat yang umumnya disebabkan oleh bakteri, yang bisa
berasal dari organ-organ dalam tubuh seperti paru-paru, usus, saluran kemih
atau kulit yang menghasilkan toksin/racun yang menyebabkan sistem
kekebalan tubuh menyerang organ dan jaringa tubuh sendiri. (Anik dan Eka,
2013)

1.2 Etiologi
Sepsis pada bayi baru lahir hampir selalu disebabkankan olh bakteri seperti E.
Coli, listeria monocytogenes, Neisseria meningitis, streptococcus pneumonia,
heemophilus influenza tipe b, salmonella dan streptococcus grup B adalah
penyebab sepsis pada bayi baru lahir < 3 bulan.

Bayi prematur dalam perawatan intensif rentan untuk mengalami sepsis


karena sistem kekebalan tubuhnya belum terbenruk sempurna dan mereka
mendapatkan perawatan invasif, seperti infus, kateter, selang pernafasan
(ventilator)

Tempat penusukan infus atau kateter dapat menjadi jalan masuk bakteri yang
normalnya hidup dipermukaan kulit untuk masuk kedalam tubuh dan
menyebabkan infeksi. Pada bayi baru lahir, sepsis terjadi bila bakteri masuk
ke dalam tubuh bayi dari ibu selama kehamilan dan persalinan.

Beberapa komplikasi kehamilan yang meningkatkan resiko sepsi pada bayi


baru lahir:
1.2.1 Demam pada ibu selama persalinan
1.2.2 Infeksi pada uterus atau plasenta
1.2.3 Ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu atau 18 jam
sebelum dimulainya persalinan)

1
2

1.2.4 Bakteri seperti streptokokus grup B dapat menginfeksi bayi baru lahir
dalam proses persalinan. (sekitar 15-30% perempuan hamil membawa
bakteri streptokokus grup B di dalam vagina atau rektum yang dapat
ditransmisikan ke bayi selama persalinan.

1.3 Tanda gejala


1.3.1 Tanda umum:
1.3.1.1 Bayi secar umum tampak tidak sehat
1.3.1.2 Buruknya kontrol suhu : hipotermia (umum), hipertermia
(jarang)
1.3.2 Sistem kardiovaskular : pucat, sianosi, kulit dingin, hipotensi, edema,
denyut jantung abnormal (bradikardi, takikardi, aritmia)
1.3.3 Sisten pernafasan : pernafasan tidak teratur, apnea, sianosis, dispnea,
retraksi
1.3.4 Sistem saraf : kurangnya aktivitas (letargi, hiporefleksi, koma), tonus
meningkat/menurun, meningkatnya aktivitas, fontanelle cembung,
gerakan mata tidak normal
1.3.5 Sistem perncernaan : tidak mau minum, muntah, meningkatnya residu
lambung setelah makan, diare/berkurangnya feses, adanya darah
dalam feses, distensi abdomen, hepatomegali.
1.3.6 Sistem hemopietik : jaundice, pucat, petekie (bintik merah), ekimosis
(memar), splenomegali (pembengkakan limfa secara abnormal)
(Anik dan Eka, 2013)

1.4 Patofisiologi
1.4.1 Sepsis dini
Sepsis dini terjadi pada 5-7 hari pertama, tanda distress pernafsan lebih
mencolok, organisme penyebab penyakit dari didapat dai intrapartum
atau melalui saluran genital ibu. Pada keadaan ini kolonisasi patogen
terjadi pada periode perinatal. Beberapa mikroorganisme penyebab
seperti treponema, virus, listeria, dan candida, transmisi ke janin
melalui plasenta secara hematogenik. Cara lain masuknya
mikroorganisme dapat melalui proses persalinan. Dengan pecahnya
selaput ketuban, mikroorganisme dalam flora vagina atau bakteri
patogen lainnya secara asenden dapat mencapai cairan amnion dan
3

janin.hal ini memungkinakan terjadinyakhorioamnionitis atau cairan


amnion yang telah terinfeksi teraspirasi oleh janin atau neonatus yang
kemudian berperan sebagai penyebab kelainan pernafasan. Adanya
veknix atau mekonium merusak peran alami bakteriostatik cairan
amnnion. Akhirnya bayi dapat terpapar flora vagina waktu melalui
jalan lahir. Kolonisasi terutama terjadi pada kulit, nasofaring,,
orofaring, konjungtiva, dan tali pusat. Trauma pada permukaan ini
mempercepat proses infeksi. Penyakit dini ditandai dengan kejadian
yang mendadak dan berat, yang berkembang dengan cepat menjadi
syok sepsis dengan angka kematian tinggi.
1.4.2 Sepsis lambat
Sepsis lambat mudah menjadi berat, tersering menjadi meningitis.
Bakteri penyebab sepsis dan meningitis termasuk timbul sesudah lahir
yang berasal dari saluran genital ibu, kontakk natar manusia atau dari
alat-alat yang terkontaminasi. Disini transmisi horizontal memegang
peran. Namun pada bayi kurang bulan mempunyai resiko lebih mudah
terinfeksi, disebabkan penyakit utama dan imunitas yang imatur
(Witut, 2000)

1.5 Pemeriksaan penunjang


1.5.1 Tes darah (termasuk hitung sel darah putih) dan kultur darah untuk
menetukan apakah ada bakteri di dalam darah. Tes lainnya dapat
memeriksa fungsi organ tubuh seperti hati, ginjal.
1.5.2 Urine diambil dengan kateter steril untuk memeriksa urine di bawah
mikroskop dan kultur urine untuk mengetahui ada tidaknya bakteri.
1.5.3 Pungsi lumbal (pengambilan cairan otak dari tulang belakang) untuk
mengetahui apakah bayi terkena meningitis.
1.5.4 Rontgen, terutama paru-paru, untuk memastikan ada tidaknya
pneumonia.
1.5.5 Jika bayi menggunakan perlengkapan medis di tubuh seperti infus,
kateter, maka cairan dalam perlengkapan medis tersebut akan
diperiksa ada tidaknya tanda-tanda infeksi (Anik dan Eka, 2013)
4

1.6 Komplikasi
1.6.1 Syok karena lepasnya toksin kedalam cairan darah, yang dimana
gejalanya sukar untuk dideteksi
1.6.2 Meningitis (peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang
belakang)
1.6.3 Gangguan metabolik
1.6.4 Pneumonia (penyakit radang paru-paru)
1.6.5 Infeksi saluran kemih
1.6.6 Gagal jantung kongestif
1.6.7 Kematian (Anik dan Eka, 2013)

1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Resusitasi cairan
Bayi dengan sepsis berat dan syok sepsis mengalami sirkulasi arteri
yang tidak efektif sehingga perfusi jaringan menjadi tidak baik. Hal ini
disebabkan oleh vasodilatasi yang berhubungan dengan infeksi
maupun cardiac output yang terganggu. Perfusi yang buruk
menyebabkan terjadinya hipoksia jaringan global, yang berhubungan
dengan meningkatnya kadar laktat serum. Resusitasi sepsiis tahap awal
adalah pemberian cairan kristaloid 20 ml/kg BB secepatnya sebagai
bolus pada kasus hipovolemia. Tanda-tanda kelebihan cairan saat
resusitasi harus diperhatikan seperti edema periorbita, ektremitas, dan
kesulitan bernafas. Oitoring yang paling objektif adalah dengan
memperhatikan CVP. Nilai normal CVP adalah 8-12 mmH
1.7.2 Pemberian antibiotik
Saat sepsis berat telah teridentifikasi, antibiotik harus diberikan sedini
mungkin untuk mengobati infeksi yang mendasari. Antibiotik yang
diberikan adalah kombinasi antara antibiotik untuk gram positif dan
begatif, serta di dasari oleh pola kuman di rumah sakit maupun di
masyarkat.
1.7.3 Pemberian vasopressor
Jika pemberian bolus cairan gagal untuk mempertahankan perfusi
organ dan tekanan arteri yang adekuat, maka agen vasopressor
haruslah segera diberikan. Dopamin atau norepinefrin yang diberikan
5

melalui kateter vena sentral sesegera mungkin adalah pilihan utama


agen vasopressor untuk mengoreksi hipotensi syok sepsis.
1.7.4 Pengukuran saturasi oksigen vena sentral
Telah lama diketahui bahwa penghantaran oksigen yang tidak adekuat
berakibat pada meningkatnya pengambilan oksigen pada jaringan dan
berakibat pada rendahnya saturasi campuran oksigen vena pada arteri
pulmonalis. Meningkatnya pengambilan oksigen atau menurunnya
saturasi vena sentral merupakan salah satu parameter yang
mennunjukkan bahwa telah terjadi sesuatu mekanisme kompensasi
untuk mengatasi ketidakseimbangan antara penghantaran oksigen
dengan kebutuhan oksigen jaringan.
1.7.5 Pemberian packed red cell (PRC)
Jika bayi hipoventilasi dan anemia, dengan kadar hematokrit kurang
dari 30% dari volume darah, diberika transfusi PRC. Hal ini meiliki
dua keuntungan untuk menigkatkan penghantaran oksigen ke jaringan
yang hipoksia dan menjaga tekanan vena sentral 8 mmHG untuk
jangka waktu yang lebih lama.
1.7.6 Pemberian inotropik
Dobutamin direkomendasikan jika didapatkan adanya hipoperfusi
jaringan (ScvO2 < 70%) dengan syarat CVP, hematokrit dan MAP
telah dikoreksi terlebih dahulu dan mencapai nilai normal.
1.7.7 Sasaran teratpi ventilasi mekanik
Penilaian awal jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) sangat
penting pada pasien syok sepsis. Suplementasi oksigen sebaiknyya
diberikan, bahkan intubasi dini dan penggunaan ventilasi mekanik
sebaiknya dipertimbangkans sejak awal terutama pada kasus dengan
peningkatan usaha nafas/sesak nafas, hipotensi menetap atau perfusi
jaringan perifer yang buruk (Amin dan Hardi, 2015)
6

1.8 Pathway

Bakteri dan virus Penyakit infeksi


yang diderita ibu

Masuk ke neonatus

Masa antenatal Masa intranatal Post natal

Kuman dan virus Kuman di vagina Infeksi nasokomila


dari ibu dan serviks dari luar rahim

Melewati plasenta Naik mencapai Melalui alat2


dan umbilikus korion dan amnion pengisap lendir,
selang endotrakela,
infus, selang
Masuk ke dalam Amnionitis dan nasogastrik, botol
tubuh bayi korionitis minuman atau dot

Melalui sirkulasi Kuman melalui


darah janin umbilikus masuk
ketubuh janin

Sepsis

Saluran Saluran pernafasan: Ante, intra, post


pencernaan: dispnea, takipnea, natal: hipertermi,
anoreksia, muntah, apnea, tarikan oto aktivitas lemah,
diare, menyusui pernafasan, tampak sakit,
buruk, sianosis menyusu buruk,
hepatomegali, peningkatan
peninngkatan leukosit darah
Pola nafas
residu setelah
terganggu
menyusui
Resiko infeksi
Gangguan pola
Ganggauan
nafas
gastrontestinal

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
7

2. Rencana Asuhan Keperawatan dengan Gangguan


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
2.1.1.1 Riwayat kehamilan
1) Infeksi pada ibu selama kehamilan antara lain TORCH
2) Ibu menderita eklamsia
3) Ibu dengan DM
4) Ibu mempunyai penyakit bawaan
2.1.1.2 Riwayat kelahiran
1) Persalinan lama
2) Persalinan dengan tindakan (ekstraksi cuman/vakum, SC)
2.1.1.3 Riwayat bayi baru lahir
1) Trauma lahir
2) Lahir kurang bulan
3) Bayi kurang mendapat cairan dn kalori
4) Hipotermi pada bayi
2.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus
2.1.2.1 Keadaan umum
Hipertermia atau hipotermia (umum) bahkan normal.
Aktivitas lemah atau tidak ada, tampak sakit, menyusu
buruk/intolerasnsi pemberian susu.
2.1.2.2 Sistem pernafasan
Dispneu, takipneu, apneu, tampak tarikan otot pernafasan,
merintih, mengorok, pernafasan cuping hidung
2.1.2.3 Sistem kardiovaskuler
Hipotensi, kulit lembab dan dingin, pucat, takikardi,
bradikardi, edeme, henti jantung
2.1.2.4 Sistem pencernaan
Distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, menyusu buruk,
peningkatan residu lambung setelah menyusu, darah samar
pada feses, hepatomegali
2.1.2.5 Sistem saraf pusat
Refleks moro abnormal, inhabilitas, kejang, hiporefleksi,
fontanel anterior menonjol, tremor, koma, pernafasan tidak
teratur, high pitch cry
8

2.1.2.6 Hematologi
Ikterus, petekie, purpura, perdarahan, splenomegali, pucat,
ekinosis

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Ketidakefektifan pola nafas
2.2.1 Definisi
Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
2.2.2 Batasan karakteristik
2.2.2.1 Perubahan kedalaman pernafasan
2.2.2.2 Perubahan ekskursi dada
2.2.2.3 Mengambil posisi tiga titik
2.2.2.4 Bradipneu
2.2.2.5 Penurunan tekanan ekspirasi
2.2.2.6 Penurunan ventilasi semenit
2.2.2.7 Penurunan kapasitas vital
2.2.2.8 Dispneu
2.2.2.9 Peningkatann diameter anterior-posterior
2.2.2.10 Pernapasan cuping hidung
2.2.2.11 Ortopneu
2.2.2.12 Fase ekspirasi memenjang
2.2.2.13 Pernapasan bibir
2.2.2.14 Takipneu
2.2.2.15 Penggunaan otot aksesorius untuk bernapas
2.2.3 Faktor yang berhubungan
2.2.3.1 Ansietas
2.2.3.2 Posisi tubuh
2.2.3.3 Deformitas tulang
2.2.3.4 Deformitas dinding dada
2.2.3.5 Keletihan
2.2.3.6 Hiperventilasi
2.2.3.7 Sindrom hipoventilasi
2.2.3.8 Gangguan muskuloskeletal
2.2.3.9 Kerusakan neurologis
2.2.3.10 Imaturitas neurologis
9

2.2.3.11 Disfungsi neuromuskular


2.2.3.12 Obesitas
2.2.3.13 Nyeri
2.2.3.14 Keletihan otot pernapaan cedera medula spinalis

Diagnosa 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


2.2.4 Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
2.2.5 Batasan karakteristik
2.2.5.1 Kram abdomen
2.2.5.2 Nyeri abdomen
2.2.5.3 Menghindari makanan
2.2.5.4 Berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal
2.2.5.5 Kerapuhan kapiler
2.2.5.6 Diare
2.2.5.7 Kehilangan rambut berlebihan
2.2.5.8 Bising usus hiperaktif
2.2.5.9 Kurang makanan
2.2.5.10 Kurang informasi
2.2.5.11 Kurang minat pada makanan
2.2.5.12 Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
2.2.5.13 Kesalahan konsepsi
2.2.5.14 Kesalahann informasi
2.2.5.15 Membran mukosa pucat
2.2.5.16 Ketidakmampuan memakan makanan
2.2.5.17 Tonus otot menurun
2.2.5.18 Mengeluh gangguan sensasi rasa
2.2.5.19 Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA
2.2.5.20 Cepat kenyang setelah makan
2.2.5.21 Sariawan rongga mulut
2.2.5.22 Steatorea
2.2.5.23 Kelemahan otot pengunyah
2.2.5.24 Kelemahan otot untuk menelan
10

2.2.6 Faktor yang berhubungan


2.2.6.1 Faktor biologis
2.2.6.2 Faktor ekonomi
2.2.6.3 Ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient
2.2.6.4 Ketidakmampuan untuk mencerna makanan
2.2.6.5 Ketidakmampuan menelan makanan
2.2.6.6 Faktor psikologi

Diagnosa 3 : Resiko infeksi


2.2.7 Definisi
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
2.2.8 Batasan karakteristik
-
2.2.9 Faktor yang berhubungan
2.2.9.1 Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan
patogen
2.2.9.2 Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
1) Gangguan peristaltik
2) Kerusakan integriitas kulit (pemasangan kateter intravena.
Prosedur invasif)
3) Perubahan sekresi pH
4) Penurunan kerja siliaris
5) Pecah ketuban dini
6) Pecah ketuban lama
7) Merokok
8) Merokok
9) Statis cairan tubuh
10) Trauma jaringan (mis. Trauma destruksi jaringan)
2.2.9.3 Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekudender
1) Penurunan Hb
2) Imunosupresi (mis. Imunitas didapat tidk adekuat, agen
farmaseutikal termasuk imunosupresan, steroid, antibodi
monokional, imudilator)
3) Supresi respon inflamasi
11

2.2.9.4 Vaksinasi tidak adekuat


2.2.9.5 Pemajanan terhadap patogen
2.2.9.6 Lingkungan meningkat (wabah)
2.2.9.7 Prosedur invasif
2.2.9.8 Malnutrisi

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola nafas
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
2.3.1.1 Tujuan
1) Respiratory status: ventilation
2) Respiratory status: airway patency
3) Vital sign status
2.3.1.2 Kriteria hasil
1) Tidak ada sianosis dan dispneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips
2) Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama napas, frekuensi pernapsan dalam rentang
normal, tidak ada suara napas abnormal)
3) Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah,
nadi, pernapasan)
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
2.3.2.1 Airway management
1) Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust
bila perlu
R: memaksimalkan potensialventilasi
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
R: memaksimalkan ekspansi paru
3) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
R: memonitor kepatenan jalan nafas
4) Monitor pernafasan dan status oksigen yang sesuai
R: Memonitor respirasi dan keadekuatan oksigen
12

2.3.2.2 Oxygen therapy


1) Pertahankan jalan nafas yang paten
R: menjaga keadekuatan ventilasi
2) Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi
R: meningkatka ventilasi dan asupan oksigen
3) Monitor aliran oksigen
R: menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien
2.3.2.3 Vital sign monitoring
1) Monitor nadi, suhu, dan RR
R: memonitor peningkatan atau penurunan nadi, suhu, dan
Respirasi rate
2) Monitor kualitas dari nadi
R: mengetahui apakah nadi lemah atau cepat
3) Monitor frekuensi dan irama pernafasan
R: memonitor keadekuatan pernafasan
4) Monitor suara paru-paru
R: mengetahui adanya sumbatan pada jalan nafas
5) Monitor pola pernafasan abnormal
R: Memonitor keadaan pernafan klien
6) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
R: memonitor adanya tanda-tanda hipotermia atau
hipertermi
7) Monitor sianosis perifer
R: mengetahui tanda-tanda hipoksia

Diagnosa 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil
2.3.3.1 Tujuan
1) Nutritional status
2) Nutritional status : food and fluid
3) Intake
4) Nutritional status : nutrient intake
5) Weight control
13

2.3.3.2 Kriteria hasil


1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Berat badan ideal sesuia dengan umur
3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
5) Menunjukkan peningkatan pengecapan dan menelan
6) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional
2.3.4.1 Nutrition management
1) Kaji adanya alergi makanan.
R: Mengetahui apakah pasien alergi atau tidak terhadap
suatu makanan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
R: Menentukan makanan yang seusai dengan kebutuhan
nutrisi pasien
3) Ajarkan keluarga bagaimana membuat catatan makanan
harian
R: Keluarga dapat membuat catatan makanan sendiri.
4) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
R: Mengetahui jumlah kalori yang masuk.
5) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
R: Informasi dasar untuk perencanaan awal dan validasi
awal
2.3.4.2 Nutrition monitoring
1) BB pasien dalam batas normal.
R: Mengetahui status BB pasien
2) Monitor mual dan muntah
R: Mendeteksi adanya tanda-tanda infeksi pada saluran
pencernaan
3) Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.
R: Mendeteksi adanya tanda-tanda infeksi
4) Monitor pertumbuhan dan perkembangan
14

R: Mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan dan


perkembangan pada bayi

Diagnosa 3 : Resiko infeksi


2.3.5 Tujuan dan kriteria hasil
2.3.5.1 Tujuan
1) Immun status
2) Knowledge : infection control
3) Risk kontrol
2.3.5.2 Kriteria hasil
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit faktor yang
mempengaruhi serta penatalaksanaannya
3) Jumlah leukosit dalam jumlah normal
2.3.6 Intervensi keperawatan dan rasional
2.3.6.1 Infection control
1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
R: mencegah infeksi nasokomial
2) Batasi pengunjung
R: mencegah infeksi nasokomial yang di bawa oleh
pengunjung
3) Instruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan klien
R: mencegah transmisi mikrooganisme yang berasal dari
tangan pengunjung
4) Berikan terapi antibiotik bila perlu
R: pemberian antibiotik mencegah timbulnya infeksi
2.3.6.2 Infection protection
1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
R: Mengetahui tanda dan gejala infeksi
2) Monitor kerentanan terhadap infeksi
R: memonitor faktor-faktor penyebab infeksi
3) Pertahankan teknik aseptik pada klien yang beresiko
R: mencegah bakteri masuk kedalam tubuh klien yang dapat
menyebabkan infeksi
15

4) Pertahankan teknik isolasi


R: mencegah transmisi nasokomial
5) Berikan perawatan kulit pada area epidermis
R: mencegah kerusakan integritas kulit yang akan menjadi
jalan bakteri untuk masuk ke dalam tubuh

3. Daftar Pustaka
Amin Huda Nurarif, Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawtan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction

Maryunani, Eka dan Sari, Eka Puspita. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan


Maternal Dan Neonatal. Jakarta: CV. Trans Info Media

Pusponegoro, Witut S. (2000). Sepsis pada Neonatus Vol. 2 No. 2, Agustus 2000:
96-102. Tersedia dalam: <saripediatri.idai.or.id> (diakses pada 04 Desember
2016)

Banjarmasin, Desember 2016

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik.

(Evy Noorhasanah, Ns., M.Imun) (Susilawati, S.Kep., Ns)

Anda mungkin juga menyukai