Anda di halaman 1dari 4

FUNGSI AGAMA

Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.


Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia sentiasanya
memberi penerangan kepada dunia(secara keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di
dalam dunia. Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra
manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam
menerangkan kepada umatnya bahwa dunia adalah ciptaan Allah(s.w.t) dan setiap
manusia harus menaati Allah(s.w.t).

Menjawab pelbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.


Sebagian pertanyaan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan yang
tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati,
tujuan hidup, soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia, pertanyaan-
pertanyaan ini sangat menarik dan perlu untuk menjawabnya. Maka, agama itulah
fungsinya untuk menjawab soalan-soalan ini.

Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.


Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah
karena sistem agama menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang sama,
melainkan tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.

Memainkan fungsi peranan sosial.


Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran agama
sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan oleh
penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi peranan sosial.

Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia,
antara lain adalah :

Karena agama merupakan sumber moral


Karena agama merupakan petunjuk kebenaran
Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun di
kala duka.

Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak
mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78

Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia menjadikan
untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka yang
mensyukurinya.

Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan
dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan rayuan daridalam diri
manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Godaan dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan kebaikan, yang
menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin disebut dengan malak Al-
hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada hidayah
ataukebaikan.

Godaan dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada kejahatan,yang


menurut istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni kekuatan-kekuatan yang
berusaha menarik manusia kepada kejahatan

Disinilah letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan
yang baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran.

Fungsi Sosial Agama

Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif
atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau
pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor).

Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor
integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat.

Fungsi Integratif Agama

Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam
menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun
dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan
nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-
kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.

Fungsi Disintegratif Agama.

Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan
memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan
peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan
eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam
mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan
eksistensi pemeluk agama lain

Tujuan Agama

Salah satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang
sempurna baik dengan tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua agama sudah sangat
sempurna dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan baik dan benar serta
dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan penyampaian si pemeluk agama dikarnakan
ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya. memburukan serta membandingkan agama satu
dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk agama
Beberapa tujuan agama yaitu :

Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa (tahuit).
Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan baik, sehingga
dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah.
Menyempurnakan akhlak manusia.

Menurut para peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan Peter L Berger,
agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bagi umumnya
agamawan, agama merupakan aspek yang paling besar pengaruhnya bahkan sampai pada aspek
yang terdalam (seperti kalbu, ruang batin) dalam kehidupan kemanusiaan.

Masalahnya, di balik keyakinan para agamawan ini, mengintai kepentingan para politisi. Mereka
yang mabuk kekuasaan akan melihat dengan jeli dan tidak akan menyia-nyiakan sisi potensial
dari agama ini. Maka, tak ayal agama kemudian dijadikan sebagai komoditas yang sangat
potensial untuk merebut kekuasaan.

Yang lebih sial lagi, di antara elite agama (terutama Islam dan Kristen yang ekspansionis),
banyak di antaranya yang berambisi ingin mendakwahkan atau menebarkan misi (baca,
mengekspansi) seluas-luasnya keyakinan agama yang dipeluknya. Dan, para elite agama ini pun
tentunya sangat jeli dan tidak akan menyia-nyiakan peran signifikan dari negara sebagaimana
yang dikatakan Hobbes di atas. Maka, kloplah, politisasi agama menjadi proyek kerja sama
antara politisi yang mabuk kekuasaan dengan para elite agama yang juga mabuk ekspansi
keyakinan.

Namun, perlu dicatat, dalam proyek kerja sama ini tentunya para politisi jauh lebih lihai
dibandingkan elite agama. Dengan retorikanya yang memabukkan, mereka tampil (seolah-olah)
menjadi elite yang sangat relijius yang mengupayakan penyebaran dakwah (misi agama) melalui
jalur politik. Padahal sangat jelas, yang terjadi sebenarnya adalah politisasi agama.

Di tangan penguasa atau politisi yang ambisius, agama yang lahir untuk membimbing ke jalan
yang benar disalahfungsikan menjadi alat legitimasi kekuasaan; agama yang mestinya bisa
mempersatukan umat malah dijadikan alat untuk mengkotak-kotakkan umat, atau bahkan
dijadikan dalil untuk memvonis pihak-pihak yang tidak sejalan sebagai kafir, sesat, dan tuduhan
jahat lainnya.

Menurut saya, disfungsi atau penyalahgunaan fungsi agama inilah yang seyogianya diperhatikan
oleh segenap ulama, baik yang ada di organisasi-organisasi Islam semacam MUI. Ulama harus
mempu mengembalikan fungsi agama karena Agama bukan benda yang harus dimiliki,
melainkan nilai yang melekat dalam hati.

Mengapa kita sering takut kehilangan agama, karena agama kita miliki, bukan kita internalisasi
dalam hati. Agama tidak berfungsi karena lepas dari ruang batinnya yang hakiki, yakni hati
(kalbu). Itulah sebab, mengapa Rasulullah SAW pernah menegaskan bahwa segala tingkah laku
manusia merupakan pantulan hatinya. Bila hati sudah rusak, rusak pula kehidupan manusia. Hati
yang rusak adalah yang lepas dari agama. Dengan kata lain, hanya agama yang diletakkan di
relung hati yang bisa diobjektifikasi, memancarkan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.

Sayangnya, kita lebih suka meletakkan agama di arena yang lain: di panggung atau di kibaran
bendera, bukan di relung hati

Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan, serta
bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi ini dinamakan sebagai
hablun minaLlah dan ia merupakah skop manusia meneliti dan mengkaji kesahihan
kepercayaannya dalam menghuraikan persoalan diri dan Tuhan yang saya sebutkan tadi.
Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar tentang Ketuhanan, Kenabian, Kesahihan
Risalah dan sebagainya.

Kategori pertama ini, adalah daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara agama. Pluralisma
agama yang disebut beberapa kali oleh satu dua penceramah, TIDAK bermaksud
menyamaratakan semua agama dalam konteks ini. Mana mungkin penyama rataan dibuat
sedangkan sesiapa sahaja tahu bahawa asas agama malah sejarahnya begitu berbeza. Tidak
mungkin semua agama itu sama!

Manakala fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam konteks
interpersonal iaitu bagaimanakah saya berhubung dengan manusia. Bagi pembaca Muslim,
kategori ini saya rujukkan ia sebagai hablun minannaas.

Ketika Allah SWT menurunkan ayat al-Quran yang memerintahkan manusia agar saling kenal
mengenal (Al-Hujurat 49: 13), perbezaan yang berlaku di antara manusia bukan sahaja meliputi
perbezaan kaum, malah agama dan kepercayaan. Fenomena berbilang agama adalah seiring
dengan perkembangan manusia yang berbilang bangsa itu semenjak sekian lama.

Maka manusia dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu sebagai medan kenal
mengenal, dan bukannya gelanggang krisis dan perbalahan.

Untuk seorang manusia berkenalan dan seterusnya bekerjasama di antara satu sama lain, mereka
memerlukan beberapa perkara yang boleh dikongsi bersama untuk menghasilkan persefahaman.
Maka di sinilah, dialog antara agama (Interfaith Dialogue) mengambil tempat. Dialog antara
agama bertujuan untuk menerokai beberapa persamaan yang ada di antara agama. Dan
persamaan itu banyak ditemui di peringkat etika dan nilai.

Anda mungkin juga menyukai