Contoh kasus
Salah satu kasus yang menyita perhatian publik Indonesia pada awal bulan April tahun 2005
adalah kasus Mulyana W Kusumah, anggota KPU yang diduga melakukan tindakan usaha
penyuapan terhadap auditor BPK. Ada tiga pihak utama yang terlibat dalam kasus ini, yaitu
(1) pihak pemberi kerja berperan sebagai principal, dalam hal ini adalah rakyat Indonesia
yang direpresentasikan oleh pemerintah Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
(2) pihak penerima kerja untuk menjalankan tugas berperan sebagai agen, dalam hal
adalah KPU, dan
(3) pihak independen, dalam hal ini adalah BPK sebagai auditor, yang perannya
diharapkan sebagai pihak independen, berintegritas, dan kredibel, untuk meyakinkan
kepada dua pihak sebelumnya, yaitu pemerintah dan DPR sebagai pemberi kerja, dan
KPU sebagai penerima kerja.
Dari teori etika. Profesi pemeriksa (auditor), apakah auditor keuangan publik seperti
kasus keuangan KPU maupun auditor keuangan swasta, seperti pada keuangan
perusahaan-perusahaan, baik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta maupun tidak,
diatur dalam sebuah aturan yang disebut sebagai kode etik profesi akuntan.
Dalam kode etik profesi akuntan ini diatur berbagai masalah, baik masalah prinsip
yang harus melekat pada diri auditor, maupun standar teknis pemeriksaan yang juga
harus diikuti oleh auditor, juga bagaimana ketiga pihak melakukan komunikasi atau
interaksi. Dinyatakan dalam kode etik yang berkaitan dengan masalah prinsip bahwa
auditor harus menjaga, menjunjung, dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan
moralitas, seperti bertanggungjawab (responsibilities), berintegritas (integrity),
bertindak secara objektif (objectivity) dan menjaga independensinya terhadap
kepentingan berbagai pihak (independence), dan hati-hati dalam menjalankan profesi
(due care). Dalam konteks kode etik profesi akuntan inilah, kasus Mulyana W
Kusumah bisa dianalisis, apakah tindakan mereka (ketiga pihak), melanggar etika atau
tidak.
1. PRINSIP-PRINSIP ETIKA
Prinsip etika akuntan indonesia terdiri dari enam yaitu tanggung jawab, dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, para anggota harus berusaha
menjadi profesional yang peka serta memiliki pertimbangan moral atas seluruh
aktivitas mereka. Kepentingan publik, para anggota harus menerima kewajiban untuk
bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan publik, menghargai
kepercayaan publik, serta menunjukan komitmenya pada profesionalisme. Integritas,
integritas adalah mempertahankan dan memperluas keyakinan publik, para anggota
harus menunjukkan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat integritas
tertinggi. Obyektivitas dan Indepensi, anggota harus mempertahankan obyektivitas
dan terbebas dari konflik antar kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab
profesionalnya, anggota yang berpraktek bagi publik harus berada dalam posisi yang
independen baik dalam penampilan maupun dalam kondisi sesungguhnya ketika
menyediakan jasa audit maupun jasa astetasi lainnya. Due care, seorang anggota
harus selalu memperhatikan standar tekhnik dan etika profesi ; selalu berusaha untuk
meningkatkan kompetensidan kualitas jasa yang diberikannya, serta melaksankan
tanggung jawab profesional sesuai dengan kemampuan terbaiknya. Lingkup dan sifat
jasa, anggota yang berpraktek bagi publik harus memperhatikan prinsip-prinsip pada
kode etik profesi dalam menentukan lingkup dan sifat jasayang akan disediakannya.
DILEMA ETIKA
Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus
membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya..
Dalam tahun-tahun terakhir, kerangka-kerangka kerja resmi telah dikembangkan
untuk membantu masyarakat menyelesaikan dilema etika. Tujuan kerangka kerja
adalah mengidentifikasikan berbagai isu etika dan memutuskan serangkaian tindakan
yang tepat dengan menggunakan nilai yang dianut oleh individu itu. Pendekatan enam
langkah berikut ini dimaksudkan agar dapat menjadi suatu pendekatan yang relatif
sederhana untuk menyelesaikan dilema etika.
memperoleh fakta-fakta yang relevan
mengidentifikasikan isu-isu etika berdasarkan fakta-fakta tersebut.
menentukan siapa yang akan terkena pengaruh dari keluaran(outcome)dilema tersebut
dan bagaimana cara masing-masing pribadi atau kelompok itu dipengaruhi.
mengidentifikasikan berbagai alternatif yang tersedia bagi pribadi yang
harus menyelesaikan dilema tersebut.
mengidentifikasikan konsekuensi yang mungkin terjadi pada setiap alternatif.
memutuskan tindakan yang tepat untuk dilakukan.
1. dilarang memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan (general audit)
untuk klien yang sama berturut-turut untuk kurun waktu lebih dari 3 tahun.
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kolusi antara Akuntan Publik
dengan klien yang merugikan pihak lain.
Pada kasus Mulyana W Kusumah, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diduga
melakukan tindakan usaha penyuapan terhadap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ada tiga pihak utama yang terlibat dalam kasus ini, yaitu :
(1) pihak pemberi kerja berperan sebagai principal, dalam hal ini adalah rakyat
Indonesia yang direpresentasikan oleh pemerintah Indonesia, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
(2) pihak penerima kerja untuk menjalankan tugas berperan sebagai agen, dalam
hal adalah KPU
pihak independen, dalam hal ini adalah BPK sebagai auditor. Dalam konteks kasus Mulyana
W Kusumah, kesimpulan yang bisa dinyatakan adalah bahwa tindakan kedua belah pihak,
pihak ketiga (auditor), maupun pihak penerima kerja, yaitu KPU, sama-sama tidak etis. Tidak
etis seorang auditor melakukan komunikasi kepada pihak yang diperiksa atau pihak penerima
kerja dengan mendasarkan pada imbalan sejumlah uang sebagaimana terjadi pada kasus
Mulyana W Kusumah, walaupun dengan tujuan mulia, yaitu untuk mengungkapkan indikasi
terjadinya korupsi di tubuh KPU. Dari sudut pandang etika profesi, auditor tampak tidak
bertanggungjawab, yaitu dengan menggunakan jebakan imbalan uang untuk menjalankan
profesinya. Auditor juga tidak punya integritas ketika dalam benaknya sudah ada pemihakan
pada salah satu pihak, yaitu pemberi kerja dengan berkesimpulan bahwa telah terjadi korupsi.
Dari sisi independensi dan objektivitas, auditor BPK sangat pantas diragukan. Berdasar pada
prinsip hati-hati, auditor BPK telah secara serampangan menjalankan profesinya.
Sebagai seorang auditor BPK seharusnya yang dilakukan adalah bahwa dengan standar
teknik dan prosedur pemeriksaan, auditor BPK harus bisa secara cermat, objektif, dan benar
mengungkapkan bagaimana aliran dana tersebut masuk ke KPU dan bagaimana dana tersebut
dikeluarkan atau dibelanjakan. Dengan teknik dan prosedur yang juga telah diatur dalam
profesi akuntan, pasti akan terungkap hal-hal negatif, termasuk dugaan korupsi kalau
memang terjadi. Tampak sekali bahwa auditor BPK tidak percaya terhadap kemampuan
profesionalnya, sehingga dia menganggap untuk mengungkap kebenaran bisa dilakukan
segala macam cara, termasuk cara-cara tidak etis, sekaligus tidak moralis sebagaimana telah
terjadi, yaitu dengan jebakan.
Dalam kasus ini kembali lagi kepada tanggung jawab moral seorang auditor di seluruh
Indonesia, termasuk dari BPK harus sadar dan mempunyai kemampuan teknis bahwa betapa
berat memegang amanah dari rakyat untuk meyakinkan bahwa dana atau uang dari rakyat
yang dikelola berbagai pihak telah digunakan sebagaimana mestinya secara benar, akuntabel,
dan transparan, maka semakin lengkap usaha untuk memberantas korupsi di negeri ini.