Anda di halaman 1dari 6

Kode Etik INTOSAI

Kode etik INTOSAI terdiri dari (1) integritas, (2) independen, obyektif dan tidak memihak, (3)
kerahasiaan dan (4) kompetensi. Dalam paragaraf 15 dan 18, INTOSAI menyatakan bahwa auditor tidak
hanya bersifat independen terhadap auditan dan pihak lainnya, tetapi juga harus obyektif dalam
menghadapi berbagai masalah yang direviu.

Government Accounting Standards dari US GAO

Dalam paragraf 1.19, dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya, auditor
harus menjaga integritas, obyektifitas dan independensi. Organisasi pemeriksa juga memiliki tanggung
jawab dalam memberikan keyakinan yang memadai bahwa independensi dan obyektifitas dilaksanakan
dalam semua tahap penugasan.

Draft Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) BPK

Berkaitan dengan independensi, SPKN menyatakannya dalam standar umum kedua, yang berbunyi
“Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa
baik pemerintahan maupun akuntan publik, harus bebas baik dalam sikap mental maupun penampilan
dari gangguan pribadi, ekstern dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya.” Hal yang
berkaitan dengan obyektif dinyatakan dalam paragraph 2.15, yaitu “pemeriksa harus obyektif dan
bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dalam menjalankan tanggung jawab
profesionalnya.

Aturan Etika Kompartemen Akuntan Sektor Publik

Aturan etika merupakan penjabaran lebih lanjut dari prinsip-prinsip etika dan ditetapkan untuk masing-
masing kompartemen. Untuk akuntan sektor publik, aturan etika ditetapkan oleh IAI Kompartemen
Akuntan Sektor Publik (IAI-KASP). Sampai saat ini, aturan etika ini masih dalam bentuk exposure draft,
yang penyusunannya mengacu pada Standard of Professional Practice on Ethics yang diterbitkan oleh
the International Federation of Accountants (IFAC). Berdasarkan aturan etika ini, seorang profesional
akuntan sektor publik harus memiliki karakteristik yang mencakup: n Penguasaan keahlian intelektual
yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. n Kesediaan melakukan tugas untuk masyarakat
secara luas di tempat instansi kerja maupun untuk auditan. n Berpandangan obyektif. n Penyediaan
layanan dengan standar pelaksanaan tugas dan kinerja yang tinggi. Penerapan aturan etika ini dilakukan
untuk mendukung tercapainya tujuan profesi akuntan yaitu: bekerja dengan standar profesi yang tinggi,
mencapai tingkat kinerja yang diharapkan dan mencapai tingkat kinerja yang memenuhi persyaratan
kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, menurut aturan etika IAI-KASP, ada tiga kebutuhan mendasar
yang harus dipenuhi, yaitu:
Kredibilitas akan informasi dan sistem informasi. n Kualitas layanan yang didasarkan pada standar
kinerja yang tinggi. n Keyakinan pengguna layanan bahwa adanya kerangka etika profesional dan
standar teknis yang mengatur persyaratan-persyaratan layanan yang tidak dapat dikompromikan.
Aturan etika IAI-KASP memuat tujuh prinsip-prinsip dasar perilaku etis auditor dan empat panduan
umum lainnya berkenaan dengan perilaku etis tersebut. Ketujuh prinsip dasar tersebut adalah:
integritas, obyektivitas, kompetensi dan kehati-hatian, kerahasiaan, ketepatan bertindak, dan standar
teknis dan profesional. Empat panduan umum mengatur hal-hal yang terkait dengan good governance,
pertentangan kepentingan, fasilitas dan hadiah, serta penerapan aturan etika bagi anggota profesi yang
bekerja di luar negeri.

Integritas

Integritas berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung tinggi kebenaran
dan kejujuran. Integritas tidak hanya berupa kejujuran tetapi juga sifat dapat dipercaya, bertindak adil
dan berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini ditunjukkan oleh auditor ketika memunculkan
keunggulan personal ketika memberikan layanan profesional kepada instansi tempat auditor bekerja
dan kepada auditannya. Misalnya, auditor seringkali menghadapi situasi di mana terdapat berbagai
alternatif penyajian informasi yang dapat menciptakan gambaran keuangan atau kinerja yang berbeda-
beda. Dengan berbagai tekanan yang ada untuk memanipulasi fakta-fakta, auditor yang berintegritas
mampu bertahan dari berbagai tekanan tersebut sehingga fakta-fakta tersaji seobyektif mungkin.
Auditor perlu mendokumentasikan setiap pertimbangan-pertimbangan yang diambil dalam situasi
penuh tekanan tersebut.

Obyektivitas

Auditor yang obyektif adalah auditor yang tidak memihak sehingga independensi profesinya dapat
dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau tindakan, ia tidak boleh bertindak atas dasar
prasangka atau bias, pertentangan kepentingan, atau pengaruh dari pihak lain. Obyektivitas ini
dipraktikkan ketika auditor mengambil keputusan-keputusan dalam kegiatan auditnya. Auditor yang
obyektif adalah auditor yang mengambil keputusan berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan
bukannya karena pengaruh atau berdasarkan pendapat atau prasangka pribadi maupun tekanan dan
pengaruh orang lain. Obyektivitas auditor dapat terancam karena berbagai hal. Situasisituasi tertentu
dapat menghadapkan auditor pada tekanan yang mengancam obyektivitasnya, seperti hubungan
kekerabatan antara auditor dengan pejabat yang diaudit. Obyektivitas auditor juga dapat terancam
karena tekanantekanan pihak-pihak tertentu, seperti ancaman secara fisik. Untuk itu, auditor harus
tetap menunjukkan sikap rasional dalam mengidentifikasi situasi-situasi atau tekanan-tekanan yang
dapat mengganggu obyektivitasnya. Ketidakmampuan auditor dalam menegakkan satu atau lebih
prinsip-prinsip dasar dalam aturan etika karena keadaan atau hubungan dengan pihak-pihak tertentu
menunjukkan indikasi adanya kekurangan obyektivitas. Hubungan finansial dan non-finansial dapat
mengganggu kemampuan auditor dalam menjalankan prinsip obyektivitas. Misalnya, auditor memegang
jabatan komisaris bersama-sama dengan auditan pada suatu perusahaan sedikit banyak akan
mempengaruhi obyektivitas auditor tersebut ketika mengaudit auditan. Transaksi peminjaman dari
auditan atau investasi pada auditan dapat mendorong auditor menyajikan temuan audit yang berbeda
dengan keadaan sebenarnya, terutama bila temuan tersebut berpengaruh terhadap keuangannya.

Kompetensi dan Kehati-hatian

Agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki dan mempertahankan
kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keahlian
profesinya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa instansi tempat ia bekerja atau
auditan dapat menerima manfaat dari layanan profesinya berdasarkan pengembangan praktik,
ketentuan, dan teknik-teknik yang terbaru. Berdasarkan prinsip dasar ini, auditor hanya dapat
melakukan suatu audit apabila ia memiliki kompetensi yang diperlukan atau menggunakan bantuan
tenaga ahli yang kompeten untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara memuaskan. Berkenaan dengan
kompetensi, untuk dapat melakukan suatu penugasan audit, auditor harus dapat memperoleh
kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan yang relevan. Pendidikan dan pelatihan ini dapat bersifat
umum dengan standar tinggi yang diikuti dengan pendidikan khusus, sertifikasi, serta pengalaman kerja.
Kompetensi yang diperoleh ini harus selalu dipertahankan dan dikembangkan dengan terus-menerus
mengikuti perkembangan dalam profesi akuntansi, termasuk melalui penerbitan penerbitan nasional
dan internasional yang relevan dengan akuntansi, auditing, dan keterampilan-keterampilan teknis
lainnya.

Kerahasiaan

Auditor harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperolehnya dalam melakukan audit,
walaupun keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan secara terbuka dan transparan. Informasi
tersebut merupakan hak milik auditan, untuk itu auditor harus memperoleh persetujuan khusus apabila
akan mengungkapkannya, kecuali adanya kewajiban pengungkapan karena peraturan perundang-
undangan. Kerahasiaan ini harus dijaga sampai kapanpun bahkan ketika auditor telah berhenti bekerja
pada instansinya. Dalam prinsip kerahasiaan ini juga, auditor dilarang untuk menggunakan informasi
yang dimilikinya untuk kepentingan pribadinya, misalnya untuk memperoleh keuntungan finansial.
Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut:

n Pengungkapan yang diijinkan oleh pihak yang berwenang, seperti auditan dan instansi tempat ia
bekerja. Dalam melakukan pengungkapan ini, auditor harus mempertimbangkan kepentingan seluruh
pihak, tidak hanya dirinya, auditan, instansinya saja, tetapi juga termasuk pihak-pihak lain yang mungkin
terkena dampak dari pengungkapan informasi ini.

n Pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundangundangan, seperti tindak pidana


pencucian uang, tindakan KKN, dan tindakan melanggar hukum lainnya.
n Pengungkapan untuk kepentingan masyarakat yang dilindungi dengan undang-undang.

Bila auditor memutuskan untuk mengungkapkan informasi karena situasisituasi di atas, ada tiga hal yang
harus dipertimbangkan, yaitu:

n Fakta-fakta yang diungkapkan telah mendapat dukungan bukti yang kuat atau adanya pertimbangan
profesional penentuan jenis pengungkapan ketika fakta-fakta tersebut tidak didukung dengan bukti yang
kuat.

nPihak-pihak yang menerima informasi adalah pihak yang tepat dan memiliki tanggung jawab untuk
bertindak atas dasar informasi tersebut.

n Perlunya nasihat hukum yang profesional atau konsultasi dengan organisasi yang tepat sebelum
melakukan pengungkapan informasi.

Ketepatan Bertindak

Auditor harus dapat bertindak konsisten dalam mempertahankan reputasi profesi serta lembaga profesi
akuntan sektor publik dan menahan diri dari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan lembaga
profesi atau dirinya sebagai auditor profesional. Tindakan-tindakan yang tepat ini perlu dipromosikan
melalui kepemimpinan dan keteladanan. Apabila auditor mengetahui ada auditor lain melakukan
tindakan yang tidak benar, maka auditor tersebut harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan
untuk melindungi masyarakat, profesi, lembaga profesi, instansi tempat ia bekerja dan anggota profesi
lainnya dari tindakan-tindakan auditor lain yang tidak benar tersebut. Untuk itu, ia harus mengumpulkan
bukti-bukti dari tindakan yang tidak benar tersebut dan menuangkannya dalam suatu laporan yang
dibuat secara jujur dan dapat dipertahankan kebenarannya. Auditor kemudian melaporkan kepada
pihak yang berwenang atas tindakan yang tidak benar ini, misalnya kepada atasan dari auditor yang
melakukan tindakan yang tidak benar tersebut atau kepada pihak yang berwajib apabila pelanggarannya
menyangkut tindak pidana.

Standar teknis dan profesional

Auditor harus melakukan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku, yang meliputi standar teknis
dan profesional yang relevan. Standar ini ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah
Republik Indonesia. Pada instansi-instansi audit publik, terdapat juga standar audit yang mereka
tetapkan dan berlaku bagi para auditornya, termasuk aturan perilaku yang ditetapkan oleh instansi
tempat ia bekerja. Dalam hal terdapat perbedaan dan/atau pertentangan antara standar audit dan
aturan profesi dengan standar audit dan aturan instansi, maka permasalahannya dikembalikan kepada
masing-masing lembaga penyusun standar dan aturan tersebut.
Panduan Umum Lainnya pada Aturan Etika IAI-KASP

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, panduan umum lainnya yang tercantum dalam aturan etika IAI-
KASP terdiri dari tiga hal yaitu panduan good governance dari organisasi/instansi tempat auditor
bekerja, panduan identifikasi pertentangan kepentingan, panduan atas pemberian fasilitas dan hadiah,
dan panduan penerapan aturan etika bagi auditor yang bekerja di luar wilayah hukum aturan etika.

ETIKA PROFESI AUDITOR

Good Governance Auditor diharapkan mendukung penerapan good governance pada organisasi atau
instansi tempat ia bekerja, yang meliputi prinsip-prinsip berikut: n Tidak mementingkan diri sendiri n
Integritas n Obyektivitas n Akuntabilitas n Keterbukaan n Kejujuran n Kepemimpinan Struktur dan
proses organisasi atau instansi tempat ia bekerja harus memiliki hal-hal berikut yaitu: akuntabilitas
keberadaan organisasi, akuntabilitas penggunaan dana publik, komunikasi dengan stakeholders, dan
peran dan tanggung jawab dan keseimbangan kekuasaan antara stakeholders dan pengelola. Instansinya
juga harus memiliki mekanisme pelaporan keuangan dan pengendalian intern yang mencakup:
pelaporan tahunan, manajemen risiko dan audit internal, komite audit, komite penelaah kinerja, dan
audit eksternal. Instansinya juga harus memiliki standar perilaku yang mencakup kepemimpinan dan
aturan perilaku.

Pertentangan Kepentingan Beberapa hal yang tercantum dalam aturan etika yang dapat
mengindikasikan adanya pertentangan kepentingan yang dihadapi oleh auditor sektor publik adalah: n
Adanya tekanan dari atasan, rekan kerja, maupun auditan di tempat kerja (instansinya). n Adanya
tekanan dari pihak luar seperti keluarga atau relasi. n Adanya tuntutan untuk bertindak yang tidak sesuai
dengan standar atau aturan. n Adanya tuntutan loyalitas kepada organisasi atau atasan yang
bertentangan dengan kepatuhan atas standar profesi. n Adanya publikasi informasi yang bias sehingga
menguntungkan instansinya. n Adanya peluang untuk memperoleh keuntungan pribadi atas beban
instansi tempat ia bekerja atau auditan.

ETIKA PROFESI AUDITOR


Fasilitas dan Hadiah Auditor dapat menerima fasilitas atau hadiah dari pihak-pihak yang memiliki atau
akan memiliki hubungan kontraktual dengannya dengan mengacu dan memperhatikan seluruh
peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana korupsi, dengan melakukan tindakan-tindakan
berikut: a). Melakukan pertimbangan atau penerimaan fasilitas atau hadiah yang normal dan masuk
akal, artinya auditor juga akan menerima hal yang sama pada instansi tempat ia bekerja apabila ia
melakukan hal yang sama. b). Meyakinkan diri bahwa besarnya pemberian tidak menimbulkan persepsi
masyarakat bahwa auditor akan terpengaruh oleh pemberian tersebut. c). Mencatat semua tawaran
pemberian fasilitas atau hadiah, baik yang diterima maupun yang ditolak, dan melaporkan catatan
tersebut. d). Menolak tawaran-tawaran fasilitas atau hadiah yang meragukan.

Pemberlakuan Aturan Etika bagi Auditor yang Bekerja di Luar Negeri Pada dasarnya auditor harus
menerapkan aturan yang paling keras apabila auditor dihadapkan pada dua aturan berbeda yang
berlaku ketika ia bekerja di luar negeri, yaitu aturan etika profesinya di Indonesia dan aturan etika yang
berlaku di luar negeri.

Anda mungkin juga menyukai