Anda di halaman 1dari 3

Utang Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi: Indonesia 2000-2015

Negara berkembang biasa menghadapi masalah keterbatasan sumber daya dalam upaya
pembangunan ekonomi ketika ingin mencapai hasil maksimum berdasarkan potensi yang dimilikinya.
Sebagaimana negara berkembang lainnya, Indonesia memanfaatkan sumber daya keuangan dalam
bentuk kewajiban baik yang berasal dari dalam negeri (internal debt) maupun dari luar negeri (external
debt) tuntuk memperkuat investasi yang bisa menjadi booster terkuat pembangunan.
Pada masa Orde Baru Indonesia adalah negara yang sangat bergantung pada produksi minyak dan
gas bumi. Penerimaan migas pada masa tersebut sempat mencapai 14% PDB atau senilai dengan 65%
dari Penerimaan Dalam Negeri, hingga sekitar pertengahan 80-an produksi minyak mulai menurun akibat
keringnya kilang-kilang minyak yang biasanya menjadi tumpuan. Pemerintah Indonesia sendiri selama
periode tersebut mengalami kegagalan dalam memanfaatkan sumber daya minyak dan gas bumi untuk
menumbuhkan perekonomian pada sektor lain. Saat produksi minyak sebagai tulang punggung
penerimaan negara sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan pengelolaan fiskal, dimulai dari pertengahan
tahun 1980-an, Indonesia mulai mengalihkan fokus ke penerimaan non migas.
Seiring dengan penerimaan non migas yang menjadi sumber utama pendanaan pemerintah,
penerimaan utang menanjak mengikuti arus kebutuhan investasi. Pengelolaan utang menjadi sangat
krusial mengingat risiko dari penumpukan utang mengikuti arus kebutuhan investasi juga akan membesar
seiring besarnya dana yang dikelola. Undang-Undang No 17 Tahun 2003 menyatakan batasan defisit
senilai 3% dari Produk Domestik Bruto dan jumlah akumulatif utang senilai 60% dari Produk Domestik
Bruto. Batasan tersebut mencegah adanya efek lazy government seperti kasus yang terjadi pada krisis
utang Yunani, di mana pemerintah tidak kreatif dalam menghimpun penerimaan non utang dan
mengakibatkan terjadinya default. Sebaliknya dalam situasi ekonomi di mana pemerintah mampu
memanfaatkan input sumber daya dari utang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, utang akan
menjadi leverage yang mampu menggenjot perputaran roda ekonomi. Gambaran jumlah utang Indonesia
dengan nilai GDP Indonesia dapat kita lihat pada grafik di berikut:

GDP dan Utang Indonesia (dalam T


14000.000
12000.000
rupiah)
10000.000 GDP
8000.000
6000.000 Total
Utang
4000.000
2000.000
0.000
2000200120022003200420052006200720082009201020112012201320142015

Sumber: BPS dan DJPPR Kemenkeu RI


Meskipun terlihat hubungan positif antara perkembangan jumlah utang dengan pertumbuhan
ekonomi, perlu diperhatikan bahwa debt burden yang timbul dari debt servicing (pembayaran pokok utang
beserta bunganya) yang terlalu kuat akan menekan pertumbuhan ekonomi. Pada negara-negara yang
tergolong Highly Indebted Poor Country, tingkat utang yang tinggi diikuti tekanan debt servicing akan
menyebabkan perpindahan sumber daya dari alokasi untuk tujuan pertumbuhan ke kegiatan debt
servicing. Belanja bunga dan pokok utang akan menekan investasi, yang berujung pada kontraksi ekonomi.
Menggunakan Produk Domestik Bruto sebagai variabel dependen, penulis ingin melihat dampak
dari utang pemerintah pada pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan melakukan assesment pada efek
individual yang ditimbulkan oleh saldo utang dalam negeri (Internal Debt Stock), pembayaran bunga dan
pokok utang dalam negeri (Internal Debt Servicing), saldo utang luar negeri (External Debt Stock), dan
pembayaran bunga dan pokok utang luar negeri (External Debt servicing) terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2015. Pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan analisis regresi berganda, dengan uji yang terdiri dari uji stasioneritas data, uji asumsi klasik,
dan uji kelayakan model.

Uji Kelayakan Model


Hasil uji kelayakan model (R squared) menunjukkan bahwa variabel-variabel independen mampu
mewakili keterbentukan variabel dependen senilai 90%. Penjelasan dari nilai tersebut adalah bahwa utang
pemerintah adalah angka yang mengindikasikan strategi pembangunan ekonomi yang disusun oleh
pemerintah. Anggaran seimbang dan dinamis seperti yang diambil pada masa orde baru menunjukkan
strategi yang cenderung submisif, sementara strategi anggaran defisit dilakukan demi tercapainya
pembangunan yang ekspansif, meskipun mengandung risiko namun terbukti selama setelah masa
reformasi hingga saat ini mampu menyokong pertumbuhan ekonomi.
Domestic consumption yang biasanya bernilai besar pada pertumbuhan ekonomi, tidak memiliki
kaitan secara langsung dengan government spending, tetapi lebih cenderung pada situasi ekonomi yang
sedang berjalan serta kebijakan moneter pemerintah. Ketika bunga kredit perbankan rendah, domestic
consumption cenderung akan tinggi, tetapi harus didasari dengan kondisi perekonomian tidak sedang
terjadi kontraksi atau bahkan perlambatan pertumbuhan. Sementara government spending dipengaruhi
oleh strategi anggaran pemerintah yang terkait erat dengan nilai utang yang dipakai dengan tujuan untuk
mendapatkan leverage, karena itulah meski ruang lingkup penelitian terhadap nilai produk domestik
bruto ini hanya melitputi utang pemerintah, namun bisa variabel-variabel independennya mampu
mendefinisikan produk domestik bruto pada angka yang signifikan.

Utang dalam Negeri dan Debt Servicingnya


Domestik Debt Stock adalah nilai dari utang dalam negeri pemerintah, yang dalam hasil olah data
menunjukkan hasil bahwa DDS memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Persamaan regresi menunjukkan nilai hasil uji t berupa nilai prob sebesar 0.0000, di bawah alfa 0.05, yang
berarti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Indonesia sendiri telah
banyak beralih yang dahulu hanya menggunakan utang luar negeri, hingga akhirnya tertimpa krisis
ekonomi tahun 1998. Sejak tahun 1998 Indonesia mulai mengincar potensi pemberi utang dari pihak luar
negeri ke pihak dalam negeri, ataupun pihak luar negeri tetapi memakai keterikatan aturan yang dibuat
oleh pemerintah sendiri, melalui sarana penerbitan Surat Berharga Negara.
Utang dalam negeri jauh lebih menguntungkan bagi perekonomian sebuah negara karena secara
sederhana dapat kita lihat bahwa setiap pembayaran kembali (repayment) ataupun pembayaran beban
bunga, terdapat arus sumber daya keluar dari perekonomian. Sementara utang dalam negeri, karena
lender adalah individu atau institusi dalam negeri maka setiap repayment ataupun pembayaran beban
bunga hanya akan menjadi redistribusi sumber daya dari pemerintah ke pihak dalam negeri lain sehingga
secara gregat nilai dari perekonomian tersebut tetap sama. Keunggulan lain dari utang dalam negeri
adalah tidak terpengaruh dengan adanya risiko nilai tukar. Pinjaman luar negeri diterima dalam mata uang
asing, sementara mata uang negara berkembang memiliki kecenderungan untuk berada dalam posisi
bertahan ketika menjalani pertarungan kurs karena demand terhadap mata uang domestik dari sebuah
negara berkembang di luar negeri teramat terbatas.
Kombinasi dari seluruh sifat tersebut memberikan dukungan bahwa utang dalam negeri
memberikan dampak positif yang lebih signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pemerintah memiliki
dasar yang memadai untuk mengubah kebijakan dalam hal proporsi dan fokus sumber pembiayaan dari
luar negeri ke dalam negeri.
Domestic Service Payment merupakan nilai dari pembayaran pokok dan bunga utang dalam negeri
yang dibayarkan negara dalam suatu periode. Model hasil regresi menunjukkan nilai hasil dari uji t senilai
0.3185, di atas alfa 0.05, menunjukkan bahwa DSP tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Sesuai dengan teori bahwasannya pembayaran pokok dan bunga utang dalam
negeri adalah pembayaran kepada lender baik yang berwujud institusi atau individual yang juga
merupakan anggota penggerak perekonomian dalam negeri, karenanya pembayaran tersebut tidak
mengurangi sumber daya yang berputar di dalam perekonomian yang bersangkutan.
Utang luar Negeri dan Debt Servicingnya
External Debt Stock adalah total nilai utang luar negeri yang dimiliki pemerintah pada suatu periode,
sementara External Service Payment adalah total pembayaran utang dan bunga dari utang luar negeri
yang harus dibayarkan pemerintah pada suatu periode. Persamaan hasil regresi yang kita peroleh
menunjukkan bahwa EDS dan ESP sama-sama tidak memiliki pengaruh postif yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi, karenanya, selaras dengan penjelasan sebelumnya nilai dari EDS dan ESP perlu
dijaga pada angka yang minimum sebagaimana dijalankan pemerintah semenjak Orde Reformasi.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa utang dalam negeri memiliki pengaruh positif
yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, kebijakan saat ini yang mengutamakan pembiayaan
dalam negeri dan menjaga proporsi utang dan defisit sesuai dengan amanat undang-undang perlu
dipertahankan, selain itu jadwal jatuh tempo perlu diperhatikan dengan seksama agar tidak terdapat
beban debt servicing yang tidak terduga yang akan mengganggu tidak hanya arus kas dari pemerintah
namun juga keseimbangan keuangan negara secara umum. Meski demikian perlu diingat juga bahwa
utang dalam negeri biasanya memiliki tingkat pengembalian yang tinggi, hal ini harus menjadi perhatian
terkait hubungannya dengan beban debt servicing-nya, harus dijaga pada tingkat kemampuan
pemerintah.
Konsep berhutang sering kali dinilai dengan sebelah mata oleh masyarakat awam yang tidak
memiliki cukup informasi mengenai konsep leverage dalam dunia ekonomi, pemerintah hendaknya
memberikan sosialisasi secukupnya kepada masyarakat luas agar terdapat kesepahaman mengenai
tujuan, spesifikasi dan manfaat utang sehingga pemerintah mendapat dukungan yang seharusnya
diperoleh dari rakyat baik sebagai lender maupun sebagai subjek ekonomi nasional secara umum.

Anda mungkin juga menyukai