Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,rasa,
dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui
manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan
adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang
ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pada era modern
ini pengetahuan mencakup berbagai aspek kehidupan termasuk aspek
kesehatan, seperti kesehatan reproduksi pada masa remaja (Notoatmojo, 2007).
Masa remaja merupakan proses menuju kedewasaan dan ingin mencoba
bahwa dirinya sudah mampu sendiri. Masalah yang dapat dijumpai pada masa
remaja khususunya remaja perempuan adalah perubahan bentuk tubuh, adanya
jerawat atau acne, gangguan emosional, gangguan miopi, adanya kelainan
kifosis, penyakit infeksi, keputihan, dan dismenore (Hidayat, 2008).
Dismenore atau nyeri haid adalah perasaan nyeri pada saat haid yang
biasanya dialamioleh remaja yang baru mengalami menstruasi pertama. Tetapi,
tidak menutup kemungkinan dismenore atau nyeri haid juga di alami oleh
perempuan dewasa.
Angka kejadian dismenore di Indonesia sebesar 64,25 % yang terdiri dari
54,89% dismenore primer dan 9,36 % dismenore sekunder (Araujo, 2012).
Frekuensi dismenore cukup tinggi hampir 90% wanita mengalami dismenore,
10-15% di antaranya mengalami dismenore berat yang menyebabkan mereka
tidak mampu melakukan kegiatan apapun dan ini menurunkan kualitas hidup
(Jurnal Occupation And Environmental Medicine, 2008). Kondisi yang paling
2

sering terjadi pada wanita usia 30-45 tahun (Calis et al, 2009). Disminorea yang
sering terjadi adalah disminore primer sering terjadi lebih dari 50% diantaranya
mengalami nyeri pada saat menstruasi yang hebat dan 15% biasanya disminore
primer timbul pada masa remaja yaitu sekitar 2-3 tahun haid pertama dan
terjadi pada umur kurang dari 20 tahun (Anonim, 2007).
Remaja dalam menangani nyeri haid sering kali mengonsumsi obat-
obatan pereda nyeri yang akhirnya dapat mengakibatkan ketergantungan.
Study riset menyatakan bahwa ketergantungan obat dapat menimbulkan efek
samping, seperti infeksi lambung, hiperhidrosis, retensi cairan dan garam,
reaksi elergi seperti reaksi kulit dan edema angioneurotik. Maka dari itu
diperlukan adanya intervensi berupa pemberian pengetahuan mengenai
penanganan Dismenore secara non-medis.
Berdasarkan data awal yang diperoleh di Pondok Pesantren Darussalam
Putri dari kelas VIII-IX dan dilakukan wawancara oleh peneliti pada beberapa
siswi, wawancara dilakukan dengan 20 siswi yang pernah mengalami
Dismenore dan didapatkan hasil hanya 8 siswi yang tahu tentang dismenore
dan sisanya kurang mengerti tentang Dismenore dan cara penanganan
Dismenore. Sehingga sering kali siswi tersebut meminta izin untuk beristirahat
di ruang unit kesehatan sekolah karena mengalami dismenore sehingga tidak
bisa mengikuti kegiatan belajar.
Berdasarkan data kejadian diatas calon peneliti tertarik untuk melakukan
sebuah eksperimen berupa pemberian edukasi mengenai kejadian Dismenore
dan diharapkan dari pemberian terapi tersebut dapat mengurangi tingkat
kejadian Dismenore.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada pengaruh dari pemberian terapi edukasi terhadap pengetahuan
tentang dismenore pada remaja putri pondok pesantren Darussalam di
Martapura.
3

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh dari pemberian terapi edukasi terhadap
pengetahuan tentang dismenore pada remaja putri pondok pesantren
Darussalam di Martapura.
1.3.2 Tujuan Khusus
Karya tulis ini bertujuan untuk :
a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan remaja putri di Pondok
Pesantren Darussalam tentang Dismenore
b. Mengidentifikasi pemberian terapi edukasi pada remaja putri di
Pondok Pesantren Darussalam mengenai tingkat pengetahuan
Dismenore.
c. Menganalisis pengaruh pemberian terapi edukasi pada remaja putri
terhadap tingkat pengetahuan Dismenore di Pondok Pesantren
Darussalam.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Instansi Terkait
Meningkatkan taraf kesehatan putri di Pondok Pesantren Darussalam,
khususnya pada kesehatan reproduksi remaja.

1.4.2 Manfaat Bagi Peneliti


a. Menambah pengalaman peneliti tentang penelitian
b. Menambah pengetahuan peneliti tentang penanganan Dismenore di
kalangan remaja putri

1.4.2 Manfaat Bagi Remaja Putri


a. Meningkatkan pemahaman remaja tentang Dismenore
b. Menurunkan angka kejadian Dismenore di Pondok Pesantren
Darussalam Putri
c. Mengurangi ketergantungan obat dalam mengatasi Dismenore
d. Memberikan pengetahuan mengenai penanganan Dismenore tanpa
obat-obatan.
4

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Terapi Edukasi

2.1.1 Pengertian Terapi Edukasi


Terapi menurut KBBI adalah usaha untuk memulihkan
keadaan orang yang sedang sakit, sedangkan edukasi adalah proses
untuk belajar mengajar yang sangat perlu diberikan kepada
produsen, konsumen dan pengambil kebijakan agar dapat mengubah
perilakunya untuk menjadi lebih baik.
Terapi edukasi dapat diartikan sebagai usaha untuk
memulihkan keadaan orang yang mengalami kurang pengetahuan
agar mengubah perilakunya menjadi lebih baik. Perilaku sebagai
tujuan belajar oleh Slamet (1975) diartikan sebagai segala tindak
tanduk seseorang yang dapat diamati, didengar dan dirasakan oleh
orang lain. Perilaku sebagai tujuan pendidikan terdiri dari tiga
kawasan, yaitu :
a. Kawasan kognisi
b. Kawasan afeksi
c. Kawasan psikometrik
Tujuan pengubahan perilaku pada kawasan kognisi
mencakup perubahan perilaku yang berkaitan dengan aspek
intelektualitas dan pengetahuan seseorang. Pengetahuan belajar
pada kawasan kognisi ini terdiri dari enam unsur yang tersusun
secara hierakis, yaitu :
1. Pengetahuan (knowledge) meliputi memori tentang fakta, kaidah,
prinsip yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan orang
yang belajar.
2. Komprehensi (comprehension) meliputi kemampuan untuk
menangkap makna dan arti dari materi pembelajaran yang telah
dipelajari.
5

3. Aplikasi (application) meliputi kemampuan seseorang


menggunakan materi belajar dalam situasi baru untuk
memecahkan masalah-masalah kongkrit yang dihadapi.
4. Analisis (analysis) meliputi kemampuan seseorang untuk
menjelaskan sesuatu yang pernah diajarkan dan dialami dengan
rinci.
5. Sintesa (synthetic) merupakan kemampuan untuk menghubung-
hubungkan segala sesuatu yang diajarkan dan dialami atau
dilakukan sehingga mewujudkan suatu pengertian baru.
6. Penilaiaan (evaluation) merupakan kemampuan untuk menilai.

2.2 Macam-macam Metode Terapi Edukasi


2.2.1 Metode Ceramah (Pendidikan Kesehatan)
Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan. secara umum adalah
segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik
individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa
yang diharapkan oleh pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Dan
batasan ini tersirat unsure-unsur input (sasaran dan pendidik dari
pendidikan), proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi
orang lain) dan output (melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang
diharapkan dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku
kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
yang kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan. (Notoadmojo, 2012).
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor
internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor eksternal (di luar diri
manusia). Faktor internal ini terdiri dari faktor fisik dan psikis. Faktor
eksternal terdiri dari berbagai faktor antara lain ; sosial, budaya
masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan, dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

Sedangkan pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan


pendidikan di dalam bidang kesehatan. Secara operasional pendidikan
kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan dan atau
6

meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek baik individu, kelompok


atau masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka
sendiri (Notoatmodjo, 2005). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), pendidikan kesehatan adalah kegiatan di bidang penyuluhan
Universitas Sumatera Utara kesehatan umum dengan tujuan
menyadarkan dan mengubah sikap serta perilaku masyarakat agar
tercapai tingkat kesehatan yang diinginkan.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pendidikan


kesehatan dapat mencapai sasaran (Saragih, 2010) yaitu :
a. Tingkat Pendidikan. Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang
seseorang terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat
dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah
seseorang menerima informasi yang didapatnya.
b. Tingkat Sosial Ekonomi. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi
seseorang, semakin mudah pula dalam menerima informasi baru.
c. Adat Istiadat Masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap
adat istiadat sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
d. Kepercayaan Masyarakat. Masyarakat lebih memperhatikan informasi
yang disampaikan oleh orang-orang yang sudah mereka kenal, karena
sudah ada kepercayaan masyarakat dengan penyampai informasi.
e. Ketersediaan waktu di masyarakat. Waktu penyampaian informasi harus
memperhatikan tingkat aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat
kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.

2.2.2 Metode Diskusi


Metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya
dengan memecahkan masalah (problem Solving) (Muhibbin Syah,2000).
Kadang-kadang metode ini disebut diskusi kelompok (group discussion) dan
resitasi bersama (socialized recitation).
7

Adapun manfaat dari metode diskusi dintaranya, yaitu :


a. Membenatu murid untuk dapat mengambil keputusan yang lebih baik
dari pada ia memutuskan sendir.
b. Mereka tidak terjebak dengan jalan pikirannya sendiri yang kadang-
kadang salah.
c. Segala kegiatan belajar akan memperoleh dukungan bersama dari
seluruh kelompok/kelas hingga memperoleh hasil belajar yang lebih
baik.
d. Membantu mendekatkan atau mengeratkan hubungan antar kegiatan
dengan tingkat perhatian dan derajat bagi anggota kelas
e. Apabila dilaksanakan dengan cermat, maka diskusi merupakan cara
belajar yang menyenangkan dan merangsang pengalaman, karena dapat
merupakan pelepas ide-ide dan pendalaman wawasan mengenai sesuatu.

Metode diskusi dalam belajar memiliki langkah-langkah sebagai


berikut :
a. Guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dan
memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara
pemecahan.
b. Dengan pimpinan guru, siswa membentuk kelompok diskusi,
memilih pemimpin diskusi, sekretaris/pencatat, pelapor dan
sebagainya (bila perlu), mengatur tempat duduk, ruangan, sarana,
dan sebagainya.
c. Para siswa berdiskusi dikelompoknya masing-masing sedangkan
guru berkeliling dari kelompok satu ke kelompok lain untuk menjaga
dan emberi dorongan agar diskusi dapat berjalan lancar.
d. Kemudian tiap kelompok diskusi melaporkan hasil diskusinya hisil-
hasil diskusiditanggapi oleh semua siswa.
e. Para siswa mencatat hasil diskusi tersebut, dan guru mengum-
pulkan hasil diskusi untuk fail kelas.

Metode diskusi memiliki berbagai kelebihan sebagai berikut :


8

a. Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipcahkan dengan


berbagai jalan.
b. Menyadarkan anak didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling
mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat
diperoleh keputusan yang lebih baik.
c. Membiasakan anak didik mendengarkan pendapat orang lain
sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan sikp
toleransi.
Ada beberapa kelemahan metode diskusi yaitu :
a. Tidak dapat digunakan dalam kelompok yang besar
b. Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas
c. Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.

2.2.3 Metode Demonstrasi


Yang dimaksud dengan metode demontrasi adalah metode menga-jar
dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan
suatu kegiatan, baik secra langsung maupun melalui penggunaan media
pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang
disajikan. Muhibbin Syah (2000). Definisi yang mirip menyatakan bahwa
metode demontrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan
sesuatu yang proses atau cara suatu benda yang berkenaan dengan bahan
pelajaran. Syaiful Bahri Djamarah, (2000).
Adapun manfaat dari metode demontrasi diantaranya, adalah :
a. Menarik perhatian siswa agar lebih terfokus
b. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari
c. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam
diri siswa (Daradjat, 1985)

Ada beberapa kelebihan metode demontrasi, yaitu :


a. Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau
kerja suatu benda.
b. Memudahkan berbagai jenis penjelasan.
9

c. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki


memalui pengamatan dan contoh konkret, dengan menghadirkan obyek
sebenarnya (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).

Kelemahan metode demonstrasi sebagai berikut :


a. Anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan
dipertunjukkan.
b. Tidak semua benda dapat didemonstrasikan.
c. Sukar dimengerti bila didemonstrasikan leh guruh yang kurang
menguasai apa yang didemonstrasikan (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).

Langkah langkah dalam melakukan demonstrasi adalah sebgai berikut :


a. Mengatur tata ruang yang memungkinkan seluruh siswa dapat
memperhatikan pelaksanaan demonstrasi.
b. Menetapkan yang dilakukan selama pelaksanaan.
c. Mempersiapkan semua yang dibutuhkan.
d. Memeriksa apakah semua alat itu dalam keadaan berfungsih atau tidak.
e. Menetapan langkah pelaksanaan agar efisien.

2.2.4 Metode Bermain


Menurut Kimpraswil (dalam Asadi Muhammad, 2009: 26) mengatakan
bahwa definisi permainan adalah usaha olah diri (olah pikiran dan olah fisik)
yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi,
kinerja, dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi
dengan lebih baik.
Lain halnya dengan Joan Freeman dan Utami munandar mendefinisikan
permainan sebagai suatu aktifitas yang membantu anak mencapai
perkembangan yang utuh, baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional.
Trans permainan dalam pembelajaran.

Menurut beberapa pendapat para ahli tersebut peneliti menyimpulkan definisi


permainan adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh beberapa anak untuk
mencari kesenangan yang dapat membentuk proses kepribadian anak dan
10

membantu anak mencapai perkembangan fisik, intelektuan, sosial, moral dan


emosional.

Ciri-Ciri Metode Pembelajaran Bermain


a. Siswa dalam kelompok secara bermain menyelesaikan materi belajar
sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-
beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. jika mungkin
anggota kelompok berasal
c. Dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan
jender.
d. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-
masing individu.

Kelebihan Metode Permainan

a. Melatih anak untuk mendramatisasikan sesuatu serta melatih keberanian


b. Metode ini akan menarik perhatian siswa sehingga suasana kelas menjadi
hidup.
c. Siswa dapat menghayati suatu peristiwa sehingga mudah mengambil
kesimpulan berdasarkan penghayatan sendiri.
d. Siswa dilatih untuk menyusun pikirannya dengan teratur.

Kekurangan Metode Permainan

a. Tidak semua topik dapat disajikan melalui permainan.


b. Memerlukan banyak waktu
c. Penentuan kalah menangdan bayar-membayar dapat berakibat negatif.
d. Mungkin juga terjadi pertengkaran.
e. Mengganggu ketenangan belajar di kelas-kelas lain.
11

2.3 Pengetahuan

2.3.1 Pengertian Pengetahuan


Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan
melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007, hal.143).
Pengetahuan tentu saja sangat banyak macamnya. Karena
dalam penelitian ini penulis lebih menitikberatkan pada pengetahuan
kesehatan maka yang dimaksud dengan pengetahuan kesehatan
adalah hal apa saja yang diketahui oleh orang atau responden
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sehat dan sakit ataupun
kesehatan, misalnya saja mengenai penyakit baik penyebab, cara
penularan, maupun cara pencegahannya penyakit tersebut
(Ernawati, 2012, hal.14).

2.3.2 Tingkat Pengetahuan


Notoatmodjo (2007, hal.122-123) menyatakan tingkat
pengetahuan di dalam domain kognitif pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu tahu adalah tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
12

menginterpretasikan benar tentang objek yang diketahui, dan


dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan menyebutkan cotoh menyimpulkan, meramalkan,
dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari, misalnya dapat
menjelaskan mengapa harus datang ke Posyandu.
3) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi
masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya
satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan.
4) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi
atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip.
5) Sintesis (Synthesis).
Sintesis menunujuk pada suatu kemampuan untuk
meletakkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau
rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang ada.
13

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor.
Tetapi secara sederhana faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua
(Wawan, 2010, hal.16-18), yaitu:
1. Faktor Internal
Faktor ini tentu saja berkaitan dengan apa saja yang
dimiliki oleh individu itu sendiri, baik pendidikan, pekerjaan,
dan usia.
a) Pendidikan
Pengetahuan tentu saja diperoleh melalui proses belajar
terhadap suatu informasi yang diperoleh seseorang. Oleh
karena itu, pendidikan merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh pada pengetahuan seseorang. Pendidikan
merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu
yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Tentu saja pendidikan juga sangat diperlukan dalam bidang
kesehatan untuk mendapat informasi misalnya saja untuk
meningkatkan kualitas hidup maka diperlukan pendidikan
yang berkaitan dengan kesehatan. Pada umumnya, semakin
tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah untuk
mendapat maupun menerima informasi (Wawan, 2010,
hal.16).
Pendidikan dibedakan menjadi 2 kategori yaitu pendidikan
formal dan pendidikan non formal (Ernawati, 2012, hal.13).
1) Pendidikan Formal
Pendidikan formal dapat diartkan sebagai proses
pemberian informasi atau materi pendidikan dari pendidik
kepada kelompok sasaran guna mencapai perubahan
perilaku. Pendidikan tersebut dapat diperoloeh melalui
lembaga pendidikan berjenjang dari sekolah dasar hingga
14

perguruan tinggi, atau bisa juga melalui lembaga


pendidikan yang mengkhususkan mempelajari suatu
keterampilan atau keahlian tertentu.
Beberapa ciri pendidikan formal adalah sebagai berikut:
(a) Adanya kurikulum yang jelas
(b) Terdapat persyaratan khusus untuk masuk sebagai
peserta didik
(c) Materi pembelajaran yang digunakan bersifat
akademis
(d) Pendidikannya memakan proses yang cukup lama
(e) Untuk menjadi tenaga pengajar, diperlukan
klasifikasi tertentu
(f) Pihak penyelenggara pendidikan berasal dari
pemerintah atau swasta
(g) Terdapat ujian formal
(h) Diberlakukannya administrasi yang seragam
(Ernawati, 2012, hal.13).

2) Pendidikan Non Formal


Pendidikan non formal adalah setiap kegiatan pendidikan
yang terorganisir yang diselenggarakan diluar system
formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari
suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk
memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam
mencapai tujuan-tujuan belajar (Soelaman, 2012, hal.50).
Sanapiah (2012, hal 91), menyatakan jenis-jenis
pendidikan non formal diantaranya adalah sebagai
berikut:
(a) Pendidikan Umum dan Penyuluhan
Jenis program pendidikan ini berhubungan dengan
berbagai variabel populasi sasaran, target
pendidikannya terbatas pada pemahaman dan menjadi
15

lebih sadar terhadap sesuatu hal. Lingkup geraknya


bisa sangat luas, dari kesehatan, lingkungan, hukum
dan lainnya. Penyuluhan adalah proses perubahan
perilaku dikalangan masyarakat agar mereka tahu, mau
dan mampu melakukan perubahan demi tercapainya
peningkatan produksi, pendapatan atau keuntungan
dan perbaikan kesejahteraan. Penyuluhan dalam
bidang pendidikan kesehatan merupakan salah satu
bentuk pendidikan nonformal yang dapat diberikan.
Pengertian penyuluhan kesehatan sama dengan
pendidikan kesehatan masyarakat (public health
education), yaitu suatu kegiatan atau usaha untuk
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat,
kelompok atau individu.
(b)Pendidikan Kader
Jenis program pendidikan kader berhubungan dengan
populasi sasaran yang sedang atau bakal memangku
jabatan kepemimpinan atau pengelola dari suatu
bidang usaha di masyarakat, baik bidang usaha sosial
ekonomi maupun sosial budaya.
(c) Pendidikan Penyegaran Jiwa Raga
Jenis program pendidikannya ini berkaitan dengan
pengisian waktu luang, pengembangan minat atau
bakat serta hobi.

b) Pekerjaan
Pekerjaan adalah sebuah kegiatan berulang yang harus
dilakukan seseorang terutama untuk menunjang
kehidupannya. Pekerjaan akan berkorelasi dengan keadaan
sosial ekonomi seseorang. Sehingga dapat memperbanyak
kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan. Dengan
keadaan sosial ekonomi yang baik, maka kemampuan untuk
16

memenuhi kebutuhan terhadap informasi dan pengetahuan


akan semakin baik. Tentu saja pekerjaan juga sangat
mempengaruhi seseorang dalam memperoleh pengetahuan
(Wawan, 2010, hal.17).

c) Usia
Usia adalah waktu yang terhitung mulai saat seseorang
dilahirkan sampai berulang tahun. Menurut Huclok, semakin
cukup usia seseorang, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja
(Wawan, 2010, hal.17).

2. Faktor Ekternal
Faktor eksternal terdiri atas faktor lingkungan dan faktor
sosial budaya. Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada
di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi
perkembangan perilaku seseorang atau kelompok. Sedangkan
yang dimaksud sistem sosial budaya adalah sistem yangada
pada masyarakat yang dapat mempengaruhi sikap seseorang
dalam menerima informasi (Wawan, 2010, hal.18).

2.3.4 Pengukuran Pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
memberikan seperangkat alat tes/kuesioner tentang objek
pengetahuan yang mau diukur. Selanjutnya dilakukan penilaian
dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi
nilai 2 jika responden menjawab penyataan Ya dan diberi nilai 1 jika
responden menjawab pernyataan Tidak (Notoatmodjo, 2007, hal.52).
17

Rumus umum
Interval (I) = Range (R) / Kategori (K)
Range (R) = skor tertinggi - skor terendah = 100 - 0 = 100%
Kategori (K) = 2 adalah banyaknya kriteria yang disusun pada kriteria
objektif suatu variabel
Kategori yaitu Cukup dan Kurang
Interval (I) = 100 / 2 = 50%
Kriteria penilian = skor tertinggi - interval = 100 - 50 = 50%, sehingga
Cukup = jika skor >= 50%
Rendah = jika skor < 50%
Catatan :
Berapapun banyaknya jumlah pertanyaan jika pertanyaan dengan
pilihan 2 jawaban yang sama yaitu Ya dan Tidak, penentuan kriteria
objektifnya akan tetap pada interval 50%. Maksudnya, meskipun
dengan jumlah pertanyaan sampai 100 pun dengan jumlah pilihan
pertanyaan terdiri dari 2 dengan kategori pada kriteria objektif
variabel sebanyak 2 maka batas intervalnya adalah tetap 50%.
Selanjutnya pengetahuan seseorang dapat diketahui dan
diiterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:
1) Baik: hasil presentasi76%-100%
2) Cukup: hasil presentasi 60%-75%
3) Kurang: hasil presentasi <60%
(Wawan, 2010, hal.11).

2.4 Dismenore

2.4.1. Pengertian Dismenore


Dismenore atau nyeri haid merupakan gejala yang paling
sering dikeluhkan oleh wanita usia reproduktif. Nyeri atau rasa
sakit yang siklik bersamaan dengan menstruasi ini sering dirasakan
seperti rasa kram pada perut dan dapat disertai dengan rasa sakit
yang menjalar ke punggung, dengan rasa mual dan muntah, sakit
kepala ataupun diare. Oleh karena itu, istilah dismenore hanya
18

dipakai jika nyeri haid tersebut demikian hebatnya, sehingga


memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan
atau cara hidupnya sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa
hari (Winknjosastro, 2007).
Dismenore (dysmenorrhoea) berasal dari bahasa Yunani,
dimana dys berarti gangguan/nyeri hebat/abnormalitas, meno
berati bulan dan rrhea berarti aliran, sehingga dismenore
(dysmenorrhoea) dapat diartikan dengan gangguan aliran darah
haid.

Menurut Proverawati & Misaroh (2009), Dismenore adalah


nyeri menstruasi yang memaksa wanita untuk istirahat atau
berakibat pada menurunnya kinerja dan berkurangnya aktifitas
sehari-hari. Istilah Dismenore (dysmenorrhoea) berasal dari bahasa
Greek yaitu dys (gangguan atau nyeri hebat/ abnormalitas),
meno (bulan) dan rrhoea yang artinya flow (aliran). Jadi Dismenore
adalah gangguan aliran darah menstruasi atau nyeri menstruasi.
Dari pendapat ahli mengenai Dismenore, maka dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa Dismenore atau nyeri haid adalah
rasa nyeri yang timbul menjelang dan selama menstruasi yang
dapat menggangggu aktivitas sehari-hari, ditandai dengan gejala
kram pada abdomen bagian bawah. Gejala ini disebabkan karena
tingginya produksi hormon Prostaglandin.

2.4.2 Klasifikasi Disminore


1) Dismenore Primer
Dismenore primer, (disebut juga Dismenore idiopatik,
esensial, intrinsik) adalah nyeri menstruasi tanpa kelainan organ
reproduksi (tanpa kelainan ginekologik). Terjadi sejak
menarche dan tidak terdapat kelainan pada alat kandungan
(Proverawati & Misaroh, 2009). Dismenore primer timbul sejak
haid pertama dan akan pulih sendiri dengan berjalannya waktu.
19

Tepatnya saat lebih stabilnya hormon tubuh atau perubahan


posisi rahim setelah menikah dan melahirkan (Wijayanti, 2009).
Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah
menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena
siklus-siklus haid pada bulan-bulan pertama setelah menarche
umumnya berjenis anovulatuar yang tidak disertai rasa nyeri.
Rasa nyeri tidak timbul lama sebelumnya atau bersama dengan
permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun
pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari
(Prawirohardjo, 2006).
Dismenore primer biasanya dimulai 6 bulan hingga 1
tahun setelah seorang gadis mendapatkan menstruasi
pertamanya. Ini adalah waktu ketika sel telur mulai matang
setiap bulan dalam ovarium. Pematangan sel telur disebut
ovulasi. Dismenore tidak ada pada siklus jika ovulasi belum
terjadi. Dismenore primer jarang terjadi setalah usia 20 tahun
(Ramaiah, 2006). Menurut Prawirohardjo (2006), ada beberapa
faktor peranan sebagai penyebab Dismenore primer, antara lain;
a) Faktor kejiwaan, Pada gadis-gadis yang secara emosional
tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan
yang baik tentang proses haid, mudah timbul dismenore.
b) Faktor kostitusi, Faktor ini erat hubungannya dengan faktor
di atas karena dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa
nyeri, misalnya anemia, penyakit menahun, dan sebagainya
yang dapat mempengaruhi timbulnya dismenore.
c) Faktor obstruksi kanalis servikalis, Salah satu teori yang
paling tua untuk menerangkan terjadinya dismenore primer
adalah stenosis canalis servikalis.
d) Faktor alergi, Teori ini dikemukakan setelah
memperhatikan adanya asosiasi antara dismenore dengan
urtikaria, migrane atau asam bronkhiale, bahwa sebab
alergi adalah toksi haid.
20

2). Dismenore Sekunder


Dismenore sekunder, (disebut juga sebagai Dismenore
ekstrinsik, acquired) adalah nyeri menstruasi yang terjadi karena
kelainan ginekologik, misalnya endometriosis (sebagian besar),
fibroids, adenomyosis. Terjadi pada wanita yang sebelumnya
tidak mengalami Dismenore (Proverawati dkk, 2009).
Dismenore sekunder merupakan nyeri yang disebabkan
oleh kelainan ginekologi seperti salpingitis kronika,
endometriosis, adenomiosis uteri, stenosis uteri dan lain-lain
(Prawirohardjo, 2006). Dismenore sekunder biasanya didapati
pada wanita berusia diatas 20 tahun meskipun dalam beberapa
kasus bisa mulai tampak pada usia kurang dari 20 tahun
(Ramaiah, 2004).

2.5 Remaja

2.5.1 Konsep Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan


manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis,
perubahan psikologis, dan perubahan sosial. Remaja sering kali
didefinisikan sebagai periode transisi antara masa kanak-kanak ke masa
dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau seseorang yang menunjukkan
tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya
dan sebagainya. Kartini Kartono (1995) masa remaja disebut pula
sebagai penghubung antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.
Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial
mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama
fungsi seksual. Disisi lain Sri Rumini dan Siti Sundari (2004)
menjelaskan masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan
masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk
memasuki masa dewasa.
21

World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja dalam


(Sarlito Wirawan Sarwono, 2006 ) adalah suatu masa ketika:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan


tandatanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai
kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Berdasarkan beberapa
pengertian remaja yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang
berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa
dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari
aspek fisik, psikis dan sosial.

2.5.2 Remaja Putri

Remaja putri adalah sosok yang sedang berkembang baik dari


segi fisik maupun seksual. Pada masa remaja, seorang remaja belum
mempunyai tempat yang jelas dalam rangkaian proses
perkembangannya. Perkembangan fisik dan seksual pada remaja
merupakan hal yang sangat tidak dapat dipisahkan justru karena
pemasakan seksualitas genital harus dipandang dalam hubungan dengan
perkembangan fisik seluruhnya.

Tanda-tanda kelamin sekunder yang terdapat pada diri remaja


putri itu adalah tanda-tanda jasmaniah yang tidak langsung berhubungan
dengan persetubuhan dan proses reproduksi, namun merupakan tanda-
tanda yang khas wanita. Tanda-tanda yang khas tersebut, menurut
Sarwono (2000), ditandai oleh suatu peristiwa yang disebut
dengan menarche (menstruasi untuk pertama kalinya). Selain itu, pada
diri remaja putri akan terjadi perubahan ciri-ciri seksual sekunder seperti
panggul yang besar, payudara yang mulai berkembang, dan suara yang
merdu.
22

Ciri-ciri pubertas pada remaja putri, antar lain :


1. Pada anak perempuan, perubahan fisik pubertas dimulai pada usia
sekitar 10 atau 11 tahun. Sebagian besar memperlihatkan beberapa
tanda perkembangan di usia 13 tahun dan cenderung tak ada
perubahan selanjutnya setelah usia 16 tahun. Pubertas terjadi lebih
awal dari yang terjadi di masa lalu. Di tahun 1980, sebagian besar anak
perempuan mendapat menstruasi pertamanya di usia 15 tahun, saat ini
menstruasi dimulai pada usia 12-13 tahun.
2. Perubahan tubuh wanita disebabkan oleh kerja dua hormon, estrogen
dan progesteron. Belum diketahui apa penyebab hipotalamus mulai
melepas GmRH, hormon pemicu pubertas, tapi faktor sosial dan
psikologis, serta pola makan turut berperan.
3. Tanda pertama pubertas adalah berkembangnya payudara, lalu rambut
mulai tumbuh di daerah ketiak dan pubis. Rambut kaki menebal dan
bentuk tubuh berubah, dengan penambahan lemak tubuh. Rambut dan
kulit mulai berminyak, yang dapat menimbulkan jerawat. Akhirnya
menstruasi (haid) dimulai. Anak perempuan merasa dapat merasa
lelah, serta memiliki suasana hati yang berubah-ubah, dan perasaan
sensitif.
4. Tinggi Badan
Anak perempuan mencapai setengah tinggi dewasanya tepat sebelum
ulang tahun kedua mereka; pertumbuhan cepat saat pubertas dimulai
dua tahun lebih cepat pada anak perempuan daripada laki-laki
5. Rambut Ketiak berbulu
6. Perkembangan Payudara
Daerah di sekitar puting membesar dengan sejumlah kecil jaringan
payudara di dalamnya
7. Pinggul Melebar
Pelvis dan pinggul melebar dan pinggang menyempit akibat
penyebaran lemak yang dipengaruhi oleh hormon wanita.
8. Tumbuh Rambut Pubis di kemaluan
23

9. Perubahan Dalam Tubuh


Tingkat pertumbuhan lebih cepat di awal pubertas, sebelum mulai
menstruasi, dan mencapai puncaknya pada usia sekitar 12 tahun, saat
pertumbuhan mencapai 9 cm dalam setahun.

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka Konsep Penelitian

Terapi Edukasi
Anak

Remaja Pengetahuan
DISMENORE Dismenore
Usia
Dewasa

Lansia Pubertas Baik Kurang

Cukup

Ket : = Diteliti

= Tidak Diteliti
24

2.7 Algoritma Penelitian

Remaja Puteri
(11-20thn)

Dismenore

TIDAK YA

Metode Bermain Metode Diskusi


(Pesan Berantai)

Hasil Siswi Telah


Mengerti

2.8 Hipotesis
Berdasarkan pada kerangka konsep dan algoritma di atas, maka dapat diajukan
hipotesis penelitian adalah ada pengaruh pemberian terapi edukasi terhadap
pengetahuan tentang dismenorea Pondok Pesantren Darussalam Martapura
tahun 2017.
25

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan penelitian ini adalah penelitian


eksperimen. (Musafaah et al.2015) menyatakan penelitian eksperimen
merupakan penelitian dimana peneliti melakukan kegiatan intervensi atau
perlakuan khusus pada objek atau sasaran yang diteliti. Peneliti dapat mengatur
perlakuan sesuai dengan keinginannya serta dapat mengamati proses kejadian
secara langsung baik pada individu maupun pada kelompok.

3.2 Waktu
Penelitian ini akan dilakukan selama bulan Juli - Oktober 2017.
3.3 Tempat
Di Pondok Pesantren Darussalam Putri Martapura.

3.4 Populasi dan Sampel


3.4.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari variabel yang menyangkut
masalah yang diteliti ( Nursalam, 2002 ). Dalam penelitian ini yang
menjadi populasi adalah seluruh remaja putri kelas VIII di Pondok
Pesantren Darussalam Martapura berjumlah 60 santri.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007).
Sampel yang akan diambil merupakan responden yang bersedia untuk
menjadi sampel, sudah mengalami pubertas, rentan usia antara 11-20
tahun dan ada di tempat pada saat pengambilan data. Calon peneliti akan
mengambil sampel sebanyak 60 orang orang dari total populasi atau
menggunakan Total Sampling.
26

3.5 Variabel Penelitian


3.5.1 Variabel Independen
Variabel ini dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel
bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(Sugiyono, 2007).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pemberian terapi
edukasi tentang dismenore.
3.5.2 Variabel Dependen
Variabel ini dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel
terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel independen (Sugiyono, 2007).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah penanganan
dismenore.

3.6 Definisi Operasional Variabel

Definisi Cara Alat Hasil


Variabel Skala
Operasional Ukur Ukur Ukur
Independen :

Pemberian Upaya - - - -
terapi edukasi pemberian
tentang pengetahuan dan
dismenore pembelajaran
kepada remaja
putri tentang
dismenore dan
penanganannya.
Dependen :

Pengetahuan Suatu Angket Kuesioner Hasil akan Ordinal


tentang pengetahuan dikatakan
Dismenore tentang nyeri baik jika
yang menyerang skor
atau terjadi di kuesioner :
perut menjelang Baik : 76%-
atau selama haid 100%
pada remaja Cukup :
putri. 60%-75%
Kurang :
< 60%
27

3.7 Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan di Pondok Pesantren Darussalam Putri Martapura dengan


prosedur sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
Calon peneliti mengajukan permohonan perizinan penelitian dengan
membuat surat permohonan izin pengambilan data atau studi
pendahuluan kepada Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes Banjarmasin.
Proses perizinan selesai dan studi pendahuluan dapat dilakukan oleh
calon peneliti. Calon peneliti selesai melakukan studi pendahuluan dan
melanjutkan ketahap penelitian. Calon peneliti kemudian melakukan
kunjungan awal ke tempat penelitian dengan membawa surat izin
penelitian untuk melaporkan rencana penelitian dan menjelaskan tujuan
serta teknis pelaksanaannya. Calon Peneliti kemudian menyiapkan alat
dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Tahap Pra Eksperimen
Tahap ini digunakan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan dalam eksperimen yaitu pembuatan instrumen, penentuan
tempat eksperimen serta uji coba instrumen. Instrumen dalam
penelitian ini adalah angket pengetahuan tentang dismenorea yaitu
berupa kuesioner. Lokasi penelitian bertempat di Pondok Pesantren
Darussalam Martapura dengan sampel penelitian sebanyak 60
pelajar.
2) Tahap Eksperimen
a) Pretest
Pretest adalah tes pengukuran pengetahuan yang dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar pengetahuan responden tentang
dismenorea yang kemudian akan dibandingkan dengan hasil
posttest. Pretest diberikan pada responden di ruangan aula Pondok
Pesantren Darussalam Martapura selama 10 menit sebelum
perlakuan. Alat-alat yang digunakan dalam tahapan pretest adalah
lembar kuesioner dan alat tulis.
28

b) Treatment atau Perlakuan


Pada tahap ini peneliti memberikan treatment atau perlakuan pada
kelompok eksperimen. Perlakuan yang dimaksud adalah
pendidikan kesehatan tentang dismenorea dengan menggunakan 2
metode yaitu metode diskusi dan metode bermain. Perlakuan
diberikan segera setelah responden diberikan pretest. Alat-alat
yang digunakan dalam tahapan treatment atau perlakuan adalah
laptop, LCD, proyektor, papan tulis kecil dan sound system untuk
sarana diskusi pendidikan kesehatan tentang dismenorea. Tahap
ini dilakukan selama 40 menit dan dilaksanakan bertempat di aula
Pondok Pesantren Darussalam Martapura.
c) Posttest
Posttest dilakukan untuk melihat pencapaian peningkatan
pengetahuan dismenorea oleh responden setelah diberi perlakuan
dan untuk membandingkan dengan nilai yang dicapai saat pretest,
apakah hasil yang dicapai meningkat, sama, atau justru menurun.
Posttest diberikan selama 10 menit pada responden di ruangan
aula Pondok Pesantren Darussalam Martapura sesudah dilakukan
perlakuan. Alat-alat yang digunakan dalam tahapan pretest adalah
lembar kuesioner dan alat tulis.
3) Tahap Pasca Eksperimen
Setelah pretest dan posttest diberikan, selanjutnya dilakukan tahap
pasca eksperimen. Tahap ini merupakan tahap penyelesaian dari
penelitian ini. Dalam tahap ini, data pretest dan posttest dianalisis
menggunakan penghitungan secara statistik. Hasil penghitungan
tersebut digunakan untuk menjawab hipotesis apakah diterima atau
tidak.
29

3.8 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data


3.8.1 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Arikunto (2006: 175) teknik pengumpulan data adalah
cara yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang
dibutuhkan. Dalam penggunaan tenik pengumpulan data, peneliti
memerlukan instrumen yaitu alat bantu agar pengerjaan pengumpulan
data menjadi lebih mudah.
Teknik pengumpulan data yang dipilih dalam penelitian ini
Teknik pengumpulan data merupakan tahap dalam pendekatan kepada
subjek dan pengklasifikasian subjek yang mana masuk dalam kriteria
penelitian. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer yang
didapatkan dari hasil pemberian kuesioner kepada responden berupa
tingkat pengetahuan tentang dismenore di Pondok Pesantren Darussalam
Martapura apakah dalam kategori Baik, Cukup, dan Kurang.

3.8.2 Teknik Pengolahan Data


a. Editing
Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi data untuk melihat
kebenaran pengisian dan kelengkapan jawaban kuesioner dari
responden. Hal ini dilakukan ditempat pengumpulan data sehingga
bila ada kekurangan segera dapat dilengkapi.
b. Coding
Peneliti melakukan pemberian kode pada data untuk mempermudah
mengolah data, semua variabel diberi kode dengan kata lain coding
adalah kegiatan merubah bentuk data yang lebih ringkas dengan
menggunakan kode kode tertentu. Pada variabel dependen yaitu
intensitas nyeri diberikan kode jawaban berupa tidak ada nyeri skor 0,
nyeri ringan skor 1, nyeri sedang skor 2, nyeri hebat skor 3, nyeri
sangat hebat skor 4, dan nyeri paling hebat skor 5.
c. Tabulating
Kegiatan memasukkan data hasil penelitian kedalam tabel kemudian
diolah dengan bantuan komputer
30

d. Entering
Merupakan suatu proses memasukkan data kedalam komputer yang
selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan program
SPSS (Statistical Programe for Sosial Science).
e. Cleaning
Cleaning adalah memastikan bahwa seluruh data yang dimasukkan
kedalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan sebenarnya atau
proses pembersihan data.

3.9 Instrumen Penelitian


Instrumen dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner. Kuesioner
yang digunakan peneliti merupakan adopsi dari peneliti sebelumnya dan telah
dimodifikasi oleh peneliti. Instrumen yang pertama adalah lembar soal berupa
isian yang diberikan pada tahap pretest untuk mengetahui sejauh apa
pengetahuan awal siswi tentang Dismenore. Instrumen yang kedua berisi
identitas responden yaitu no identitas responden dan umur. Instrumen yang
ketiga berisi tentang tingkat pengetahuan responden tentang Dismenore dan
berisi 15 pernyataan, instrumen ini akan diisi dengan jawaban Ya atau
Tidak. Jawaban Ya akan dinilai 2, dan jawaban Tidak akan dinilai 1,
instrumen tersebut bertujuan untuk menilai tingkat pengetahuan remaja putri
tentang Dismenore. Skor tertinggi pada instrumen ini adalah 30, dan skor
terendah adalah 15. Skor untuk jawaban berupa Ya adalah 2, dan untuk
jawaban Tidak adalah 1.

4.0 Perencanaan Waktu

Kegiatan penelitian mulai dari pembuatan proposal sampai dengan


pelaksanaan penelitian. Pelaksanaan ini direncanakan selama 4 bulan dan akan
dilaksanakan pada bulan Mei 2017 sampai dengan bulan Juli 2017. Tahapan
dan waktu kegiatan penelitan akan diuraikan pada tabel 3.9 berikut ini.
31

Tabel 4.0 Rencana waktu dan tahapan kegiatan penelitian

TAHUN
2017
KEGIATAN BULAN Juli Agustus September Oktober

MINGGU 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pembuatan Proposal

Persiapan
- Administrasi
- Perlengkapan
- Studi Literatur

Penelitian Lapangan

Pengolahan Data

Konsultasi

Pembuatan Laporan

Presentasi Hasil Penelitian


32

4.1 Perencanaan Anggaran Penelitian

Berdasarkan tahapan penelitian yang ada maka perencanaan rincian


anggaran biaya untuk kegiatan penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Perencanaan Anggaran Penelitian

No. Keterangan Biaya


1 Persiapan
- Administrasi Rp. 500.000,-
- Pengadaan Alat dan Bahan Rp. 500.000,-
2 Penelitian Lapangan
- Transportasi Rp. 400.000,-
- Konsumsi Rp. 600.000,-
- Akomodasi Rp. 200.000,-
3 Cuci Cetak Foto dan Penggandaan Rp. 500.000,-
4 Penyusunan dan Penggandaan Laporan Rp. 500.000,-
5 Sosialisasi Hasil Rp. 200.000,-
6 Biaya Lain-lain Rp. 100.000,-
Total Biaya Rp. 3.500.000,-

Anda mungkin juga menyukai