Anda di halaman 1dari 24

BAB II

PEMBAHASAN

A. Evidence Based dalam Persfektif Gender dan HAM.

1. Evidence Based Midwifery

a. Pengertian

Dalam beberapa tahun terakhir atau tepatnya beberapa

bulan terakhir kita sering mendengar tentang Evidence based.

Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi

berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus

berdasarkan bukti. Bukti inipun tidak sekedar bukti tapi bukti

ilmiah terkini yang bias dipertanggung jawabkan.

Suatu istilah yang luas yang digunakan dalam proses

pemberian informasi berdasarkan bukti dari penelitian (Gray,

1997). Jadi, evidence based midwifery adalah pemberian

informasi kebidanan berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa

dipertanggungjawabkan. Praktek kebidanan sekarang lebih

didasarkan pada bukti ilmiah hasil penelitian dan pengalaman

praktek terbaik dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia.

Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan

lagi.

Hal ini terjadi karena llmu Kedokteran berkembang sangat

pesat. Temuan dan hipotesis yang diajukan pada waktu yang

4
lalu secara cepat digantikan dengan temuan baru yang segera

menggugurkan teori yang ada sebelumnya. Sementara hipotesis

yang diujikan sebelumnya bisa saja segera ditinggalkan karena

muncul pengujian-pengujian hipotesis baru yang lebih sempurna.

Sebagai contoh, jika sebelumnya diyakini bahwa episiotomi

merupakan salah satu prosedur rutin persalinan khususnya pada

primigravida, saat ini keyakinan itu digugurkan oleh temuan yang

menunjukkan bahwa episiotomi secara rutin justru sering

menimbulkan berbagai permasalahan yang kadang justru lebih

merugikan bagi quality of life pasien. Demikian pula halnya

dengan temuan obat baru yang dapat saja segera ditarik dan

perederan han ya dalam waktu beberapa bulan setelah obat

tersebut dipasarkan, karena di populasi terbukti memberikan

efek samping yang berat pada sebagian penggunanya.

Bukti ini juga mempunyai tingkat kepercayaan untuk

dijadikan sebagai evidence based. Untuk tingkat paling tinggi (Ia)

adalah hasil penelitian dengan meta analisis dibawahnya atau

level Ib adalah hasil penelitian dengan randomized control trial,

IIa. non randomized control trial, IIb. adalah hasil penelitian quasi

eksperime lalu hasil studi observasi (III) dan terakhir expert

opinion, clinical experience (IV). Untuk mendapatkan bukti ini

bisa diperoleh dari berbagai macam hasil penelitian yang telah

dipublikasikan oleh berbagai macam media, itulah evidence

5
base. Melalui paradigma baru ini maka setiap pendekatan medik

barulah dianggap accountable apabila didasarkan pada temuan-

temuan terkini yang secara medik, ilmiah, dan metodologi dapat

diterima.

Tidak semua EBM dapat langsung diaplikasikan oleh

semua professional kebidanan di dunia. Oleh karena itu bukti

ilmiah tersebut harus ditelaah terlebih dahulu,

mempertimbangkan manfaat dan kerugian serta kondisi

seteampat seperti budaya, kebijakan dan lain sebagainya

b. Manfaat Evidence Based Midwifery dalam praktik Kebidanan

Praktik berdasarkan penelitian merupakan penggunaaan

yang sistematik, ilmiah dan eksplisit dari penelitian terbaik saat

ini dalam pengambilan keputusan tentang asuhan pasien secara

individu. Hal ini menghasilkan asuhan yang efektif dan tidak

selalu melakukan intervensi. Kajian ulang intervensi secara

historis memunculkan asumsi bahwa sebagian besar komplikasi

obstetri yang mengancam jiwa bisa diprediksi atau dicegah.

Intervensi harus dilaksanakan atas dasar indikasi yang spesifik,

bukan sebagai rutinitas sebab test-test rutin, obat, atau prosedur

lain pada kehamilan dapat membahayakan ibu maupun janin.

Bidan yang terampil harus tahu kapan ia harus melakukan

sesuatu dan intervensi aaayang dilakukannya haruslah aman

berdasarkan bukti ilmiah.

6
Asuhan yang dilakukan dituntut tanggap terhadap fakta

yang terjadi, menyesuaikan dengan keadaan atau kondisi pasien

dengan mengutamakan keselamatan dan kesehatan pasien

dengan mengikuti prosedur yang sesuai dengan evidence based

asuhan kebidanan, yang tentu saja berdasar kepada hal-hal

yang sudah dibahas sebelumnya, yaitu: standar asuhan

kebidanan, standar pelayanan kebidanan, kewenangan bidan

komunitas, fungsi utama bidan bidan bagi masyarakat. Fungsi

utama profesi kebidanan, ruang lingkup asuhan yang

diberikan.Dengan pelaksanaan praktik asuhan kebidanan yang

berdasarkan evidence based tersebut tentu saja bermanfaat

membantu mengurangi angka kematian ibu hamil dan resiko-

resiko yang di alami selama persalinan bagi ibu dan bayi serta

bermanfaat juga untuk memperbaiki keadaan kesehatan

masyarakat.

2. Konsep dasar asuhan berspektif gender dan HAM

a. Pengertian Gender dalam Kesehatan

Gender adalah perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab

antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan

dikonstruksi oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan

perkembangan zaman akibat konstruksi sosial.

7
Bias gender adalah suatu pandangan yang menunjukkan

adanya keberpihakan kepada kaum laki-aki daripada

perempuan.

Relasi gender adalah menyangkut hubungan laki-laki dan

perempuan dalam kerja sama saling mendukung atau saling

bersaing satu sama lain.

Perspektif gender adalah menyamakan perlakuan dan hak

antara pria dan wanita dalam arti yang luas.

Peran gender mencakup peran ekonomi dan sosial yang

dianggap sesuai untuk perempuan dan laki-laki. Laki-laki

biasanya diidentifikasi dengan peran produktif, sementara

perempuan mempunyai tiga peran yaitu tanggung jawab

domestik, pekerjaan produktif dan kegiatan masyarakat yang

biasanya dilakukan secara simultan. Peran dan tanggung jawab

gender berbeda antara satu budaya dengan budaya lainnya dan

dapat berubah sepanjang waktu. Hampir di semua masyarakat

peran perempuan cenderung tidak dihargai.

Pembelajaran yang paling berpengaruh melalui sistem

nilai seksual dalam keluarga dan masyarakat. Anak

mendapatkan sikap tentang suatu nilai tersebut sejak dini.

Sumber pembelajaran yang juga berpengaruh adalah berbagai

lambang dan diskusi dengan taman sebaya. Meskipun demikian

tidak sepenuhnya peran gender merupakan ciri masyarakat.

8
Walaupun demikian, ada perbedaan perilaku anak-anak

dibandingkan anak perempuan bahkan semenjak masih bayi.

Diperkirakan hormon seksual mempunyai pengaruh pada otak

dan perilaku. Peran gender merupakan area seksualitas yang

tumpang tindih antara komponen psikologis, biologis dan

sosiokultural.

b. Pengertian HAM dalam Kesehatan

Menurut UU RI. No : 39/1999 Tentang Kesehatan, HAM

adalah seperangkat hak yang melekat pada hak-hak keberadaan

manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

merupakan anugerahnya yang wajib dihormarti, dijunjung tinggi

dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintah dan setiap orang

demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat

manusia. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi.

HAM bagian dari manusia secara utuh dan sudah ada sejak

manusia lahir. HAM berlaku untuk semua orang tanpa

memandang jenis kelamin, ras, agama, pendidikan, politik atau

asal usul sosial budaya.

Kesehatan Reproduksi Remaja sebagai Hak Asasi

Manusia (HAM). Kesehatan adalah hak setiap manusia yang

merupakan bagian dari harkat martabatnya sebagai manusia.

Hak kesehatan reproduksi dan seksual mencakup hak-hak yang

telah diakui dalm perilaku peraturan perundang-undangan

9
nasional, dokumen-dokumen internasional hak-hak asasi

manusia. Hak-hak ini berdasarkan pengakuan terhadap hak-hak

asasi dari setiap orang atau pasangan untuk secara bebas dan

bertanggung jawab mengambil keputusan tentang jumlah, jarak

dan waktu kelahiran anak-anak mereka dan memiliki informasi

dan kemampuan untuk melaksanakan keputusan, serta hak

untuk mencapai derajat kesehatan seksual dan reproduksi yang

setinggi-tingginya

B. Remaja.

1. Pengertian

Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja

(adolescence)adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Sementara

PBB menyebut anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Ini

kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people)

yang mencakup usia 10-24 tahun. Sedangkan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7, membatasi usia

seorang perempuan boleh menikah minimal 16 tahun dan laki-laki

19 tahun.

Pada usia 10-19 tahun, anak mengalami perubahan yang

cepat pada ukuran dan bentuk tubuh, fungsi fisiologi, psikologi, dan

sosial. Periode ini disebut dengan masa remaja, dimana terjadi

perubahan hormonal yang bertujuan menghantarkan perubahan dari

masa anak ke masa dewasa. Keadaan remaja sangat bergantung

10
pada beberapa karakteristik remaja yang khas, baik usia,

pendidikan, status pekerjaan, kesehatan, dan juga aktivitas

seksualnya.

Perkembangan pubertas yang pertama pada anak wanita

adalah perkembangan payudara pada umur 8 13 tahun. Menars

umumnya terjadi 2 2,5 tahun setelahnya (normal antara usia 9

16 tahun), bersamaan dengan puncak kecepatan tumbuh tinggi.

Selanjutnya diikuti perkembangan ovarium, uterus, labia, klitoris,

penebalan mukosa endometrium, dan vagina. Ketertarikan akan

aspek seksual muncul sehubungan dengan perkembangan emosi.

Masa remaja dibagi menjadi 3 tahap, yaitu masa remaja dini

(10 13 tahun), masa remaja menengah (14 16 tahun), dan masa

remaja lanjut (17 19 tahun). Keterlibatan remaja akan aspek

seksual telah dimulai sejak masa remaja dini berupa ketertarikan/

minat, diikuti keingintahuan yang besar serta dorongan untuk

mencoba pada masa remaja menengah, dan pada masa remaja

lanjut telah timbul konsolidasi akan identitas seksual.

2. Keadaan Remaja Saat Ini

Remaja dunia saat ini menghadapi tantangan yang berbeda

dari beberapa dekade yang lalu, baik di bidang sosial, ekonomi,

maupun kesehatan. Urbanisasi dan peningkatan populasi yang

cepat menimbulkan tekanan pada kesehatan, pendidikan, dan

infrastruktur sosial, yang mana turut berperan mengubah budaya

11
tradisional dan struktur keluarga. Kesehatan dan pendidikan untuk

remaja secara umum menunjukkan perbaikan, namun sebenarnya

anak dan remaja perempuan masih tertinggal dibanding lelaki.

Sekitar 1 milyar manusia di bumi saat ini adalah remaja

(hampir setiap 1 dari 6) dan 85% diantaranya hidup di negara

berkembang. Banyak sekali remaja, khususnya wanita, yang sudah

aktif secara seksual meski tidak selalu atas pilihan sendiri, dan di

berbagai daerah atau wilayah kira-kira separuh dari mereka sudah

menikah. Kegiatan seksual menempatkan remaja pada tantangan

risiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi, seperti

kehamilan yang tidak dikehendaki, risiko kesehatan sehubungan

kehamilan terlalu awal, pengguguran yang tidak aman, PMS, dan

HIV.

Penyebab utama kematian perempuan berumur 15-19 tahun

terutama disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan, dan

keguguran. Statistik juga menunjukkan diantara 1/3-2/3 korban

perkosaan di seluruh dunia berumur sekitar 15 tahun atau kurang.

Penderita PMS paling tinggi juga pada usia ini, termasuk infeksi

HIV.

3. Perilaku Seksual Remaja

Masa remaja adalah masa transisi, pertumbuhan, eksplorasi

dan peluang. Remaja perempuan sekarang mencapai menars lebih

awal, namun pada waktu yang bersamaan, remaja kurang

12
mendapat informasi bagaimana cara melindungi kesehatan seksual

mereka. Tingkah laku seksual dan reproduksi remaja dapat dibagi

dalam tiga kelompok yaitu (a) pengalaman seksual dini dan

perkawinan yang lambat, (b) perkawinan dini dan memiliki anak, dan

(c) golongan transisi.

Kelompok pertama terutama ditemukan di negara maju serta

di kota besar di negara berkembang. Mereka melakukan hubungan

seksual pada usia belasan tahun, tidak memakai obat atau cara

kontrasepsi, sering terjadi kehamilan yang tidak diinginkan,

cenderung mengakhiri kehamilan dengan aborsi, menikah pada usia

relatif tua, dan sering menderita penyakit menular seksual. Para

remaja tersebut nantinya menikah pada umur yang lebih tua karena

berbagai kondisi. Survei menunjukkan 43 persen dari perempuan di

Sub-Sahara Afrika dan 20% dari perempuan di Amerika Latin umur

20 tahun telah melakukan hubungan seksual sebelum nikah. Di

beberapa negara maju, angka tersebut lebih tinggi: 68% dari remaja

di Amerika Serikat dan 72% di Perancis, telah berhubungan seksual

sebelum nikah.

Kelompok kedua ditandai dengan perkawinan segera

sesudah haid pertama, diikuti dengan kehamilan yang rapat dan

banyak. Kehamilan dan hubungan seksual di luar nikah, kejadian

pengguguran kandungan dan penyakit kelamin umumnya lebih

13
rendah. Kelompok terakhir ditemukan di daerah perkotaan pada

masyarakat yang sedang mengalami masa transisi.

Banyak remaja aktif secara seksual (meskipun bukan karena

pilihan mereka sendiri). Kehamilan dini menjadi keharusan sosial

bagi remaja muda yang sudah menikah (karena mereka diharapkan

untuk membuktikan kesuburan mereka). Namun sebaliknya, remaja

tetap harus menghadapi risiko kesehatan sehubungan dengan

kehamilan dini dengan tidak memandang status perkawian mereka.

Remaja yang menikah tidak menghadapi risiko sosial yang sama

jika dibandingkan dengan yang tidak menikah, tetapi mereka tetap

akan meghadapi komplikasi PMS dan risiko kesehatan akibat hamil

pada usia muda.

Beberapa penelitian tentang perilaku reproduksi remaja yang

telah dilakukan menunjukkan tingkat permisivitas remaja di

Indonesia cukup memprihatinkan. Faturochman (1992) merujuk

beberapa penelitian yang hasilnya dianggap mengejutkan, seperti

penelitian Eko seorang remaja di Yogyakarta (1983). Penelitian

SAHAJA di Medan (1985) dan di Kupang (1987), dan penelitian

yang dilakukan oleh Unika Atmajaya Jakarta dengan Perguruan

Ilmu Kepolisian. Semua penelitian tersebut menunjukkan bahwa

remaja di daerah penelitian yang bersangkutan telah melakukan

hubungan seksual.

14
Penelitian-penelitian tentang kesehatan reproduksi remaja

yang pernah dilakukan di Bali memberikan gambaran yang tidak

jauh berbeda dengan penelitian di daerah lainnya. Beberapa

penelitian yang pernah dilakukan di Bali di antaranya oleh

Faturochman dan Sutjipto (1989), Mahaputera dan Yama Diputera

(1993), Tjitarsa (1994), dan Alit Laksmiwati (1999).

Kehamilan remaja adalah isu yang mendapat perhatian

pemerintah. Karena masalah kehamilan remaja tidak hanya

membebani remaja sebagai individu dan bayi mereka namun juga

mempengaruhi secara luas pada seluruh strata di masyarakat dan

juga membebani sumber-sumber kesejahteraan. Statistik

membantu melihat masalah tersebut. Rata-rata kehamilan remaja

di Amerika Serikat (AS) yang tertinggi dibandingkan dengan negara-

negara barat lainnya. Menurut estimasi, 96 per 1000 perempuan

usia 15-19 tahun hamil setiap tahunnya (Repke, 1990). Namun,

alasan-alasannya tidak sepenuhnya dimengerti. Beberapa sebab

kehamilan termasuk rendahnya pengetahuan tentang keluarga

berencana, perbedaan budaya yang menempatkan harga diri

remaja di lingkungannya, perasaan remaja akan ketidakamanan

atau impulsifisitas, ketergantungan kebutuhan, dan keinginan yang

sangat untuk mendapatkan kebebasan.

Aktifitas seksual pada remaja perempuan, di banyak

komunitas menjadi norma dibandingkan penerimaan. Sebuah

15
penelitian menemukan antara tahun 1980, 45% remaja perempuan

usia 15-19 tahun aktif seksual sebelum menikah, dan diestimasikan

36% dari mereka hamil dalam 2 tahun sejak pengalaman seksual

pertama mereka (Davis, 1989). Efek dari kehamilan remaja

mungkin sangat merusak bagi remaja perempuan. Van Winter &

Simmons (1990) melaporkan lebih dari 1 juta kehamilan pada

remaja di AS setiap tahunnya, setengahnya kelahiran hidup,

400,000 memilih aborsi dan 100,000 lainnya aborsi spontan.

Hampir 85% dari kehamilan ini tidak diinginkan, menurut para

peneliti, dari 97% remaja mempertahankan kehamilannya. Biaya

tahunan yang disubsidi oleh masyarakat untul pelayanan bagi para

bayi ini diperkirakan 20 trilyun (Hardy, 1988; Johnson, Lay, &

Wilbrandt, 1988).

Menurut Fielding & Williams (1991), di samping tingginya

angka kejadian kehamilan pada remaja dan masalah yang berkaitan

dengan kehamilan yang dilanjutkan, remaja adalah yang paling

sedikit menggunakan kontrasepsi. Masalah kehamilan setiap

tahunnya pada remaja usia 14 tahun ke atas atau di bawahnya

terus-menerus meningkat.

4. Faktor Penyebab Kehamilan Remaja

Penyebab kehamilan remaja adalah multifaktorial, pada

tingkat remaja sendiri, keluarga, maupun lingkungan. Kemampuan

remaja menghindari aktivitas seksual dini dan kemampuan

16
membuat pilihan dan menggunakan kontrasepsi yang efektif, akan

menghindari risiko kehamilan yang tidak diinginkan.

Terdapat beberapa prediktor yang mempengaruhi hubungan

seksual pada masa remaja dini, antara lain perkembangan pubertas

yang dini, riwayat pelecehan seksual, kurangnya perhatian dan

teladan dari orangtua, pola dan budaya pergaulan keluarga dengan

riwayat hubungan seksual dini dalam keluarga, dan aktivitas sekolah

yang rendah serta putus sekolah. Sebaliknya beberapa faktor yang

memperlambat hubungan seksual remaja antara lain tinggal dengan

orangtua dalam lingkungan yang stabil, pendidikan yang tertib, serta

pendapatan keluarga yang lebih baik.

Jika terjadi kehamilan, keputusan untuk mengandung,

merawat sendiri atau menitipkan anaknya, atau mengakhiri

kehamilannya, dipengaruhi juga oleh banyak faktor. Orangtua,

terutama ibu, sangat besar pengaruhnya terhadap keputusan yang

akan diambil oleh remaja. Selain itu, pasangan dan teman sebaya

juga memiliki peranan. Remaja yang telah bekerja, keinginan untuk

meneruskan pendidikan, gaya hidup, serta harga diri yang tinggi,

umumnya menurunkan kemungkinan remaja untuk meneruskan

kehamilan, terutama jika ditunjang ketersediaan akses untuk

melakukan aborsi. Pernikahan biasanya menjadi pilihan bagi remaja

pada usia yang lebih muda serta tidak berkesempatan untuk

meneruskan pendidikan yang lebih tinggi.

17
5. Dampak Kehamilan Remaja

a. Dampak Medis Kehamilan Remaja

Kehamilan remaja, di dalam ataupun di luar nikah

merupakan kehamilan resiko tinggi. Implikasi medis dari

kehamilan remaja pada ibu antara lain: kematian ibu, anemia,

hipertensi dalam kehamilan, hambatan persalinan, infeksi,

perdarahan, aborsi yang tidak aman, dan tingkat fertilitas yang

tinggi.

Implikasi medis dari kehamilan remaja pada bayi antara

lain: berat bayi lahir rendah, prematuritas, dan kematian bayi.

b. Dampak Psiko-Sosial Kehamilan Remaja

Kehamilan remaja mempunyai dampak negatif terhadap

kesejahteraan wanita remaja karena ia belum siap mental untuk

hamil. Jika kehamilan itu terjadi di luar nikah, ada kemungkinan

ia akan diusir, dikeluarkan dari sekolah, dan selanjutnya

menghadapi masa depan yang tidak menentu. Dapat pula

berakhir dengan perkawinan terpaksa serta pengguguran

dengan segala risikonya. Apapun yang dipilih, semuanya

mempunyai dampak negatif terhadap perkembangan mental dan

emosional remaja.

Remaja yang hamil umumnya juga mengalami putus

sekolah, kesempatan kerja yang terbatas, sulit keluar dari

18
kemiskinan, terpisah dari ayah biologis anaknya, terpisah dari

keluarga, serta risiko kehamilan selanjutnya.

Bayi dari ibu remaja memiliki peningkatan risiko

mengalami gangguan perilaku, gangguan belajar serta

kelambatan perkembangan, dibandingkan ibu usia dewasa.

Keadaan ini antara lain berhubungan dengan psikologis ibu,

sehingga bayi/anak kurang mendapat stimulasi kognitif dan

sosial secara dini, yang menyebabkan intelektual kurang

berkembang serta pencapaian akademik kurang optimal.

Anak dari ibu remaja memiliki risiko lebih besar untuk

mengalami salah asuh dan penelantaran. Anak perempuan dari

kehamilan remaja meningkat 22% kemungkinannya untuk

mengalami kehamilan remaja pula di kemudian hari. Sedangkan

anak laki-laki dari kehamilan remaja memiliki risiko lebih tinggi

untuk mengalami masalah perilaku di sekolah maupun

keterlibatan dalam tindak kriminal.

6. Penyebab Komplikasi Kehamilan Remaja

Penyebab komplikasi pada kehamilan remaja dapat

disebabkan oleh faktor biologis remaja sendiri, tetapi juga tidak

terlepas berbagai faktor sosial. Faktor mana yang menjadi

penyebab utama komplikasi pada kehamilan remaja masih

kontroversial.

19
a. Faktor Biologi

Faktor biologi yang berpengaruh terhadap luaran

kehamilan negatif adalah status gizi buruk, berat badan ibu yang

kurang sebelum hamil, paritas dan pertambahan berat badan

yang rendah saat hamil.

Jika seorang remaja mengalami kehamilan, maka

kebutuhan untuk energi dan gizi remaja yang masih dalam

pertumbuhan akan berkompetisi langsung dengan kebutuhan

janinnya. Remaja yang masih dalam pertumbuhan akan

mengalami deplesi cadangan besi nutrisi dengan sangat cepat.

Risiko kelahiran BBLR juga dipengaruhi berat badan sebelum

kehamilan yang memang rendah pada remaja, kebutuhan nutrisi

remaja yang masih tinggi, serta belum matangnya fisiologi

struktur maupun hormonal remaja.

Belum matangnya uterus serta suplai sirkulasi servikal

pada kehamilan remaja juga dapat meningkatkan resiko infeksi

subklinis dan produksi prostaglandin, sehingga memicu

persalinan prematur.

Perkembangan kanal persalinan dalam rongga panggul

berlangsung lebih lambat dibandingkan tulang panjang, sehingga

kematangan kanal persalinan ini baru berlangsung beberapa

tahun kemudian. Dengan demikian apabila remaja mengalami

kehamilan, sering timbul permasalahan disproporsi kepala

20
panggul, karena arsitektur panggul belum sempurna terbentuk

untuk jalannya persalinan.

b. Faktor Sosial

Banyak faktor sosial yang juga berhubungan dengan

luaran kehamilan yang buruk, seperti kemiskinan, status tidak

menikah, tingkat pendidikan yang rendah, merokok, penggunaan

obat terlarang, dan pelayanan antenatal yang kurang.

Komplikasi kehamilan remaja ini dapat diturunkan dengan

perbaikan kunjungan antenatal. Namun seringkali, perempuan

muda memiliki pengetahuan terbatas atau kurang percaya diri

untuk mengakses sistem pelayanan kesehatan sehingga

mengakibatkan pelayanan prenatal yang terbatas yang berperan

penting terhadap terjadinya komplikasi. Dua puluh persen remaja

kurang dari 15 tahun, atau 12% dari remaja keseluruhan, hanya

melakukan kunjungan antenatal pada trimester ketiga, atau tidak

pernah sama sekali.

Jika pelayanan antenatal berlangsung baik, maka remaja

dapat terpenuhi kebutuhannya akan suplementasi besi dan

nutrisi, serta konseling dan dukungan psikologis dalam

menghadapi kehamilan dan persalinannya.

Namun demikian, suatu penelitian dengan populasi yang

besar menunjukkan bahwa ketika faktor perancu sosial telah

disingkirkan, komplikasi kehamilan remaja tetap tinggi.

21
7. Pencegahan

Banyak program pencegahan telah dibuat untuk mengurangi

kehamilan remaja. Pada umumnya semua program tersebut dibuat

dengan tujuan meningkatkan penggunaan kontrasepsi dan

mengubah perilaku risiko tinggi yang berhubungan dengan

kehamilan remaja dan penyakit menular seksual.

a. Pelayanan Kesehatan Wanita

Pelayanan kesehatan merupakan upaya pemecahan

masalah yang dihadapi kesehatan remaja. Pelayanan ini meliputi

semua tingkat pencegahan. Tingkat promosi meliputi

penyelenggaraan komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai

kesehatan remaja untuk orang tua, guru, remaja, dan pemuka

masyarakat.. Remaja harus mendapat konseling untuk waspada

untuk menunda keterlibatan mereka dalam aktivitas seksual,

antara lain dengan kontrasepsi.

Pada tingkat perlindungan khusus termasuk pemberian

pelayanan kontrasepsi untuk remaja yang telah menikah.

Diagnosis dini dan terapi segera adalah pemberian pelayanan/

pengobatan terhadap masalah-masalah yang dialami remaja,

seperti perkosaan, kehamilan risiko tinggi, penyakit menular

seksual, alkoholisme, dan narkotik. Terapi diarahkan untuk

mengatasi trauma mental akibat masalah-masalah yang

diuraikan diatas, sedangkan rehabilitasi berupa komunikasi,

22
informasi, dan edukasi dan konseling yang masih dilanjutkan

setelah pengobatan.

b. Lingkungan Sosial Remaja

Program ini bertujuan meningkatkan kehidupan sosial dan

kemampuan psikologis remaja untuk menghindari perilaku

berisiko tinggi seperti aktivitas seksual dini. Program ini

dilaksanakan dengan ide dasar bahwa remaja yang menunda

aktivitas seksualnya memiliki pendidikan tinggi, berinteraksi

secara normal dengan teman sebaya dan hubungan orang tua

dan anak yang dengan ciri pengawasan, dukungan dan

komunikasi.

Terdapat juga program yang dirancang untuk

meningkatkan kemampuan sosial siswa dan ikatan yang kuat

dengan sekolah dan keluarga. Pada program tersebut, guru dan

orangtua mendapat pelatihan rutin dalam kelas manajemen yang

proaktif, kemampuan menyelesaikan masalah, manajemen

perilaku anak, dan pencegahan penyalahguaan obat terlarang.

Tetapi intervensi tidak termasuk pendidikan seksual.

c. Program Pendidikan Reproduksi untuk Remaja

Pendidikan reproduksi untuk remaja didisain untuk

memberikan pengetahuan sex dan reproduksi secara sesuai dan

proporsional sehingga membantu mengembangkan perilaku

23
yang positif di kalangan remaja dan pengasuhnya dalam

menghadapi tantangan seksualitas pada usia remaja.

Kandungan pendidikan sex pada remaja antara lain

meliputi fisiologi manusia, permasalahan remaja, gizi, perubahan

pubertas, higienis, konflik anak-orangtua, percaya diri, hubungan

antarpersonal, cinta, tanggung jawab, gaya hidup, rencana

keluarga, permasalahan merokok, alcohol, penyalahgunaan

obat, penyakit menular seksual, dan lain-lain.

Di AS, suatu program yang disebut Abstinence-Only

Program, menjelaskan bahwa abstinensia seks merupakan

metode paling efektif mencegah kehamilan dan PMS, dan juga

menjelaskan kontrasepsi sebagai pengaman terhadap remaja

yang seksual aktif. Namun, suatu penelitian dengan 7340

sampel maupun suatu meta analisis menunjukkan ternyata

program ini tidak mengubah terjadinya dan frekuensi aktivitas

seksual, jumlah pasangan maupun penggunaan metode

kontrasepsi lain.

C. Praktik Asuhan Berspektif Gender dan HAM Dalam Kebidanan

Pada Remaja.

Berdasarkan Permenkes No.900/menkes/SK/VII/2002, Praktik

Kebidanan dalam asuhan berspektif gender dan HAM meliputi

pelayanan terhadap kebidanan, pelayanan terhadap keluarga

berencana dan pelayanan terhadap kesehatan masyarakat.

24
1. Asuhan yang diberikan pada remaja

a. Gizi seimbang

b. Informasi tentang kesehatan reproduksi

c. Pencegahan kekerasan seksual (perkosaan)

d. Pencegahan terhadap ketergantungan napza

e. Perkawinan pada usia yang wajar

f. Peningkatan pendidikan, keterampilan, penghargaan diri dan

pertahanan terhadap godaan dan ancaman

2. Perspektif gender terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja

perempuan, dapat dipengaruhi oleh dua hal sebagai berikut :

a. Faktor biologis yang ditetapkan oleh kromosom

Faktor fisiologis dan bentuk biologis alat-alat reproduksi

remaja perempuan menyebabkan mereka lebih mudah

ketularan PMS dibanding dengan anak laki-laki.

b. Faktor gender

Faktor sosial budaya dengan norma-norma dan aturan

main sangat memengaruhi cara berpikir, sikap dan prilaku

perempuan dan laki-laki. Gender juga sangat menentukan

bagaimana hubungan antar remaja dan bagaimana orang lain

memperlakukan remaja laki-laki dan perempuan.

25
3. Perspektif gender terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja

laki-laki

Remaja laki-laki mempunyai masalah kesehatan reproduksi

yang dapat berubah menurut siklus kehidupan, serta dipengaruhi

oleh budaya dan praktek-praktek medis yang berkaitan dengan

kesehatan reproduksi segera setelah mereka lahir. Ketika anak laki-

laki mencapai masa pubertas, mereka mulai merasakan perubahan

fisik termasuk perubahan suara, munculnya alat kelamin sekunder

serta meningkatkan perkembangan jaringan otot. Perubahan-

perubahan fisik sering kali diikuti dengan perubahan emosional dan

perilaku, termasuk perkembangan perasaan seksual, belajar

tentang hak-hak seksual dan pertanyaan seputas isu seks.

Pengalaman dan respons dari anak laki-laki terhadap perubahan ini

membentuk tingkat yang lebih tinggi terhadap peran gender dan

antipasi terhadap budayanya.

4. Peran Remaja Laki-Laki terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja

Perempuan

Terdapat beberapa cara dimana remaja laki-laki sebagai

saudara, pacar, teman bagi remaja perempuan, dapat mengambil

peranan yang akan berpengaruh positif terhadap kesehatan

reproduksi remaja perempuan, diantaranya :

a. Mendorong remaja perempuan untuk mendapatkan gizi yang

seimbang

26
b. Mencegah penyebaran penyakit menular seksual kepada

remaja perempuan

c. Mencegah segala bentuk kekerasan terhadap remaja

perempuan

d. Mendukung partisipasi dalam organisasi kemasyarakatan

termasuk akses terhadap kehidupan sosial, politik dan

kesempatan mendapat pendidikan

e. Mendukung hak remaja perempuan dalam memperoleh

pelayanan kesehatan dan pendidikan serta menghormati

persamaan hak dengan remaja laki-laki.

27

Anda mungkin juga menyukai