Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA
1. ANATOMI
1.1 Sistem Syaraf Otonom
Sistem syaraf otonom manusia disebut juga sistem syaraf visceral atau
sistem motor visceral, yang terdiri dari serabut motoris yang secara involunter
menstimulasi otot polos, otot jantung,sistem konduksi jantung dan sel-sel kelenjar.
Selain sistem syaraf efferent otonom, juga terdapat sistem syaraf aferent otonom
yang berperan dalam sistem reflex.
Serabut syaraf efferent sistem syaraf otonom dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
sistem syaraf simpatis (thorakolumbar) dan sistem syaraf parasimpatis
(kraniosakral). Sistem syaraf otonom memiliki 2 badan sel syaraf sebelum sampai
ke organ efektor. Badan sel pertama terletak di grey matter sistem syaraf pusat,
biasa disebut dengan syaraf presinaptik (preganglionik) . Akson syaraf
preganglionik kemudian akan bersinaps di badan sel syaraf kedua yang disebut
dengan syaraf postsinaptik (postganglionik).
1.1.1 Sistem syaraf simpatis
Badan sel syaraf preganglion syaraf simpatis terletak di kolumna
intermediolateral dari medula spinalis. Jumlahnya sepasang (di kanan kiri) di
bagian gray matter medula spinalis.

Gambar 1. Penampang melintang medula spinalis


(Moore, Keith L., Arthur F. Dalley.2005. Clinically
Oriented Anatomy, 5th edition.Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins.)

Sistem syaraf simpatis mempunyai 2 jenis badan sel (ganglion) syaraf


postsinaptik,
Ganglion paravertebra: saling terhubung membentuk rantai simpatis di sisi
kanan kiri sepanjang kolumna vertebra. Ganglion paravertebra superior

1
terletak di basis cranii. Ganglion simpatis juga memanjang ke inferior hingga
menyatu pada level coccyx.
Ganglion prevertebra: adalah plexus yang terletak di cabang utama dari aorta
abdominalis. Terdapat 4 ganglion prevertebra yaitu ganglion celiac,
aortikorenal, mesenterika superior, dan mesenterika inferior.
Seluruh syaraf preganglionik meninggalkan medula spinalis melalui radix
anterior medula spinalis, kemudian masuk ke ganglion paravertebra lewat white
rami communicantes . Dari sini syaraf pregenglion dapat berlanjut menjadi:
Naik bersinaps di ganglion paravertebra yang lebih tinggi. Untuk inervasi
daerah kepala, leher dan ekstrimitas atas.
Bersinaps di level yang sama dengan medula spinalis. Untuk inervasi middle
trunk
Turun bersinaps di ganglion vertebra dibawahnya, menginervasi
ekstrimitas bawah
Melalui ganglion paravertebra tanpa bersinaps ganglion prevertebra,
inervasi organ viscera abdominopelvik.

Gambar 2. Skema perjalanan serabut simpatis


pre/postganglionik(Moore, Keith L., Arthur F.
Dalley.2005. Clinically Oriented Anatomy, 5th
edition.Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins.)

Syaraf postganglionik memiliki jumlah serabut lebih banyak dibanding dengan


serabut simpatis preganglionik. Kesemua serabut tersebut terdistribusi di leher,
dinding badan, dan ekstrimitas melalui gray rami communicantes. Selanjutnya
akan menjadi 31 pasang nervus spinalis, berasal dari ramus anterior maupun

2
posterior, menstimulasi kontraksi pembuluh darah (vasomotor), otot errector
rambut (pilomotor) dan menyebabkan keringat (sudomotor).

Gambar 3. Gambaran ganglion paravertebra (Moore,


Keith L., Arthur F. Dalley.2005. Clinically Oriented
Anatomy, 5th edition.Philadelphia: Lippincott Williams
and Wilkins.)

Nervus splanknikus berisi serabut efferen dan afferen yang menuju dan
dari organ viscera. Serabut simpatis postganglionik yang menginervasi organ
viscera di dalam cavum thorakis (contoh: jantung, paru, dan esofagus) di bawa
oleh nervus splanknikus kardiopulmoner untuk kemudian dilanjutkan ke plexus
cardiacus, pulmonalis,dan esofageal.
Sementara itu serabut simpatis preganglion untuk organ viscera abdomen,
akan melewati ganglion paravertebra tanpa bersinaps, berlanjut menjadi nervus
splanknikus abdominopelvik yang akan bersinaps di ganglion prevertebra yang
kemudian membentuk pleksus periarterial lalu menjalar mengikuti cabang-cabang
aorta menuju organ target masing-masing.
Untuk pengecualian beberapa serabut simpatis presinaptik hanya melewati
ganglion prevertebra tanpa bersinaps, berlanjut terus langsung ke sel di medula
glandula suprarenal. Sel medula suprarenal ini bertindak seperti syaraf simpatis
postganglion tipe khusus, tidak seperti sel syaraf yang menghantarkan
neurotransmiter ke sel organ target, sel medula suprarenal langsung melepaskan
ke aliran darah, sehingga menghasilkan efek simpatis yang lebih luas.

3
Gambar 4. Skematis perjalanan sistem syaraf
simpatis menuju organ target(Moore, Keith L.,
Arthur F. Dalley.2005. Clinically Oriented
Anatomy, 5th edition.Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins.)

1.1.2. Sistem Syaraf Parasimpatis


Sistem syaraf parasimpatis di bagi menjadi 2 jenis, tergantung dari tempat
keluar syaraf preganglioniknya
Parasimpatis kranial badan sel syaraf parassimpatis preganglion berada
di gray matter brainstem. Contoh n.III, VII,IX,X
Parasimpatis sakral badan sel berada di gray matter segmen sakral 2-4,
keluar dari rami anterior, melalui n. Splanknikus pelvikus.
Persyarafan parasimpatis kranial berfungsi mempersyarafi kepala sedangkan
segmen sakral mempersyarafi organ pelvis. Namun ada pengecualian untuk
nervus vagus (cranialis X) yang mempersyarafi semua organ rongga thoraks, dan
rongga abdomen hingga flexura colica sinistra. Sedangkan untuk segmen colon
descenden hingga rektum dipersyarafi oleh segmen sakral.

4
Gambar 5. Skematis perjalanan sistem syaraf
parasimpatis menuju organ target(Moore, Keith
L., Arthur F. Dalley.2005. Clinically Oriented
Anatomy, 5th edition.Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins.)

2. FISIOLOGI
Asetilkolin dan norepinephrin merupakan neurotransmiter utama sistem syaraf
otonom. Serabut yang mensekresikan asetilkolin disebut kolinergik. Sedangkan
yang mensekresikan norepinephrin disebut adrenergik.
Kesemua syaraf preganglion simpatis maupun parasimpatis merupakan
kolinergik. Sedangkan untuk syaraf postganglionik terdapat sedikit perbedaan.
Untuk syaraf parasimpatis postganglionik kesemuanya adalah kolinergik.
Sedangkan syaraf simpatis postganglionik hampir semuanya adrenergik, kecuali
yang mempersarafi kelenjar keringat, otot piloerektor rambut adalah kolinergik.

5
2.1. Transmisi kolinergik

Gambar 6. Proses transmisi neurotransmiter syaraf


parasimpatis postganglionik (Katzung,Bertram
G.2006. Basic and Clinical Pharmacology.New York:
McGraw-Hill Education - Europe.)

Terlebih dahulu asetilkolin disintetis di dalam sitoplasma dari Asetil-CoA


dan Kolin oleh enzim kolinasetiltransferase (ChAT). Asetil-CoA di sintetis di
mitokondria, yang berjumlah cukup banyak di nerve ending. Kolin di transport
dari cairan ekstraseluler ke terminal neuron melalu transporter kolin membran
sodium-dependent. Setelah disintetis, asetilkolin di transport dari sitoplasma
menuju vesikel oleh vesicle-associated transporter yang diherakkan oleh efflux
dari proton. Sintetis asetilkolin merupakan proses yang sangat cepat, sehingga
dapat mensupport pelepasan transmiter dengan frekuensi yang tinggi.
Penyimpanan asetilkolin di dalam vesikel bisa mencapai 1000-50.000 molekul
per vesikelnya.
Pelepasan transmiter dari vesikel sangat tergantung dari kalsium
ekstraselluler dan terjadi ketika potensial aksi mampu mencetuskan influx ion
kalsium. Kalsium lalu berinteraksi dengan VAMP synaptotagmin pada membran
vesikel dan mencetuskan fusi dari membran vesikel dengan membran terminal
dan terjadi pembukaan ke sinaps, dan transmiter pun dilepaskan ke celah sinaps.
Setelah pelepasan, molekul asetilkolin akan berikatan dan mengaktifkan
reseptor asetilkolin (kolinoseptor). Dalam waktu yang sangat singkat, kesemua
asetilkolin yang dilepaskan berdifusi akibat peran dari molekul asetilkolinesterase
(AChE). AChE sangat efektif memecah asetilkolin menjadi kolin dan asetat.
dimana kedua molekul tersebut tidak mempunyai efek transmiter yang signifikan.

6
2.2. Transmisi Adrenergik

Gambar 7. Proses transmisi neurotransmiter syaraf


simpatis postganglionik (Katzung,Bertram G.2006.
Basic and Clinical Pharmacology.New York: McGraw-
Hill Education - Europe.)

Kebanyakan dari syaraf simpatis postganglionik, memiliki hasil


akhir berupa norepinephrin. Di dalam medula suprarenal dan di beberapa
area di otak, norephinefrin dikonversi lebih lanjut menjadi epinephrine.
Pada neuron dopaminergik, memiliki produk akhir dopamin.
Pertama-tama tyrosin di transport ke akhiran syaraf adrenergik oleh
protein pembawa tergantung sodium. Tyrosin lalu dikonversi menjadi
dopamin, yang kemudian di transport ke dalam vesikel oleh vesicular
monoamine transporter (VMAT). Di dalam vesikel dopamin kemudian di
konversi lagi oleh dopamin-hidroxilase menjadi norepinephrin.
Pelepasan transmiter terjadi ketika ada potensial aksi yang
membuka kanal kalsium dan menyebabkan peningkatan kadar kalsium
intraselluler. Selanjutnya penggabungan vesikel dan memran
menyebabkan dilepaskannya norepinephrin pada celah sinaps.
Norepinephrin yang dilepas kemudian akan berikatan dengan
adrenoreseptor, sebagian yang lain akan berdifusi dan sebagiannya lagi
akan ditransport balik ke sitoplasma oleh Norepinephrin Transporter
(NET).

Gangguan Panik dan Agoraphobia


3. DEFINISI
3.1. Cemas

7
Cemas merupakan tanda peringatan terhadap situasi berbahaya dan
memungkinkan bagi orang tersebut untuk berbuat sesuatu terhadap situasi yang
berbahaya. Cemas memiliki karakteristik seperti perasaan khawatir yang difus,
tidak menyenangkan, dan aneh. Sering juga diikuti dengan gejala otonomik
seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, rasa berat di dada, rasa tidak nyaman
di perut, tidak dapat istirahat, tidak dapat berdiri atau duduk dalam waktu yang
lama. Gejala-gejala tersebut sangat bervariasi antar individu.
Perasaan cemas tersebut muncul terus menerus dan sampai mengganggu
aktivitas sehari-hari, maka patut diduga telah terjadi gangguan cemas. Menurut
ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders, gangguan cemas
masuk dalam grup stress-related dan gangguan somatoform, karena hubungan
historis dengan konsep neurosis dan penyebabnya secara psikologis.
Sub kategorinya antara lain
- Gangguan cemas fobik (F40)
- Gangguan cemas lainnya (F41)
- Gangguan obsesif kompulsif (F42)
- Gangguan penyesuaian dan reaksi terhadap stress berat (F43)
- Gangguan disosiatif (F44)
- Gangguan somatoform (F45)
- Gangguan neurotik lainnya (F48)
Berikut adalah teori-teori yang menjelaskan mengenai penyebab dari gangguan
cemas
a. Teori Psikoanalitik
Dalam teori ini Sigmund Freud, menjelaskan bahwa kecemasan muncul dari
konflik psikis antara keinginan agersif dan seksual di alam bawah sadar dengan
ancaman dari realitas eksternal dan superego. Respon dari sinyal ini, ego
menjalankan sebuah mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan
yang tidak diinginkan menjadi kesadaran yang nyata.
b. Teori Behavior
Dari teori ini dijelaskan bahwa kecemasan adalah respon yang berakibat dari
stimulus spesifik dari lingkungan, contoh: seorang wanita dibesarkan oleh seorang
ayah yang kasar, akan langsung merasa sangat cemas ketika aayahnya berbuat
kasar. Dengan sebuah generalisasi, si wanita akan menjadi sangat tidak percaya
kepada semua pria.
3.2. Serangan Panik

8
Serangan panik menurut DSM IV RT , adalah rasa ketakutan, atau
ketidaknyamanan yang muncul tiba-tiba, tanpa adanya situasi membahayakan
yang nyata serta diikuti setidaknya 4 dari 13 gejala somatik maupun kognitif.
Gejala somatik dan kognitif yang bisa terjadi adalah palpitasi, berkeringat,
tremor, perasaan sesak, perasan tersedak, nyeri atau rasa tidak nyaman pada dada,
mual,pusing berputar, depersonalisasi, takut kehilangan kendali diri, takut mati,
parestesia dan chills atau hot flushes. Dan puncak gejalanya berlangsung dalam
waktu 10 menit atau kurang.
Serangan panik sendiri dapat terjadi pada gangguan selain gangguan
panik, seperti spesifik phobia, sosial phobia dan Post Traumatic Stress Diosorder
(PTSD).
Serangan panik ada 3 jenis, yaitu
Unexpected panic attack. Merupakan suatu serangan panik yang tidak
dipengaruhi faktor internal maupun eksternal si individu.
Expected panic attack. Merupakan suatu serangan panik yang muncul segera
setelah dipicu oleh sebab yang muncul dari internal maupun eksternal.
Contoh: orang dengan fobia sosial akan mendapatkan serangan panik ketika
akan, atau berpikir mengenai berbicara didepan umum.
Serangan panik predisposisi situasi. Jenis panik ini hampir sama dengan
serangan panik yang tergantung situasi hanya saja onset serangan panik tidak
terjadi segera setelah kejadiannya. Contoh: serangan panik akan lebih
cenderung muncul ketika menyetir, namun pada saat menyetir justru tidak
terjadi serangan, atau serangan panik muncul beberapa jam setelah menyetir.
3.3. Gangguan Panik
Gangguan Panik di ICD-10 (F41.0) termasuk dalam sub kategori gangguan
cemas lainnya (F41) dimana manifestasi cemas merupakan gejala utama, dan
kejadiannya tidak terbatas situasi tertentu. Gangguan panik sendiri didefinisikan
sebagai serangan berulang dari kecemasan yang berat (panik) yang tidak terbatas
situasi atau keadaan sekitar dan tidak dapat diprediksi. Dan disertai dengan gejala
somatik seperti gejala serangan panik.
Diagnosis definitif dari gangguan panik bila serangan panik terjadi beberapa
kali dalam waktu 1 bulan:
- Tanpa ada bukti bahaya di sekitar
- Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya

9
- Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode
antara serangan-serangan panik.
Dalam diagnosis gangguan panik perlu dieksklusikan serangan panik akibat
gangguan cemas lainnya seperti phobia, PTSD, dan Obsessive Compulsive
Disorder (OCD). Karena pada keadaan tersebut serangan panik hanyalah
merupakan ekspresi dari gangguan kecemasan yang telah ada sebelumnya.
3.4. Agoraphobia
Agoraphobia(F40.0) menurut ICD-10 termasuk dalam sub kategori F40, gangguan
cemas fobik, dimana dalam kategori ini kecemasan di dipicu oleh situasi, ataupun
objek (eksternal dari korban) yang sifatnya tidak berbahaya. Disini Agoraphobia
didefinisikan sebagai perasaan khawatir, atau rasa takut, terhadap keramaian dan
kesulitan untuk pergi dari situasi tersebut ke tempat yang aman.
Panduan diagnostik dari agoraphobia harus memenuhi kriteria diagnosis berikut
- Gejala psikologis atau otonomik harus menjadi manifestasi primer kecemasan
dan bukan gejala sekunder dari keadaan seperti delisional maupun pikiran
obsesif
- Kejadian kecemasan harus terbatas pada dua tempat berikut : keramaian,
tempat publik, berpergian jauh dari rumah dan berpergian sendiri.
- Menghindari situasi fobik harus menjadi gejala menonjol.
Keadaan gangguan panik dengan agorafobia masuk dalam pembagian agorafobia
dengan gangguan panik (F40.01). Diagnosis ini dapat ditegakkan bila memenuhi
kriteria gangguan panik dan agorafobia.

4. SKDI
Dalam standar Kompetensi Dokter Indonesia Agoraphobia termasuk tingkat
kemampuan 2 yaitu mampu mendiagnosis dan merujuk ke ahlinya. Sementara
untuk gangguan panik termasuk dalam tingkat kemampuan 3A, yaitu mampu
mendiagnosis dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan tidak gawat
darurat. Serta mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya dan mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
5. EPIDEMIOLOGI
Lifetime prevalence dari gangguan panik adalah sekitar 1-4%, dengan
prevalensi 6 bulannya sekitar 0,5-1 %, dan pervalensi dalam 3 bulan 3-5,6% untuk
serangan panik. Wanita memiliki kecenderungan 2-3 kali terkena dibanding laki-

10
laki. Gangguan panik kebanyakan terjadi pada orang dewasa, kisaran usia 25
tahun namun untuk kejadian gangguan panik disertai agoraphobia dapat terjadi di
berbagai usia.
Gangguan panik dapat timbul bersama-sama dengan depresi mayor (50%),
bunuh diri,fobia spesifik dan sosial dan alkoholisme (30%). Dan sekitar sepertiga
pasien dengan gangguan panik juga mengalami agoraphobia.
6. FAKTOR RISIKO
Seperti pada kondisi ansietas lainnya, gangguan panik diturunkan dalam
keluarga. Sekitar 15% atau lebih pada anggota keluarga langsung/ derajat pertama
dan 30% atau lebih pada kembar monozigot. Kemungkinan besar bersifat genetik
namun kaitannya dengan gen tertentu belum ditemukan.
Beberapa studi awal menunjukkan wanita memiliki risiko yang signifikan
untuk terkena gangguan panik. Diperkirakan rasio wanita-pria yang terkena
gangguan panik mencapai 2-2,5. Sementara alasan mengenai hubungan risiko
antar gender ini masih tidak diketahui. Selain itu faktor risiko yang berhubungan
dengan gangguan panik adalah rendahnya tingkat pendidikan dan status
penghasilan yang rendah.
Beberapa situasi masa kecil bisa menjadi penanda terjadinya gangguan panik
saat dewasa. Anak-anak yang sering mengalami pembatasan dalam tingkah
lakunya (behavioral inhibition) akan memiliki peningkatan risiko terjadinya
gangguan panik dikemudian hari. Respon emosi yang tinggi pada masa anak-anak
juga turut serta dalam meningkatkan risiko gangguan panik.
7. TANDA DAN GEJALA
Anamnesis
Serangan Panik
- Gejala mental utama yang muncul adalah perasaan takut yang amat sangat
dan terkadang ada perasaan seperti mau mati.
- Pasien tidak dapat menjelaskan sumber ketakutannya, pasien akan merasa
bingung dan sulit berkonsentrasi.
- Gejala-gejala somatis: sesak, nyeri dada, mual, pusing.
- Tanda-tanda fisik: takikardi, palpitasi, dyspnea, dan berkeringat mungkin
tidak akan ditemukan ketika pemeriksaan.
Agoraphobia

11
- Pasien lebih menyukai ditemani oleh teman atau anggota keluarga ketika
lewat di jalan yang ramai, toko yang ramai, atau tempat yang tertutup
(lift,terowongan) dan kendaraan yang tertutup (bus, pesawat).
- Gejala-gejala simpatis muncul ketika berada dilingkungan yang ramai tanpa
keberadaan orang terdekat.
Gejala lain yang berhubungan
- Gejala depresif sering muncul pada pasien gangguan panik dan agoraphobia.
Dan pada beberapa pasien gangguan depresif bisa muncul bersama dengan
gangguan panik. Dari beberapa studi ditemukan bahwa risiko bunuh diri
orang dengan gangguan panik lebih tinggi daripada orang tanpa gangguan
mental.
- Selain agoraphobia, orang dengan gangguan panik bisa terkena gangguan
phobia lainnya dan OCD.
Pemeriksaan Fisik
Tidak ditemukan adanya kelainan organik. Tanda-tanda seperti takikardi,
hiperventilasi mungkin hanya dapat ditemukan ketika serangan terjadi.
8. ETIOLOGI PANIK DAN AGORAPHOBIA
Etiologi gangguan panik dan agoraphobia bisa bisa dilihat dari 2 faktor, yakni
faktor biologis dan psikologis

8.1. Faktor biologis


Banyak penelitian yang menemukan bahwa gejala gangguan panik
berhubungan dengan abnormalitas biologis dalam otak baik secara struktur
maupunn fungsi. Ada penelitian yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah
abnormalitas sistem noradrenergik otak berperan dalam patofisiologi gangguan
panik. Dalam proses timbulnya gejala gangguan panik tersebut terdapat beberapa
neurotransmiter yang berperan yakni norephinefrin, serotonin, dan Gama-
aminobutyric acid.
Disfungsi serotonergik telah cukup banyak diteliti pada gangguan panik
bersama dengan obat agonis dan anatagonis serotonin menunjukkan adanya
peningkatan kecemasan. Respon tersebut yang menyebabkan hipersensitifitas
postsinaptik serotonin pada gangguan panik. Bukti preklinik menunjukkan
peredaman transmisi inhibitor GABAergik lokal di basolateral amigdala, midbrain
dan hipotalamus dapat memunculkan respon psikologis seperti kecemasan.
Amigdala berperan penting dalam penyebaran informasi respon otonomik
dan behavior. Setelah mendapatkan input sensoris dari anterior thalamus, nukleus

12
lateral amigdala akan mentransfer ke nukleus sentral amigdala untuk disebar ke
nukleus parabrakhial, nukleus lateral dari hipotelamus, locus ceruleus dan nukleus
paraventrikuler. Sinyal ke nukleus-nukleus tersebut berakibat timbulnya respon
syaraf simpatis, pelepasan norepinephrin, peningkatan denyut jantung, tekanan
darah, tingkah laku ketakutan, bahkan hingga tingkah laku defensif dan postural
freezing.

Substansi penginduksi panik.


Substansi ini biasa juga disebut dengan panicogen. Beberapa substansi telah
diketahui sebagai panicogenic, seperti sodium laktat, inhalasi 5% atau 35%
karbondioksida, cholesistokinin tetrapeptid, kafein, yohimbe, isoproterenol dan
antagonis benzodiazepin (flumazenil).
8.2. Faktor psikososial
Etiologi dari segi psikososial diambil dari 2 teori, yaitu cognitive-
behavioral dan psikoanalitik. Teori behavior menjelaskan bahwa kecemasan
merupakan proses belajar dari sikap orang tua atau proses melalui pengkondisian
biasa. Contoh klasik pada gangguan panik dengan agoraphobia, serangan panik
yang terjadi pada stimulus yang netral (naik bus) menyebabkan pasien akan
menghidar untuk naik bus. Teori ini dapat menjelaskan perkembangan
agoraphobia, namun masih belum bisa menjelaskan bagaimana terjadinya
serangan panik yang tidak tergantung situasi (unexpected).
Teori psikoanalitik memberi konsep bahwa serangan panik muncul dari
pertahanan diri yang tidak utuh melawan impuls yang memicu kecemasan.
Sehingga yang sebelumnya hanya kecemasan ringan, menjadi perasaan cemas
yang luar biasa, lengkap dengan gejala somatiknya.

9. DIAGNOSIS BANDING
9.1. Gangguan medis
Gejala yang ditimbulkan serangan panik sangat menyerupai berbagai macam

kondisi gangguan organik.


Tabel 1. Diagnosis banding dengan gangguan organik

Penyakit kardiovaskular Penyakit endokrin


Angina pektoris Sindrom cushing
Congestif heart failure Diabetes

13
Infark miokard Hyperthiroid
Penyakit paru pheochromositoma
Asthma Intoksikasi obat
Hyperventilasi Kokain
Penyakit neurologis Marijuana
Cerebrovaskular Drug withdrawal
disease
Epilepsi Alkohol
Transient ischemic Opioid
attack
(Sadock,Benjamin James, Virginia Alcott Sadock.2010.
Kaplan and Sadocks Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Science/Clinical Psychiatry.
Philadelphia:Lippincott Williams and Wilkins.)

9.2. Gangguan Mental


Gangguan panik harus dibedakan dengan beberapa gangguan psikiatri ,
terutama gangguan cemas lainnya. Serangan panik dapat terjadi pada banyak
gangguan cemas, termasuk phobia, gangguan cemas menyerluruh, PTSD, dan
bahkan OCD.
- Perbedaan dengan gangguan phobia lainnya.
Kelompok gangguan cemas dengan phobik, sudah jelas memiliki ketakutan atau
kecemasan berlebih terhadap situasi atau objek tertentu. Dan dari ketakutan
tersebut sangat bisa untuk mencetuskan serangan panik, namun serangan panik
disini lebih karena ekspresi ketakutan dari objek yang ditakuti pasien tersebut.
- Perbedaan dengan gangguan cemas menyeluruh.
Gangguan cemas menyeluruh memunculkan gejala cemas seperti keringatan,
palpitasi, pusing, perut tidak nyaman,dan salah satu yang cukup khas adalah
tegang otot. Namun gangguan cemas menyeluruh biasanya berlangsung lebih
lambat, dan berhari-hari dalam waktu yang cukup lama. Sedangkan pada
gangguan panik, biasanya serangannya akan lebih tiba-tiba, dan dalam jangka
waktu yang singkat.
- Perbedaan dengan Post Traumatic Stress Disorder
Pada PTSD serangan panik mungkin saja muncul, dan bisa diprediksi bahwa
kemunculan serangan panik bisa dipicu oleh situasi yang mengingatkan pada
kejadian yang traumatis(flashback) atau adanya mimpi-mimpi yang berkaitan
dengan kejadian traumatis. Hal ini sangat berbeda dengan gangguan panik yang

14
serangannya bisa muncul dengan tiba-tiba tanpa ada pemicu, baik itu objek,
situasi, maupun memori kejadian tertentu.
10. TATALAKSANA
Tujuan terapi dari gangguan panik adalah remisi. Pasien harus bebas dari
serangan panik, dan bebas dari gejala agoraphobia. Dalam menangani kasus
gangguan panik, terdapat beberapa modalitas terapi yang dapat digunakan, yakni
farmakoterapi, terapi kognitif dan terapi psikososial
10.1. Medikamentosa
Alprazolam (Xanax) dan Paroxetine (Paxil) adalah 2 obat yang telah diizinkan
oleh FDA untuk mengobati gangguan panik. Secara umum golongan obat
selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dan clomipramine lebih baik
dibanding golongan benzodiazepam, monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), dan
trisiklik dalam hal efektifitas dan toleransi terhadap adverse effect.
10.1.1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
SSRI merupakan golongan obat antidepresi yang bekerja menginhibisi
transporter serotonin. Semua obat SSRI efektif dalam menangani gangguan panik.
Paroxetine dan paroxetine CR mempunyai efek sedatif, dan dapat menenangkan
pasien dengan segera, sehingga mempunyai compliance yang tinggi. Pasien
gangguan panik sensitif terhadap efek terapetik SSRI sehingga pemberian pertama
harus dengan dosis rendah dan bertahap dititrasi naik setiap 1-2 minggu hingga
mencapai dosis maksimal.
Tabel 2. Obat-obat golongan SSRI

Obat Dosis awal Maintenance


Paroxetine 5-10mg 20-60mg
Paroxetine 12,5-25 mg 62,5mg
CR
Fluoxetine 2-5mg 20-60mg
(Sadock,Benjamin James, Virginia Alcott Sadock.2010.
Kaplan and Sadocks Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Science/Clinical Psychiatry.
Philadelphia:Lippincott Williams and Wilkins.)

10.1.2. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan golongan obat yang mempunyai efek sedatif yang
bekerja pada reseptor GABA di sistem syaraf pusat. Obat ini sering dalam
minggu pertama dapat memberikan hasil yang cepat dalam menangani kondisi

15
panik, dan bisa di gunakan dalam jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan
toleransi efek antipanik.
Alprazolam adalah obat yang paling sering digunakan untuk menangani
gangguan panik. Hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan benzodiazepin
pada gangguan panik adalah potensi ketergantunan, cognitive impairment, dan
penyalahgunaan, terutama setelah penggunaan jangka panjang. Pasien juga harus
diinformasikan untuk tidak berkendara, menjauhi alkohol atau obat-obatan yang
dapat menekan sistem syaraf pusat atau mengoperasikan peralatan yang berbahaya
ketika mengonsumsi obat golongan benzodiazepin. Selain itu sindrom withdrawal
juga cukup sering muncul saat penghentian pengobatan. Serta efek adiksi juga
sering menjadi penyulit di kemudian hari. Oleh akarena itu tapering dosis perlu
dilakukan secara perlahan dan segala macam withdrawal effect perlu dijelaskan
dengan baik ke pasien.
Tabel 3. Obat-obat golongan benzodiazepin

Obat Dosis awal Maintenance


Alprazolam 0,25-0,5mg 0,5-2mg tid
tid
Clonazepam 0,25-0,5mg 0,5-2mg bid
bid
Diazepam 2-5mg bid 5-30mg bid
Lorazepam 0,25mg bid 0,5-2 mg bid
(Sadock,Benjamin James, Virginia Alcott Sadock.2010.
Kaplan and Sadocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Science/Clinical Psychiatry. Philadelphia:Lippincott
Williams and Wilkins.)

10.1.3. Golongan Trisiklik


Dari banyak jenis obat golongan trisiklik, klomipramin dan imipramin
menjadi obat yang paling efektik dalam menangani gangguan panik. Dalam
penggunaannya dosis harus dititrasi naik untuk mencegah overstimulasi dan
keuntungan efek klinis pada dosis maksimal dicapai tidak sampai 8-12 minggu.
Namun penggunaan golongan trisiklik lebih jarang digunakan dibandingkan
golongan SSRI, dikarenakan adverse effect yang cukup berat sehingga dapat
menurunkan kepatuhan minum obat pasien.

16
Tabel 4. Obat-obat golongan trisiklik

Obat Dosis awal Maintenance


Klomipramine 5-12,5mg 50-125mg
Imipramine 10-25mg 150-500mg
(Sadock,Benjamin James, Virginia Alcott Sadock.2010.
Kaplan and Sadocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Science/Clinical Psychiatry. Philadelphia:Lippincott
Williams and Wilkins.)

10.1.4. Golongan Monoamine Oxidase Inhibitor (MAOIs)


MAOIs bekerja menghambat degradasi neurotransmiter sehingga jumlah
neurotransmiter (norepinephrin atau serotonin) bisa meningkat di terminal neuron
presinaptik. Phenelzine dan tranylcypromine adalah obat golongan MAOIs yang
cukup efektif dalam pengobatan gangguan panik. Golongan MAOIs mempunyai
efek overstimulasi yang lebih sedikit dibanding SSRIs dan golongan trisiklik,
namun butuh waktu 8-12 minggu untuk mendapatkan efektifitas terapi dalam
dosis maksimal. Obat golongan MAOI ini perlu diperhatikan pemakaiannya agar
tidak dikombinasikan dengan obat simpatomimetik (contoh ephedrin) karena
dapat menyebabkan hipertensi berat.
Tabel 5. Obat-obat golongan MAOI

Obat Dosis Maintenance


awal
Phenelzine 15mg 15-45mg bid
bid
Tranylcypromine 10mg 10-30mg bid
bid
(Sadock,Benjamin James, Virginia Alcott Sadock.2010.
Kaplan and Sadocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Science/Clinical Psychiatry. Philadelphia:Lippincott
Williams and Wilkins.)

Bila respon kondisi pasien terhadap satu golongan obat tidak baik, maka
perlu dilakukan penggunaan obat golongan lain. Dalam pengobatan, dokter harus
mengecek apakah ada kondisi komorbid yang muncul pada pasien, seperti depresi,
konsumsi alkohol dan substansi lain.

10.1.5. Obat golongan lain

17
Obat-obatan alternatif yang dikenal seperti buspirone, trazodone, bupropion,
golongan antipsikotik, antihistamin, dan beta-bloker diketahui tidak efektif pada
gangguan panik.
10.2. Terapi Kognitif dan perilaku
10.2.1. Terapi kognitif
Dalam terapi ini pasien akan diberi pemahaman tentang penyakitnya, dan
membantu untuk mengubah interpretasi yang salah tentang keyakinan yang salah
pasien yang menganggap gejala-gejala somatis serangan panik akan berujung
kematian, atau lepas kontrol, atau menjadi gila. Sedangkan informasi mengenai
serangan panik adalah termasuk penjelasan kapan serangan panik akan terjadi, dan
tidak mengancam jiwa.
10.2.2. Relaksasi
Tujuan dari relaksasi adalah untuk mengatur penguasaannya dirinya terhadap
anxiety.
10.2.3. Latihan pernapasan
Karena hiperventilasi sangat erat kaitannya dengan gejala lain saat serangan panik
seperti pusing dan pingsan, salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah
dengan melatih pasien untuk dapat mengontrol dorongan hiperventilas ketika
serangan panik.
10.2.4. Terapi psikososial lainnya
Terapi keluarga
Keluarga pasien dengan gangguan panik dan agoraphobia pastinya akan
terdampak pada gangguan salah satu anggota keluarganya. Terapi keluarga lebih
ditekankan pada edukasi dan dukungan, yang seringkali membawa efek baik bagi
pasien.
11. PROGNOSIS
Gangguan panik dengan agoraphobia
Quo ad vitam
Dubia et bonam pasien yang memiliki kondisi premorbid yang baik dan gejala
serangan yang singkat memiliki prognosis yang baik bahkan dapat sembuh jika di
terapi dengan baik. Sedangkan kondisi gangguan panik disertai komplikasi
gangguan jiwa lainnya seperti depresi (40-80%), akan memperburuk prognosis
pasien. Dikarenakan meningkatnya risiko bunuh diri pada pasien.
Quo ad Sanationam

18
Ad malam kemungkinan gangguan panik disertai agoraphobia berulang sangat
tinggi. Pemberian terapi medikamentosa dan kognitive behavioral dapat
mengurangi gejala dan munculnya gangguan mental lainnya.
12. KOMPLIKASI
- Depresi
Trias utama depresi afek depresi, merasa mudah lelah dan hilang minat
atau kegembiraan. Tatalaksana awal dapat diberikan antidepresant berupa
golongan MAOI (phenelzine, tranylcypromine) atau trisiklik
(klomipramine,imipramine).
- Phobia tertentu
Terminologi phobia merujuk pada ketakutan berlebih terhadap spesifik
objek, situasi atau keadaan sekelilingnya. Pasien perlu dirujuk ke spesialis
yang lebih berkompeten untuk menangani keadaan phobianya.
- Penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan
Intoksikasi alkohol merupakan kondisi akut pada penyalahgunaan alkohol,
gejala seperti tingkah laku agresif, gangguan kognitif, gangguan
kesadaran, bahkan kematian dapat menyertai. Terapi awal untuk
meredakan gejala agresif pada intoksikasi alkohol antara lain diazepam
atau chlordiazepoxide oral untuk gejala ringan. Dan pemberian
chlordiazepoxide iv dapat diberikan pada pasien yang memiliki gejala
agresif berat.

DAFTAR PUSTAKA MATERI


American Psychiatris Association.2000.DSM-IV-TR Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders.Arlington: American Psychiatric Publishing.
Gorman, JM, Kent JM, Sullivan GM, et al. 2000. Neuroanatomical hypothesis of
panic disorder, revised. The American Journal of Psychiatry;157: 493505.
Katzung,Bertram G.2006. Basic and Clinical Pharmacology.New York: McGraw-
Hill Education - Europe.
Moore, Keith L., Arthur F. Dalley.2005. Clinically Oriented Anatomy, 5th
edition.Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

19
Sadock,Benjamin James, Virginia Alcott Sadock.2010. Kaplan and Sadocks
Synopsis of Psychiatry: Behavioral Science/Clinical Psychiatry.
Philadelphia:Lippincott Williams and Wilkins.
Tomb,David A.2004.Buku Saku Psikiatri edisi 6.Jakarta:EGC.
World Health Organization.1992. The ICD-10 Classification of Mental and
Behavioural Disorders: Clinical Description and Diagnostic
Guidelines.Geneva:World Health Organization.
Yates,William R.2009.Phenomenology and Epidemiology of Panic Disorder.
Annals of Clinical Psychiatry ;21:95-102

DAFTAR PUSTAKA GAMBAR


Moore, Keith L., Arthur F. Dalley.2005. Clinically Oriented Anatomy, 5th
edition.Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Katzung,Bertram G.2006. Basic and Clinical Pharmacology.New York: McGraw-
Hill Education - Europe.

DAFTAR PUSTAKA TABEL


Benjamin James, Virginia Alcott Sadock.2010. Kaplan and Sadocks Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Science/Clinical Psychiatry. Philadelphia:Lippincott
Williams and Wilkins

20

Anda mungkin juga menyukai