PENDAHULUAN
2.1 Definisi
2.2 Epidemologi
5. Migrasi penduduk
6. Pengobatan sendiri
7. Meningkatnya kemiskinan
Terbagi atas faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi
menjadi penyakit ( resiko penyakit ). 1
Resiko Infeksi TB
Resiko Penyakit TB
Orang yang telah terinfeksi kuman TB, tidak selalu akan mengalami sakit
TB. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan progresi infeksi TB
menjadi sakit TB.Faktor Resiko pertama adalah usia. Anak 5 tahun mempunyai
resiko lebih besar untuk mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, mingkin
karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna. Resiko sakit TB ini
akan berkurang sesuai dengan bertambahnya usia.
Faktor resiko yang lain adalah konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahun
terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromais, keganasan, transplantasi organ,
pengobatan immunosupresi, diabetes mellitus, gagal ginjal kronik, dan
silikosis.Faktor yang tidak kalah penting pada epidemiologi TB adalah status
ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian,
pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
2.3 Etiologi
2.4 Patogenesis
Paru merupakan port dentree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik ( droplet nuclei )
yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera
diatasi oleh mekanisme immunologic nonspesifik. Makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar
kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
KumanTB dalam makrofag yang terus berkembang-biak, akhirnya akan
menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus
primer Ghon.
2.5Manifestasi klinik
Faktor yang berperan adalah kuman TB, penamu, serta interaksi antara
keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah kuman dan virulensi, sedangkan
factor penjamu bergantung pada usia dan kompetensi imun serta kerentanan
penjamu pada awal terjadinya infeksi. Anak kecil sering kali tidak menimbulkan
gejala walaupun sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto thoraks.
Manifestasi klinis terbagi dua, yaitu manifestasi sistemik dan manifestasi spesifik
organ/local.
Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik
karena dapat di sebabkan berbagai penyakit atau keadaan lain. Sebagaian besar
anak yang terkena TB tidak menunjukan gejala dan tanda selama beberapa waktu.
Sesuai dengan kuman TB yang lambat membelah, manifestasi klinis TB
umumnya berlangsung lambat dan perlahan. Salah satu gejala yang sering teerjadi
adalah demam.
- Tulang lutut:pincang
TB paru
- Tidak khas
- Tidak selalu ada batuk dan produksi sputum seperti pada orang dewasa
TB abdomen/usus
- Diare persisten tidak sembuh dengan pengobatan diare
TB Mata
- Konjungtivitis fliktenularis
TB Diseminasi
Mengenai banyak organ tubuh dengan gejala demam lama, mual, muntah,
diare, biru, sesak napas dll.
A. Uji tuberkulin
- Cara mantoux, IK 0,1 ml PPD RT-23 2 TU atau PPD S 5TU di volar lengan
bawah.
- Interpretasi :
o Diameter 0-4 mmuji tuberkulin negative
o Diameter 5-9 mmpositif meragukan (M.atipik dan BCG, atau memang
infeksi TBC)
o Diameter 10 mmpositif
Pada balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm masih
mungkin karena BCG-nya selain karena infeksi TB alamiah.Bila ukuran 15 mm,
lebih mungkin karena infeksi TB alamiah.
Tabel 3. Sebab-sebab hasil positif palsu dan negatif palsu pada uji tuberkulin
mantoux
Positif palsu
Penyuntikan salah
Negatif palsu
Masa inkubasi
Penyimpanan tidak baik dan penyuntikan salah
Demam
Malnutrisi
Sarkoidosis
Psoriasis
uremia
kekurangan komplemen
Uji Interferon
Secara garis besar, pemeriksaan penunjang untuk mencari bukti adanya
penyakit infeksi dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar. Pertama adalah
pemeriksaan untukmenemukan kuman patogen didalam spesimen, misalnya
dengan pemeriksaan langsung, pemeriksaan biakan, atau polimerasi chain
reaction/PCR.Kedua adalah pemeriksaan untuk mendeteksi respon imun terhadap
kuman tersebut. Pemeriksaan untuk respon imun terhadap penyakit infeksi terdiri
dari pemeriksaan respon imun humoral (enzim linked imuno assorbent assay,
ELISA) dan pemeriksaan respon imunselular, pada penyakit infeksi non TB, yang
banyak dipakai adalah pemeriksaan respon imun humoral yaitu pemeriksaan
serologi. Pada infeksi TB, respon imu nseluler lebih memegang peranan, sehingga
pemeriksaan diagnostik yang lebih respresentatif adalah uji tuberkulin.
Uji tuberkulin dianggap tidak praktis karena pasien harus datang minimal
dua kali untuk diagnostik, yaitu saat penyuntikan dan saat pembacaan. Disamping
itu, pemeriksaan imunitas seluler yang ada biasanya tidak dapat membedakan
antara infeksi TB dan sakit TB. Oleh karena itu, telah dikembangkan suatu
pemeriksaan imunitas seluler yang lebih praktis yaitu dengan memeriksa
spesimen darah, dan diharapkan dapat membedakan infeksi TB dan sakit TB.
Pemeriksaan yang dimaksud adalah uji interferon (interferon gamma release
assay, IGRA). Terdapat dua jenis IGRA, pertama adalah inkubasi darah dengan
early secretory antigenic target 6(ESAT-6) dan culture filtrate protein-10 (CFP-
10) dengan nama dagang QFT/QFT-G (Quantiferon TB dan Quatiferon TB Gold).
Kedua adalah pemeriksaan enzim linked imunospot dengan nama dagang T-spot
TB.
Radiologis
-Gambaran rontgen paru pada TB tidak khas
TB.
Serologis
Pada anak, terutama anak kecil, sulit mendapatkan specimen untuk untuk
pemeriksaan basil TB. Karena sulitnya maka dicari alternatif yang mudah
pelaksanaanya yaitu pemeriksaan serologis (pemeriksaan imunitas humoral).
Selain itu pada awalnya dengan pemeriksaan serologis diharapkan dapat
membedakan antara infeksi dan sakit TB. Namun sampai saat ini belum ada
satupun pemeriksaan serologis yang dapat memenuhi harapan itu. Beberapa
pemeriksaan serologis yang ada diantaranya PAP TB,mycobat, ICT dan lain-lain.
Semua pemeriksaan ini masih dalam taraf penelitian untuk pemakaian klinis
praktis.
Patologi anatomik
1. Gambaran granuloma; perkijuan atau area nekrosis kaseosa ditengah
granuloma.
Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan
mikroskopik apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan
kuman M. Tuberkulosis danpemeriksaan PCR. Pada anak pemeriksaan
mikroskopik langsung sulit dilakukan karena sulit mendapatkan sputum sehingga
harus dilakukan bilas lambung. Dari hasil bilas lambung didapatkan hanya 10 %
anak yang memberikan hasil positif. Pada kultur hasil dinyatakan positif jika
terdapat minimal 10 basil per milliliter spesimen. Saat ini PCR masih digunakan
untuk keperluan penelitian dan belum digunakan untuk pemeriksaan klinis rutin.
Dalam pemeriksaan PCR harus diperhatikan aspek pemilihan spesimen. Seperi
kita ketahui,kuman TB ada didalam darah hanya dalam waktu singkat selama
dalam masa inkubasi, sehingga pemeriksaan PCR dengan spesimen darah tidak
bermanfaat. Spesimen yang dapat digunakan adalah sputum, bilas lambung, cairan
pleura, atau CSS.
Bakteriologis
Diagnosis kerja TB biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinis, uji
tuberculindan gambaran radiologis paru. Diagnosis pasti kalau ditemukan kuman
tuberculosis pada pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang
dilakukan terdiri dari 2 macam yaitu pemeriksaan mikroskopis hapusan langsung
untuk menemukan basil tahan asam (BTA) dan pemeriksaan biakan kuman
M.tuberkulosis.
Pada uraian diatas terlihat bahwa tidak ada satupun data klinis maupun
penunjang selainpemeriksaan bakteriologis yang dapat memastikan diagnosis TB
perlu analisis kritis terhadap sebanyak mungkin fakta.Diagnosis TB tidak dapat
ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisis atau pemeriksaan penunjang
tunggal misalnya hanya dari pemeriksaanradiologis. Karena sulitnya menegakkan
diagnosis TB pada anak, banyak usaha membuat pedoman diagnosis TB dengan
sistem skoring dan alur diagnostik. Misalnya pedoman yangdibuat oleh WHO,
Stegen and jones, dan UKK Pulmonologi PP IDAI.
Jika dijumpai pasien dengan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada
foto rontgen,terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan
penurunan kesadaran, serta tanda kegawatan lain, misalnya sesak napas; pasien
harus dirawat inap di rumah sakit. Sedangkan biladijumpai gibbus dan koksitis,
pasien harus dikonsultasikan ke bedah ortopedi dan neurologi anak.Tatalaksana
yang lebih lengkap pada keadaan keadaan khusus diatas, dapat dilihat pada Bab
Tuberkulosis dengan keadaan khusus.
2.6 Medikamentosa
3. Pirazinamid
- Bakterisid intrasel pada suasana asam
4. Etambutol
- Jarang diberikan pada anak, karena toksik pada mata
- EMB dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan resisten obat lain
5. Streptomisin
- Bakterisid dan bakterostatik kuman ekstrasel pada keadaan basa atau
netral
- Sangat baik melewati selaput otak yang meradang, namun tidak dapat
melewati selaput otak yang tidak meradang
** rifampisisn tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena
dapat mengganggu bioavaibilitas rifampisin
6. Panduan obat TB
- Prinsip dasar pengobatan TB : minimal 2 macam obat, 6-12 bulan
- Fase lanjutan;RH
- Apabila respons kurang baik; gejala masih ada, BB tetap, OAT terus
sambil
Rifampisin
- Penyebab:
Pendekatan DOTS
Hal yang paling penting pada tata laksana tuberculosis adalah
keteraturan minum obat.Pasien TB biasanya telah menunjukkan perbaikan
beberapa minggu setelah pengobatan sehingga merasa telah sembuh dan
tidak melanjutkan pengobatan. Lingkungan social dan pengertian yang
kurang mengenai tuberculosis dari pasien serta keluarganya tidak
menunjang keteraturan pasien untuk minum obat.
Pencegahan
1. BCG
2.Kemoprofilaksis
Pada bagian ini akan di bahas beberapa keadaan khusus serta penatalaksanan
pada TB anak seperti TB pulmonal, TB pada perinatal, dan TB dengan HIV.
2.9.1. Tuberculosis milier
Penatalaksanaan
1. Tuberculosis kelenjar
Penatalaksanaan
2. Tuberculosis pleura
Penatalaksanaan
Terapi pleuritis TB sama dengan terapi TB paru, bila respon terhadap terapi
baik,suhu turun dalam 2 minggu terapi, serta cairan pleura diserap dalam 6
minggu.Steroid dapat memperpendek fase demam dan mempercepat penyerapan
cairan serta mencegah perlekatan, walaupun rasio manfaat dan resiko
penggunaannya belum diketahui pasti.
3. Tuberculosis tulang/sendi
Penatalaksanaan
Penatalaksaan
Terapi segera di berikan tanpa ditunda lagi bila ada kecurigaan klinis ke arah
meningitis TB. Terapi sesuai dengan konsep baku yaitu 2 bulan fase intensif
dengan 4 obat, INH, dan rifampisisn dan PZA, serta etambutol. Dilanjutkan
dengan 2 obat, INH dan rifampisisn hinngga 12 bulan. Bukti klinis kloinis
mendukung penggunaan stroid pada meningitis TB sebagai terapi ajuvanntivitus.
Steroid yang dipakai prednoson dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, 4 minggu dosis
penuh dan 4 minggu penurunan dosis bertahap (tapering off).
5. Tuberculosis kulit
Penatalaksanaan
6. Tuberkulosa mata
Pada mata umunya mengenai konjungtiva dan kornea shingga sering disebut
konjungtifitis fliktenularis (KF) adalah penyakit pada konjungtifitis dan kornea
yang ditandai terbentuknya satu atau lebih nodul infalmasi yang disebut flikten
pada daerah limbus. Manifestasi klinis KF dapat berupa iritasi, nyeri, lakrimasi,
dan fotofobia serta dapat mengeluarkan sekret mata. Gambaran khas KF adalah
berupa nodus kecil berwarna putih/merah muda pada konjungtiva disertai
hiperemis di sekitarnya.
Penatalaksaan
7. Tuberculosis perinatal
infeksi TB pada neonatus dapat terjadi secara congenital (prenatal) selama
proseskelahiran (natal) maupun transmisi pascanatal ooleh ibu pengidap TB aktif.
Manifestasi klinis TB congenital dapat timbul segera setelah lahir atau pada
minggu ke-2-3 kehidupan. Gejala TB congenital sulit dibedakan dengan sepsis
neonatal sehingga sering terjadi keterlambatan dalam mendiagnosis..gejala yang
sering timbul adalah distress pernafasan, hepatosplenomegali, dan demam. Gejala
lain yang dapat ditemukan antara lain prematuritas, berat lahir rendah, sulit
minum, letargi, dan kejang. Bias didapatkan abortus/kematian bayi.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Pengobatan TB pad anak HIV belum di tetapkan secara pasti sampai saat ini.
Kebanyakan ahli berpendapat untuk memberikan paling sediklit 3 macam obat,
misalnya rifampisisn, INH, dan pirazinamid pada bulan pertama, diikuti dengan
pemberian rifampisin dan INH. Totallama pemberian OAT adalah 9 bulan.Obat
keempat yaitu etambutol atau streptomisin diberikan pada TB diseminata atau jika
terdapat resistensi.
Tatalaksana TB pada anak denagn HIV yang sedang atau yang akan mrndapatkan
pengobatan anti retroviral harus dilakukan lebih hati-hati dan memperhatikan
interaksi antara obat-obat yang diberikan. Interaksi antara obat TB dan
antiretroviral dapat menyebabkan pengobatan HIV ataupun TB menjadi tidak
efektif, serta bertambahnya resiko toksisitas.
Paduan pengobatan
KESIMPULAN
3. Behrman, Kliegman, Arvin : Ilmu Kesehatan Anak 2 edisi 15, Nelson, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC.