Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga
disebut dengan TB paru. Tetapi kuman TB juga bias menyebar ke bagian atau
organ lain dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari TB paru.
Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang
dewasa.Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis,
pengobatan pencegahan serta TB dengan keadaan khusus.

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan di dunia. Berdasarkan laporan


WHO, Indonesia menempati urutan ketiga terbesar angka kejadian TB Cina dan
India.Tuberkulosis pada kehamilan merupakan masalah tersendiri karena selain
mengenai ibu, juga dapat menulari bayi yang dikandung atau dilahirkannya.
Infeksi TB pada neonates dapat terjadi melalui intrauterni, selama persalinan,
maupun pasca natal oleh ibu pengidap TB aktif. Kejadian TB congenital sangat
jarang.Di seluruh dunia kasus TB congenital hanya tercatat 329 kasus. Gejala
klinis TB pada neonates sulit dibedakan dengan sepsis bacterial umumnya, dan
hamper semua kasus meninggal karena keterlambatan diagnosis. Deteksi dini TB
pada neonates dan penanganan yang baik pada ibu dengan TB aktif akan
memperkecil kemungkinan terjadinya TB congenital atau TB pada neonates di
kemudian hari.

Akhir tahun 1990-an, Wold Health Organization memperkirakan bahwa


sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi M.tuberculosis, dengan
angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.Tuberkulosis, terutama TB
paru merupakan masalah yang timbul tidak hanya di Negara berkembang tetapi
juga di Negara maj8u.Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab
tingginya angka kesakitan dan kematian.
Bebeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak
khas.Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB.Pada anak, sulit
didapatkan specimen diagnostic yang dapat dipercaya.Karena sulitnya
mendiagnosis TB pada nanak, sering terjadi overdiagnosis dan undertreatment.
Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa
dengan sputum basil tahab asan positif sehingga penanggulangan TB ditekankan
pada pengobatan TB dewasa. Akibatnya penanganan TB anak kurang
diperhatikan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang umum dan sering


mematikan yang disebabkan oleh mikobakterium, biasanya Mycobacterium
tuberculosis pada manusia.Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru tetapi juga
dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh.Hal ini menyebar melalui udara,
ketika orang yang memiliki penyakit batuk, bersin, atau meludah. Kebanyakan
infeksi pada manusia dalam hasil infeksi, asimtomatik laten, dan sekitar satu dari
sepuluh infeksi laten pada akhirnya berkembang menjadi penyakit aktif, yang jika
dibiarkan tidak diobati membunuh lebih dari setengah dari korban.3

Tatalaksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat di


pisahkan antara pemberian medikamentosa, penataan gizi, dan linkungan
sekitarnya. Pemberian medikamentosa tidak terlepas dari penyuluhan kesehatan
kepada masyarakat atau kepada orang tua penderita tentang pentingnya minum
obat secara teratur dalam jangka waktu yang cukup lama, serta pengawasan
terhadap jadwal pemberian obat, keykinan bahwa obat di minum, dan sebagainya.

2.2 Epidemologi

Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit


yang kembali muncul dan menjadi masalah, terutama di Negara maju, salah
satunya adalah TB. WHO memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2
miliar orang), telah terinfeksi oleh M. tuberkulosis, dengan angka tertinggi di
Afrika, Asia, dan Amerika latin.1 Tuberkulosis masih merupakan penyebab utama
kematian di Negara berkembang . Data memperlihatkan bahwa penyakit ini paling
terkonsentrasi di pusat-pusat kota metropolitan, disini presentase bermakna
penduduk yang tinggal di lingkungan miskin yang memudahkan penularan
penyakit ini. 4

2.2.1 Morbiditas dan moralitas

Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus


TB anak per tahun adalah 5 % sampai 6 % dari total kasus TB. Di negara
berkembang, tuberkulosis pada anak berusia <15 tahun adalah 15 % dari seluruh
kasus TB, sedangkan di negara maju angkanya lebih kecil yaitu 5-7 %.

Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga


disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

1. Diagnosis yang tidak tepat

2. Pengobatan yang tidak adekuat

3. Program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat

4. Infeksi endemik virus HIV

5. Migrasi penduduk

6. Pengobatan sendiri

7. Meningkatnya kemiskinan

8. Pelayanan kesehatan kurang memadai

Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara


berkembang karena jumlah anak berusia dibawah 15 tahun adalah 40-50 % dari
jumlah populasi.

Menurut perkiraan WHO tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia


adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang
per tahun. WHO memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang
paling banyak menyebabkan kematian anak dan dewasa. Karena sulitnya
menegakkan diagnosis TB pada anak, data TB sangat terbatas termasuk di
Indonesia. Untuk mengatasinya WHO sedang membuat konsensus diagnosis di
berbagai negara. Dengan adanya konsensus ini diharapkan tidak terjadi lagi
overdiagnosos atau underdiagnosis.

2.2.2 Prevalensi tuberkulin positif

Uji tuberkulin adalah uji yang di lakukan untuk mendeteksi infeksi M.


Tuberkulosis, dapat juga dipergunakan untuk mengukur prevalens infeksi. Dari
prevalens infeksi dapat di ketahui annual risk of tuberculosis infections (ARTI)
dengan metode konversi. ARTI merupakan salah satu parameter epidemiologi
untuk menentukan beban penyakit TB (burden of tuberculosis).

2.2.3 Faktor resiko.

Terbagi atas faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi
menjadi penyakit ( resiko penyakit ). 1

Resiko Infeksi TB

Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang


memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis,
penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan, serta lingkungan yang tidak
sehat.Faktor resiko infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap
orang dewasa yang infeksius. Berarti, bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum
positif memiliki resiko tinggi terinfeksi TB. Semakin dekat bayi tersebut dengan
ibunya, makin besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (
droplet nuclei ) yang infeksius.Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang
dewasa ke anak-anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai
BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas,
produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor
lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik.

Resiko Penyakit TB
Orang yang telah terinfeksi kuman TB, tidak selalu akan mengalami sakit
TB. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan progresi infeksi TB
menjadi sakit TB.Faktor Resiko pertama adalah usia. Anak 5 tahun mempunyai
resiko lebih besar untuk mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, mingkin
karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna. Resiko sakit TB ini
akan berkurang sesuai dengan bertambahnya usia.

Faktor resiko yang lain adalah konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahun
terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromais, keganasan, transplantasi organ,
pengobatan immunosupresi, diabetes mellitus, gagal ginjal kronik, dan
silikosis.Faktor yang tidak kalah penting pada epidemiologi TB adalah status
ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian,
pengangguran, dan pendidikan yang rendah.

2.3 Etiologi

Agen tuberculosis, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium


tuberculosis, Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum. Basil tuberkel
adalah batang lengkung, gram positif lemah, pleomorfik, tidak bergerak, tidak
membentuk spora, panjang sekitar 2-4 m. Mereka dapat tampak sendiri-sendiri
atau dalam kelompok pada spesimen klinis yang diwarnai atau media biakan.
Mereka merupakan aerob obligat yang tumbuh pada media sintetis yang
mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam amonium sebagai sumber
nitrogen. Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37-41C, menghasilkan
niasin dan tidak ada pigmentasi.

Mikobakterium tumbuh lambat, waktu pembentukkannya adalah 12-24


jam. Isolasi dari spesimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan
waktu 3-6 minggu dan uji kerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan.
Namun pertumbuhan dapat dideteksi dalam 1- 3 minggu pada medium cairan
selektif.

2.4 Patogenesis
Paru merupakan port dentree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik ( droplet nuclei )
yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera
diatasi oleh mekanisme immunologic nonspesifik. Makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar
kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
KumanTB dalam makrofag yang terus berkembang-biak, akhirnya akan
menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus
primer Ghon.

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke


kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Kompleks
primer merupakan gabungan antara fokus primer,kelenjar limfe regional yang
membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).Waktu
yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian
masa inkubasi pada penyakit lain yaitu waktu yang diperlukan mulai dari
masuknya kuman hingga timbulnya gejala. Masa inkubasi TB biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu.
Dalam masa inkubasi tersebut kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104,
yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respon imunitas seluler. Selama
minggu-mingguawal infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga
jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami
perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah,
infeksi TB dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandaiditandai dengan
terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respon
positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih
negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB
telah terbentuk. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk
ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jarinagn paru biasanya


mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosisperkijuan dan encapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat


terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limferegional membentuk kompleks primer. Sedangkan
pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
meyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hematogen yang
paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar
(occult hematogenisspread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara
sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis.
Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang
biasanya dituju adalah organ yang memiliki vaskularisasi baik, misalnya
otak,tulang, ginjal, dan paru sendiri. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan
bereplikasi dan membentuk kolini kuman sebelum terbentuknya imunitas seluler
yang akan membatasipertumbuhannya. Setelah dibatasi oleh imunitas seluler,
kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini tidak langsung berlanjut
menjadi penyakit tetapi berpotensi menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial ini
disebut sebagai fokus Simon.

Bentuk penyebaran hematogen lain adalah penyebarab hematogenik


generalisata akut (acute generalized hematogenic spread ). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh
tubuh.Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara
akut, yang disebut TB diseminata yang timbul 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread.Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke
saluran vaskuler didekatnya sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan
beredar dalam darah.

Gambar 2.Patogenesis pada TB


Gambar 3. Penyebaran hematogen

2.5Manifestasi klinik

Faktor yang berperan adalah kuman TB, penamu, serta interaksi antara
keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah kuman dan virulensi, sedangkan
factor penjamu bergantung pada usia dan kompetensi imun serta kerentanan
penjamu pada awal terjadinya infeksi. Anak kecil sering kali tidak menimbulkan
gejala walaupun sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto thoraks.
Manifestasi klinis terbagi dua, yaitu manifestasi sistemik dan manifestasi spesifik
organ/local.

Manifestasi klinis TB dapat muncul secara berurut sehimgga dari studi


wallgreen dan peniliti lain, dapat disusun suatu time table terjadinya TB di
berbagai organ. Prosesinfeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji
tuberculin biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman
TB. Pada awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan
eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini jarang dijumpai pada anak. Sakit TB
dapat terjadi kapan saja dalam tahap ini. TB millier dapat terjadi setiap saat, tetapi
biasanya berlangsung dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB, begitu juga
meningitis TB. TB pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB. TB
tulang dan sendi terjadi dalam tahun pertama walaupun dapat terjadi dalam tahun
kedua dan ketiga. Tb ginjal biasanya terjadi lebih lama, yaitu 5-25 tahun
kemudian. Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi dalam 5 tahun
petama, terutama pada 1 tahun pertama, dan 90% kematian karena TB terjadi
dalam tahun pertama setelah diagnosis TB.

Gambar 4.Timetable munurut wallgreen


A. Manifestasi sistemik.

Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik
karena dapat di sebabkan berbagai penyakit atau keadaan lain. Sebagaian besar
anak yang terkena TB tidak menunjukan gejala dan tanda selama beberapa waktu.
Sesuai dengan kuman TB yang lambat membelah, manifestasi klinis TB
umumnya berlangsung lambat dan perlahan. Salah satu gejala yang sering teerjadi
adalah demam.

B. Manifestasi spesifik organ/local

Manifestasi klinis spesifik bergantung pada organ yang terkena , misalnya


kelenjar limfe, susnan saraf pusat, tulang dan kulit.

TB tulang dan sendi


- Tulang punggung (spondilitis): gibbus

- Tulang panggul (koksitis):pincang

- Tulang lutut:pincang

- Tulang kaki dan tangan dengan gejala pembengkakan sendi, gibbus,


pincang, sulit membungkuk.

TB otak dan susunan saraf pusat :


- Menigitis.Dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan
kesadaran menurun.

TB paru
- Tidak khas

- Tidak selalu ada batuk dan produksi sputum seperti pada orang dewasa

- Tanda cairan di dada


- Dada sakit

TB abdomen/usus
- Diare persisten tidak sembuh dengan pengobatan diare

- Benjolan-benjolan dalam abdomen

- Tanda cairan di abdomen

TB Mata
- Konjungtivitis fliktenularis

- Tuberkel koroid(hanya terlihat dengan funduskopi)

TB Diseminasi
Mengenai banyak organ tubuh dengan gejala demam lama, mual, muntah,
diare, biru, sesak napas dll.

2.6 Pemeriksaan penunjang

A. Uji tuberkulin

Nilai diagnostik tinggi, sensitivitas dan spesifisitas >90%

- Cara mantoux, IK 0,1 ml PPD RT-23 2 TU atau PPD S 5TU di volar lengan
bawah.

- Pembacaan 48-72 jam setelah pnyuntikkan

- Diukur Indurasi yang timbul, bukan hiperemi

- Dilaporkan dalam millimeter. Bila tidak timbul indurasi sama sekali,


hasilnya

dilaporkan 0 mm, jangan negative

- Interpretasi :
o Diameter 0-4 mmuji tuberkulin negative
o Diameter 5-9 mmpositif meragukan (M.atipik dan BCG, atau memang
infeksi TBC)

o Diameter 10 mmpositif

Gambar 5.Uji tuberkulin (Mantoux tes)

Pada balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm masih
mungkin karena BCG-nya selain karena infeksi TB alamiah.Bila ukuran 15 mm,
lebih mungkin karena infeksi TB alamiah.

Uji tuberkulin positif pada:


1. Infeksi alamiah TB
- infeksi TB tanpa penyakit
- infeksi TB dan sakit TB
- Pasca terapi TB
2. Imunisasi BCG
3. Infeksi M. atipik/M.leprae
Uji tuberculin negative pada:
1. Tidak ada infeksi TB
2. Masa inkubasi infeksi TB
3. Anergi/penekanan system imun

Tabel 2. Klasifikasi individu berdasarkan status tuberkulosis

Kelas Pajanan (kontak dengan Infeksi (Uji Sakit ( uji tuberculin,


pasien tb aktif tuberculin positif klinis dan penunjang
positif)
0 - - -
1 + - -
2 + + -
3 + + +

Tabel 3. Sebab-sebab hasil positif palsu dan negatif palsu pada uji tuberkulin
mantoux

Positif palsu

Penyuntikan salah

Interpretasi tidak betul

Reaksi silang dengan Mycobacterium atipik

Negatif palsu

Masa inkubasi
Penyimpanan tidak baik dan penyuntikan salah

Interpretasi tidak betul

Menderita tuberkulosis luas dan berat

Disertai infeksi virus ( campak, rubella, cacar air, influenza, HIV)

Demam

Malnutrisi

Sarkoidosis

Psoriasis

uremia

kekurangan komplemen

Uji Interferon
Secara garis besar, pemeriksaan penunjang untuk mencari bukti adanya
penyakit infeksi dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar. Pertama adalah
pemeriksaan untukmenemukan kuman patogen didalam spesimen, misalnya
dengan pemeriksaan langsung, pemeriksaan biakan, atau polimerasi chain
reaction/PCR.Kedua adalah pemeriksaan untuk mendeteksi respon imun terhadap
kuman tersebut. Pemeriksaan untuk respon imun terhadap penyakit infeksi terdiri
dari pemeriksaan respon imun humoral (enzim linked imuno assorbent assay,
ELISA) dan pemeriksaan respon imunselular, pada penyakit infeksi non TB, yang
banyak dipakai adalah pemeriksaan respon imun humoral yaitu pemeriksaan
serologi. Pada infeksi TB, respon imu nseluler lebih memegang peranan, sehingga
pemeriksaan diagnostik yang lebih respresentatif adalah uji tuberkulin.
Uji tuberkulin dianggap tidak praktis karena pasien harus datang minimal
dua kali untuk diagnostik, yaitu saat penyuntikan dan saat pembacaan. Disamping
itu, pemeriksaan imunitas seluler yang ada biasanya tidak dapat membedakan
antara infeksi TB dan sakit TB. Oleh karena itu, telah dikembangkan suatu
pemeriksaan imunitas seluler yang lebih praktis yaitu dengan memeriksa
spesimen darah, dan diharapkan dapat membedakan infeksi TB dan sakit TB.
Pemeriksaan yang dimaksud adalah uji interferon (interferon gamma release
assay, IGRA). Terdapat dua jenis IGRA, pertama adalah inkubasi darah dengan
early secretory antigenic target 6(ESAT-6) dan culture filtrate protein-10 (CFP-
10) dengan nama dagang QFT/QFT-G (Quantiferon TB dan Quatiferon TB Gold).
Kedua adalah pemeriksaan enzim linked imunospot dengan nama dagang T-spot
TB.

Prinsip yang digunakan adalah merangsang limfosit T dengan antigen


tertentu, diantaranya antigen dari kuman TB. Bila sebelumya limfosit T tersebut
telah tersensitasi dengan antigen TB (pasien telah mengalami infeksi TB), maka
limfosit Takan menghasilkan interferon gamma, yang kemudian dikalkulasi. Dari
hasil kalkulasi tadi diharapkan dapat dilakukan penentuan cut off point yang
membedakan antar infeksi dengan sakit TB. Antigen spesifik yang digunakan
untuk uji ini adalah ESAT-6 dan CFP-10.Akan tetapi, uji klinis menunjukkan
bahwa QFT TB memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tidak terlalu baik,
terlebih untuk pasien anak. Kemudian dikembangkanlah uji QFT-G, hanya saja
jumlah penelitian yang menyatakan efektifitas pemeriksaan ini pada anak usia<17
tahun masih terbatas. Sejauh ini hasilnya juga belum menggembirakan, sehingga
haraoan untuk dapat membedakan infeksi TB dengan sakit TB belum dapat
dicapai. Selain itu pemeriksaan imunitas seluler lain dengan spesimen darah, yaitu
enzim linked imunospot interferon gamma untuk TB (ELISpoT TB). Cara
kerjanya adalah dengan kalkulasi interferon gamma yang dihasilkan oleh sel T
CD4 dan CD8 yang tersensitisasi oleh M. tuberculosis. Pemeriksaan ini dapat
membedakan antara hasil positif yang disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis,
oleh BCG, dan oleh infeksi M.atipic. Akan tetapi pemeriksaan tersebut hingga
saat ini belum dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB.

Radiologis
-Gambaran rontgen paru pada TB tidak khas

-Rontgen paru normal (tidak terdeteksi) tidak menyingkirkan diagnosis TB


jika klinis dan pemeriksaan penunjang lain mendukung

-Pemeriksaan rontgen paru saja tidak dapat digunakan untuk mendianosis


tubekulosis

Secara umum gambaran rontgen sugestif TB:(sebaiknya PA dan lateral)

1. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrate


2. Konsolidasi segmental/lobar
3. Milier
4. Kalsifikasi,atelektasis,kavitas
5. Efusi pleura
Bila ditemukan gambaran klinis ringan, namun gambaran radiologis berat, harus
dicurigai

TB.

Serologis
Pada anak, terutama anak kecil, sulit mendapatkan specimen untuk untuk
pemeriksaan basil TB. Karena sulitnya maka dicari alternatif yang mudah
pelaksanaanya yaitu pemeriksaan serologis (pemeriksaan imunitas humoral).
Selain itu pada awalnya dengan pemeriksaan serologis diharapkan dapat
membedakan antara infeksi dan sakit TB. Namun sampai saat ini belum ada
satupun pemeriksaan serologis yang dapat memenuhi harapan itu. Beberapa
pemeriksaan serologis yang ada diantaranya PAP TB,mycobat, ICT dan lain-lain.
Semua pemeriksaan ini masih dalam taraf penelitian untuk pemakaian klinis
praktis.

Patologi anatomik
1. Gambaran granuloma; perkijuan atau area nekrosis kaseosa ditengah
granuloma.

2. Sel datia langhans

3. Spesimen: limfadenopati kolli, dengan biopsy aspirasi jarum halus/FNAB.


Namun sulit dibedakan dengan infeksi M.atipik dan limfadenitis BCG (nelson
edisi 15)

Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan
mikroskopik apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan
kuman M. Tuberkulosis danpemeriksaan PCR. Pada anak pemeriksaan
mikroskopik langsung sulit dilakukan karena sulit mendapatkan sputum sehingga
harus dilakukan bilas lambung. Dari hasil bilas lambung didapatkan hanya 10 %
anak yang memberikan hasil positif. Pada kultur hasil dinyatakan positif jika
terdapat minimal 10 basil per milliliter spesimen. Saat ini PCR masih digunakan
untuk keperluan penelitian dan belum digunakan untuk pemeriksaan klinis rutin.
Dalam pemeriksaan PCR harus diperhatikan aspek pemilihan spesimen. Seperi
kita ketahui,kuman TB ada didalam darah hanya dalam waktu singkat selama
dalam masa inkubasi, sehingga pemeriksaan PCR dengan spesimen darah tidak
bermanfaat. Spesimen yang dapat digunakan adalah sputum, bilas lambung, cairan
pleura, atau CSS.

Bakteriologis
Diagnosis kerja TB biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinis, uji
tuberculindan gambaran radiologis paru. Diagnosis pasti kalau ditemukan kuman
tuberculosis pada pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang
dilakukan terdiri dari 2 macam yaitu pemeriksaan mikroskopis hapusan langsung
untuk menemukan basil tahan asam (BTA) dan pemeriksaan biakan kuman
M.tuberkulosis.

2.4 Penegakan diagnosis

Pada uraian diatas terlihat bahwa tidak ada satupun data klinis maupun
penunjang selainpemeriksaan bakteriologis yang dapat memastikan diagnosis TB
perlu analisis kritis terhadap sebanyak mungkin fakta.Diagnosis TB tidak dapat
ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisis atau pemeriksaan penunjang
tunggal misalnya hanya dari pemeriksaanradiologis. Karena sulitnya menegakkan
diagnosis TB pada anak, banyak usaha membuat pedoman diagnosis TB dengan
sistem skoring dan alur diagnostik. Misalnya pedoman yangdibuat oleh WHO,
Stegen and jones, dan UKK Pulmonologi PP IDAI.

Jika dijumpai pasien dengan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada
foto rontgen,terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan
penurunan kesadaran, serta tanda kegawatan lain, misalnya sesak napas; pasien
harus dirawat inap di rumah sakit. Sedangkan biladijumpai gibbus dan koksitis,
pasien harus dikonsultasikan ke bedah ortopedi dan neurologi anak.Tatalaksana
yang lebih lengkap pada keadaan keadaan khusus diatas, dapat dilihat pada Bab
Tuberkulosis dengan keadaan khusus.

Untuk mendiagnosis TB di sarana yang memadai, sistem skoring


digunakan sebagai ujitapis. Setelah itu dilengkapi dengan pemeriksaan
penunjang lainnya, seperti bilasan lambung(BTA dan kultur M.tuberkulosis),
patologik anatomi, pungsi pleura, pungsi lumbal, CT-scan, funduskopi, serta
foto Rontgen tulang dan sendi.

Tabel 4. Sistem nilai diagnosis TB anak


Sistem skoring :

Penurunan BB merupakan gejala umum yg sering ditemui, yg disebut


penurunan BB adalah apabila terjadi penurunan 2 bulan berturut-turut. Demam
lama: >/= 2 minggu,tanpa sebab yang jelas.
Catatan:

Diagnosis dengan sistem skor ditegakkan oleh dokter.


Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis.
Berat badan dinilai saat datang.
Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku.
Gambaran sugestif TB, berupa; pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan/tanpainfiltrat; konsolidasi segmental/lobar; kalsifikasi dengan
infiltrat; atelektasis;tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam
skor karena diperlakukan secarakhusus.
Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB anak,
maka sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan kesehatan.
Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG ( 7
hari) harusdievaluasi dengan sistim skoring TB anak, BCG bukan
merupakan alat diagnostik.
Didiagnosis TB Anak ditegakkan bila jumlah skor 6, (skor maksimal
13).
Jika ditemukan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada foto toraks,
dan/atau terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan penurunan
kesadaran serta tanda kegawatan lain seperti sesak napas, pasien harus di rawat
inap di RS.

2.5 Tata laksana

Tatalaksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat di


pisahkan antara pemberian medikamentosa, penataan gizi, dan linkungan
sekitarnya. Pemberian medika mentosatidak terlepas dari penyuluhan kesehatan
kepada masyarakat atau kepada orang tua penderita tentang pentingnya minum
obat secara teratur dalam jangka waktu yang cukup lama, serta pengawasan
terhadap jadwal pemberian obat, keykinan bahwa obat di minum, dsb.

2.6 Medikamentosa

A. Obat TB yang digunakan

1. Obat TB utama ( first line) saat ini adalah rifampisisn, INH,


pirazinamid,etambutol, dan streptomisin. Obat TB lain (second line)
adalah PAS, viomisisn, sikloserin, etionamid, kanamisin, dan kpriomisisn,
yang digunakan jika terjdi multridrug resistance (MDR). Rifampisisn dan
INH merupakan obat pilihan utamadan di tambah dengan pirazinamid.
Etambutol dan streptomisin.
2. Isoniozid (INH)
- Bakterisid dan bakterostatik

- Efektif pada intrasel dan ekstrael kuman

- Dapat melalui LCS, cairan pleura, asites, ASI

- Dosis 5-15 mg/kg/hari, maks 300 mg/hari, 1x pemberian bila diberikan


bersama rifampisin dosis maks 10 mg/kg/hari

- Efek toksik:hepatotoksik dan neuritis perifer.INH tidak dilanjutkan bila


kadar

SGOT/SGPT > 3x normal atau manifestasi klinis hepatitis(kuning, mual,

muntah, sakit perut)

- INH di metabolisme malalui asetilasi di hati.

3. Pirazinamid
- Bakterisid intrasel pada suasana asam

- Dapat melalui LCS, cairan dan jaringan tubuh

- efek samping; hepatotoksik, anoreksia, iritasi saluran cerna

- Dosis 15-30 mg/kg/hari, maks 2 gram/hari

4. Etambutol
- Jarang diberikan pada anak, karena toksik pada mata

- EMB tidak diberikan pada anak yang belum dapat dilakukan


pemeriksaan penglihatan

- EMB dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan resisten obat lain

- dosis 15-20 mg/kg/hari, maks 1,25 gram/hari, dosis tunggal

5. Streptomisin
- Bakterisid dan bakterostatik kuman ekstrasel pada keadaan basa atau
netral

- Jarang digunakan, namun penting pada resisten obat

- Dosis 15-40 mg/kg/hari, maks 1 gram/hari,IM

- Sangat baik melewati selaput otak yang meradang, namun tidak dapat
melewati selaput otak yang tidak meradang

- Efek toksik:gangguan tinitus dan pusing.KI pada wanita hamil.

Tabel 5. Obat antituberkulosis (OAT) yang biasa dipakai dan dosisnya

Nama Obat Dosis harian Dosis maksimal Efek samping


(mg/kg/hr) (mg/kg/hr)
Isoniazid 5-15 300 Hepatitis, neuritis
perifer,
hipersensifitas.
Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinall,
reaksi kulit,
hepatitis,
trombositopeni,
peningkatan enzim
hati, cairan tubuh
berwarna merah ke
orange kemerahan
Perazinamid 15-30 2000 Tosisitas hepar,
atralgia,
gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 Neurutus optic,
ketajaman mata
berkurang, buta
warna merah hijau,
hipersensitifitas,
gasrointestinal
Streptomycin 15-40 1000 Ototoksik,
nefrotoksik

* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi


10mg/kgBB/hari.

** rifampisisn tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena
dapat mengganggu bioavaibilitas rifampisin

6. Panduan obat TB
- Prinsip dasar pengobatan TB : minimal 2 macam obat, 6-12 bulan

- Pengobatan dibagi dalam 2 fase :

- Fase intensif (2 bulan pertama); RHZ

- Fase lanjutan;RH

- Pada TB berat (pulmonal/ekstrapulmonal);TB milier, Meningitis TB, TB


tulangdan lain-lain:

Fase intensif minimal 4 macam obat; (RHZE/S)

Fase lanjutan; RH selama 10 bulan

- Diberikan kortikosteroid (prednison) 1-2 mg/kg/hari, dibagi 3 dosis selama


2-4 minggu dosis penuh, dilanjutkan tappering off 1-2 mgg.

7. Fixed Dose Combination (FDC)


Untuk megatasi masalah ketidak patuhan pasien untuk meminum obat maka
dibuatsuatu sediaan obat kombinasi dalam dosis yang telah ditentukan.
Keuntungan penggunaan FDC dalam pengobatan adalah sebagai berikut :

Meyederhanakan pengobatan dan mengurangi kesalahan penulisan resep


Meningkatkan penerimaan dan kepatuhan pasien

Memungkinkan petugas kesehatan memberikan pengobatan standar dengan


tepat

Mempermudah pengelolaan obat

Mengurangi kesalahan penggunaan obat TB

Mengurangi kemungkinan kegagalan pengobatan dan terjadinya


kekambuhan

Pengawasan minum obat menjadi lebih mudah dan cepat

Mempermudah penentuan dosis berdasarkan berat badan.

Tabel 6. Dosis kombinasi TB pada anak

Berat badan 2 bulan 4 bulan


(kg) RHZ (75/50/150 mg) RH (75/50 mg)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-19 2 tablet 2 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet

Bila BB > 33 kg dosis disesuaikan dengan tabel 5 (perhatikan dosis


maksimal)
Bila BB < 5 kg sebaikny di rujuk ke RS

Obat harus diberikan secara utuh

8. Evaluasi Hasil Pengobatan


- Dilakukan setelah 2 bulan
- Apabila respons baik; gejala klinis hilang, BB naik, obat diteruskan

- Apabila respons kurang baik; gejala masih ada, BB tetap, OAT terus
sambil

merujuk ke sarana yang lebih tinggi atau konsulen paru anak

9. Evaluasi Efek samping pengobatan


- Efek samping jarang terjadi bial dosis INH tidak >10 mg/kg/hari dan
rifampisin tidak > 15 mg/kg/hari

- Hepatotoksisitas; SGOT/SGPT 5X normal

- Bilirubin total > 1,5 mg/dl

- Peningkatan SGOT/SGPT berapapun, disertai anoreksia, ikterus, nausea,


muntah

- Bila peningkatan enzim transaminase >5x, OAT stop

Cek ulang setelah 1 minggu penghentian

OAT Nilai laboratorium normal

10. Multi-Drug Resistant (MDR-TB)


- MDR-TB:M.tbc yang resisten terhadap 2 atau lebih OAT biasanya INH
dan

Rifampisin

- Penyebab:

Pemakaian obat tunggal

Pencampuran obat yang tidak dilakukan secara benar

Kurangnya kepatuhan minum obat


2.7 Non-medikamentosa

Pendekatan DOTS
Hal yang paling penting pada tata laksana tuberculosis adalah
keteraturan minum obat.Pasien TB biasanya telah menunjukkan perbaikan
beberapa minggu setelah pengobatan sehingga merasa telah sembuh dan
tidak melanjutkan pengobatan. Lingkungan social dan pengertian yang
kurang mengenai tuberculosis dari pasien serta keluarganya tidak
menunjang keteraturan pasien untuk minum obat.

Kepatuhan pasien dikatakan baik bila pasien minum obat sesuai


dengan dosisyang ditentukan dalam paduan pengobatan. Kepatuhan pasien
ini menjamin keberhasilan pengobatan dan mencegah resistensi.Salah satu
upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien adalah dengan melakukan
pengawasan langsung.

Gambar 6. Strategi DOTS


Sumber penularan dan case finding
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus
dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular
TB.Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan
melakukan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakkan dilakukan
dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum. Selain itu perlu
dicari pula anak lain disekitarnya yang mungkin tertular dengan cara uji
tuberculin.

Sebaliknya jika ditemukan pasien TB dewasa aktif maka anak di


sekitarnya atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi
tuberkulosis. Pelacakkan tersebut dilakukan dengan cara anamnestik,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberculin.

Aspek Sosial Ekonomi


Keterkaitan TB dengan masalah sosial ekonomi sangatlah erat.
Pengobatan TB secara adekuat memerlukan biaya yang cukup besar.
Selain itu diperlukan penanganan gizi yang baik.

Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui


tentang tuberkulosis. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian
besar TB pada anak tidak ditularkan pada anak yang lain.

Pencegahan
1. BCG

Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan.Dosis untuk bayi


sebesar 0.05 ml dan untuk anak 0,10 ml diberikan intrakutan di daerah
insersi otot deltoid kanan .Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3
bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin lebih dulu. Insidens TB anak
yang mendapat BCG berhubungan dengan kualitas vaksin yang
digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin dan intensitas
pemaparan infeksi. BCG efektif untuk mencegah milier, meningitis dan
spondilitis TB pada anak.BCG memberikan perlindugan terhadap milier
TB, meningitis TB, TB tulang dan sendi dan kavitas sedikitnya 75%.BCG
ulangan tidak dianjurkan mengingat efektivitas perlindungannya hanya
40%.BCG relative aman, jarang ada efek samping serius, yang sering
ditemukan ulserasi local dan limfadenitis.Kontraindikasi pemberian
imunisasi BCG :defisiensi imun, infeksi berat, luka bakar.

2.Kemoprofilaksis

Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya


infeksi TB pada anak, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah
aktifnya infeksi sehingga anak tidak sakit. Pada kemoprofilaksis primer
diberikan INH dengan dosis 5-10mg/kg/bb/hari, dosis tunggal, pada anak
yang kontak dengan TB menular, terutamadengan BTA sputum positif,
tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Obat dihentikan bila
sumber kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak
infeksi(setelah uji tuberkulin ulangan).

Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah


terinfeksi, tetapi belumsakit, ditandai dengan uji tuberculin positif, klinis,
dan radiologis normal. Anak yang mendapat kemoprofilaksis sekunder
adalah usia balita, menderita morbili, varisela dan pertusis mendapat obat
imunosupresif yang lama (sitostatik dan kortikosteroid), usia remaja dan
infeksi TB paru, konversi uji tuberculin dalam waktu kurang dari 12 bulan.

2.9 Tata laksana dengan keadaan khusus

Pada bagian ini akan di bahas beberapa keadaan khusus serta penatalaksanan
pada TB anak seperti TB pulmonal, TB pada perinatal, dan TB dengan HIV.
2.9.1. Tuberculosis milier

Tyberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan


merupakan 3 -7 % dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi (
dapat mencapai 255 padabayi). Terjadinya TB milier dipengangurhi oleh 3 faktor,
yaitu kuman M TB (jumlah dan virulensi), status imunologis penderita
(nonspesifik dan spesifik) dan faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar
matahari, perumahan yang padat, polusi udara, merokok dan penggunaan alcohol,
obat bius serta sosio ekonomi). TB Amilier diawali dengan serangan akut berupa
demam tinggi yang hilang timbul,pasien tampak sakit berta dalam beberapa hari,
tetapi tanda dan gejala dari saluran pernafasan belum ada. Demam kemudian
bertambah tinggi dan berlangsung terusmenerus tanpa di serati gangguan saluran
pernafasa. Beberapa minggu kemudian pada hampir di semua organ akan
terbentuk tuberkel difus multiple, terutama di paru, limpa hati dan sumsum tulang.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan TB milier adalah pemberian 4-5 macam OAT selama 2 bulan


pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisisn selam 2 bulan pertama,
dilnjutkan dengan iosniazid selama 4-6 bulan sesuai dengan perkembangan
kloinis. Kortikosteroid (prednisone) diberikan pada TB milier , meningitis TB,
pericarditis TB, efusi pleura dan peritonitis TB. Prednisone diberikan dengan
dosis 1-2 mg/kg BB/hari selama 4-8 minggu kemudian diturunkan perlahan-lahan
hingga 2-6 minggu kemudian.

2.9.2. Tuberculosis ekstarapulmonal

1. Tuberculosis kelenjar

Infeksi tuberculosis pada kelenjar limfe superfisialis yang di sebut


dengan scrofula, merupakan bentuk TB ekstrapulmonal yang sering
terjadi .Gejala dan tanda istemik yang muncul biasanya hanya demam
yang tidak terlalu tinggi. Tes tuberculin kulit biasanya menunjukan hasil
yang positif.

Penatalaksanaan

Pengobatan limfadenitis TB adalah dengan obat antituberkulosis 3 macam


(rifampisisn, INH, pirazinamid).INH, rifampisisn dan pirazinamid di berikan
selam 2 bulan pertama, sedangkan rifamposisn dan INH dilanjutkan sampai 6
bulan pertama. Selainn itu penanganan suportif seperti perbaikan gizi perlu
diperhatikan.

2. Tuberculosis pleura

Efusi pleura adalah penumpikan abnormal cairan dalam rongga


pleura.Salah satuetiologi yang perlu di pikirkan bila menjumpai kasus efusi pleura
adalah tuberculosis. Bermanifestasi sebagai demam akut diserati batuk
nonproduktif (94%) dan nyeri dada (78%) tanpa peningkatan lekosit darah tepi.
Penurunan berat badan dan malaise dapat dijumpai demikian juga dengan
menggigil

Penatalaksanaan

Terapi pleuritis TB sama dengan terapi TB paru, bila respon terhadap terapi
baik,suhu turun dalam 2 minggu terapi, serta cairan pleura diserap dalam 6
minggu.Steroid dapat memperpendek fase demam dan mempercepat penyerapan
cairan serta mencegah perlekatan, walaupun rasio manfaat dan resiko
penggunaannya belum diketahui pasti.
3. Tuberculosis tulang/sendi

Tuberculosis tulang atau sendi merupakan suatu bentuk infeksi


tuberculosis ekstrapulmonal yang mengenai tulang atau sendi. Manifestasi klinis
yang tarjadi tidak khas dan biasanya lambat sehingga lambat untuk didiagnosis
sudah dalam keadaan lanjut. Selain dijumpai gejala umum TB pada anak, dapat
dijumpai gejala spesifik berupa bengkak, kaku, kemerahan dan nyeri pada
pergerakan. Tidak jarang hanya gejala pembengkakan saja yang dikeluhkan..

Penatalaksanaan

Tatalaksana TB tulang dan sendi adalah dengan obat antituberkulosis rifampisisn,


INH, PZA, dan etambutol. Rifampisisn dan INH diberikan selama 12 bulan,
sedangkan PZA dan etambutol diberiakn selam 2 bulan pertama. Selain
medikamentosa terapi suportif juga dapat diberikan.

4. Tuberkulosa sistem saraf pusat.

Tuberculosis pada system saraf pusat ditemukan dalam 3 bentuk;


meningitis, tuberkuloma, araknoiditis spinalis, gejala dan tanda meningitis TB
dapat dibagi menjadi 3 fase. Fase prodormal berlangsung 2-3 minggu, ditandai
dengan malaise ,sefalgia, demam tidak tinggi, dan dapat dijumpai perubahan
kepribadian. Fase meningitik sebagai fase berikutnya dengan tanda neurologis
yang lebih nyata seperti meningismus, sefalgia hebat, muntah, kebingungan, dan
nyata kelainan saraf kranialis dalam berbagai derajat, fase paralitik merupakan
fase percepatan penyakit, gejala kebingungan berlanjut ke stupor dan koma,
kejang, dan hemiparesis.

Penatalaksaan
Terapi segera di berikan tanpa ditunda lagi bila ada kecurigaan klinis ke arah
meningitis TB. Terapi sesuai dengan konsep baku yaitu 2 bulan fase intensif
dengan 4 obat, INH, dan rifampisisn dan PZA, serta etambutol. Dilanjutkan
dengan 2 obat, INH dan rifampisisn hinngga 12 bulan. Bukti klinis kloinis
mendukung penggunaan stroid pada meningitis TB sebagai terapi ajuvanntivitus.
Steroid yang dipakai prednoson dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, 4 minggu dosis
penuh dan 4 minggu penurunan dosis bertahap (tapering off).

5. Tuberculosis kulit

Tuberculosis kulit dapat melalui dua mekanisme, pertama infeksi primer


atau inokulasi langsung kuman TB di kulit, dan yang kedua TB pasca primer salah
satunya adalah limfadaenitis TB yang pecah ke kulit. Di antar TB kulit, secara
klinis skrofuloderma merupakan yang paling khas dan merupakan manifestasi TB
di kulit yang paling sering di jumpai pada anak. Skrofuloderma terjadi akibat
penjalaran perkontinuitum dari kelenjar getah bening yang terkena TB.

Penatalaksanaan

Tatalaksana skrofuloderma sama dengan sama dengan tatalaksana TB paru pada


anak yaitu dengan pemberian OAT berupa rifampisisn, INH, dan pirazinamid.
Lama pemberian OAT pada skrofuloderma berbeda dengan TB paru yaitu
pemberian rifampisisn dan INH selama 6 bulan sedangkan pirazinamid tetap 2
bulan. Untuk tatalkasana local/topical tidak ada yang khusus, cukup dengan
kompres atau hygiene yang baik

6. Tuberkulosa mata
Pada mata umunya mengenai konjungtiva dan kornea shingga sering disebut
konjungtifitis fliktenularis (KF) adalah penyakit pada konjungtifitis dan kornea
yang ditandai terbentuknya satu atau lebih nodul infalmasi yang disebut flikten
pada daerah limbus. Manifestasi klinis KF dapat berupa iritasi, nyeri, lakrimasi,
dan fotofobia serta dapat mengeluarkan sekret mata. Gambaran khas KF adalah
berupa nodus kecil berwarna putih/merah muda pada konjungtiva disertai
hiperemis di sekitarnya.

Penatalaksaan

Tatalaksana KF tidak terlepas dari tatalaksana TB pada anak secara


keseluruhananya yaitu pemberian obat anti tuberculosis yaitu rifampisin, INH,
danpirazinamid. Dosis dan lama pemberian obat sama dengan pengobatan TB
paru,pemberian kortikosteroid topical mempinyai efek yang baik.tindakan
keratoplasti dilakukan apabila telah terjadi komplikasi parut pada kornea.

7. Tuberculosis perinatal
infeksi TB pada neonatus dapat terjadi secara congenital (prenatal) selama
proseskelahiran (natal) maupun transmisi pascanatal ooleh ibu pengidap TB aktif.
Manifestasi klinis TB congenital dapat timbul segera setelah lahir atau pada
minggu ke-2-3 kehidupan. Gejala TB congenital sulit dibedakan dengan sepsis
neonatal sehingga sering terjadi keterlambatan dalam mendiagnosis..gejala yang
sering timbul adalah distress pernafasan, hepatosplenomegali, dan demam. Gejala
lain yang dapat ditemukan antara lain prematuritas, berat lahir rendah, sulit
minum, letargi, dan kejang. Bias didapatkan abortus/kematian bayi.

Penatalaksanaan

Tatalksana TB pada neonatus mempunyai cirri tersendiri yaitu melibatkan


beberapa aspek seperti aspek ibu, bayi, dan lingkungan.Ibu harus ditatalaksana
dengan baik untuk menghindari penularan selanjutnya. Selain itu harus dicari
sumber lain dalam lingkunganya serta memperbaiki kondisi lingkungan.
Tatalksana pada bayi adalah dengan membeerikan obat OAT berupa rifampisisn
dan INH selama 9-12 bulan, sedangkan pirazinamid selam 2 bulan. ASI tetap
diberikan dan tidak perlu kuatir akan kelebihan dosis OAT karena kandungan
OAT dalam ASI sanagat kecil.

8. Tuberculosis dengan HIV


Meningkatnya prevalensi HIV membawa dampak peningkatan insidens TB
serta masalah TB lainya, misalnya TB diseminata (milier) TB ekstrapulmonal,
serta-multi drugs resistance HIV menyebabkan imunokompromais pada anak
sehingga diagnosis dan tata laksana TB pada anak menjadi lebih sulit karena
faktor-faktor berikut:

beberapa penyakit yang erta kaitanya dengan HIV, termasuk TB banyak


mempunyai kemiripan gejala.
Intrepertasi uji tuberculin kurang dapat di percaya.anak yang menderita
imunikopromais mungkin menunjukan hasil yang negatif meskipun sebernanya
telah terinfeksi TB.
Anak yang kontak dengan orang tua pengidap HIV dengan sputum BTA positif
mempunyai kemungkinan terinfeksi TB maupun HIV. Jika hal ini terjadi, dapat
terjadi kesulitan dalam pi.ata laksanaan dan mempertahankan kepatuhan
pengobatan.

Penatalaksanaan

Pengobatan TB pad anak HIV belum di tetapkan secara pasti sampai saat ini.
Kebanyakan ahli berpendapat untuk memberikan paling sediklit 3 macam obat,
misalnya rifampisisn, INH, dan pirazinamid pada bulan pertama, diikuti dengan
pemberian rifampisin dan INH. Totallama pemberian OAT adalah 9 bulan.Obat
keempat yaitu etambutol atau streptomisin diberikan pada TB diseminata atau jika
terdapat resistensi.

Tatalaksana TB pada anak denagn HIV yang sedang atau yang akan mrndapatkan
pengobatan anti retroviral harus dilakukan lebih hati-hati dan memperhatikan
interaksi antara obat-obat yang diberikan. Interaksi antara obat TB dan
antiretroviral dapat menyebabkan pengobatan HIV ataupun TB menjadi tidak
efektif, serta bertambahnya resiko toksisitas.

Tata laksana tuberculosis pada sarana terbatas

Berdasarkan keterangan sebelumnya bahewa mendiagnosis TB anak sulit


dilakukankarena gejalanya tidak khas, dibuatlah suatu kesepakatan
penanggulangan TB anak olehbeberapa pakar. UKK pulmonologi PP IDAI telah
membuat consensus Nasional Diagnosis danTatalaksana TB pada aanak yang
telah tersebar luas dan telah diadopsi oleh DepartemenKesehatan menjadi prigram
pemberrantasan TB secara nasional.

Penurunan berat badan merupakan gejala umum yang sering dijumpai


pada TB anak. Umumnya penderita TB anak mempunyai berat badan dibawah
garis merah atau bahkan gizi buruk. Dengan alasan tesebut, kriteria penurunan
berat badan menjadi lebih penting.Yang dimaksud penurunan berat badan dalam
hal ini adalah apabila terjadi penurunan dalam dua bulan berturut-turut.
Table 7.system scoring diagnosis tuberkolis anak di sarana kesehatan terbatas

Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang,maka dilakukan pembobotan dengan system scoring. Pasien dengan
jumlah skor yang lebih atau sama dengan6 (>6), harus di tatalaksana sebagai
pasien TB dan mendapat OAT (obat antituberculosis). Alur tatalaksana pasien TB
anak dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Alur diagnosis dan tatalaksana TB anak di puskesmas

Paduan pengobatan

Prisip dasar pengobatan TB adalah minimal 2 macam obat dan diberikan


dalam waktu relatif lama (6-12 bulan). Tujuanya adalah untuk mencegah
resistensi. Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase intensif (2 bulan pertama) dan
sisanya sebagai fase lanjutan. OAT pada anak diberikan setiap hari bukan 3 kali
dalam seminggu. Susunan paduan OAT pada anak adalah 2RHZ/4RH yaitu fase
intensif terdiri dari rifampisisn, INH, dan pirazinamid yang diberikan setiap hari
selama 2 bulan(2RHZ), dan fase lanjutan terdiri dari rifampisin dan INH yang
diberikan setiap hari selama 4 bulan.

Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan


minumobat, paduan OAT di sediakan dalam bentuk paket kombipak.Satu paket
kombipak dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Kombipak untuk
anak berisiobat fase intensuf, yaitu rifampisisn (R) 75 mg, INH (H) 50 mg dan
pirazinamid (Z) 150mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg
dalam satu paket. Di tempat dengan sarana kesehatan yang lebih memadai untuk
meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama
dengan jumlah obat yang banyak, telah di buat suatu FDC (fixed dose
combination ), yaitu kombinasi beberapa OAT di dalam satu tablet. FDC ini
dibuat denganbeberapa kmposisi rifampisin, INH, dan pirazinamid, masing-
masing75 mg/50 mg/150 mg untuk 2 bulan pertama, sedangkan untuk fase 4
bulan berikutnya terdiri dari rifampisin dan INH masing-masing 75 mg dan 50 mg
.osis yang dianjurkan dapat dilihat dalam tabel 5.
BAB III

KESIMPULAN

Masalah TB pada anak adalah masalah diagnosis karena belum adanya


prosedur diagnosticyang menjadi true gold standart. Hal ini juga akan berdampak
juga dalam terapi, yaitu dalam menentukan kriteria sembuh atau penghentian
terapi. Kekeliruan, kesalahan, ketidaktepatan yang lazim terjadi pada TB anak,
dapat ditemukan dalam diagnosis dan terapi.Pada diagnosis yaitu terhadap gejala
klinis dan pemeriksaan penunjang, sedangkan pada terapi yaitu regimen dan
evaluasi terapi. Selayaknya kita harus menelaah secara kritis terhadap hal-hal
tersebut, sehingga pifak pada TB anak dapat kita hilangkan atau paling tidak
diminimalkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nastiti N Rahajoe, Darfioes Basir, Makmuri MS, Cissy B Kartasasmita:


Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak 2007, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi
IDAI.

2. Nastiti N Rahardjo,Bambang,Darmawan, Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi


ke-2.

Jakarta: Badan Penerbit IDAI 2011.

3. Behrman, Kliegman, Arvin : Ilmu Kesehatan Anak 2 edisi 15, Nelson, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC.

4. Depkes RI. Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia2002. Diakses tanggal 25 des 2011. Di kutip dari
:www.slideshare.net/mbagiansah

Anda mungkin juga menyukai