1
Berbagai jenis skala yang dapat digunakan untuk mengukur fenomena sosial, dan dapat
dianalisis menggunakan statistik adalah skala untuk mengukur intelegensi, kepribadian, sikap,
status sosial, institusional (kelembagaan), dan berbagai tipe yang lainnya seperti , yaitu
arbitrary scale, scale in which the item, scale values, scale constructed in accordance with
scale analysis techniques device by Louis Guttman and Coworker, projective test in
projective test. Skala yang lain dapat merupakan penggabungan dari berbagai macam skala
di atas.
Berbagai skala yang dapat digunakan untuk penelitian Bisnis antara lain adalah:
1) Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian fenomena sosial ini telah
ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
Dengan skala Likert, maka variable yang akan diukur dijabarkan menjadi indicator
variable. Kemudian indicator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item
instrument yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.
Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari
sangat positif sampai sangat negative. Dan untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban
itu dapat diberi skor, misalnya:
a) Setuju/selalu/sangat positif (diberi skor 5)
b) Setuju/sering/positif (diberi skor 4)
c) Ragu-ragu/kadang-kadang/netral (diberi skor 3)
d) Tidak setuju/hampir tidak pernah/negative (diberi skor 2)
e) Sangat tidak setuju/tida pernah/sangat negative (diberi skor 1)
2) Skala Guttman
Skala pengukuran dengan tipe ini, akan didapat jawaban yang tegas, yaitu ya-tidak;
benar-salah; pernah-tidak pernah; positif-negatif dan lain lain. Data yang diperoleh
dapat berupa data interval atau rasio dikhotomi (dua alternative). Jadi kalau pada skala Likert
terdapat 3, 4, 5, 6, 7 interval, dari kata sangat setuju sampai sangat tidak setuju, maka dalam
skala Guttman hanya ada dua interval yaitu setuju atau tidak setuju. Penelitian
menggunakan skala Guttman dilakukan bila mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu
permasalahan yang ditanyakan.
Contoh, Bagaimana pendapat anda, bila orang itu menjabat pimpinan di perusahaan ini? a.
Setuju, b. Tidak Setuju
2
3) Semantic Deferential
Skala pengukuran yang berbentuk semantic deferential dikembangkan oleh Osgood. Skala
ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun
checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawabannya sangat positifnya terletak
di bagian kanan garis, dan jawabannya yang sangat negative terletak di bagian kiri garis, atau
sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk
mengukur sikap/karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang. Responden dapat memberi
jawaban, pada rentang jawaban yang positif sampai dengan negatif. Hal ini tergantung pada
persepsi responden kepada yang dinilai.
Responden yang memberi penilaian dengan angka 5, berarti persepsi responden terhadap
pemimpin itu sangat positif, sedangkan bila memberi jawaban pada angka 3, berarti netral, dan
bila memberi jawaban pada angka 1, maka persepsi responden terhadap pemimpinnya sangat
negatif.
4) Rating Scale
Dari ke tiga skala pengukuran seperti yang telah dikemukakan, data yang diperoleh
semuanya adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Tetapi dengan rating scale
data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.
Responden menjawab, senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, pernah atau tidak
pernah adalah merupakan data kualitatif. Dalam skala model rating scale, responden tidak akan
menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah satu
jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Oleh karena itu rating scaleini lebih fleksibel, tidak
terbatas untuk pengukuran sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap
fenomena lainnya, seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan,
pengetahuan, kemampuan, proses kegiatan dan lainlain.
2. DISAIN INSTRUMEN
Proses menyusun desain instrumen pada dasarnya adalah suatu seni. Kendati demikian,
dua hal utama yang harus diperhatikan dalam desain instrumen adalah sebagai berikut:
1) Urutan Skala dan Layout
Penyajian dan organisasi instrumen pengumpulan data amat menentukan dalam
sukses/tidaknya penelitian. Isu sentral pada tahap ini adalah urutan skala dan penyajian alat
pengukuran dalam bentuk yang menarik dan mudah dimengerti. Beberapa petunjuk yang perlu
diperhatikan adalah:
a. Kuisioner sebaiknya dimulai dengan pertanyaan yang sederhana dan menarik.
3
b. Tulislah petunjuk mengisi dengan jelas dan mudah dibaca. Bila terdapat perubahan jenis
skala dalam instrument pengukuran, maka diperlukan instruksi transisi yang memberitahu
responden bahwa ada perubahan format jawaban.
c. Informasi yang bersifat sensitive (missal: penghasilan) dan klasifikatif (umur, jenis
kelamin, ukuran rumah tangga, dan lain lain) sebaiknya ditanyakan belakangan.
d. Susunlah tata letak (layout) kuesioner sedemikian rupa sehingga mudah dibaca dan
mengikuti alur proses wawancara.
2) Pratest dan Perbaikan
Setelah instrument disusun dalam bentuk draft, maka pratest (uji coba sebelum penelitian
yang sebenarnya dilakukan) sebaiknya dilakukan pada sejumlah responden yang sama dengan
responden penelitian yang sebenarnya. Pratest sering kali dapat mengidentifikasi masalah
masalah dalam penyusunan kata kata, format kuesioner, dan lain lain yang amat
berpengaruh terhadap validitas penemuan dari penelitian tersebut. Bila masalah masalah
tersebut ditemui, peneliti dapat membuat perubahan perubahan seperlunya agar dapat
memperoleh data dengan kualitas tinggi.
Singkatnya, proses penyusunan skala dan desain instrument merupakan suatu seni karena
memerlukan banyak kesabaran dan pengalaman dalam menyusun instrument pengumpulan data
yang dapat dipercaya dan valid.
4
Instrumen yang reliabel belum tentu valid. Meteran yang putus bagian ujungnya, bila
digunakan berkali kali akan menghasilkan data yang sama (reliabel) tetapi tidak selalu valid.
Hal ini disebabkan karena instrument (meteran) tersebut rusak. Penjual jamu berbicara di mana
mana kalau obatnya manjur (reliabel) tetapi selalu tidak valid, karena kenyataannya jamunya
tidak manjur. Reliabilitas instrument merupakan syarat untuk penguian validitas instrument.
Oleh karena itu walaupun instrument yang valid umumnya pasti reliabel, tetapi pengujian
reliablitas instrument perlu dilakukan.
Pada dasarnya terdapat dua macam instrument, yaitu instrument yang berbentuk test untuk
mengukur prestasi belajar dan instrument yang nontest untuk mengukur sikap. Instrumen yang
berupa test jawabannya adalah salah atau benar, sedangkan instrument sikap jawabannya
tidak ada yang salah atau benar tetapi bersifat positif dan negative.
5
4.1.3 Pengujian Validitas Eksternal
Validitas eksternal instrument diuji dengan cara membandingkan (untuk mencari
kesamaan) antara kriteria yang ada pada instrument dengan fakta fakta empiris yang
teradi di lapangan. Misalnya instrument untuk mengukur kinerja sekelompok pegawai,
maka kriteria kinerja pada instrument itu dibandingkan dengan catatan catatan di
lapangan (empiris) tentang kinerja pegawai yang baik. Bila telah terdapat kesamaan antara
kriteria dalam instrument dengan fakta di lapangan, maka dapat dinyatakan instrument
tersebut mempunyai validitas eksternal yang tinggi.
4.2 Pengujian Reliabilitas Instrumen
4.2.1 Test Retest
Instrumen penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test retest dilakukan dengan
cara mencobakan instrument beberapa kali pada responden. Jadi dalam hal ini
instrumennya sama, respondennya sama, dan waktunya yang berbeda. Reliabilitas diukur
dari koefisien dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya.
Bila koefisien korelasi positif dan signifikan maka instrument tersebut sudah dinyatakan
reliabel.
4.2.2 Ekuivalen
Instrumen yang ekuivalen adalah pertanyaan yang secara bahasa berbeda, tetapi
maksudnya sama.
4.2.3 Gabungan
Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan cara mencobakan dua instrument yang
ekuivalen itu beberapa kali, ke responden yang sama. Jadi cara ini merupakan gabungan
pertama dan kedua. Reliabilitas instrument dilakukan dengan mengkorelasikan dua
instrument, setelah itu dikorelasikan pada pengujian kedua, dan selanjutnya dikorelasikan
secara silang.
4.2.4 Internal Consistency
Pengujian reliabilitas dengan internal consistency, dilakukan dengan cara
mencobakan instrument sekali saja, kemudian yang data diperoleh dianalisis dengan teknik
tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrument.
Pengujian reliabilitas instrument dapat dilakukan dengan teknik belah dua dari Spearman
Brown (Split half), KR. 20, KR 21 dan Anova Hoyt.