Anda di halaman 1dari 8

Latar Belakang

Perbuatan pemerintah menurut pendapat Van Poelje adalah tindakan hukum publik yang
tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh penguasan dalam menjalankan fungsi
pemerintahan. Sedangkan menurut Pendapat Romeyn Perbuatan pemerintah merupakan tiap-
tiap perbuatan dari suatu alat kelengkapan pemerintahan. Dalam perbuatan pemerintah
sendiri dikenal dengan namanya Wetgeving (Regeliing), Besluait (Beschikking) dan tindakan
materiil (materiele daad).

Dalam era otonomi daerah sesuai dengan ketentuan dalam UU No 22 Tentang Pemerintahan
Daerah, maka kewenangan daerah akan sedemikian kuat dan luas sehingga diperlukan suatu
peraturan perundang-undangan yang ketat untuk menghindari ketidakteraturan dalam
menyusun kebijakan dalam bidang lingkungan hidup terutama dalam masalah penanganan
penegakan hukum lingkungan dalam era otonomi daerah.

Kewenangan pemerintah Daerah menurut UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan


Daerah sangatlah besar sehingga tuntutan untuk meningkatkan kinerja dan penerapan
kebijakan dalam bidang lingkungan hidup sangatlah dibutuhkan.

Sistem Pemerintahan Daerah otonom sebelum UU No 22 tahun 1999 terbagi dalam Sistem
Pemerintahan Administratif dan Otonomi. dalam Sistem Pemerintahan Administratif
Pemerintah Daerah berperan sebagai pembantu dari penyelenggaraan pemerintah pusat yang
dikenal sebagai azas dekosentrasi dalam UU No 54 tahun 1970 tentang Pemerintah Daerah,
hal ini diaplikasikan dalam Pemerintahan Daerah Tingkat I dan Pemerintahan Daerah tingkat
II.

Sedangkan dalam Sistem Pemerintahan Otonomi Pemerintahan Daerah adalah mandiri dalam
menjalankan urusan rumah tanganya. Pemerintahan Daerah memerlukan alat-alat
perlengkapannya sendiri sebagai pegawai/pejabat pejabat daerah dan bukan pegawai/pejabat
pusat. Memberikan wewenang untuk menyelenggarakan rumah tangga sendiri berarti pula
membiarkan bagi daerah untuk berinisiatif sendiri dan untuk merealisir itu, daerah
memerlukan sumber keuangan sendiri dan pendapatan-pendapatan yang diperoleh dari
sumber keuangan sendiri memerlukan pengaturan yang tegas agar di kemudian hari tidak
terjadi perselisihan antara pusat dan daerah mengenai hal hal tersebut diatas. Tetapi dalam
UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka terjadi perubahan besar dalam
kewenangan Pemerintahan Daerah.

Salah satu contoh yang termasuk perbuatan pemerintah adalah pembuatan suatu kebijakan
pemerintah daerah Surabaya. Pemerintah daerah Surabaya telah membuat suatu kebijakan
untuk membuat daerah Surabaya bebas dari praktek prostitusi. Praktek prostitusi ini dinilai
oleh pemerintah setempat memiliki banyak dampak negative di masyarakat diantaranya
adalah penyebaran virus HIV AIDS. Fenomena yang terjadi di Surabaya adalah menarik
untuk dikaji, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dengan berani dan berlahan menutup
lokalisasi yang sudah lama beroperasi. Dan yang paling fenomenal adalah penutupan
lokalisasi dolly dan Jarak pada tanggal 18 Juni 2014. Terlepas dari pro-kontra bahwa Pemkot
Surabaya, Pemda Jawa Timur dan Kementerian Sosial secara simbolis telah menutup
lokalisasi yang mulai beroperasi dari tahun 1967 ini. Bahkan Pemerintah Kabupaten
(Pemkab) Surabaya tidak mau tanggung-tanggung akan melibatkan anggota Polri dan Sapol
PP sebagai penegak Peraturan Daerah (Perda).

Tempat yang menjadi sasaran penutupan daerah lokalisasi adalah di daerah Jarak, Pasar
Kembang, Kota Surabaya, Dengan adanya kebijakan pemerintah ini diharapkan mampu
menutup semua praktek prostitusi khususnya di daerah Surabaya. Penutupan ini bertujuan
membuat masyarakat yang sebelumnya bermata pencaharian sebagai Pekerja Sex Komersial
(PSK) beralih bermatapencaharian lain yang dinilai lebih layak.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana analisa kebijakan penutupan dolly terhadap sebuah peraturan (Regeliing)?

2. Bagaimana analisa kebijakan penutupan dolly terhadap sebuah keputusan (Beschikking)?

3. Bagaimana analisa kebijakan penutupan dolly terhadap tindakan materiil (materiele daad)?

Kerangka Pemikiran

Kebijakan Pemkot Kota Surabaya dan pengaruh nya pada Hukum Administrasi
Negara

Lahirnya peraturan kebijaksanaan berdasarkan kebebasan bertindak sebagai dasarnya


freis ermessen (pasal 22 ayat 1). Contoh : suatu kegiatan tanpa izin pemerintah maka
peraturan kebijaksanaan adalah freis ermessen yang tertulis dipublikasikan, namun bukan
peraturan perundang-undangan. Peraturan kebijaksanaan dibuat oleh pemerintah atau pejabat
administrasi negara dan juga bukan bagian dari Keputusan.

Peraturan kebijaksanaan, menurut Hadjon yaitu :

1. diciptakan oleh pemerintah/pejabat administrasi negara

2. eksistensi peraturan kebijaksanaan merupakan konsekuensi atas negara hukum


kesejahteraan (negara hukum modern/negara hukum material) yang membebankan tugas
yang sangat luas kepada pemerintah.

a. Tugas pemerintah yaitu mensejahterakan warganya (campur tangan dalam hal kegiatan),
dan menjalankan UU (dalam hal formil)

b. Asas legalitas dianut oleh negara formal

Tugas-tugas pemerintah hanya dapat diselenggarakan jika pemerintah diberi kebebasan untuk
mengambil kebijaksanaan sesuai dengan situasi dan kondisi faktual demi kepentingan umum.
Peraturan kebijaksanaan dapat dituangkan dalam bentuk aturan-aturan, pedoman,
pengumuman, surat edaran menteri/bersama, nota dinas, petunjuk pelakasanaan, petunjuk
juklik, juklis (petunjuk teknis), juklak.

Contoh : pengumuman, tata tertib ujian, Herregistrasi. Ini merupakan peraturan


kebijaksanaan.

Sifat kebijaksanaan yang diambil oleh pejabat administrasi negara dalam penyelenggaraan
tugas pemerintahan dibedakan dalam 2 hal yaitu :

1. Kebijaksanaan yang bersifat bebas (freigybeleid)

2. Kebijaksanaan yang bersifat terikat (gebondenbleid)

Ad 1 : kebijaksanaan bebas ditetapkan oleh pejabat administrasi negara berdasarkan freis


ermessen/pertimbangan pejabat administrasi negara semata-mata. Kebijaksanaan yang
bersifat bebas ditetapkan dan dijalankan oleh pejabat administrasi negara dalam rangka
menyelesaikan suatu keadaan atau masalah konkrit yang pada dasarnya belum ada aturannya
atau belum diatur dalam perundang-undangan.

Ad 2 : kebijaksanaan yang bersifat terikat merupakan kebijaksanaan yang ditetapkan pejabat


administrasi negara sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh UU. Dalam hal ini UU
menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi, supaya pejabat administrasi negara dalam
menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dan menjalankan suatu kebijaksanaan tersebut
tidak menyimpang dari persyaratan yang telah ditetapkan oleh UU atau dengan perkataan lain
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pejabat administrasi negara berdasarkan kewenangan
yang bersumber dari peraturan perundang-undangan.

Kewenangan Pemerintah Daerah

Kewenangan pemerintahan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. menurut pasal
13 undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, urusan wajib yang
menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi adalah urusan dalam skala provinsi yang
meliputi :

(1) perencanaan dan pengendalian pembangunan;

(2) perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;

(3) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

(4) penyediaan sarana dan prasarana umum;

(5) penanganan di bidang kesehatan;

(6) penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;

(7) penanggulangan masalah sosial lalu litas kabupaten/kota;

(8) pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;


(9) fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk lintas
kabupaten/kota;

(10) pengendalian lingkungan hidup;

(11) pelayanan pertanahan termasuk lintas batas kabupaten/kota;

(12) pelayanan kependudukan dan catatan sipil;

(13) pelayanan administrasi umum pemerintahan;

(14) pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;

(15) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh
kabupaten/kota; dan

(16) urusan wajib lainnya yang dimanfaatkan oleh peraturan perundang-undangan.

sedangkan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota


adalah urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi :

(1) perencanaan dan pengendalian pembangunan;

(2) perencanan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;

(3) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

(4) penyediaan sarana dan prasarana umum;

(5) penanganan di bidang kesehatan;

(6) penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;

(7) penanggulangan masalah sosial;

(8) pelayanan bidang ketenagakerjaan;

(9) fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;

(10) pengendalian lingkungan hidup;

(11) pelayanan pertanahan;

(12) pelayanan kependudukan dan catatan sipil;

(13) pelayanan administrasi umum pemerintahan;

(14) pelayanan administrasi penanaman modal;

(15) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

(16) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.


urusan wajib di atas, seperti halnya urusan wajib, termasuk di dalamnya pelayanan
administrasi umum pemerintahan. kemudian urusan pemerintahan kabupaten/kota yang
bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan.

ditinjau dari proses pembentukannya peraturan kebijaksanan yang lahir dari adanya
kewenangan pemerintah untuk bertindak bebas memiliki karakteristik/ciri-ciri mendasar yang
membedakan peraturan perundang-undangan. Menurut bagir manan ciri-ciri yang
dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan sehingga tidak


ada tata urutan pelaksanaan peraturan kebijaksanaan.

2. Peraturan kebijaksanaan pembuatannya adalah pemerintah/eksekutif yang tidak memiliki


kewenangan membuat peraturan perundang-undangan.

3. Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara wetmatigheid (tidak dapat diuji dengan
ukuran pengadilan) karena memang pembuatannya tidak berdasarkan UU secara langsung.

4. Pengujian terhadap peraturan kebijaksanaan lebih diserahkan pada doelmatigheid (segi


kemanfaatannya) dan karena itu batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang baik
(HAN yang tidak tertulis)

5. Peraturan kebijaksanaan tidak mengikat hukum secara langsung, namun mempunyai


relevansi artinya takta hukum dalam peraturan kebijaksanaan bisa dijadikan keberlakuannya.

Penutupan lokalisasi Dolly telah dilaksanakan oleh Pemkot Surabaya pada tanggal 18
Juni 2014 secara simbolis di Islamic Center. Sebelum penutupan itu dilaksanakan terjadi pro
maupun kontra oleh masyarakat. Bagi yang kontra penutupan berpendapat bahwa penutupan
dolly akan membuat masalah sosial baru karena upaya pemerintah dalam merehabilitasi
kehidupan PSK, Mucikari, dan pelaku ekonomi di Dolly dianggap belum maksimal,
kebijakan tersebut juga dianggap diskriminatif karena yang ditindak yang berada di lokalisasi
saja, sementara praktek prostitusi non lokalisasi belum di tindak secara tegas. Selain itu
bahwa penutupan dolly dianggap justru akan akan memicu para PSK untuk tetap beroperasi
tetapi secara liar. Hal ini justru akan menyulitkan pemerintah untuk mengontrol mereka dan
sulit mengontrol akibat yang ditimbulkannya seperti menyebarnya penyakit menular seksual
seperti sipilis, HIV-AIDS dll.

Sementara Pemkot Surabaya dan mendapat dukungan dari beberapa ormas keagamaan seperti
MUI dan NU, yang berpendapat atas dasar Peraturan Daerah No. 7 Tahun 1999 bahwa
penutupan lokalisasi Dolly adalah solusi dari berbagai masalah.

Penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak menghabiskan biaya Rp 25,5 milliar. Pemerintah
Propinsi Jawa Timur menanggung beban sebesar Rp 1,5 milliar, dan pemilik wilayah, yakni
Pemkot Surabaya menganggarkan dana sebesar Rp. 16 milyar. Ditambah dana bantuan untuk
para PSK sebesar Rp 8 milyar dari Kementerian Sosial.
Pada penutupan lokalisasi Dolly pemerintah Kota Surabaya mengalokasikan anggaran sekitar
Rp 7.317.450.000 untuk 1.449 penghuni lokalisasi yang terdiri atas mucikari, PSK, pemilik
wisma dan lainnya. Setiap orang mendapat dana Rp 5.050.000. Rincian bantuan yang
diberikan itu terdiri dari dana Usaha Ekonomi Kreatif (UEP) sebesar Rp 3 juta, Rp 1,8 juta
untuk jatah hidup denga rincian Rp 20.000 per hari selama 90 hari, dan Rp 250 ribu untuk
transportasi pulang ke kampung halaman.

Analisa sebuah peraturan (regeliing) dalam kebijakan penutupan dolly

Regeling merupakan perbuatan pemerintah dalam hukum publik berupa suatu pengaturan
yang bersifat umum dan abstrak. Pengaturan yang dimaksud dapat berbentuk Undang-
undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dsb. Melalui regeling terwujud kehendak
pemerintah bersama lembaga legislatif, ataupun oleh pemerintah sendiri.

Perbuatan pemerintah yang dilakukan dalam bentuk mengeluarkan peraturan atau regeling,
dimaksudkan dengan tugas hukum yang diemban pemerintah dengan menerbitkan peraturan-
peraturan yang sifatnya umum. Maksud perkataan umum dalam pengertian regeling atau
peraturan,berarti bahwa pemerintah atau pejabat tata usaha negara sedang dalam upaya
mengatur semua warga masyarakat tanpa terkecuali, atau dengan perkataan lain peraturan ini
ditujukan kepada semua warga masyarakat tanpa terkecuali, dan bukan bersifat khusus.
Sebagai contoh adalah perbuatan pemerintah menerbitkan peraturan,tentang syarat-syarat
yang harus dipenuhi dalam upaya mengajukan permohonan pembuatan Kartu Tanda
Penduduk (KTP) ataupun Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) .Dalam kedua peraturan tersebut,
pemerintah tidak menyebut nama atau identitas orang perorang, akan tetapi secara umum
kepada setiap orang yang akan melaksanakan permohonan ke dua akta hukum di atas.

Dalam kebijakan penutupan tempat lokalisasi dolly sendiri telah sesuai dengan peraturan
yang telah dibuat sebelumnya. Peraturan tersebut diantaranya :

1 Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Larangan Menggunakan


Bangunan/Tempat untuk Perbuatan Asusila serta Pemikatan untuk Melakukan Perbuatan
Asusila.

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Analisa sebuah keputusan (Beschikking) dalam kebijakan penutupan gang dolly

menurut Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 keputusan Tata Usaha
Negara (beschikking), didefinisikan sebagai berikut: Keputusan Tata Usaha Negara adalah
suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.
Terkait dengan penutupan tempat lokalisasi gang dolly juga telah memiliki keputusan tetap
oleh pemerintah provinsi. Keputusan yang dimaksud adalah Surat Keputusan Gubernur Jawa
Timur No 460/031/2011 perihal penanganan penutupan lokalisasi di Jawa Timur.

Analisa Materiele Daad dalam kebijakan penutupan gang dolly

Materiele Daad merupakan perbuatan hukum publik yang dilakukan oleh pemerintah
untuk kepentingan umum yang dilakukan menurut hukum perdata. Dalam materiele Daad
terdapat dua kehendak (bersegi dua), yakni kehendak pemerintah dan kehendak sipil yang
tidak sama kedudukannya. Dilihat dari segi materiil, maka dalam materiele daad terdapat
perbuatan hukum dalam hukum perdata, misalnya: perjanjian kerja, kerja sama, tukar
menukar, tukar guling, dsb. Dilihat dari segi formil, dalam materiele daad perbuatan-
perbuatan hukum tersebut dibungkus dalam baju keputusan badan atau pejabat TUN.

Dalam perbuatan pemerintah terkait penutupan gang doli juga telah memiliki sebuah
perjanjian antara pemerintah daerah dan masyarakat dimana merupakan materiiil daad dalam
pemerintahaan. Perjanjian tersebut diantaranya

1. Perjanjian antara masyarakat terkait pemberian konpensasi terhadap masyarakat Dolly


yang menjadi objek penutupan lokalisasi

2. Pembuatan pelatihan-pelatihan kreatif guna memberdayakan masyarak dolly agar memiliki


keterampilan sebagai sarana mata pencaharian lain

3. Perjanjian antara masyararakat dan pemerintah agar melakukan perubahan fungsi


bangunan sehingga tidak menggusur bangunan yang telah ada.
DAFTAR PUSTAKA

Media Cetak :

M. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta:
Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI dan CV Sinar Bakti , 1988,h.256

UU NO 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Irawan Soejito, Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala


Daerah, Bina Aksara, Jakarta, 1983

Media Online :

Google.com/Wikipedia

Goodle.com/Hukumonline

http://kominfo.jatimprov.go.id

August Zulfauzan Akbar

110110150161

Hukum Administrasi Negara

DI DAERAH

Anda mungkin juga menyukai