Anda di halaman 1dari 10

Nama : August Zulfauzan Akbar

NPM : 110110150161

1. Perbandingan materi muatan The United Nations Convention against


Corruption (UNCAC) dengan UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001
tentang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi (UU PTPK).

Pembuatan sebuah payung hukum internasional United Nation Convention


against Corruption (UNCAC) dilaksanakan pada bulan Desember 2003
tepatnya di Merida, Meksiko dan telah ditandatangani oleh 133 Negara. Hasil
konvensi ini kemudian diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2006 menjadi UU
No. 7/2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Corruption,
namun Indonesia menyatakan reservation (persyaratan) terhadap Pasal 66 ayat
(2) UNCAC terkait upaya penyelesaian sengketa di Mahkamah Internasional
tentang penafsiran dan pelaksanaan konvensi. Indonesia sendiri telah memiliki
regulasi penindakan dan pemberantasan korupsi sebelum diratifikasinya
UNCAC, pemberantasan korupsi dimuat dalam UU No. 31/1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK). Hal ini mengakibatkan
hukum yang mengikat kepada negara peratifikasi untuk mengadopsi beberapa
ketentuan yang seharusnya dimuat dalam regulasi suatu negara. Secara umum
ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam UNCAC dan UU PTPK dijelaskan
dalam tabel 1.

Tabel 1. Materi Muatan UNCAC dengan UU PTPK

United Nations against Corruption UU No. UU No. 31/1999 jo.

(UNCAC) 20/2001 tentang PPTK

Bab 1 : Bab 1 :

Ketentuan Umum, Tujuan; Ketentuan Umum; dan Penggunaan


Penggunaan Istilah; Ruang Lingkup; Istilah.
dan Perlindungan kedaulatan.
Bab 2 : Bab 2 :

Tindakan Pencegahan, memuat Bentuk-Bentuk Tindak Pidana


Kebijakan dan Praktek Pencegahan Korupsi: memuat Korupsi Umum
Korupsi; Badan Pencegahan terkait Kerugian Keuangan Negara;
Korupsi; Sektor Publik; Aturan Penyuapan; Penggelapan dalam
Perilaku Bagi Pejabat Publik; Jabatan; Pemerasan; Perbuatan
Pengadaan Umum dan Pengelolaan Curang; Benturan dengan
Keuangan Publik; Pelaporan Publik; Kepentingan dalam Pengadaan;
Tindakan-tindakan yang Gratifikasi.
Berhubungan dengan Jasa-jasa
Bab 3 :
Peradilan dan Penuntutan; Sektor
Swasta; Partisipasi Masyarakat; dan Tindak Pidana Lain yang Berkaitan

Tindakan-tindakan untuk Mencegah dengan Korupsi; memuat

Pencucian Uang. Merintangi Proses Pemeriksaan


Perkara; Tersangka Tidak
Bab 3 :
Memberikan Keterangan Mengenai
Kriminalitas dan Penegakan Hukum, Aset Kekayaannya; Bank yang
memuat Penyuapan Pejabat-pejabat Tidak Memberikan Keterangan
Publik Nasional, Penyuapan Pejabat- terkait Harta Kekayaan dari
pejabat Publik Asing dan Pejabat- Rekening Tersangka; Saksi atau
pejabat Organisasi-Organisasi Ahli yang Tidak Memberikan
Internasional Publik; Penggelapan, Keterangan atau Memberikan
Penyalahgunaan atau Penyimpangan Keterangan Palsu; Orang Yang
lain Kekayaan oleh Pejabat Publik; Memegang Rahasia Jabatan yang
Mem perdagangkan Pengaruh; Tidak Memberikan Keterangan atau
Penyalahgunaan Fungsi; Memberikan Keterangan Palsu;
Memperkaya Diri Secara Tidak Sah; Saksi yang Membuka Identitas
Penyuapan di Sektor Swasta; Pelapor.
Penggelapan Kekayaan di Sektor
Swasta; Pencucian Hasil-Hasil
Kejahatan; Penyembunyian; Bab 4 :
Penghalangan Jalannya Proses
Proses Sistem Peradilan Pidana;
Pengadilan; Tanggung Jawab Badan-
memuat tentang Penyidikan,
badan Hukum; Keikutsertaan dan
Penuntutan, dan Pemeriksaan
Percobaan; Pengetahuan, Maksud
Sidang.
dan Tujuan Sebagai Unsur
Kejahatan; Aturan Pembatasan; Bab 5 :

Penuntutan dan Pengadilan, dan Peran Serta Masyarakat; memuat


Saksi-saksi; Pembekuan, Penyitaan Hak dan Tanggungjawab
dan Perampasan; Perlindungan para Masyarakat dalam Upaya
Saksi, Ahli dan Korban; Mencegah dan Pemberantasan
Perlindungan bagi Orang-orang yang Tindak Pidana Korupsi; Kewajiban
Melaporkan; Akibat-akibat Tindakan Negara untuk Memberikan
Korupsi; Kompensasi atas Kerugian; Penghargaan dalam membantu
Badan-badan Berwenang Khusus; Upaya Pemberantasan Tindak
Kerja Sama dengan Badan-badan Pidana Korupsi.
Penegak Hukum; Kerja Sama antar
Bab 6 :
Badan-badan Berwenang Nasional;
Kerja Sama antara Badan-badan Ketentuan Lain; memuat Batas
Berwenang Nasional dan Sektor Waktu Pembentukan Komisi
Swasta; Kerahasian Bank; Catatan Pemberantasan Tindak Pidana
Kejahatan; dan Yurisdiksi. Korupsi; Tugas dan Wewenang
Komisi; Keanggotaan Komisi;
Bab 4 :
Ketentuan yang diatur dengan
Kerja Sama Internasional. Memuat Undang-Undang tersendiri.
Ekstradisi; Transfer Narapidana;
Bab 7 :
Bantuan Hukum Timbal Balik;
Transfer Proses Pidana; Kerja Sama Ketentuan Penutup; memuat
Penegakan Hukum; Penyidikan Keberlakuan Undang-Undang.
Bersama; dan Teknik-teknik
Penyidikan Khusus.

Bab 5 :

Pengembalian Aset, Pencegahan dan


Deteksi Transfer Hasil-hasil
Kejahatan; Tindakan-tindakan untuk
Pengembalian Langsung atas
Kekayaan; Mekanisme untuk
Pengembalian Kekayaan melalui
Kerja Sama Internasional dalam
Perampasan; Kerjasama Khusus,
Pengembalian dan Penyerahan Aset;
Unit Intelejen Keuangan; dan
Perjanjian-perjanjian dan Pengaturan
Bilateral dan Multilateral.

Bab 6 :

Bantuan Teknis dan Pertukaran


Informasi, memuat Pelatihan dan
Bantuan Teknis; Pengumpulan,
Pertukaran, dan Analisis Informasi
tentang Korupsi; dan Tindakan-
tindakan lain; Pelaksanaan Konvensi
melalui Pembangunan Ekonomi dan
Bantuan Teknis.

Bab 7 :

Mekanisme-mekanisme
Pelaksanaan, memuat Konferensi
Negara-negara Pihak pada Konvensi;
dan Sekretariat.

Bab 8 :

Ketentuan-ketentuan Akhir, memuat


Pelaksanaan Konvensi; Penyelesaian
Sengketa; Penandatanganan,
Pengesahan, Penerimaan,
Persetujuan, dan Aksesi;
Pemberlakuan; Amandemen;
Penarikan Diri.

Secara umum UU PTPK telah memuat beberapa ketentuan yang mendasar


dari konvensi UNCAC, akan tetapi memang ada beberapa ketentuan yang tidak
dimuat dalam UU PTPK seperti perlindungan terhadap saksi dan korban1,
model pencucian uang2, bantuan hukum timbal balik3, ekstradisi, dan lain
sebagainya, kendati demikian ketentuan-ketentuan tersebut telah dimuat
tersendiri, seperti UU No. 8/2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, UU No. 31/ 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
serta beberapa peraturan-peraturan lainnya terkait hubungan kerjasama antar
lembaga, kerjasama lembaga publik dan swasta yang secara khusus diatur lebih
lanjut dalam peraturan pelaksana.

A. Bentuk Kriminlasisasi
Secara khusus bentuk kriminalisasi dalam UNCAC cenderung lebih luas
ketimbang UU PTPK yang hanya memberikan ketentuan bentuk perbuatan
pidana hanya pada penyelenggara negara atau pejabat negara (publik). Pada
Pasal 21 UNCAC telah jelas memberikan makna kepada negara partisipan
tentang ancaman bahaya tindak pidana korupsi bagi masyarakat secara luas,
korupsi memiliki keterkaitan yang erat antara sektor publik dan sektor swasta

1
Act Number 32 United Nations against Corruption
2
Act Number 14 United Nations against Corruption
3
Act Number 46 United Nations against Corruption
(bribery in the privat sector). Rudy Satriyo Mukantardjo menyatakan ada tiga
hal dalam Pasal 21 UNCAC yang perlu digaris bawahi. Pertama, subyek
hukumnya haruslah orang yang memiliki kedudukan pemimpin dalam kapasitas
sector swasta. Kedua, kegiatannya terbatas pada aktivitas perekonomian seperti
tender barang dan/atau jasa. Ketiga, batasannya hanyalah sektor swasta. 4
Kendati dalam UU PTPK telah memuat ketentuan penyuapan dan
gratifikasi dalam bentuknya aktif, yang memang tidak memiliki sifat
eksepsionalitas dari subyek hukumnya, berarti subyek yang memiliki
kedudukannya di sektor swasta juga dapat masuk kedalam delik penyuapan
aktif5. Namun dalam hal penyuapan pasif, subyeknya bersifat eksklusif, yang
terkhusus melekat pada penyelenggara negara dan pejabat negara (publik).6
Dalam Bentuk penyuapan yang dikriminalisasi tidak hanya tindak pidana
penyuapan terhadap pejabat publik nasional saja, tetapi terhadap pejabat publik
asing dan pejabat organisasi internasional juga dimuat dalam UNCAC.

B. Gugatan Kompensasi Keperdataan


Dalam Pasal 35 UNCAC dijelaskan bahwa:

“Each State Party shall take such measures as may be necessary,


in accord-ance with principles of its domestic law, to ensure
that entities or persons who have suffered damage as a result of
an act of corruption have the right to initiate legal proceedings
against those responsible for that damage in order to obtain
compensation.”

Compensation for damage, merupakan gugatan keperdataan yang tidak


dimiliki oleh UU PTPK. Gugatan keperdataan yang dimuat dalam UU PTPK
hanya terkhusus kepada subyek yang telah hapus kewenangan penuntutan

4
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol15362/senjata-baru-pencegahan-dan-
pemberantasan-korupsi, dilihat pada tanggal 14 November 2018, pukul 01.00 WIB
5
Pasal 13 UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KOrupsi
6
Yenti Garnasih, Paradigma Baru Dalam Pengaturan Anti Korupsi Di Indonesia Dikaitkan Dengan
UNCAC 2003, Jakarta: Jurnal Ilmu Hukum Prioris, Vol 2, No. 3, 2009, hal. 164
terhadap dirinya karena meninggal dunia. Dalam hal ini negara berwenang
untuk mengajukan perkaranya secara keperdataan apabila secara nyata telah
timbul kerugian terhadap keuangan negara.7 Hal ini sangatlah berbeda dengan
ketentuan pasal 35 UNCAC yang memberikan hak kepada setiap badan ataupun
orang yang menderita kerugian dari adanya perbuatan korupsi untuk
mengajukan gugatan hukum kepada pihak yang bertanggungjawab.

C. Perampasan Aset (Asset Recovery) dan Kerjasama Internasional


Dalam Pasal 51 UNCAC mengatur mengenai asset recovery terkait tindakan
pengembalian asset negara di luar negeri harus dilakukan berbarengan dengan
upaya kerjasama bantuan hukum timbal balik secara internasional, dalam Pasal
18 UU PTPK secara tegas mengatur mengenai pemgembalian kerugian
keuangan negara yang dibebankan kepada terdakwa, namun dalam tataran
praktis sering ditemukan hambatan bagi aparat penegak hukum untuk merampas
asset terdakwa yang berada di luar negeri, oleh karenanya harus ditingkatkan
peran pemerintah untuk melakukan kerjasama internasional sebagaimana yang
diamanatkan dalam Pasal 54 dan 55 UNCAC. Ketentuan yang tidak dituliskan
secara rinci muatannya dalam UU PTPK ini merupakan kendala yang harus
segara ditangani demi mengembalikan kerugian keuangan negara atas perbuatan
korupsi.8

2. Bentuk Tindak Pidana Korupsi dalam UU No. 31/1999 jo. UU No.


20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Bentuk-bentuk tindak pidana korupsi:
a. Tindak Pidana Korupsi Murni:
- Memperkaya Diri Sendiri, Orang Lain, atau Korporasi (Pasal 2)

7
Pasal 33 & 34 UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
8
Indonesia Corruption Watch, Usulan Draft Perubahan Undang-Undang TIndak Pidana Korupsi
Versi Masyarakat Sipil, Jakarta: RUU dan Naskah Akademik, 2015, hal. 235
- Menguntungkan Diri Sendiri, Orang Lain, atau Korporasi dengan
Menyalahgunakan Kewenangan, Kesempatan, atau Sarana yang
melekat atas jabatan atau Kedudukan (Pasal 3)
b. Penyuapan:
- Suap Aktif (Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 13)
- Suap Pasif (Pasal 5 ayat (2), Pasal 12 huruf a dan huruf b)
- Suap Aktif bagi Hakim (Pasal 6 ayat (1) huruf a)
- Suap Aktif bagi Advokat (Pasal 6 ayat (1) huruf b)
- Suap Pasif oleh Hakim & Advokat (Pasal 6 ayat (2))
- Suap Pasif oleh Hakim (Pasal 12 huruf c)
- Suap Pasif oleh Advokat (Pasal 12 huruf d)
c. Penggelapan Dalam Jabatan
- Pegawai Negeri Menggelapkan Uang atau Membiarkan
Penggelapan (Pasal 8)
- Pegawai Negeri Memalsukan Buku Untuk Pemeriksaan
Administrasi (Pasal 9)
- Pegawai Negeri Merusak Bukti (Pasal 10 huruf a)
- Pegawai Negeri Membiarkan Orang Lain Merusak Bukti (Pasal 10
huruf b)
- Pegawai Negeri Membantu Merusak Bukti (Pasal 10 huruf c)
d. Pemerasan
- Pemerasan oleh Pegawai Negeri (Pasal 12 huruf e)
- Pemerasan oleh Pegawai Negeri pada waktu menjalankan tugas
(Pasal 12 huruf g)
- Pegawai Negeri Memeras Pegawai Negeri lainnya (Pasal 12 huruf
f)
e. Perbuatan Curang
- Pemborong Berbuat Curang (Pasal 7 ayat (1) huruf a)
- Pengawas Proyek Membiarkan Perbuatan Curang (Pasal 7 ayat (1)
huruf b)
- Perbuatan Curang yang dilakukan terhadap TNI/Polri (Pasal 7 ayat
(1) huruf c)
- Perbuatan Curang oleh Pengawas Rekanan TNI/Polri (Pasal 7 ayat
(1) huruf d)
- Penerima Barang TNI/Polri yang Membiarkan Adanya Perbuatan
Curang (Pasal 7 ayat (2))
- Pegawai Negeri Menyerobot Tanah Negara (Pasal 12 huruf h)
f. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
- Pegawai Negeri Turut Serta Dalam Pengadaan yang Diurusnya
(Pasal 12 huruf i)
g. Gratifikasi (Pasal 12 b & Pasal 13)

3. Bentuk Korupsi yang Beririsan dengan Ketentuan dalam KUHP


Bentuk-bentuk tidak pidana korupsi yang berkaitan dengan KUHP
diantaranya, sebagai berikut:
Penyuapan:
a. Penyuapan pegawai negeri atau penyelenggara negara beririsan dengan
ketentuan dalam Pasal 209 KUHP
b. Penyuapan hakim beririsan dengan ketentuan dalam Pasal 210 KUHP
c. Penyuapan pasif oleh Pegawai Negeri beririsan dengan Pasal 419 KUHP

Perbuatan Curang

d. Perbuatan Curang oleh Pemborong beririsan dengan ketentuan Pasal 387


KUHP
e. Perbuatan Curang terkait Penyerahan Barang TNI/Polri beririsan dengan
Pasal 388 KUHP

Penggelapan Dalam Jabatan

f. Penggelapan uang atau surat berharga oleh Pegawai Negeri atau


penyelenggara negeri beririsan dengan Pasal 415 KUHP
g. Pemalsuan buku-buku serta Surat-Surat Administrasi lainnya beririsan
dengan Pasal 416 KUHP
h. Perusakan bukti oleh Pegawai Negeri beririsan dengan Pasal 417 KUHP

Gratifikasi beririsan dengan Pasal 418 KUHP

Anda mungkin juga menyukai