Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nabilah Muthiah

NPM : 230110150147
Kelas : Perikanan B

Surimi Sebagai Solusi Peningkatan Angka Konsumsi Ikan di Jawa Barat

Dewasa ini, tingkat konsumsi ikan di Indonesia pada tahun 2017 sudah
mencapai angka diatas standar konsumsi ideal yang ditetapkan World Health
Organization (WHO) yaitu sebesar 47 kg/kapita/tahun. Angka ini masih sangat
jauh dibawah angka konsumsi ikan di Malaysia dan Singapura. Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menargetkan masyarakat Indonesia
mengkonsumsi ikan hingga mencapai angka konsumsi ikan sebesar 50,8
kg/kapita/tahun hingga akhir tahun 2018 (Tempo 2018). Sedangkan angka
konsumsi ikan di Jawa Barat sendiri masih terbilang cukup rendah dikarenakan
masih dibawah target konsumsi ikan di Indonesia. Angka konsumsi ikan di Jawa
Barat pada tahun 2016 hanya 27,7 kg/kapita/tahun (Tribun Jabar, 2017).
Sedangkan standar ideal yang ditetapkan WHO adalah 36 kg/kapita/tahun.
Pertumbuhan konsumsi ikan ini secara tidak langsung dapat menekan biaya impor
pangan ternak yang masih cukup tinggi. Kandungan protein yang berasal dari ikan
hanya sebesar 12% terhadap angka kecukupan gizi masyarakat Indonesia. Angka
ini sangat rendah dibandingkan dengan Malaysia yang sudah mencapai 18% dari
angka kecukupan gizi. Dengan menggunakan ikan sebagai makanan keseharian
masyarakat Indonesia dapat memperoleh berbagai dampak baik dalam kesehatan
yaitu, dapat meningkatkan kemampuan kecerdasan dan juga kesehatan secara
fisik. Konsumsi ikan di Indonesia masih bisa ditingkatkan lagi agar masyarakat
Indonesia dapat memiliki asupan protein yang tinggi untuk mendukung
peningkatan kualitas hidup. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
meningkatkan konsumsi ikan agar memenuhi kebutuhan protein hewani yang
berasal dari ikan.
Berdasarkan kajian Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan
beberapa studi lainnya, penyebab rendahnya tingkat konsumsi ikan terkait dengan
masalah pasokan yang tidak kontinyu dan bermutu, rendahnya peminatan produk
perikanan, dan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap gizi dan manfaat
ikan. Salah satu hal yang juga mempengaruhi kurangnya konsumsi ikan di Jawa
Barat ini adalah kurang maksimalnya pemanfaatan ikan yang ada. Waduk Jatigede
adalah salah satu waduk yang kurang dimanfaatkan hasil tangkapannya
dikarenakan masyarakat sekitar masih belum paham cara pengolahan ikan dengan
baik. Jika hasil tangkapan dari waduk Jatigede dengan baik dapat meningkatkan
konsumsi ikan di Jawa Barat mengingat waduk Jatigede merupakan waduk kedua
terbesar di Indonesia dengan luas 4.122 ha dan memiliki 17 spesies ikan
didalamnya (Andani dkk 2017).
Daging ikan umumnya memiliki kandungan protein 15-25%. Kadar lemak
pada ikan beragam. Ikan dengan kadar lemak rendah memiliki kadar lemak
kurang dari 3%, ikan dengan kadar lemak sedang memiliki kadar lemak 3-5%,
sedangkan ikan dengan kadar lemak tinggi memiliki kadar lemak lebih dari 7%
(Venugoval 2008). Berdasarkan komposisi kimia nya, ikan dapat dimanfaatkan
pada produk makanan dengan kadar protein rendah. Selain menambah kadar
protein, penggunaan ikan juga dapat meningkatkan konsumsi ikan dan memberi
nilai tambah pada pengembangan diversifikasi dan inovasi produk. Diversifikasi
produk adalah memperbaiki produk yang sudah ada dipasaran dengan cara
meningkatkan kualitas dan mengambangkan keragaman produk dengan tujuan
menyesuaikan permintaan pasar. Sedangkan inovasi produk adalah hasil penelitian
yang sudah ada dan diuji dengan teknologi tepat guna.
Produk sederhana yang dapat diolah dari ikan adalah surimi. Surimi dapat
diolah kembali dan menghasilkan beberapa produk pangan dikarekan surimi
merupakan produk yang tidak memiliki warna, aroma dan rasa. Beberapa
contohnya adalah bakso, sosis, otak-otak, kamaboko, chikuwa, dan beberapa
profuk fish jelly lainnya. Pembuatan surimi pun cukup mudah. Dimulai dari
pemisahan tulang kemudian diberi perlakuan pencucian dengan air dan
penambahan cryoprotectant sebagai penstabil (Park & Morrisey 2000). Jenis ikan
yang digunakan dapat mempengaruhi sifat dan komposisi surimi. Pada dasarnya,
semua jenis ikan dapat diolah menjadi bahan baku surimi. Namun, ikan dengan
daging putih, tidak terlalu amis, mempunyai kemampuan dalam membentuk gel
yang baik dan harga ekonomis akan memberikan hasil surimi dengan kualitas baik
dan efektif. Penggunaan ikan segar juga dapat mempengaruhi hasil surimi dengan
kualitas yang tinggi dikarekan ikan segar memiliki tingkat elastisitas yang lebih
baik dibandingkan ikan yang sudah dibekukan dan ikan segar juga memiliki
protein yang tidak terdenaturasi. Faktor lain yang penting dalam pembuatan
surimi adalah suhu air pencuci dan penggilingan daging ikan. Tujuan dari proses
pencucian ini adalah untuk menghilangkan konponen larut air, lemak, dan darah
serta untuk meningkatkan kekuatan gel dan memperbaiki penampakan.
Beragam variasi produk yang akan dihasilkan dari surimi akan
memberikan minat mengkonsumsi ikan yang tinggi di masyarakat. Hal ini
dikarenakan, masyarakat tidak akan merasa bosan dengan adanya berbagai macam
variasi dari surimi. Dengan meningkatnya angka konsumsi ikan di Indonesia ini
khususnya di Jawa Barat, dapat berpengaruh pada kemandirian ekonomi
masyarakat di bidang perikanan dan kelautan. Jika konsumsi ikan meningkat,
maka industri perikanan nasional pun akan meningkat karena tinggi nya minat
masyarakat terhadap produk perikanan (Direktur Jenderal PDSPKP).

Anda mungkin juga menyukai