Babak 1
Narator : Alkisah di sebuah hutan terdapat seorang tukang batu yang pemalas,
suka mengeluh dan selalu tidak puas dengan dirinya sendiri.
Tukang Batu : Aduh. Hari ini aku harus bekerja. Pasti nanti capek sekali. Enakan aku
duduk-duduk dulu. (duduk disebuah batu).
Tukang Batu : (terkejut dan takut). Maaf, dikit. Lho, kok batu bisa ngomong?
Tukang Batu : O!
(Tukang batu pun ketakutan, lalu melihat-lihat sekeliling, mencari tempat untuk bersandar.
Kemudian Ia melihat pohon besar di belakangnya)
Pohon : Wah menghina yaah? Aku adalah pohon ajaib. Aku bisa melakukan apa
saja. Bahkan aku bisa menyanyi dan menari (menyombongkan diri)
(Pertama-tama pohon menyanyi seriosa dan tukang batupun menutup kupingnya karena suara
pohon yang melengking dan jelek. Lalu mulai menari. Setelah selesai, tukang batu pun hanya
bisa terkejut)
Tukang Batu : Wah! Pohon yang aneh. (Menggeleng-gelengkan kepalanya sambil pergi
meninggalkan pohon itu)
Babak 2
Narator : (Ketika narator masuk, semua menjadi patung dengan gaya yang aneh)
Lalu datanglah sebuah matahari yang sinarnya sangat panas menyengat
Tukang Batu : Wah Panas sekali yaa! (Sambil sesekali mengipasi dirinya. Lalu
mengusap keringatnya dengan sapu tangannya dan tidak sengaja
memerasnya di sebelah batu)
Tukang Batu : (Terkejut) Maaf. Eh, emangnya batu punya hidung yah?
Tukang Batu : (Pergi menjauh) Pemarah sekali si batu itu. Tapi memang panas sekali.
Ini pasti karena matahari itu
Tukang Batu : (Menutup hidung karena bau) Wah! Enak sekali jadi matahari yah, bisa
memberi panas tapi dia sendiri tidak kepanasan
Tukang Batu : (Berfikir, lalu dapat ide) Hmmmm, matahari, bagaimana kalau kita
bertukar tempat saja? Aku jadi matahari, dan kamu menjadi tukang batu.
Bagaimana?
Matahari : (Tampak berfikir) Bagaimana yaa? Baiklah, tapi ada syaratnya. Dan kau
harus meminta persetujuan pada penjaga disini yaitu putrid sungai
Tukang Batu : Apa syaratnya? Serta dimana aku bisa menemuinya? (Penasaran)
Matahari : Kau harus member aku sepiring nasi dengan lauknya. Bagaimana?
Tempatnya di pinggir sungai hahahahaha.
Matahari : Eeiitttt! Tunggu dulu. Sepiring nasi dengan lauk sate, gulai, soto ayam,
ayam goreng, ayam bakar, ikan gurami, capcai, telor dadar, dan telor
mata sapi yang melirik ke kiri. Oke?
Tukang Batu : Haaaaaaaa??? (Terkejut) Banyak sekali. Tapi, baiklah. Sebentar yaaah!
(Tukang batu pulang kerumahnya untuk mengambil makanan yang diminta matahari, sedangkan
matahari sudah lapar dan ingin segera mencicipi masakan tersebut. Tak lama kemudian tukang
batu masuk sambil membawa masakan yang dijanjikannya)
Tukang Batu : Wahai putri sungai dapatkah aku bertukar tempat dengan matahri?
Jawablah!
Putri Sungai : Siapa kamu? Dan siapa yang menunjukkan tempat ini?
Tukang Batu : Aku seorang tukang batu putrid, dan sang mataharilah yang
menunjukkan tempat ini
Putri Sungai : Baiklah, engkau dapat bertukar tempat dengan 3 kesempatan, akan
tetapi di kesempatan terakhir kamu akan menjadi selama-lamanya
dengan apa yang kamu mau
Tukang Batu : Baiklah, aku akan memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik
mungkin
Tukang Batu : Ini makanannya dan aku telah bertemu dengan putrid sungai dan Ia
telah mengizinkanku untuk bertukar tempat denganmu
Matahari : Wahwahwah. Hei penonton, enak gak kalo kita makan tanpa sambal
terasi? (Tanya ke penonton) Nah, dengar tidak? Semua orang setuju
kalau makan tanpa sambal, makanan kita jadi tidak enak
Batu : Wadoooooow! Aduh, kamu lagi, kamu lagi. Senang pula kau
mengganggu aku. Liat nih, gara-gara kamu kepalaku jadi benjol-benjol.
Lho kok aku jadi logat batak juga sih? (Marah-marah sambil
menunjukkan kepalanya yang benjol)
Babak 3
Narator : Akhirnya tukang batu itupun menjadi sebuah matahari. Dan si matahari
berubah menjadi seorang tukang batu. Hahahaha
Matahari : Maaf bu, itu kan ketawa aku. Kok ibi jadi ikut-ikutan ketawa seperti itu
Pohon : Heiii.. Pergi sana.. Jangan dekat-dekat. Panas nih! Kalau tidak Ciaaattt!!!
(Berpose silat, meniru gaya hewan: elang menyambar, ular mencaplok,
dan harimau mencengkeram)
Tukang Batu : Iyaa.. iyaaa.. Dasar batu dan pohon-pohon pemarah. Ah, sudahlah. Tapi
enak sekali menjadi matahari
(Lalu datanglah sebuah awan hitam, yang terus mengejar matahari dan berdiri di depannya.
Tukang batupun jengkel)
Tukang Batu : Heiiii Awan hita,. Panggungnya kan masih luas. Kenapa sih, selalu ada
di depanku?
Awan Hitam : Hei matahari, kamu tidak tau siapa aku yah? Aku ini awan hitam.
Sebentar lagi aku akan menurunkan hujan. Makanya kamu sembunyi
dulu
Tukang Batu : (Berfikir) Waah enak dong menjadi awan hitam (Berkata dengan dirinya
sendiri) Eh, awan hitam, mau tukaran tempat tidak? Aku menjadi awan
hitam dan kamu menjadi matahari. Bagaimana?
Awan Hitam : Bu narator, kok sudah muncul sih? Kan belum waktunya
Narator : Lho iya yaah? Wah bilang dong daritadi kalau belum saatnya muncul.
Maaf para penonton. Kalian sih, jadi malu nih. (Marah-marah sambil
menyalahkan mereka berdua)
Tukang Batu : (Terkejut) Wah itu sih susah.. Eh, tapi tunggu dulu. (Tukang batu masuk
ke dalam, lalu keluar lagi sambil membwa mobil-mobilan dan rumah-
rumahan) Bagaimana kalau mobil-mobilan dan rumah-rumahan
mewah?
(Lalu mereka bertukar tempat, tiba-tiba datang ibu narrator. Semua menjadi patung. Tapi ibu
narrator tidak ngomong-ngomong)
Tukang Batu : Iya. Tidak apa-apa. Aku juga sudah lelah menjadi manusia yang setiap
saat harus bekerja
Narator : Siapa bilang saya mau ngomong? Saya kan Cuma mau nampang doing!
(Sambil melambai-lambaikan tangan ke penonton)
Narator : Kenapa sih sirik ajaa. Memangnya tidak boleh? (Pergi sambil ngomel-
ngomel)
Tukang Batu : Asyiiikkk! Sekarang aku jadi awan hitam. Aku bisa menutup-nutupi
matahari. Ooh ya aku juga bisa membuat hujan yang sangat lebat.
Hahaahahhaha
Tukang Batu : Maaf. Wah sekarang aku mau menurunkan hujan yang sangat lebat.
Wuuuuuussssss (Sambil menendang-nendang tumbuhan kecil. Lalu
datang seseorang yang tertarik angin. Terus datang lagi orang yang
berpayung, yang payungnya sampai rusak mengahadap ke atas)
Tukang Batu : Asyikkkk. Aku berkuasa sekarang (Tiba-tiba tukang batu heran melihat
batu yang tidak bergeser sedikitpun) Hey batu, kok kamu tidak rusak
sedikitpun?
Batu : Hei awan hitam? Mikir dong! Aku kan batu. Liat aku sangat kuat.
(Sambil memamerkan ototnya) Jadi aku tidak akan rusak
Tukang Batu : Ooh begitu yah? (Berfikir) Hmmmm, ngomong-ngomong batu, mau
tidak kita tukaran tempat?
Batu : Apaaa? (Berteriak keras) Kamu fikir aku bodoh yah? Bisa kamu suap
seperti si matahari dan awan hitam
Tukang Batu : Ayolaah! Apapun syaratnya, aku akan penuhi. (Sambil ketakutan)
Batu : Tidaaak!
Tukang Batu : Heeyyy mau tidak? (Marah sambil mencengkeram kerah baju si batu) (Si
batupun ketakutan)
Batu : Iya deh kalau begitu. Jangan marah dong! Gitu aja marah! (Merayu si
tukang batu) Nih! (Menyerahkan kostumnya)
Tukang Batu : Sana pergi! Awas ya kembali lagi! (Mengancam batu. Batu pun
ketakutan dan berlari) Asyiik, kasian deh lo si batu, makanya jadi orang
jangan galak-galak. Sekarang aku menjadi batu yang perkasa
Matahari : Bah, macam pula kau ini. Aku kan seorang tukang batu. Jadi
pekerjaanku yaa memecah batu
Matahari : Yaaah, terserah kaulah. Siapa suruh jadi batu (Mulai memukul lagi)
Tukang Batu : Tunggu.! Aku mau jadi tukang batu lagi kalau begitu. Tukeran ya?
Putri Sungai : Aku disini. Tapi maaf, aku tidak bisa merubah engkau menjadi manusia
kembali
Matahari : Hahahahahahhaa.
Narator : (Sambil tetap makan) Iyaaaa Cerewet amat sih. Siapa suruh gak puas
jadi diri sendiri. Makanya jadilah dirimu sendiri. Percaya diri dong!
Baiklah para penonton, begitulah akhir cerita kita hari ini. Hikmah yang
bisa kita ambil, janganlah kita meniru si tukang batu yang selalu
mengeluh, pemalas, dan selalu tidak puas dengan dirinya sendiri. Sampai
jumpa di cerita selanjutnya!