BABAK
(ketika semua sudah lengkap, maka narator masuk ke panggung dan mulai bercerita)
Narator : alkisah di sebuah hutan terdapat seorang tukang batu yang pemalas, suka
mengeluh
dan
selalu
tidak
puas
dengan
dirinya
sendiri.
Tukang Batu : aduh hari ini aku harus bekerja. Pasti nanti capek sekali. Enakan aq
duduk
duduk
dulu.
(duduk
di
sebuah
batu)
(sambil
menutup
hidung)
Tukang Batu : (Terkejut dan takut) Maaf, dikit. Lho, batu kok bisa ngomong ?
Batu
ini
Tukang
Batu
kan
Cuma
Batu
:
Awas
drama
(mengancam
dan
mengacung
O.
acungkan
kepalanya)
(Tukang batu pun ketakutan lalu melihat-lihat sekeliling, mencari tempat untuk
bersandar.
Kemudian
Tukang
Batu
Pohon
Tukang
Batu
dia
melihat
kebetulan
ada
aduuuuuuuuuh..
:
(Terkejut)
pohon.
hati
Lho
pohon
kok
hati
pohon
Bisa
dong,
juga
dibelakangnya)
bersandar
lecet
bisa
nih!
neh.
ngomong?
Pohon : Wah menghina ya. Aku adalah pohon ajaib. Aku bisa melakukan apa saja.
Bahkan
aku
Tukang
bisa
Batu
menyanyi
dan
menari
(menyombongkan
masak
sih
diri)
?
(pertama tama pohon menyanyi seriosa dan tukang batupun menutup kupingnya
karena suara pohon yang melengking dan jelek. Lalu mulai menari. Setelah selesai,
tukang
batu
hanya
bisa
terkejut)
Tukang Batu : Wah pohon yang aneh. (menggeleng-gelengkan kepala sambil pergi
meninggalkan
BABAK
pohon
itu)
II
Narator : (ketika narator masuk, semua menjadi patung dengan gaya yang aneh). Lalu
datanglah
sebuah
matahari
yang
sinarnya
sangat
panas
menyengat.
Tukang Batu : wah.. panas sekali ya! (sambil sesekali mengipasi dirinya. Lalu
mengusap keringatnya dengan sapu tanggan nya dan tidak sengaja memerasnya di
sebelah
batu)
bau
Batu
:
asem
(Terkejut)
idiiiiiiih
sebel
lagi.
maaf.
deh
Eh
.
(sambil
emangnya
ini
kan
menutup
batu
Cuma
punya
hidung)
hidung
boong-boongan
tau
ya?
!
Tukang batu : (Pergi menjauh ) Pemarah sekali si batu itu . tapi memang panas sekal.
Ini
pasti
karena
si
matahari
itu.
Matahari : Ha.haha. ya aku yang menyebabkan panas ini.. ha.. haha (Logat
batak)
Tukang Batu : (menutup hidung karena bau) wah, enak sekali ya menjadi matahari. Bisa
member
panas
Matahari
iya
tapi
dong.
dia
Aku
sendiri
gitu
loh
tidak
(sambil
kepanasan.
bergaya
fungky)
Tukang Batu : (berfikir lalau dapat ide). Hmmmmmm matahari, bagaimana kalau kita
bertukar tempat saja. Aku menjadi matahari, dan kamu menjadi Tukang Batu.
Bagaimana?
Matahari
(Tampak
Tukang
berfikir).
Batu
Bagaimana
ya?
Baiklah,
apa
tapi
ada
syaratnya?
syaratnya?
(penasaran)
Matahari : Kau harus member aku sepiring nasi dengan lauknya. Bagaimana?
Hahahahaha
Tukang
Matahari
Batu
:
eiiitt
tunggu
:
dulu.
Itu
Sepiring
nasi
sih
dengan
lauk
gampang.
sate,gulai,soto,ayam
goring,ayam bakar,ikan gurami,capcai,telor dadar, telor mata sapi yang melirik ke kiri.
Ok?
Tukang
Batu
haaaa!
(terkejut)
banyak
sekali!
Tapi
baiklah.
Sebentar
ya!
(Tukang Batu pulang ke rumahnya untuk mengambil makanan yang di minta matahari,
sedangkan matahari sudah lapar dan ingin segera mencicipi masakan tersebut. Tak lama
kemudian
Tukang
Batu
Tukang
masuk
sambil
membawa
Batu
Matahari
Tukang
bah!
Batu
masakan
pila
terasi?
dijanjikannya)
nih
Dimana
sambal
yang
Tadi
sambal
kan
kamu
terasinya?
tidak
minta?
Matahari : wah-wah-wah hei penonton, enak gak klo kita makan tanpa sambal terasi?
(Tanya ke penonton). Nah, dengar tidak, semua orang setuju kalau tanpa sambal,
makanan
kita
(Dengan
terpaksa,
jadi
tukang
batu
tidak
membuat
sambal
enak.
di
atas
batu)
Batu : Wadooooooooow. Aduh. Kamu lagi, kamu lagi. Seneng pula kau menggangu aku.
Liat nih gara-gara kamu. Kepalaku jadi benzol-benzol. Lho kok aku jadi logat batak
juga
sih
(marah-marah
sambil
Tukang
Batu
Batu
(Lalu
mereka
berdua
menunjukan
berganti
kepalanya
yang
benjol)
maaf
Awas
ya!
kostum,
dan
naratorpun
masuk)
BABAK III
Narator : akhirnya tukang batu itupun menjadi sebuah matahari. Dan si matahari
berubah
menjadi
seorang
tukang
batu.
Haaahaaha,,
Matahari : Maaf bu. Itu kan ketawa aku. Kok ibu zadi ikut-ikutan ketawa seperti itu.
Narator
Tukang
:
Batu
(malu)
:
Maaf
Asyiiiiiiik!
Ahirnya
(lalu
aku
pergi)
menjadi
matahari.
Batu : Wadoooow. Jangan dekat-dekat dong! panas sekali! jauh-jauh sana! Awas!
(tukang
batupun
takut
dan
menjauh
ke
arah
pohon)
Pohon : Hei pergi sana jangan dekat-dekat. Panas nih. Kalau tidak Ciaatt (berpose
silat,
meniru
gaya
hewan
elang
menyambar, ular
mencaplok,
dan
harimau
mencengkram)
Tuakang Batu : iyaiya. Dasar batu dan pohon-pohon pemarah. Ah sudahlah. Tapi
enak
sekali
menjadi
matahari.
(Lalu datanglah sebuah awan hitam, yang terus mengejar matahari dan berdiri di
depannya.
Tukang
batupun
jengkel)
Tuakang Batu : Hei. Awan hitam. Panggungnya kan masih luas. Kenapa sih, selalu ada
di
depanku?
Awan Hiatm : Hei matahari, kamu tidak tahu siapa aku ya?. Aku ini awan hitam.
Sebentar lagi, aku akan menurunkan hujan. Makanya kamu harus sembunyi dulu.
Tukang
Batu
Awan
Hitam
(Tukang
O.
Iya.
Masak
Begitu
tidak
ya?
tau
batu
sih
menggeleng-geleng)
Tukang Batu : (Berfikir) wah enak dong menjadi awan hitam (Berkata dengan dirinya
sendiri). Eh awan hitam, mau tukaran tempat tidak. Aku menjadi awan hitam dan kamu
menjadi
matahari.
(ketika
Awan
awan
Hitam
hitam
Bu
sedang
narator,
kok
Bagaimana?
berfikir,
sudah
tiba-tiba
narator
datang)
sih.
belum
waktunya?
muncul
Kan
Narator : lho iya ya? Wah bilang dong dari tadi, kalau belum saatnya muncul. Maaf para
penonton. Kalian sih, jadi malu nih. (marah-marah sambil menyalakan mereka berdua)
Tukang
Batu
bagaimana?
Batu
Awan
Hitam
(menggeleng-geleng
:
Mudah
sambil
yaitu
menghela
mobil
nafas)
mewah
dan
apa
syaratnya
rumah
mewah.
Tukang Batu : (terkejut) wah itu sih susah. Eh tapi tunggu dulu. (Tukang Batu masuk
ke dalam. Lalu keluar lagi sambil membawa mobil-mobilan dan rumah-rumahan).
Bagaimana
Awan
kalau
Hitam
mobil-mobilan
(terkejut)
apa!
dan
rumah-rumahan
(mengeleng-geleng)
baiklah.
mewah?
Terpaksa!
(lalu mereka bertukar tempat,tiba-tiba datang ibu narator. Semua menjadi patung. Tapi
ibu
Batu
narator
:
Bu.
lama
Ibu
tidak
narator.
Kok
tidak
ngomong-ngomong)
ngomong-ngomong
ya?
Narator : siapa bilang saya mau ngomong. Saya kan Cuma mau nampang doing. (sambil
melambai-lambaikan
Semua
Personil
tangan
:
ke
penonton)
Huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu..!
Narator : kenapa sih sirik aja. Memangnya tidak boleh. (pergi sambil ngomel-ngomel)
Tukang Batu : asyiiik. Sekarang aku menjadi awan hitam. Aku bisa menutup-nutupi
matahari. Oh ya, aku juga bisa membuat hujan yang sanggat lebat. Ha..ha.ha
(tiba-tiba
matahari
Matahari
yang
menjadi
he..he
tukang
itu
kan
batu
datang)
ketawa
aku
Tukang Batu : maaf. Wah sekarang aku mau menurunkan hujan yang sangat lebat.
Wuuuuuuuuuuuuus (sambil menendang-nendang tumbuhan kecil. Lalu datang seseorang
yang tertarik angin. Trus datang lagi orang berpayung, yang payungnya sampai
rusak,menghadap
Tukang
ke
Batu
asyiiik.
atas)
Aku
berkuasa
sekarang.
Tukang Batu : ha..(tiba-tiba ingat matahari yang marah bila ketawanya ditirukan).
Ups. (tiba-tiba tukang batu heran melihat batu yang tidak bergeser sedikitpun). Hai,
batu.
Kok
kamu
tidak
rusak
sedikitpun?
Batu : Hai awan hitam? Mikir dong! Aku kan Batu. Liat aku sangat kuat. (sambil
memamerkan
ototnya).
Jadi
aku
tidak
akan
rusak.
Tukang Batu : o.. begitu ya. (berfikir). Hmmmm.. ngomong-ngomong batu, mau
tidak
kita
tukaran
tempat?
Batu : Apa! (berteriak keras). Kamu fikir aku bodoh ya, bisa kamu suap seperti si
matahari
dan
awan
hitam.
Tukang Batu : Ayolah! Apapun syaratnya, aku akan penuhi! (sambil ketakutan)
Batu
tidak!
(masih
marah
Tukang
dan
berteriak)
Batu
Batu
enak
saja!
:Please!
Tidak
Tukang Batu : He, mau tidak? (marah sambil mencengkeram kerah baju si batu)
(Si
batupun
ketakutan)
Batu : eh.. iya deh kalau begitu. Jangan marah dong! Gitu saja marah! (merayu si
tukang
batu).
Nih!
(menyerahkan
kostumnya)
Tukang Batu : sana pergi! Awas ya kembali lagi! (mengancam batu. Batupun ketakutan
dan berlari). Asyiiik. Kasihan deh lo si batu,makanya jadi orang jangan galak-galak.
Sekarang
aku
menjadi
batu
yang
perkasa.
tukang
batu.
(matahari
Tukang
Kebetulan
mulai
Batu
ada
sebuah
batu
memukul-mukulkan
aduuuuuuh.
Matahari
kenapa
disini.
palunya)
memukul
aku?
Matahari : bah. macam pula kau ini. Aku kan seorang tukang batu. Zadi pekerjaanku
yya
Tukang
memecah
Batu
batu.
O.
tapi
aku
mati
dong!
Matahari : ya. Terserah kaulah. Siapa suruh zadi batu. (mulai memukul lagi)
Tukang Batu : Tunggu.! Aku mau jadi tukang batu lagi kalau begitu. Tukeran ya?
Matahari
Tidak
mau
(terus
memukul-mukul)
Tukang Batu : tolong..tolong..tolong. ibu narator kemana sih? Bu. Ibu narator!
Matahari
(Lama
:
kemudian
ibu
narator
ha..ha.ha
datang
sambil
makan)
Tukang Batu : Bu. Lama sekali sih. Tutup acaranya dong. Saya di pukulin terus nih!
tolong!
Narator : (sambil tetap makan) iyaaaaaaa cerewet amat sih, siapa suruh gak puas jadi
diri
sendiri.
Makanya jadilah dirimu sendiri. Percaya diri dong! Baiklah para penonton, begitulah akhir
cerita kita hari ini. Hikmah yang bisa kita ambil, janganlah kita meniru si tukang batu
yang selalu mengeluh, pemalas dan selau tidak puas dengan dirinya sendiri. Sampai
jumpa di cerita selanjutnya.