Anda di halaman 1dari 14

Naskah Dayang Merindu

[ADEGAN 1]
Prolog
SETTING : properti pohon sebelah kiri, properti istana sebelah kanan diletakkan
paling belakang ditutup kain hitam
MUSIK : instrumen syair dinyanyikan
LAMPU : black out
Wahai ananda pelajar hikmat
Ketahuilah sebuah riwayat
Riwayat Merindu putri elok nan memikat
Anak Tuanku Pate Tanjung Ringgit yang terhormat
Tuan-Puan penikmat budiman
Kisah Merindu kami bawa kemudian
Mohon disimak dalam perasaan
Dapatlah di dalam tersirat pesan
SETTING PANGGUNG: Full panggung setting Sungai 1 (ranting lebat dan bebatuan)
MUSIK : lagu dari penari
LAMPU : lampu netral
PARA PENARI MASUK DARI SISI KIRI DAN KANAN WING
TARI : MENGISAHKAN SEORANG DAYANG MERINDU YANG RAMBUTNYA
BERBUAH EMAS, BEBERAPA HELAI RAMBUT RONTOK, DIGULUNG, DIMASUKKAN
KE BOKOR EMAS, BOKOR EMAS HANYUT DI SUNGAI.
SELESAI MENARI PENARI KEMBALI KE SISI KIRI DAN KANAN WING
LAMPU :Black Out

Babak 1
SETTING PANGGUNG: Full panggung Sungai 2 (pohon tanpa ranting dan sedikit
bebatuan) dan bokor disisi kiri pojok ditutupi bebatuan dan dedaunan
LAMPU : lampu netral
MUSIK : musik iringan Palembang mengiringi dari wings kanan sampai kanan
tengah dan menghadap penonton
SUNAN BERJALAN DENGAN KEDUA ISTRINYA DIIRINGI HULUBALANG DAN
PENGAWAL, SERTA PENGAWAL PERMAINSURI DI BELAKANGNYA.
MUSIK : bagian para kerajaan berkata musik iringan Palembang mengecil diganti
kicauan burung dan suara sungai dimainkan sesuai intonasi perkata para orang istana.
Sunan : “Duhai Adindaku sekalian berdua
Sepatutnya kita bersyukur kepada Allah sang pencipta langit dan bumi
Rahmat-Nya tak pernah terlepas untuk kita
Betapa sangat bahagianya hati kakanda
Dapat menikmati sekitar istana ini setelah sekian lama.”
Nyimas : “Tentulah benar apa prakata Kakanda
Selalu berlimpah ruah nikmat-Nya untuk kita
Kesempatan yang baik nan elok datanglah jua
Dapatlah pula kita menyusuri jalan ini bersama.”
NYIMAS BERJALAN MENYUSURI SUNGAI DIKAWAL OLEH PENGAWAL
PERMAISYURI NYIMAS
Masayu : “Wahai Kakandaku Baginda Sunan
Dapatkah tuanku ingat terakhir kali kiranya kita seperti
ini, kapan?”
Sunan : (dengan ekspresi mengingat peristiwa masa lalu)
“Tentulah kakandamu ini belum lah lupa,
Sekiranya sekitar tujuh purnama,
Kala itu bulan merona bak seorang dewi
Bercengkramalah kita di luar Istana.
Mengenang riwayat nasab leluhur
NYIMAS TERKEJUT MELIHAT BENDA YANG BERSINAR YANG BELUM PERNAH
DILIHATNYA
Nyimas : “Duhai Kakanda, wujud benda apakah yang berkilauan itu di seberang muka?”
(ekspresi terkejut dan penasaran)
NYIMAS MENGHAMPIRI KAKANDA DAN MENUNJUK AGAR TERLIHAT JUGA
Sunan : “Di manakah jua Adinda melihatnya? Lalu asal benda berkilauan itu kiranya
darimana? (terheran dan mencari yang mana yang dimaksud nyimas)
Nyimas : “Di sana kakanda, wujud benda itu berpendarlah kiranya. Masayu lihat jugakah
engkau? (menunjuk satu arah kiri pojok sambil menoleh dan mengajak Masayu berbicara)
Masayu : “Benar prakata ayunda, dapatlah pula Adinda lihat wujud benda yang berpendar
itu di sana. (Masayu menyela mengartikan bahwa ia juga melihat benda itu disana)
SUNAN MEMANGGIL PENGAWAL UNTUK MENGAMBILNYA WUJUD BENDA YANG
MEMBUAT KEDUA ISTRINYA KEHERANAN KARENANYA
Sunan : (melihat dengan serius tetapi tak bertemu hanya menunjukkan arahnya dan
memanggil pengawal ) “Pengawal, coba engaku ambilkan benda itu, apakah gerangan benda itu
yang membuat kedua istriku mengheran karenanya?
Pengawal : “Baiklah, Baginda Sunan.”
PENGAWAL MENGHAMPIRI BENDA ITU, MEMUNGUTNYA, LALU MENYERAHAN
KE HADAPAN SUNAN
Pengawal : “Ini dia tuanku baginda !”
Sunan : “Coba engkau buka dan lihat Pengawal! Apa gerangan isi yang ada di
dalamnya?”
Pengawal : “Baik tuanku baginda Sunan” (sambil membuka tutup bokor)
Sunan : (melihat isinya dan mengambil segulung rambut, mengangkatnya dengan mimik
muka heran)
PENGAWAL KEMBALI KE TEMPATNYA
Sunan : “Duhai Adinda-adinda ku (menoleh ke arah kedua istrinya), lihatlah bokor ini
rupanya berisikan rambut di dalamnya, gulungan rambut berbuah emas ini sungguh indah nan
jelita. Tentu sajalah pemilik rambut ini sangat adiwarna rupanya.”
NYIMAS MENGAMBIL RAMBUT TERSEBUT DARI SUNAN DAN MEMUJI
KECANTIKAN RAMBUT ITU
Nyimas : “Tidak salah lagi, Kakanda. Adinda belum pernah jua melihat rambut seindah
nan jelita ini. Bukankah begitu Masayu (memperlihatkan gulungan rambut itu krpada masayu)?”
Masayu : “Betul, Ayunda. Sungguhlah rambut yang elok, tak pernahlah Adinda lihat juga
sebelumnya.”
Sunan : “Bagaimana jikalau pemilik rambut ini kita ambil sebagai menantu untuk putra-
putra kita, setujukah adinda berdua akan hal itu?”
Nyimas dan Masayu : “Tentulah Adinda berdua setuju, Kakanda.”
NYIMAS MENGEMBALIKAN BOKOR ITU KEPADA PENGAWAL
Sunan : “Baiklah kalau begitu adinda-adindaku... (Merasakan kesenangan yang
dirasakan kedua istrinya, kemudian memerintahkan hulubalang)
Hulubalang!!!!!!.....
Lekas engkau cari siapa gerangan pemilik rambut berbuah emas ini sampai dapat. Tak boleh
tugas ini dapat terlewat. Setelah bertemu engkau dengan pemiliknya, bawalah ke istana dengan
segera, gerangan pemilik rambut ini akan aku jadikan sebagai menantuku!”
Hulubalang : “Baik, tuanku Baginda Sunan. Segala perintah Baginda akan hamba
laksanakan.”
Sunan : “Mari, Adinda-Adindaku.”(mengajak kedua istrinya untuk kembali ke istana)
LEWAT WING KIRI
MUSIK :MUSIK IRINGAN PALEMBANG HIDUP SAMPAI ROMBONGAN
ISTANA BENAR-BENAR KELUAR PANGGUNG
LAMPU : LAMPU REDUP

Babak 2
SETTING : setting pasar, properti kotak buah 2, tikar dan dagangan penjual sayur,
perabot, dan bantal sudah di tempat
LAMPU : LAMPU NETRAL
CEK DUT SI TUKANG SAYUR MASUK DARI WINGS KIRI
Cek Dut : “Sayor... sayorrr, sayoooooooooorrrrr.........
Oi oi oi ngapolah pasar ni sepi, la mencak kuburan bae..
Ya Gusti, hmm kalau cak itu mending aku nyanyi dulu bae apo ye
Siapa tau rejeki namplok lantak aku nyanyi hehe.. MUSIK...
Eheeemmmm......hemmmm.......hemmmmmm.....
Oy ngapo pasar ni sepi
Jualanan aku siapo nak beli
Alangkeh aku susah ati
Pembeli katek raso nak mati (selesai nyanyi duduk merapikan dagangan)
MUSIK : musik palembang masa kini oy adek
(ekspresi kesel dan mulai berpikir) Apo uong ni.....????? la dak lagi belanjo ke
pasar e la ke supermarket galo apo?(cemas) padahal sayor aku ni masih preeessss
galoooo, baru metek dari batangnyo, Cuma bedanyo tu sikok tu la (sambil
menunjuk tangan) sayuran ini ni (sambil memegang sayuran) ditanam langsong
nah oleh jari-jari aku yang manjah... (sambil nunjukin kelentikan jarinnya yang
manja) hahahhhahahaha.............
MILA MASUK DARI WINGS KIRI SAMBIL KEHEBOHAN DENGAN 3 BANTAL YANG
DIAWANYO DEWEK DITAMBAH HARI LA SIANG
Mila : “Ya ara beyyyyyyyyy, ari lah siang bae rupanyo ckck (berjalan ke tengah , tiba-
tiba bantalnya jatuh sikok), ay dem nak nyampak-nyampak pulok bantal ini.
(memungut bantal yang jatuh) Alangke rempongnyo bawak bantal ini oy, katek
nian ap yang nak nolong aku ni.” (ekspresi kesal, menuju lapak jualan)
MELIHAT MILA DARI JAUH MULAI DAN TERTAWA SENDIRI
Cek Dut : “Oy ya ara bey, kurang siang pulok kau ni datang, ngapo dak sekalian be kau
datang ba’da magrib bae hahhahhaa.” (menertawai mila)
Mila : “Astaga dragon bey (ekspresi terkejut ), aku ni lupo bey, tau lah dewek, biasolah
bey (ekspresi malu-malu) semalam itu kan malem jumat, aku habis sunah malam
jumatan bey hahahhahah.........”(tertawa sambil menyusun jualan)
CEK DUT DAN MILA MENYUSUN DAGANGAN, TIBA-TIBA CEK DUT TER INGAT
SESUATU
Cek Dut : “Huuu lemakla yang ado, apo dayo yang jones akut ni..oi bey-bey aku punyo
firasat dak lemak bey cubo kito beretong dulu payoo.”
MUSIK : SETIAP HITUNGAN PENJUAL DIIRINGI INSTRUMEN (TEW)
Cek Dut : Satu....
Mila : Duo......
SUASANA HENING KARENA TIDAK ADA YANG MELANJUTKAN HITUNGAN
BIASANYA HITUNGAN ANGGOTA PENJUAL BERJUMLAH 3 SEKARANG CUMA 2
Mila : “Nah nah bey tuh kan bener uji aku tadi, kemanolah member kito sikok lagi ini,
tapi man firasat aku bey dengat lagi dio ni la nak datang ..”
TIBA-TIBA DARI WINGS KANAN TERDENGAR SUARA PERABOT JATUH CECE
LILING MASUK DARI WINGS KANAN DENGAN TERGESAH-GESAH SAMPAI KE
POSISI JUALANNYA
Cek Dut : “Oy oy ce ce ngapo?.” (menanyakan kenapa ce ce tergesah-gesa)???
Cece Liling : “Hayyaaaa biasa maaaaa...... owe dikejal kejal olang abis nagih utanggggg.”
Mila : “Dapet ce ????????”
Cece Liling : “Dia olang yang punya utang, owe yang dikejal-kejal pake palanggggg.”
Cek Dut : “Oy oy oy ado ado ado baae cece ini dem la kito bereske jualanan kito ni, kali
kali be banyak yang beli hari ini.”
KETIGA PEDAGANG MULAI MEMBERESKAN DAGANGANNNYA UNTUK
BERJUALAN
UNI ZAINAP MASUK DARI WING KANAN, UMI SALAMAH MASUK DARI WINGS
KIRI
Uni Zainap : “Assalammualaikum umi, nambah rancak umi iko, onde mande...”
Umi Salamah : “Walaikumsallam, alhamdulillah uni, syukron katsiron..’ana bikhoir uni. Masya
Allah uni, semakin hari ‘ana lihat uni, uni tambah bersinar (menunjuk kan ke
tangan Uni zainap), uni layaknya umbul-umbul..”
Uni Zainap : “Oy biasolah umi, ini iko dapat dari salam tempel pemilu kemaren.” (sambil
menujukkan emas)
Umi Salamah : Astagfirullah’alazim uni.., kenapa teganya uni tak ajak ‘ana? (kesal), padahal
kita ini sohib uni..” (nada kesal)
Cek dut : “Iyo uni kamu ni lokak lemak dak nak ngajak.”
Mila : “Iyo kau ni bey, awak dulu tempat kamu ngutang disini la, ck ck dak nak ngajak-
ngajak.”
Uni Zainap : “Onde mande..uni-uni, Ambo iko dapat piti ini.. iko dapet dari nomor ampek
(menunjukkan angka 4 padajarinya) dari partai na’dem. Memangnya, uni-uni iko
pilih nomor baraaapa?????”
Cece Liling : “Hayya, owe salah pilih lupanya. Owe pilih nomol 5 dali paltai dedoklat hayya...
lugi bandallll oweee... “
PARA PEDAGANG KESAL KARENA DAK DAPAT DALAM TEMPEL YANG BESAK
Umi Salamah : “Nah uni kalo begitu, supaya fulus uni tambah berkat, alangkah baiknya, nanti
belanja’an ‘ana uni yang bayarkan. Hitung-hitung uni bersodaqoh, uni kan
sekarang bergelimang harta.”
Uni Zainap : “Onde mande..Ambo iko biso sajo mamuji, marilah mumpung ambo iko lagi
baek.”
Umi Salamah : “Syukronn Uni, kita mampir ke perabot dulu uni !!”
UMI SALAMAH DAN UNI ZAINAP MENGHAMPIRI RUKANG PERABOT
Uni Zainap : “Cece, cece punyo barang apo sajo?”
Cece Liling : “Hayaaaa semua palabot saya punya ma. Palabot anti kalat saya punya, palabot
anti maling saya punya, palabot anti palakol pun (sambil mennjukkan dari
belakang pinggangnya ) owe punya maaaaaa........” (wajah senang tersirat )
Uni Zainap : “Onde mande.. iko barang asli mano haaaaa?.”
Cece Liling : “Hayyaaaa ya daliiiiii cinaaaaa maaaaaa....... indonesia tidak bisa apa apa tanpa
cina ma. Pekelja pun semua olang cinaaa maaaaaa..... hahahhahaha.”
Umi Salamah : “Astagfirullah, sombong sekali pedagang ini uni, sebaiknya kita pergi saja dari
sini uni, disini banyak mudorot nya.. astagfirullah..(sambil menarik tangan uni
Zainap hendak pergi)
Uni Zainap : “Onde mande..betullah apo yang Umi katakan.. lagipula Umi, singa air ambo iko
sudah menunggu haa..Rancak Bana..”
Umi Salamah : “ Na’am Uni..”
CECE LILING MENGUMPAT
Wak Jum : (masuk dari wings kanan) “Hey hey hey (memanggil uni Zainap dan Umi
Salamah)
MUSIK: Hey tayo
Hey uni, hey umi..”
UNI ZAINAP & UMI SALAMAH MENOLEH KEBELAKANG MELIHAT WAK JUM
MEMANGGIL
Uni Zainap : “Oy onde mande, iko memanggil ambo berdua hendak apolah..menghambat waktu
ambo sam umi saja iko..oiih.” (kesal sambil keluar panggung menuju wings kanan bersama umi
salamah)
Mila : “Hahaha, ati-ati uni sama umi yo.., mentang-mentang murah..kagek kito dak
pacak besuo lage hehehe.”
Uni Zainap : “Onde made..Bisa saja uni iko..sudah-sudah ambo samo umi mau pulang dulu,
assalamu’alaikum (ucap Uni Zainap dan Umi Salamah serentak)
Wak Jum : “Ida, ida, oi ida lama pulak kau ini bejalan, cepatlah sedikit.” (nada kesal)
WAK JUM MENUJU KE PEMBELI
Cek Ida : “Oi wak-wak tunggulah aku ni, lantak emas-emas aku ni nah berat galo.”
(sambil menunjukkan emas yang ada ditangannya)
Wak Jum : “Oi ida, bukannya emas yang kamu orang pakai sopeng?.”
PARA PENJUAL : “OOOOOOOOOO sopeng ......hahhahahahahha
Cek Ida :“Hehehhehe, ay siapo yang ngomong ini sopeng wak.. (memotong tertawaan ibu
–ibu) ini ni bukan sopeng, Cuma agak murah dikit heheheheh.” (tertawa malu)
Wak Jum : “Ay ay sudah sudahla pulak cakap kau ini ida.. macam tak ada harga diri,
cepatlah pulak kita cari bantal..”
Cek Ida : “ Wak wak agek dulu, cak nyo bagus nian perabot ini.”
Wak Jum : “Nah nah kau ni ida, kita disini mancari bantal, bukan parabot.. sini sini (menuju
ke pedagang)
Mila : “Oy dah, wak cek ado galo, nak bantal apo ???? bantal malam pertamo bantal
malam keduo malam ketigo ado galo. Nah man yang ini sepesial bantal untuk
malam jumat, aku biaso pakek hehhehhe.” (ketawa malu)
Cek Ida : “Nahhhhh ini dio setuju nian aku dengan bantal ini, ini lah wak jum yang aku
cari.” (ekspresi kegirangan)
Wak Jum : “Oi Ida, aku yang mau beli, kamu yang dapat Ida ..”(nada kesal)
Cece Liling : (dari tempat jualanna berjerit) IYAAAHHHH...... hayya sebelapa geleget anda
(menujuk cek ida)
Cek Ida : “Kemarin aku kepasar nak beli emas.”
Pedagang&ibu :”Teruusssss?.”
Cek Ida : “Emasnyo sopeng galooo.”
Pedagang&ibu : “Iyaaaaahhhhh.”
Mila : ”Seberapa gereget anda.” (menunjuk cece)
Cece Liling : “Kemarin owe betagihan utang.”
Pedagang&ibu : “Teruusssss?.”
Cece Liling : “Owe yang ngutang.”
Pedagang&ibu : “Iyaaaaahhhhh”
Cek Dut : “Seberapa greget anda.”(menunjuk mila)
Mila : “Kemarin dipasar aku jualan bantal untuk malam jumat.”
Pedangang&ibu : “Terussss?.”
Mila : “Di pakek untuk hari minggu.”
Pedagang & ibu : “Iyaaaahhhhhh.”
Cece Liling : “Sebelapa geleget anda.” (menunjuk cek dut)
Cek Dut : “Kemarin aku jual sayur .”
Pedagang & ibu : “Terusssss?.”
Cek Dut : “Yang ditanyo ayam.”
Pedagang & ibu : “Heheheheh apo dio cek.” (gaya tercugak)
Wak Jum : “Sudah-sudah, lebih baik kita pulang saja Ida..tidak dapat pulak aku mencari
bantal..
Cek Ida : “Iyo iyooo payo wak jum.”
Assalamu’alaikum (ucap Wak Jum dan Cek Ida serentak)
WAK JUM DAN CEK IDA KELUAR DARI WINGS KANAN
PEDAGANG KEMBALI DENGAN DAGANGANNYA TIBA-TIBA DARI WING
TERDENGAR SUARA DARI WING KIRI
MUSIK : musik iringan pengawal yang datang
PENGAWAL MASUK DARI WING KIRI
Pengawal : “Pengumuman-pengumuman, utusan istana datang!”
Hulubalang : “Wahai rakyat Palembang sekalian,
ketahuilah hendaklah kami menyampaikan maksud kedatangan
kedatangan atas perintah baginda sunan
rambut elok berbuah emas menjadi pertanyaan
kiranya dapat diketahui milik siapakah gerangan (sambil menunjukkan rambut)
Cek Dut : “Cek cek, bukannyo man rambut cak itu itu, punyo nyo Dayang merindu
anaknyo Pate Tanjung Ringgit.”
Cece Liling : “Hayya iyaaaa maaaaa benalll sekaliiiiii.”
CEK DUT DAN CECE LILING MENDESAK MILA UNTUK MULAI BICARA
Mila : “Mohon ampun Tuan Hulubalang, Hamba tau siapalah gerangan pemilik rambut
itu. Pemilik rambut itu jelah anak Pate Tanjung Ringgit.”
Cece Liling : “Hayaa Tuan hendak apaa haaaa lu olang menanyakan itu?”
Hulubalang : “Baginda Sunan terkesan dengan keindahan rambut ini. Lalu Baginda ingin
mengambil pemilik rambut ini sebagai menantu kerajaan. Apakah kalian
mengetahui dimana kiranya rumah pate itu?”
Mila : “Nah tuan rumahnyo dak jauh dari pasar ini tuan, di ujung pasar ini tuan
Hulubalang : “Baiklah kalau begitu kami permisi, terima kasih atas informasinya. Mari
pengawal”
PENGAWAL KELUAR DARI WING KIRI BERPUTAR MENUJU WINGS KANAN,
SEBELUMNYA PATE TELAH MENGHADANG DI JALAN MASUK DARI WING KIRI
ARIO CARANG MASUK
LAMPU : lampu efek warna merah
Ario Carang : “Tuan Hulubalang, telah kuketahui hendak apalah Tuan datang kemari, pastilah
akan membawa anakku Dayang Merindu ke istana Palembang, sebab paduka
sunan terlanjur terkesan, dengan rambut putriku yang ditemuinya
sepekan.”(ekspresi menahan amarah)
Hulubalang : “Oh, benarlah Tuan ini Pate Tanjung Ringgit. Telah tahu pula rupanya ikhwal
apa saya hendak menemui Tuan, jadi tak perlu lagilah saya sampaikan.
Sekarang Tuan, mari antar saya menemui putrimu.”
(Kepada Pengawal: “Pengawal! Pulanglah engkau ke tepian, telah kita dapati
titah baginda sunan. Siapkanlah segala keperluan!”)
Pengawal : “Baik, Tuan.” (pengawal keluar panggung dari kiri)
Hulubalang : “Mari Pate, antar saya menemui putrimu”
LAMPU : lampu mulai redup terang (efek warna merah)
MUSIK :Musik tegang
Ario Carang : “Apakah Tuan Hulubalang mengira, hendak saya berikan putri saya begitu saja
pada paduka Sunan?”
Hulubalang : “Apa maksud ucapanmu, Pate? Titah Baginda Sunan tiada pantas untuk engkau
lawan.”
Ario Carang : “Tiada maksud saya melawan titah Baginda Sunan, Tuan Hulubalang. Tetapi
bukanlah seperti ini adat mengambil menantu kerajaan di Negeri Palembang.”
Hulubalang : “Argh..Sudahlah, Pate. Tiada perlulah engaku berkilah. Tahulah saya bahwa
Engkau tidak rela menyerahkan putrimu untuk kasunanan, tetaplah ini yang
dinamai dengan perlawanan.”
Ario Carang : “Memanglah tiada rela saya menyerahkan putri saya serta merta, tanpa
pinangan nan baik di mata.
Hulubalang : “Titah Baginda sudahlah bulat, Pate. Tetaplah harus saya bawa putrimu saat ini
juga.”
Ario carang : “Tidak bisa, Hulubalang. Langkahmu akan kuhentikan sampai di sini, tak akan
sampai kau pada Ananda Puteriku.”
Hulubalang : “ Demilah Saya melaksanakan titah ini, tiada perduli darah akan tertumpah,
demilah jalan tak dapat merekah dengan keraslah saya akan melangkah.”
LAMPU : Lampu efek merah bermain dengan cepat
MUSIK : Musik tegang semakin meningkat
ARIO CARANG DAN HULUBALANG DENGAN JURUS BERKELAHI, ARIO CARANG
LEBIH UNGGUL. HULUBALANG TUMBANG DENGAN TENDANGAN PAMUNGKAS
ARIO CARANG
LAMPU : lampu mulai biasa kembali kesemula, dan diganti lampu biru.
MUSIK : Musik selaw mulai muncul
Ario Carang : “Perselisihan ini tiada perlulah diperpanjang, Hulubalang. Pulanglah
Engkau ke Palembang dan sampaikan pesanku ini kepada Baginda Sunan.
Jikalau memang Baginda Sunan hendak meminang anakku Merindu,
pinanglah dalam adat Melayu.
Hulubalang : “Jika itu keinginanmu, Tuan, akan saya sampaikan kepada Baginda
Sunan. Berkenanlah Tuan dan putri Tuan datang ke kerajaan menghadap
Baginda Sunan.”
[BLACK OUT 1]

[ADEGAN 2]
Babak 1
SETTING PANGGUNG: setengah panggung , tirai dibuka setenagh menunjukkan setting
ISTANA (kursi singgasa 3, payung pengantin, dan dinding istana)
SUNAN DAN KEDUA PERMAISURI SUDAH DUDUK DI SINGGASANA.
LAMPU : MULAI DARI REDUP MENUJU TERANG SECARA PERLAHAN
MUSIK : MUSIK BERSAMAAN DENGAN LAMPU
SUNAN DAN KEDUA ISTRINYA SEOLAH-OLAH BERBINCANG, TIBA-TIBA MASUK
HULUBALANG DARI WINGS KIRI
Hulubalang : “Mohon menghadap, Baginda Sunan. Pate Tanjung Ringgit beserta
Putrinya yang bernama Dayang Merindu telah tiba di Istana beserta
rombonganya jugalah.
Sunan : “Pengawal, suruh mereka kemari.”
Pengawal : “Baiklah, Baginda Sunan.”
MEMANGGIL ROMBONGAN ARIO CARANG MASUK YANG TERDIRI DARI ARIO
CARANG, DAYANG MERINDU, KERABAT(PENARI), DAN KEPALA RASAN ARIO
CARANG
ARIO CARANG DAN ROMBONGAN MASUK DARI WINGS KIRI
Ario carang : “Mohon ampun Baginda Sunan, hambalah Pate Tanjung Ringgit dan
inilah Putri hamba, Dayang Merindu.
SUNAN DAN ROMBONGAN MENYAMBUT PATE DAN ROMBONGAN DENGAN
TARIAN
MUSIK : musik tarian kedua penyambutan tamu
LAMPU : lampu netral
PENARI KELUAR DARI WINGS KIRI
KEPALA RASAN SUNAN : Tabik Tuan-Tuan sekalian. (Memberi hormat kepada seluruh
manusia)
(Lalu, syair ini dibawakan)
Yang besar tidaklah kami sebutkan gelar
Yang kecil tidaklah kami panggilkan nama
Yang raja besertalah daulatnya
Yang datuk datang pulalah dengan kuasanya
Yang alim ulama berkitabullah
Yang tua dengan tuahnya lah
Yang muda dengan takahnya
Yang telah hadir berhimpun pepat di istana ini
Kedatangan Tuan-puan telah diharapkanlah jua
PERWAKILAN ARIO CARANG :”Mohon maaf Paduka Sunan
Prakata di muka hendaklah kami sampaikan
Ucpaan terima kasih kami haturkan
Atas penyambutan yang mengena di hati nan berkesan
KEPALA RASAN :Tersebutlah hari tertambatnya hati
Bersama tabik kami kemari
Barang tentu Tuan bertanya diri
Gerangan apa tuan kemari
“Perkenalan diri Pate kami terima
Semua jua sudah dihadapan mata
Marilah simak dengan saksama
Pesan dari Tuanku Paduka Sunan yang Mulia”
ARIO CARANG : Hulu sungai musi banyak ikan
Ikan banyak di buat makan
Apakah gerangan yang ingin sunan katakan
Terhormatlah jua saya dapat mendengarkan
KEPALA RASAN : Tak perlu Tuan jatuh mengheran
Ada maksud dari Paduka Sunan
Kiranya hamba boleh sampaikan
Pesan dari Paduka Sunan
Tuan putri nan jelita
Izinkan hamba memberi kata
Ini kata bukan sembarang kata
Kiranya kita harus saksama
Tuanku Putri,Ttuanku saudara
Ketahuiah di antara kita
Maksud hamba dikultus Baginda
Kiranya dapat hamba membawa
SUNAN : Tuanku Putri ke Istana
Tersebutlah angan terbesitlah ingin Tuanku Pangeran
Dapat mendamping Tuan Putri nan rupawan
Akal budi nan pakarti tak diragukan
Barang tentulah kelak berjaya Kasunanan
Tak terelak tak usah berheran
Tentu Tuanku Putri nan rupawan mengerti hal sekalian
Jelaslah kiranya ini sebuah jalan
Jalan pinangan dari Pangeran.
(Bhramastyo)
Ario Carang : “Hamba Pate Tanjung Ringgit, dan ini putri hamba yang bernama
Dayang Merindu.”
Sunan : “Benarlah dugaanku selama ini bahwa pemilik rambut berbuah emas itu
memiliki rupa yang elok. Bukankah begitu, Adinda?” (menoleh kepada
kedua istri)
Nyimas : “Benar, Kakanda.”
Sunan : “Pate, percayakanlah putrimu kepada kami.” (menunjuk pate)
Ario Carang : “Baiklah, Baginda. Hamba undur diri. Dayang Merindu putriku, jaga
dirimu baik-baik.”
Dayang Merindu : “Baiklah, Ayahanda.”
ARIO CARANG KELUAR PANGGUNG
Nyimas : “Merindu kemarilah.”
MERINDU MENDEKAT DENGAN DERETAN ROMBONGAN ISTANA
Sunan : “Pengawal, panggil Umar dan Ali kemari.”
Pengawal : “Baiklah, Baginda Sunan.”
UMAR DAN ALI MASUK MEMBERI HORMAT PADA SUNAN DAN KEDUA ISTRINYA
Umar : “Ada apalah gerangan Ayahanda memanggil kami
sekalian berdua? tiada bukan, pastilah ada hal teramat
penting.” (keheranan)
Ali : “Benar pula Kakanda, tampaknya ada hal teramat penting
yang hendak Ayahanda sampaikan, Ada apakah Ayahanda?”(menyetujui
pendapat kakaknya)
Sunan : “Ananda sekalian berdua, (Jeda agak panjang) telah
tibalah kalian kiranya,
benar pula praduga ananda, ada perlulah Ayahanda
sampaikan pada kalian berdua,
Lihatlah! Dialah Dayang Merindu, jelita pemilik rambut
berbuah emas yang ayahanda ceritakan pada ananda
berdua.”
Sunan : “Merindu! Inilah kedua Putraku, Umar dan Ali” (menujuk Umar dan Ali)
Dayang Merindu : “Salam, Pangeran Berdua.” (menundukkan badan ke Umar dan Ali
memberi hormat)
Sunan : “Ananda sekalian berdua, bermaksudlah Ayahandamu ini
hendak meminang Merindu teruntuklah di antara ananda, paras dan
perangainya teramatlah elok, tentu berjayalah generasi kasunanan esok,
Adakah di antara kalian bersedia ayah nikahkan dengan Merindu?
Umar : “Benarlah pula Ayahanda hendak berencana,
Tiadalah menduga Ananda Umar sebelumnya,
Akan hadirnya putri jelita dari tempat yang
teramat jauh kiranya. Tiada pula lah ananda lihat dan
temui pula putri nan jelita di mata, tentu biarlah jadi
pendamping ananda Umar sahaja.” (ekspresi senang)
Ali : “Mohon ampunlah Ayahanda dan Kakanda,
Tiada bisalah kakanda bermaksud demikian pula,
Barang tentu, Adindamu ini punya maksud yang
demikianlah pula.” (ekspresi kesal kepada kakanda umar)
Umar : “Ali, apalah maksud daripada kata-katamu itu?(mulai marah)
Ali : “Kakanda Umar, tiadalah maksud lain daripada ucapanku ini,
bersedialah pula diriku mendamping Merindu.”
Umar : “Tiada bisalah begitu, aku ini kakandamu Ali, sudah barang tentu akulah
yang harus diutamakan, hendaklah diriku berdamping dengan Merindu”
Sunan : “Ada apalah Ananda berdua ini, baru sajalah kita menyambut datangnya
Merindu kemari, tiada patutlah Ananda berdua beradu- beradu pula”(kesal
karena merasa malu pada merindu, sebab kedua pangeran bertengkar
dihadapan tamu yang baru datang)
Nyimas : “Benar pula apa yang Ayahandamu sampaikan, hendaklah ananda patuh
dan dengarkan, tiada patutlah beradu di antara kalian.”
Umar : “Ampun Ayahanda, tiada maksudlah ananda beradu dengan Ali, ananda
hanya menyampaikan maksud isi hati, hendaklah meminang Merindu
sebagai isteri.”
Ali : “Ampun Ayahanda, tiada pulalah ananda bermaksud kurang sopan
kepada Kakanda Umar, melihat Merindu pula ananda tiada sanggup untuk
segera melamar.”
Sunan : “Tampaknya, kedua di antara kalian tiada pula yang bersedia mengalah,
tiada terkira di benak Ayahanda akan bersedialah kalian berdua
memperistri Merindu.”
Nyimas : “Kakanda, melihat bersikerasnya ananda berdua, lebih baik bertanya pula
kita kepada Merindu, bersediakah kepada siapa dia hendak memilih di
antara pangeran berdua.”
Masayu : “Betul pulalah maksud Ayunda ini, baiknya kita tanyakan sahaja pada
Merindu, kakanda.”
Sunan : “Betul pulalah yang Adinda berdua utarakan, baiknya memanglah
demikian, siapa tahu pula Merindu ada jalan bagi segala perselisihan,
“Bagaimana Merindu, hendak memilih siapa dirimu dari kedua anakku?
Ataukah ada pula usul darimu?”
Dayang Merindu : “Mohon ampun Baginda Sunan, tiada bisalah hamba memilih di antara
pangeran berdua sekalian. Namun, untuk mencari jalan daripada
perselisihan hamba punya usul sekaligus permintaan.”
Sunan : “Katakan apa usul dan permintaanmu Merindu?”
Dayang Merindu : “Baiklah Baginda, usul hamba sekaligus permintaan kepada pangeran
berdua agar dilaksakan pula semacam perlombaan.”
Umar : “Perlombaan apakah gerangan itu Merindu?”
Ali : “Iya Merindu, perlombaan apalah itu kiranya?
Sunan : “Memanglah cerdas nan adil pulalah Ananda Merindu ini, untuk memilih
tiada sanggup, diutarakannya pula perlombaan.” Hahahaha. (sunan
tertawa)
Baiklah Merindu, perlombaan apa yang harus kedua putraku lakukan
untukmu?”
Merindu : “Ampun beribu ampun baginda, pangeran sekalian berdua, perlombaan
mendayung perahu itulah saja kiranya.”
Umar : “Jadi, siapa yang memenangkan perlombaan ini dialah yang pantas
meminangmu Merindu?”
Merindu : “Benar demikian Pangeran.”
Ali : “Baiklah Merindu, bersedialah aku akan hal itu, dan akan kupastikan
pula memenangkan lomba ini hanyalah untukmu.”
Umar : “Tiada bisalah pula engkau mengalahkan Kakandamu ini Ali, pastilah
aku yang memenangkan perlombaan ini.”
Ali : “Tidakkah kakanda ingat kita selalu saja seri, namun kali ini pastilah
kakanda kalah dariku, sabunglah selepas hari petang.”
Sunan : “Sudah-sudah, tiada perlu lagi diperpanjang, tunggu sahaja hari
perlombaan tiba, bersuahalah kalian berdua.”
Umar dan Ali : “Baik Ayahanda”
Sunan : “Baiknya sekarang kita bercengkrama di Balairung, Ananda Umar dan
Ali, antarkan merindu melihat-lihat sekitar, menyusullah selepas itu.
Mari Adinda-adindaku,
Ali & Umar : “Baik ayahanda”

Ali dan Umar menghampiri merindu,


[BLACK OUT 2]

[ADEGAN 3]
SETTING PANGGUNG: ARENA PERLOMBAAN DAYUNG PERAHU
PROPERTI: AIR SUNGAI BUATAN
LAMPU :POLO SPOT
DUA PANGERAN BERLOMBA DAYUNG PERAHU. SALAH SATU MENGALAMI
KECELAKAAN, SATUNYA MENCOBA MENYELAMATKAN. KEDUA PANGERAN TAK
SELAMAT.
[BLACK OUT 3]

[ADEGAN 4]
SETTING PANGGUNG: tirai yaang menutupi pohon dibuka, setting HUTAN properti
POHON BERINGIN
MUSIK : musik sedih berduka
DAYANG MERINDU SEDIH. (musik tema) SUNAN DATANG DENGAN MARAH
LAMPU : Lampu efek merah
MUSIK : MUSIK TEGANG
Sunan : “Merindu! Kaulah penyebab kematian kedua Putraku!” (wajah marah)
Dayang Merindu : “Maafkan hamba, Baginda Sunan. Hamba tiada bermaksud menjadi
penyebab petaka ini.” (ekspresi sedih)
Sunan : “Tidak bisa demikian. Arang telah menjadi abu. Putraku tak akan
kembali dengan permohonan maafmu. Sebagai gantinya, kau harus
menjadi selirku. Besok aku akan persiapkan segalanya.”
Dayang Merindu : (lirih) “Tidak, Baginda. Jangan,”
SUNAN KELUAR PANGGUNG DARI KIRI
DAYANG MERINDU MELANTUNKAN SYAIR KESEDIHAN.
Kepada yang mengatur takdir
Patik harap patik tak pernah hadir
Jikalau jadi duri dan getir
Yang kelak dihujan satir
Kepada yang menggetar ilalang
Patik mana bisa tenang tuk pulang
Sebab patik pangeran semua berpulang
Malah raja memerintah patik diselirkan
Kepada beringin yang meneduh bumi
Ke manalah patik berjalan lagi
Jikalau takdir menggetar satir
Baiklah patik pergi tak kembali
(Febri)

DAYANG MERINDU MEMBELAH POHON BERINGIN DAN MASUK.


[LAMPU BLACK OUT]
[SELESAI]

Anda mungkin juga menyukai