RIAU
DRAMA CERITA MELAYU
LANCANG KUNING
ANGGOTA :
ADITYA MUHAMMAD F.
TIARA
ALLYSA
FADHIL MAULANA
CATUR SILVIANA
M. ALIFFAHNAN
ALISKA
IMELDA
RAIHAN ARFI
VANY
ZULFIKRI
LAURANCE
MELYA
RAVINA
Pemeran
1. Datuk laksamana : M. Aliffahnan
2. Panglima umar
: Aditya M. Farhan
3. Panglima hasan
: Zulfikri
4. Mak inang
: Ravina Laurance
5. Zubaidah
: Imelda Aliska
6. Teratai
: Allysa Tiara
7. Bomo
: Melya Vany
8. Datuk bendahara : Fadhil Maulana
9. Pengawal 1 : Raihan Arfi Maulana
10. Pengawal 2: Catur Silviana
11. Bathin Sanggoro : Raihan Arfi
Naskah :
Di zaman kerajaan Siak Sri Indrapura, wilayah Bukit Batu di pegang oleh
seorang Datuk yang bernama Datuk Laksamana. Datuk Laksamana
memerintahkan pembuatan sebuah kapal sebagai bukti kekuasaannya. Namun
sayang seribu sayang, kapal indah nan megah ini berhiaskan darah seorang
wanita. Kapal inilah yang kita kenal dengan nama LANCANG KUNING.
Di suatu masa, para dayang kerajaan sedang menghibur Datuk
Laksamana. Namun, dari sekian banyak dayang Datuk Laksamana pun terpikat
oleh seorang gadis yang bernama Zubaidah.
Datuk Laksamana : Bolehkah beta beri nama tarianmu ini... Bintan Pelangi.
Zubaidah
Di koridor Istana.
Panglima Hasan
: Banyak bunga-bunga istana nampak (terus berjalan dan
melihat Zubaidah) Ada bunga baru nampaknya.
Panglima Umar : (memberi salam ke penari yang lewat sambil berjalan dan
tertbrak Zubaidah). Maafkan hamba.
Zubaidah
Panglima Hasan, Panglima Umar, dan Kemantan pun datang menghadap Datuk
Laksamana.
Panglima Hasan
: Ampun tuanku.
: Iya tuanku.
Datuk Laksamana : Pergi kamu ke rumah Mak Inang bawak perbekalan itu.
Katakan itu hadiah beta kepada Zubaidah.
P.U dan P.H
: Iya tuanku.
Panglima Hasan :Saya perkenalkan diri saya Panglima Hasan. Dan yang
pendiam itu Panglima Umar.
Panglima Umar :(memandang zubaidah dan memberi salam)
Panglima Hasan :Tapi sayalah Panglima tangan kanan. Dah berapa lama
Zubaidah ni datang kemari ?
Zubaidah
Panglima Hasan
Mak inang
: oo macam tu ke
Panglima Umar
: Mak Inang, nampaknya kerja tlah terlaksana. Biarlah kami
berundur memohon diri dahulu.
Mak Inang
Mak Inang
Panglima Umar
Mak Inang.
Mak Inang
: Ha, air pun dah diminum. Kalau begitu, mintak izin dululah
: Baik datuk.
Panglima Umar dan Panglima Hasan pun keluar dari rumah Mak Inang.
Keesokan harinya, para pembesar Bukit Batu sedang bermain bola takraw
di lapangan yang tak jauh dari sungai. Di saat yang bersamaan para gadis desa,
Zubaidah dan Teratai sedang berjalan hedak pergi memandi ke sungai. Tanpa
sengaja, zubaidah terjatuh ke dalam sungai dan tenggelam. Namun, akhirnya
Zubaidah diselamatkan oleh Panglima Umar.
Setelah kejadian itu, Zubaidah suka termenung. Mandi tak basah, makan
tak habis, tidur tak lena. Hanya termenung saja yang dilakukannya.
Mak Inang : Nampaknya sehari suntuk kau termenung. Macam orang yang
menanggung beban yang berat.
Teratai
Zubaidah
Mak Inang
Zubaidah
: (Duduk bersedih). Saya rasa sebagai satu beban sebelum saya
dapat berjumpa orang yang berbudi telah menyelamatkan saya.
Teratai
kan?
Zubaida
Mak Inang : Ooh, Panglima Umar yang kau maksudkan. Tadi aku juga berjumpa
dia. Dia menanyakan kabar kau.
Zubaidah
Mak Inang : Itu saja yang dia tanyakan. Aku ajak dia kemari, tapi dia hanya
tersenyum saja.
Zubaidah
: Alangkah baiknya kalau mak cik ajak dia kemari. Dapat Zubaidah
berterimakasih atas jasa-jasanya yang baik itu.
Mak Inang : Itu yang kau susahkan ? (tertawa). Nantilah kalau aku berjumpa
dengannya akan aku katakan.
Teratai
Zubaidah
Tak lama setelah itu, Panglima Umar pun datang kerumah Mak Inang
disaat Mak Inang tak ada dirumahnya.
Panglima Umar
Zubaidah
: Siapa ?
Panglima Umar
: Saya.
Zubaidah
: (membuka pintu). Oh Datuk (tersenyum sambil mengambil
kerudung). Jemputlah duduk.
Panglima Umar
Zubaidah
Panglima Umar
: Kalau begitu tak apalah. Tadi dia memesan saya kemari. Jadi
kalau dia tak ada dirumah biarlah saya mintak diri dulu. Terimakasih (pergi
meninggalkan Zubaidah)
Zubaidah
: (melihat keris Panglima Umar tertinggal). Datuk.. (pergi kearah
Panglima Umar dan memberikan kerisnya)
Panglima Umar
Zubaidah
: Datuk..
Panglima Umar
: Ya.
Zubaidah
: Sebenarnya... (duduk) hamba yang berhajat hendak berkata
sepatah dua.
Panglima Umar
Zubaidah
: Datuk, hamba mengucapkan sungguh-sungguh terimakasih atas
jasa dan budi baik datuk yang telah menyelamatkan nyawa hamba dari
kemalangan di air.
Panglima Umar
: Lupakan itu Zubaidah. Jasa saya tak seberapa. Itu hanya
merupakan sebagai kewajiban.
Zubaidah
: Sungguh pun kewajiban, tapi jasa dan budi baik datuk telah pun
tumbuh ditepi niatan. Rasa-rasanya ingin memperhamba diri seumur hidup.
Panglima Umar dan Zubaidah saling berpandangan dan tersipu-sipu.
Panglima Umar
Zubaidah
: Takkan ada riak yang tak ada ikannya. Lagipun belum dicoba
memancing, manakan tau ada ikan tidaknya.
Panglima Umar
: Kail tebentuk umpan tak ikut. Bimbang hati menduga ikan di
air. Takut pula umpan tak disentuh.
Zubaidah
: Ikan ini jinak di kolam yang tenang. Yang hanya memakan seekor
umpan. Kalau umpan telah temakan, 1000 tahun menjadi kenangan.
Panglima Umar
: Kiasan kata berarti sudah, bukan bertepuk tangan sebelah.
Tetapi, betulkah begitu atau hanya kiasan kata?
Zubaidah
Panglima Umar
: Terimakasih datuk.
Panglima Umar
Zubaidah
: Bolehkah begitu?
Panglima Umar
Zubaidah
: Ya, abang Umar. Tadi, sebelum abang datang rasanya tak sabar
menunggu. Bak burung menggelepar di dalam sangkar.
Panglima Umar
: Iyakah? Zubaidah..... izinkan abang meminang engkau
supaye jadi permaisuri abang di istana.... (mengambil tangan zubaidah sembari
berlutut)
Zubaidah
: (terdiam) bang.... atas kebaikan hati abang nan lembut baik hati
pulak... Zubaidah terime pinangan abang...
Di tempat lain, Panglima Hasan sedang merisaukan jawaban dari
pinangannya ke Zubaidah, yang sebenarnya ia lebih dulu meminang Zubaidah
sebelum Umar.
Panglima Hasan
Bomo
: Barang perkara mestilah nak sabar. Zubaidah bukannya menolak
pinangannya datuk. Dia hanya meminta tempo bukan.
Panglima Hasan
: (marah) Tempo punya tempo. Nanti masuk angin.
Bagaimana kalau saya hantar tuk Bomo bertanya lagi hari ini ?
Bomo
: Kalau hamba lagi yang pergi bertanya. Jawabannya kelak serupa
juga. Pada pendapat hamba, molek datuk pergi sendiri. tentu lebih terang dan
nyata. Bukan datuk tak biasa dengan Mak Inang.
Sayang seribu sayang, niat hati Panglima Hasan nak menikahi
Zubaidahpun hancur berkeping-keping. tak lama, kabar pernikahan Panglima
Umar dengan Zubaidah pun tersebar luas. Panglima Hasan pun meradang. Dia
terus mencari cara untuk memisahkan Zubaidah dengan Panglima Umar. Tapi,
takdir berkata lain. Cinta Panglima Umar dan Zubaidah tak goyah di terpa badai.
Hingga Panglima Hasan tak dapat berbuat apa-apa lagi.
Datuk Bendahara
Bomo
: Begini datuk, Panglima Hasan nak minta dibuatkan Lancang
Kuning tuk mengamankan semua perairan lanun kite ni...
Datuk Lakasame
sangat!!!
Datuk Bendahara : Atas perintah anda tuanku, Patik pastikan dibuatkan kapal
tuk berlayar. Sebab Lancang kuning tu sebuah ide cemerlang...
Datuk Laksamana : Baiklah si Hasan tu sendiri yang mengurus buat lancang
kuning ni... soal biaye biar kami yang urus. Sampaikan pesan ini kepade Hasan!
Bomo
Datuk Laksamana : Kalau macam tu datuk perlu kepastian,,, siapa kira kira yang
bisa diutus tuk jumpe Bathin Sanggoro di Lingga?
Panglima Hasan : Mohon bicara datuk, macam mane kalau si Panglima Umar je
yang pergi jumpa datuk Bathin Sanggoro tu...
Datuk Laksamana : Gagah dan pandai bepedang tak salah jika Panglima Umar
yang pegi... kalau macam tu sampaikan perintah ni ke dia segera!!!
Panglima Hasan & Bomo : Junjung tinggi Titah Datuk!!
Bomo pun menyampaikan tugas yang diberikan tersebut kepada Panglima
Umar untuk pergi menemui Bathin Sanggoro di Lingga untuk menanyai atas
larangan tersebut. Ini merupakan siasat penuh rasa api cemburu Panglima Hasan
untuk menjauhkan Panglima Umar dengan istri nya Zubaidah.
Panglima Umar
selamat kembali
Zubaidah
: Doa Zubaidah selamanya untuk keselamatan abang. Maafkan
Zubaidah lahir dan batin kiranya Zubaidah ada membuat kesalahan.
Panglima Umar
: Heeh Zubaidah. Tak usahlah becakap begitu. Abang pergi
bukannya lama, hanya ke Lingga saja.
Teratai
: Janganlah bersedih, abang Umar nak berlayar. Tak baik bila
dihantar dengan air mata.
Zubaidah
Panglima Umar
: Teratai, sepeninggalanku tengok-tengokkanlah Zubaidah
dan datang-datanglah ke rumah selalu.
Teratai
: Insyaallah bang.
Panglima Umar
Panglima Hasan : Jangan takut Umar, kau dan aku dah mengaku saudara. Takkan
aku nak membiarkan Zubaidah pula.
Panglima Umar
: Terimakasih Hasan.
Panglima Hasan : Titah perintah tuanku terjunjung diatas titah kepala patik.
Bermohon patik tuanku (memberi hormat dan keluar dari ruangan)
Setelah keluar dari ruangan sidang, Panglima Hasan pun langsung pergi
mencari Bomo. Panglima Hasan mengancam Bomo untuk bersekongkol dalam
tujuan buruknya.
Panglima Hasan
Bomo
: Tuk Bomo, saya ingin pertolongan yang akhir dari tuk Bomo.
Panglima Hasan
:Saya hendak membayar hutang, hutang malu yang
tercoreng dimuka saya ini.
Bomo
Panglima Hasan
: Saya mau tuk Bomo sembahkan kepada Datuk Laksamana.
Katakan tuk Bomo mendapat alamat karena telah dua kali Lancang Kuning
dibatalkan daripada hendak berlayar.
Bomo
: Maksud datuk?
Panglima Hasan
: Begini, katakan Lancang Kuning minta disemah dengan
darah perempuan bunting sulung. Kalau tidak pelayaran terkendala, dan Datuk
Laksamana akan mendapat bencana.
Bomo
Panglima Hasan
Bomo
: Zubaidah?
Panglima Hasan
:Ya, Zubaidah.
Bomo
:Hamba tak berani datuk, hamba tak pernah membawa pesan dusta
ke bawah duli. Lagipun bukankah Zubaidah itu istri dari sahabat baik datuk?
Panglima Hasan
: (marah) Tuk Bomo, telah beberapa kali saya meminta
pertolongan untuk mendapatkan Zubaidah. Tapi pembohong. Ilmu tak paham
semata-mata karung. Akhirnya saya juga yang putih mata.
Bomo
Panglima Hasan
: Tetapi apa ? (mengeluarkan keris). Kalau Tuk Bomo tak ikut
kemauan saya, saya akan semah Lancang Kuning dengan darah Tuk Bomo.
Bomo
Malam ini tepat imla belas hari bulan purnama. Malam itu lancang kuning
akan diluncurkan ke laut. Di balai balai telah banyak pemuka kerajaan dan
penduduk negeri untuk menyaksikan peluncuran lancang kuning tersebut.
Semua penduduk negeri bergembira tercuali Zubaidah, karena suaminya
Panglima Umar sudah satu bulan pergi dan sampai saat ini belum juga kembali
dan karena itu ia tidak pergi menghadari acara peluncuran lancang kuning.
Tetapi, keanehan pun terjadi...
Bomo
: Ampun tuanku yang mulia!!! Rupanya lancang kuning tidak bisa
diluncurkan jike... (berlutut dihadapan Datuk Laksamana dan Datuk Bendahara)
Datuk Laksamana : Jike ape wak Bomo???!!! Katakenlah!!!
Bomo
Datuk Bendahara
Bomo
: Assamuaalaikum...
Zubaidah
:Waalaikumsalam Ada hal apa datuk ? Adakah berita buruk
mengenai suami hamba?
Pengawal 1 :kami kurang periksa. Tapi kami diperintah untuk memanggil cik
Zubaidah karena Datuk Laksamana hendak berjumpa dengan puan di pantai
dekat Lancang Kuning.
Zubaidah :Datuk Laksamana nak berjumpa? Apa gerangan hajatnya?
Pengawal 2 :kami tak tahu cik puan.
Zubaidah :Baiklah, biar hamba ambik selendang dulu. Teratai, kau ikut samalah
temankan aku.
Teratai :Iyelah kak.
Akhirnya Zubaidah dan teratai pun pergi ke pantai dekat Lancang Kuning
berada. Namun, bukannya Datuk Laksama yang ditemui melainkan Ajal yang
datang menjemput.
Teratai
Panglima Hasan
:(tertawa) Aku sebagai wakil Datuk Laksamana memanggil
kamu. Teratai (menolak teratai) apa kau buat sini? Pergi balek.
Zubaidah
Panglima Hasan
Teratai
Panglima Hasan
: Zubaidah apa lagi yang kau tunggu Zubaidah? Suami
engkau tak kan balek lagi, karena tu biar aku yang menjadi ayah anak kau tu!
Zubadah
: Apa kata kau?? Panglima Pengkhianat!! Biar aku mati dari pada
saya bersuamikan kau!
Panglima Hasan
: Apa!! Jika kau masih menolak apa yang aku ingin, kau akan
aku jadikan gilingan lancang kungin yang akan diluncuran kelaut! Pengawal
tangkap dia!!!
Pengawal 1 & 2
Zubaidah
: Siap tuan!!!
: Baik Tuanku!
Teratai yang melihat Zubaidah pun berteriak sambil menangis ke arah lancang
kuning.
Teratai
Bathin Sanggoro : Lebih baik panglima balek lagi ke Bukit Batu tuk nak pastikan
itu yang berite panglima dengar...
Panglima Umar
: Baiklah kalau begitu, atas nama Datuk Laksamana saya izin
pamit dulu yang mulia....
: Ape!!!!???
: DATUK LAKSAMANA!!!!!!!
.....
Panglima Umar
: Datuk Laksamana!!!
Datuk Laksamana : Apa hal kau ni?? Dah berani kau benada tinggi sama datuk
kau ni???!!!
Panglima Umar
: Jangan pura pura bodoh kau Datuk!!! Kau yang bunuh istri
aku kan!!! (menodongkan pedang ke arah Datuk Laksamana)
Datuk Laksamana : Mana pernah aku buat macam tu sama Panglima terbaik aku
sendiri!!
Panglima Umar
: Jangan bohong kau Datuk!!! Aku dah tahu semua!!! Kau
akan rasakan balasan dendam atas istri aku di tebasan pedang ni!!!
Datuk Laksamana : Pengawal tahan dia!!!!
Pangawal 1 & 2
: Baik Datuk...
lancang kuning tersebut karam dan ia bersama lancang kuning terkubur dalam
laut Tanjung Jati serta kejayaan kerajaan negeri Bukit Batu berangsur-angsur
mundur dan akhirnya tinggal setumpuk rumah saja lagi.