Sang Mandor :(Merokok, melamun dan batuk-batuk) Kapal-kapal datang dan pergi, dan aku
cuma disini, cuma bisa disini (terdengar peluitt kapal), inikah akhir riwayatku ?, sebagai mandor,
sebagai ayah, sebagai suami, sebagai laki-laki...? (Diam) sebagai manusia..? (batuk-batuk, ia
berusaha melawan rematiknya. Merangkak, ia mencoba bergerak kejendela. Memandang keluar).
Istri Mandor :(masuk istri mandor, meletakkan segelas air putih di meja) Pak, saatnya minum
obat, jangan dekat-dekat jendela banyak angin. Astaga, bagaimana kau bisa sampai di situ,...?
Sang mandor :Berapa kali dalam sehari semalam aku harus mendengar kata itu, jangan, jangan,
jangan ini, jangan itu !
Istri Mandor :Obatnya saya bawa kesitu atau bapak yang saya bawa ke sini,..?
Sang Mandor :(Meledak), Jauh kau perempuan, jangan dekat. Aku laki-laki, aku mandor, aku
mampu bergerak sendiri
(ia mencoba melangkah kekursi dengan susah payah).
Laut amat luas aku jelajahi
(ia terjatuh,susah payah ia bangun).
Aku kenal kapal-kapal begitu banyak kapal.
(Ia keringatan dan batuk-batuk).
Aku akrab dengan pelabuhan-pelabuhan begitu banyak pelabuhan.
(Ia mengerang rematiknya ngamuk).
Aku bersahabat dengan banyak orang begitu banyak bangsa, laki-laki,
perempuan,
(ia terjatuh kelantai, istrinya melompat untuk menolong).
Jangan dekat-dekat, jangan
(dengan sekuat tenaga ia bangkit, lalu memandang kekursi).
Telah kuarungi laut sampai Cape Town, kutaklukkan badai besar apapun, para
jagoan mencium lututku,...lalu,....lalu hanya untuk mencapai kursi itu, aku harus kalah, ha,....? (ia
roboh).
Istri Mandor :Aku takakan diam, sepanjang hidupku tidak pernah tidak kau koyak-koyak hatiku,
sampai kini, kehadiranku disampingmu tidak pernah kau anggap. Bagimu, aku ternyata tak
pernah ada,tak kau hitung bahwa aku juga manusia. Ayolah, ayo. merangkaklah, merangkaklah
engkau seorang diri ke kursi itu. Rebut, rebut, rebut kursi itu dengan keangkuhanmu. begitu
banyak pelabuhan, begitu banyak negeri, begitu banyak orang, begitu banyak perempuan, nah
mana semua itu saat ini? mana..,mana tuan mandor..?
Sang mandor :Sampai kapan kau anak kecil bisa berkhotbah di depan saya,..?
Sang Mandor :Aku tahu, apa yang tersembunyi dibalik nasehat-nasehat Juki, saban ia datang
berkhotbah di sini, pasti ada apa-apanya, pasti ada maksudnya.
Juki :Empat sempurna pak, saya sekedar mengilangi riwayat besar bapak.
Juki :Satu perahu bapak terpaksa saya jual. Untuk ongkos kawin dan kontrak rumah.
Poke :Ini saya pak, saya Poke, anak kedua saya.
Uduk :Dan saya Uduk, kami siap membantu bapak, anak ketiga saya.
Rimba :saya Rimba, orang kepercayaan bapak untuk mendampingi Uduk, kapan saja dan
dimanasaja.
Poke :Ramai-ramai kami mau menolong bapak tapi sudah keburu bangun.
Uduk :seandainya bapak masih pinsan, tentu kami sudah bergotong royong mengangkat
bapak ke pembaringan.
Poke :Dan merasakan betapa hangatnya kasih sayang kami, anak-anak bapak inikepada
orang tuanya.
Rimba :Dan sekalipun saya hanya orang kepercayaan saja, tak kurang kasih sayang saya
kepada bapak. E,..e,..e,saya ini boleh dibilang sudah keluarga bapak jugalah begitu (diam
sejenak).
Sang Mandor :Lalu saya tiba-tiba terbangun lagi ketika kalian mau menolong,..?
Sang Mandor :Itu bertanda bahwa, dalam pinsanpun aku berusaha mandiri.
Poke :Tapi, maaf pak, mengapa bapak duduk di lantai..?
Uduk :(serius) ya, seperti bapak. sayalah yang bersedia menggantikan bapak. Mengukir
riwayat besar di lautan seperti bapak.
Rimba :Dan sebagai orang kepercayaan bapak, saya akan ikut Uduk mempertarukan nasib
sehidup semati.
Uduk :Inilah laki-laki tubarani, titisan darah penakluk laut, yang tak pernah gentar sampai
sekarang. Jika layar terkembang, lebih baik mati di dasar laut dari pada berbalik ke pantai.
Rimba :Dan sebagai orang kepercayaan bapak, yang ditugasi sebagai "pa'lapa
barambang"bagi keselamatan Uduk (mendekati sang Mandor). Saya,..saya selalu memompakan
ke dalam jiwa anak ini jurus, pukul dulu baru berfikir.Eja tompiseng na doang.
Uduk :(Gerak-gerik manggaru). Dan atas nama jurus "eja tompiseng na doang" dan atas
nama prinsip "pukul dulu baru berfikir". Aku, aku Uduk putra kedua tubarani sang penakluk, yang
namanya melebihi luas dan besarnya seluruh lautan, dengan ini berjanji akan melestarikan
kebesaran ayahanda.
Uduk dan Rimba :(bersama-sama). keterlaluan Juki, dialah penyebab pinsannya bapak.
Uduk :Saya juga anaknya, saya wajib membela ayah saya, saya tidak mau beliau cedera
apalagi pinsan.
Poke :Jadi kau Juki yang jadi sebab ayah tadi pinsan. Sampai hati kau, ha. Kita ya,ya,
terutama aku yang selalu berusaha keras menjaga bapak, tahu-tahu kecolongan oleh orang dalm
rumah sendiri, tega nian, sampai hat (melayangkan tinju ke muka Juki)
Istri Mandor :(Terharu dan tak dapat menahan dirinya karena gembira)
Daeng,....Daengku.Engkau mampu mengatasi lumpuhmu. Aku,...Aku merasa
diriku berada dipelabuhan, di tepi dermaga melambai sapu tangan ketika kapalmu bertolak, dan
aku memandang tubuhmu tegak perkasa tersenyum padaku.(Mendekati sang mandor) aku ingin
sekali menyentuhmu daengku.
Sang Mandor :Jangan mendekat,....Sudah kukatakan, dalam pinsan pun aku berusaha mandiri.
Apalagi kini rasanya aku segar kembali. nah Uduk, Katakan apa rencanamu. Langsung tanpa
bunga-bunga kata. Tanpa sikap dibuat-buat, tanpa pengakuan-pengakuan besar. Bahkan tak
perlu pergumulan itu. Ayo Uduk.
Uduk :Berkat ajaran bapak, saya akan segera melaksanakan rencanaku menjadi mandor
pelaut. Tentunya mulai dari bawah sebagai kelasi.
Uduk :Maka dari dua perahu bapak, satu telah saya jual untuk bekal.
Sang Mandor :Cukup. Mestinya, inilah pinsanku yang kedua, terbang lagi satu perahu (Nampak
menahan goncangan dirinya, tapi bertahan dan masih berdiri tegak). Juki, Uduk, perkelahian
kalian untuk membela bapak, ternyata buntutnya memukul saya juga.Aku cuma punya dua
perahu, dua-duanya melayang.
Poke :Tapi pak, jangan terlalu sedih, sebab saya telah memberi satu perahu untuk pak.
Poke :Ya, sebagai orang dagang, saya ini harus pintar-pintar bahkan lihai dalam
memindah-mindahkan barang supaya untung.
Sang Mandor :Artinya,..?
Poke :Saya harus ada modal untuk membeli barang dagangan. Maka sawah, empang milik
bapak saya jual.
Poke :Ya, begitulah pedagang pak, ada saat untung, ada saat rugi.
Poke :Bapak tidak baca di korang, tentang badai besar yang menenggelamkan perahu
pinisi yang perkasa di masalembo,...?
Poke :Perahu itu dan seluruh dangangan itulah yang diberitakan di koran-koran.
Sang Mandor :(sang mandor melompat di lantai, teriakannya berlipat-lipat kali kerasnya dari
teriakannya yang tadi).Habis, habis, habiiiiiiiiiii (Suasana hening, semua yang berada di hadapan
sang Mandor jongkok ketakutan)Juki, Poke, Uduk, Rimba, kalian p[ergilah, cari dan temukan
jalan kalian masing-masing(Mereka bergerak pelan, merangkak dan tunduk menuju pintu).Kalian,
tunggu. (Diam sebentar) Ah, sudahlah, Kalian aku ampuni.(Merenung) Ya,...ya, salah aku juga.
Aku adalah ayah yang kelewatan bangganya kepada riwayat beserku. tanpa pernah melihat
kedepan, tanpa pernah berupaya buat memahami jiwa anak-anakku sendiri......(Diam
sejenak). Pergilah, aku kini tak punya apa-apa lagi, kecuali satu kalimat " Jangan pernah
lagi menadahkan tangan kecuali kepada Tuhan". (Juki, Poke, Uduk, Rimba, beringsut sambil terus
menunduk dan menghilang di balik pintu. Lalu sang Mandor menatap lembut istrinya yang terus
menunduk di lantai). Mulli, bangunlah engkau, dan lihat aku telah di sini.
Istri Mandor :(Mengangkat kepala dan terharu memandang suaminya yang berhasil menduduki
kursinya).Daeng Gassing, suamiku engkau telah berhasil merebut kursimu dan mendudukinya.
Engkau berhasil, Ya Tuhan. Engkau telah merebut kembali lautmu, pelabuhan-pelabuhanmu,
kapal-kapal dan pengembaraanmu.