ROMUSHA
TIME :
SIANG
PAGI
ACTOR :
Narator (Capella Kezia)
Andi (Romusha 1) (Habibah Fitriani)
Yudi (Romusha 2) (Rhamdan Syahrul Mubarok)
Bayu (Romusha 3) (Rya Teressa)
Ku 1 (Yusuf Wahyu)
Ku 2 (M. Satria)
Istri Ku 1 (Avifah Tajimas)
Istri Ku 2 (Puspa Wulandari)
ROMOKYOKOKAI 1 (Dhafa Ibnu Arif)
ROMOKYOKOKAI 2 (Kevin Yehezkiel Leonardo)
ROMOKYOKOKAI 3 (Rya Teressa)
TONARIGUMI (Widuri Widyahastanti)
KEMPETAI 1 (Ailsa Ulfa)
KEMPETAI 2 (Kevin Yehezkiel Leonardo)
KEMPETAI 3 (Rya Teressa / Puspa Wulandari)
PENAMBANG 1 (Yusuf Wahyu)
PENAMBANG 2 (M. Satria)
TEMPAT:
SAWAH
DESA BAYAH
BALAI DESA
RUMAH
KANTOR ROMOKYOKOKAI
GUBUK ROMUSHA
LOKASI PEMBANGUNAN REL SAKETI – BAYAH
Pada tahun 1942 Kapal – Kapal Perang Jepang yang dipenuhi melakukan pendaratan di
seputar muara Cimadur, Pantai Bayah. Bayah waktu itu dikenal sebagai daerah penghasil batu
bara, Sehingga terpilihlah Bayah menjadi salah satu daerah yang ingin dikuasai Jepang.
Kedatangan Jepang disambut baik oleh masyarakat indonesia kala itu, jepang dielu-elukan
sebagai 'saudara tua' yang telah membebaskan masyarakat Indonesia dari penjajahan Belanda.
Propaganda Jepang ini memberikan harapan bagi rakyat Indonesia yang pada kala itu
menderita di bawah penjajahan Belanda.
INT.SAWAH WARGA.SIANG
SCENE 1
Suatu siang, di sawah yang sedang dikerjakan, berdiri 3 anak laki – laki yang sedang
berbincang sambil mencangkul tanah sawah yang siap ditanami.
Yudi (AL 1) :(mengelap peluh keringat di dahinya)
“Andi, apakah kamu sudah mendengar berita baik bagi Bangsa
kita ini?.”
Andi (Al 2) : “IYA! saya dengar sebentar lagi kompeni – kompeni yang
jahat itu akan hilang, kita tidak perlu lagi hidup men-
derita di bawah bangsa bermata biru itu.
Alhamdullilah.”
Bayu (AL 3) :“Kita patut berterimakasih pada Jepang, berkat mereka kita bisa
bebas. Kita sebaiknya selalu mematuhi perintah mereka.”
Siang itu pula di balai desa, tonarigumi yang menjadi perpanjangan tangan
Pemerintah Jepang di desa, mengumpulkan warga untuk memberi pengumuman.
Pengerahan tenaga romusha secara sukarela pun dimulai, tugas-tugas dikerjakan secara
sukarela dan pengerahan tenaga pun tidak begitu sukar dilakukan,karena orang masih
terpengaruh propaganda “untuk kemakmuran bersama Asia Timur Raya". Di Bayah khususnya
para warga dikerahkan untuk menjadi penambang batu bara. Tambang Cikotok pun diambil
alih oleh Jepang. Lubang Tambang Cirotan menjadi fokus penambangan Jepang. Timah Hitam
dan Batu bara menjadi komoditas yang dihasilkan dari pertambangan tersebut.
Penambang 1 : “Ayo kita semangat menambang,kita harus tahu terimakasih, Jepang telah
berhasil menjadi penjaga, pelindung, dan saudara tua kita.”
Penambang 2 : “Ya benar! Jepang telah membebaskan kita dari penjajah Belanda! Jangan
lupa bahwa Jepang pernah menjanjikan kemerdekaan bagi bangsa kita, jika kita
berhasil membantu Jepang memenangkan Perang Asia Timur Raya!”
Pada pertengahan tahun 1943 Jepang mengikuti Perang Pasifik, tetapi pada perang tersebut
Jepang mengalami kekalahan. Awalnya berjudul sukarela, karena desakkan keadaan menjadi
paksaan. Pemerintah memerintahkan Tentara ke – 16 membentuk suatu badan khusus yang
mengurus pengerahan romusha, badan yang dibentuk tahun 1944 diberi nama Romokyokai.
Guna melakukan eksploitasi potensi batu bara Bayah, Pemerintahan Militer Jepang berkerja
sama dengan Sumitomo mendirikan perusahaan pertambangan, yaitu Bayah Kozan
Sumitomo Kabusyiki Kaisya atau Mitsui Kosha Kabushiki Kaisya atau masyarakat luas
mengenalnya dengan nama Bayah Kozan. Dimana Tentara ke -16 lah yang memegang
tanggung jawab tersebut. Dengan tujuan meningkatkan perusahaan tambang batu bara,
sekaligus membangun rel kereta api untuk mempermudah mobilitas batu bara.
SCENE 2
RUMAH WARGA. SIANG HARI
TONARIGUMI : “Saya juga tidak tahu dengan pasti, saya hanya menjalankan
perintah dari Nippon sendiri.”
Keluarga miskin tidak bisa berbuat apa-apa, karena desakkan ekonomi, ditambah lagi
ketakutan akan bangsa Nippon yang kuat, maka mau tidak mau keluarga miskin itu terpaksa
mengikuti perintah tonarigumi tersebut.
Scene 3
KANTOR ROMOKYOKOKAI. SIANG
Tonarigumi yang baru saja selesai mendata nama – nama warga yang dapat dijadikan
romusha, melangkahkan kakinya ke gedung kantor romokyokai, tonarigumi sendiri berperan
menjadi perpanjangan tangan romokyokai. Taktik yang digunakan Jepang, Jepang sengaja
memperkerjakan tonarigumi yang notabene warga pribumi, sehingga menurunkan kecurigaan
kepada Pemerintahan Jepang.
TONARIGUMI :(masuk ruangan, hormat)
“Selamat siang komandan, saya datang untuk menyerahkan data
warga laki – laki di Desa Bayah untuk dijadikan sebagai
romusha untuk membangun rel kerta api.”
ROMOKYOKOKAI : “Bagus juga kerjamu, cepat serahkan ke saya datanya .”
(Sambil merampas data dari genggaman tonarigumi.)
TONARIGUMI : “ Sekian komandan, saya pergi dulu.”
ROMOKYOKOKAI : “SEBENTAR! Apakah kamu sudah memenuhi kuota romusha yang
yang diperintahkan?”
TONARIGUMI : (sambil terbata – bata)
“Sudah Komandan.”
ROMOKYOKOKAI : “Kamu tahu kan, kalau kuota kamu tidak memenuhi, Kamu
sendirilah yang harus menjadi romusha.”
TONARIGUMI : (Sambil menundukkan kepala)
“Baik Komandan.”
ROMOKYOKOKAI : “Bagus, SANA CEPAT KELUAR !”
SCENE 4
SAWAH WARGA DESA. SIANG
Ku 1, Andi, dan Yudi : “Iya ibu.” (Mereka langsung jalan menuju ke saung)
Istri Ku 1 : “Bapak, apakah bapak sudah mendapat kabar dari tonarigumi
itu? Saya sangat kuatir dengan keselamatan Bapak dan Anak- anak.
Bagaimana kalau Nippon akan memerlakukan kita dengan kejam, Ibu
saja melihat wajah kempetai itu sudah ngeri, apalagi kalau diperintah
oleh mereka.” (sambil menyendokkan nasi ke piring)
Andi : “Iya Bu, Aku juga sangat takut, bagaimana mungkin mereka yang awalnya
berjanji menjadi pelindung kita, justru balik berlaku kejam pada kita.”
Ku 1 : “Tenang Bu, nak. Ingat kita masih punya Tuhan.”
ROMOKYOKOKAI 1 : “Hei kalian, yang duduk di saung!” (sambil mendekati saung tersebut)
Istri ku 1 : “Hei ada apa ni?” (Sambil memasang wajah ketakutan)
ROMOKYOKAI 2 : “HALAH, JANGAN BANYAK BERISIK! Beraninya kamu melawan
komandan.” (Sambil melempar bakul nasi)
ROMOKYOKAI 1 : “Suudah, cepat ikut kami, sebelum kami melakukan yang lebih jahat pada
Anda.” (Sambil menarik lengan para warga pribumi tersebut. Diiringi
tangisan Istri Ku 1 yang memohon – mohon.)
SCENE 5
Kempetai 1 : “Kalian bekerja di bawah kendali kami. Jika kalian melawan dan
memberontak, maka kalian tau konsekuensinya, jangan sekali – kali
berpikir kalian bisa makan jika belum menyelesaikan tugas kalian.”
(sambil membentak)
Kempetai 2 : “Jangan Anggap ini rumah kalian, dengan seenaknya melakukan
yang kalian mau, kalau masih ingin selamat ikuti perintah kami.”
Kempetai 1 : “Satu lagi, jika pagi – pagi kalian mendegar suara terompet, itu
tanda kalian harus bangun dan lansung berbaris untuk secepatnya
bekerja. Sudah sana bantu kawan – kawan kalian.” (sambil
mendorong tubuh salah satu romusha dengan kaki)
SCENE 5
Kempetai : “Maju Jalan! Cepet, Satu dua! tu wa! tu wa!” (Para romusha berlari
keluar dari gubuk masing masing, sambil dengan cepat memakai
topi yang menjadi seragam mereka.)
Lagu yang sengaja diciptakan Jepang sebagai bentuk propaganda ini terus dinyanyikan
para romusha, seakan menjadi tanda tunduknya pribumi pada dai Nippon.
SCENE 6
TEMPAT BEKERJA ROMUSHA. SIANG
(ada 5 orang anggota romusha, sedang membuat rel kereta api jalur saketi – bayah
berbincang bincang saling berhadapan)
Andi : “Aku sudah tidak tahan lagi, kekejaman mereka sudah sangat keterlaluan. Bisa –
bisanya mereka berjanji pada kita, tetapi pada akhirnya justru
menikam kita dari belakang.”
Ku 1 : “Sabarlah anakku, semuanya pasti akan baik – baik saja.”
Ku 2 : “Apa kamu sudah gila? bagaimana mungkin kita bersabar pada situasi seperti ini,”
(sambil melempar cangkul)
Bayu : “YAAMPUN ! SUDAHLAH! Kalian piker dengan cara seperti ini, kalian akan
bebas. Bukankah ini yang diinginkan Dai Nippon itu, untuk kita saling
berseteru satu sama lain, sehingga mereka bisa memonopoli kita?!”
Yudi : “Sudah sudah, kalau kita mau melawan sebaiknnya kita lakukan dengan gagah
berani dan yang pasti satu pikiran.”
Bayu : “Yap betul itu, lebih baik kita pikirkan rencanya sekarng, kesempatan terakhir
kita hanyalah malam mini.”
SCENE 6
Yudi : “SERBU!!!”
Kempetai 1 : “Matilah kalian” (sambil menembaki romusha yang merjang ke arah mereka)
Romusha pun berjatuhan satu per satu, menandakan satu lagi pejuangan yang telah gagal.
Tapi perjuangan yang gagal itu tidak menimbulkan kesiasiaan. Dari sebuah gerakan
pemeberontakkan terhadap penindas, lahirlah secercah harapan di seluruh benak rakyat
bangsa Indonesia, yang akan berbuah manis menghasilkan kemerdekaan.