BABAK 1
RUANG TUNGGU kantor pensiuanan, pagi hari, ketika itu pintu- pinyu loket belum dibuka.
Sebuah kantor dengan jendela – jendela besar dan tiang –tiang pilar ruangan yang tinggi
menangangkang. Sebentar lagi kantor ini penuh sesak, toh pagi tiu sudah sedikit banyak orang-
orang berjualan di sekitar halaamn kantor. Saat itulah GIWANG dan SUDI masuk ruang tungu.
Giwang seorang pensiunan yang sudah cukup tua, dengan langkah di paksa untuk tegap, ia
menuju tempat duduk yang ada di situ dengan menenteng di pinggang sebelah kanannya straco
atau Walkie Talkie, atau apa sajalah namanya. Sudi masih tampak lebih muda dari pada Giwang.
1. GIWANG (terbata-bata)
2. SUDI(melihat sekeliling)
Lah wong tidak kepagian saja sering bukanya malah terlambat. Yang kemarin itu, kang
jam 11 baru buka.
(duduk)
4. SUDI
Eh, kok rasanya beda ya, tidak seperti jaman kita dulu kang. Yang namanya jam kerja itu
pasti selalu tepat. Sekarang, coba bagaimana? Kalau belum ditegur atasan, mereka datang
bikin jam sendiri. Apa mereka itu memang kepinginanya ditegur atasan, biar dapat
perhatian, gitu apa ya?
5. GIWANG
Ya, jelas lain Lik, dulu sama sekarang itu. Kalau dulu, jaman kita itu, pegawai kan baru
sedikit, tidak kepingin diperhatikan saja, atasan kita sudah apal sama kita.
6. SUDI
Iya ya kang ya. Wong kita sendiri sering rikuh menegur beliau yang datang selalu
terlambat. Kita juga sudah sama-sama hafal ya.
7. GIWANG
Sstt. Jangan bilang begitu, hanya Karen kita ini sudah pension. Kualat!
9. GIWANG (terbata-bata)
Syukurlah, syukurlah, saya kira kamu tidak naik colt ta. Saya khawatir, gantik,,
Korek, mbokne. Saya tidak naik cot. Saya takut kebablasan. Gantik.
Korek, pakne. Kamu nanti malah bisa masuk angina. Sudah, nanti kamu saya caling lagi.
- Walkie Talkie mati, Giwang mengembalikan lagi pesawat itu ditempatnya semula.
- Sudi melongo
Lho, apa itu kang? Walah, radio transistor kobisa diajak korek-korekan. Toblas-toblas. !
Ini namanya koling-kolingan, ini tadi istri saya manggil, apa saya sudah sampai disini
belum.
16. GIWANG
Ya, ndak tau! Wong ini Cuma dioleh olehi putu saya kok. Biar si mbah kontak terus sama
mbah Putri,Gitu.
- Saat Rama Wiji datang. Jalanya ditegap tegapkan dengan di sangga tongkat. Sudi
berdiri.
Kami memang agak terlalu pagi, Rama. Mumpung antrian belum punah.
Nomer yang baik, berapa Rama. Maksud saya buntut berapa Rama?
Wah, kemarin saya sama mbah Kawid, kulon kali, ketemu mistik kepala tiga, Rama. Lha,
kok ayam saya semalam berkokok enam kali, terus kucing saya keluar anak enam juga.
21. SUDI
Kalau digagas gagas mirip juga sama mimpi saya, anak bocah saya yang ragil ngomong
sama bapaknya menemukan telur kepala enam. Ah, masa bisa cocok seperti itu.
22. GIWANG
Firasat apa ya Rama. Wah, bakal gayeng kalau jadi keluar kepala enam.
Na, wisiknya memang enam. Tapi bukan kepala… bukan juga mistik…bukan, bukan
juga buntut. Mungkin, mungkin saja jumlah. Eh, ya, itu kalau saya tidak keliru.
25. GIWANG
- Walkie Talkie Giwang berbunyi lagi. Cepet cepet Giwang meraih pesawat itu.
(gugup)
Roger…roger, dua tiga satu, eh. Anu, emh, ini Rama Wiji sudah hadir. Itu priyayi
ampuh yang saya bilang tempo hari. Gantik…
27. GIWANG
Maksud saya, Rama Wiji bawa rokok Dua Tiga Satu. Rokok baru, gantik…
29. GIWANG
Belum. Gantik..
Nomer itu seperti angina. Semakin itu jauh dia pergi, semakin terasa sejuk kita
ditinggalakan. Semakin jauh kita yakin pada susunan angka angka yang dapatakan,
semakin cepat datngnya wisik. Kalau sudah begitu, kita tinggal punya keberanian apa
tidak buat nuthuk.
32. SUDI
Wah, jitu Rama. Menurut Eyang Semar, lelalaning jagad, kita itu seperti biji pasir di
pantai.
33. GIWANG(memotong)
Biji apa Lik. Biji besi apa?
Jangan sentuh peswat itu. Dia terlalu peka untuk dimasuki naga naga semesta yang tak
terlihat itu.
- Pada saat itu juga masuk Raden Mas Lukarsarira, dengan diiringi seorang
sekretarisnya yang cantik.
44. RM LUKARSARIRA
Memang selalu ada ada saja yang di kerjakan orang orang ketika mereka pension seperti
kita ini. Kita memang selalu merasa tidak pernah selesai. Itu karena kit asudah terbiasa
menjadi hamba rakyat dan bangsa, bukankah begitu Rama ? Eee… Tomblok, rokok.
- Sang sekretaris buru buru mengambilkan rokok cerutu memberikan kepada tuanya
dan sekaligus menyulutnya.
Tapi amat jarang yang seperti saya. Saya selalu sistematik dalam bekerja dan sekarang
pun saya masih begitu. Tidak berubah. Lihat sekretris saya ini, say aselalu membuat
kader untuk generasi muda. Sebab dia adalah tangan panjang dari kita kita yang sudah
tua ini. Bukankah begitu, Tomblok?
49. SUDI
Iya, ya. Kita memang selalu terkait satu sama lain.
50. RM LUKARSARIRA
A… betul, nak mas. Tomblok! Sisir!
Saudara ini baru saja pensiuna, kalau saja kang masmu tidak keliru melihatnya.
51. SUDI
Baru dua atau tiga bulan yang lalu. Saya bekas pemilik sekolah. Begitulah.
- Giwang terhenyak.
Pensiuan ini adalah waktu kita untuk ketawa. Dulu kita ketawa saja di jadwal, ya ta
Rama?(ketawa lagi)
- Dari luar masuk petugas kantor pensiunan, jalannya tegap sebab tubuhnya gaak
gemuk.
- Semua yang hadir serentak berdirii, wajahnya mereka kaku menghadap kedepan.
- Para hadirin diam Sebentar kemudian pintu loket dibukka,para hadirin berdiri lagi
menyiapkan kartu kartu pensiunannya. Kecuali Raden Mas Lukarsarira.
56. SEKRETARIS(kenes)
Emh… karena bapak bisa kerja sistematik, maka beliau pun dilayani secara sistematik.
57. SUDI(lugu)
Oooo… jadi yang namanya jalur biasa itu justru tidak sistematik ta? Apa betul begitu,
Rama?
- Pesawat Walkie Talkie Giwang berbunyi lagi. Giwang segera berdiri mencabut
pesawatnya.
61. GIWANG
Roger …roger… suamimu Giwang , Gantik…
63. GIWANG
Sudah muali antri, tapi belum begitu banyak, gantik..
65. GIWANG
Korek, korek sayng. Sekarang belum lagi kumat, gantik.
68. RM LUKARSARIRA
Tomblok, tape recorder.
- Belum lagi tembang selesai, Pak Mingggir dan Bu Minggri datang. Bu Minggir
tampak terisak isak, hidungnya mewajahanya tembam dan matanya merah
membengkak. Semua yang hadir memandang tak mengerti
- Mereka berjalan meunuju loket. Ketika tib adimuka pintu loket, Bu Minggri meraba
ke dalam tasnya, bingung dan tiba tiba saja meledak tangisnya tatakalla melihat
pinggiran taasnya sudah terkoyak lebar.
72. BU MINGGIR
ADuh, aduh! Anu, cum aada duit dua ratus rupiah, KYP sama laying laying gaden , oh
smaa kartu pensiunan. Kartu itu, aduh, Bapa…
74. BU MINGGIR
Cup cup bagaimana? Terus, terus kalau tidak bisa mengambil uang pension bagaimana
Baapa, aduh!
77. BU MINGGIR
Padahal kami sedang butuh duit, sedangkan kartu pensiun itu sudah lenyap dicopet.
Oalah Gusti paringana sabar.
78. PAK MINGGIR (berdiiri)
Sudah, begini saja , kamu tenang saja disini, biar saya urusnya sebentar (kepada Giwang)
WC nya sebelah mana mas?
79. GIWANG(heran)
Lho?
- Setelah Pak Minggir keluar, masuk seorang penjaja barang kerajinan untuk dana
penderita cacat. Namanya Ribut.
Pisau ini harganya Rp. 750,- parut ini harganya RP. 1250,-. Lha, kalau pigura iniseharga
Rp. 4995,- masih banyak yang lain dan harganya pun melawan.
83. GIWANG
Kalau stiker ada mas? Soalnya daripada dicegat diajalan harus beli stiker, lebih baik saya
beli diidsini saja, kalau ada.
84. RIBUT
O, ada. Mau pilih stiker apa? Mick Jagger? Stiker gambar tengkorak? Ataau apa saja. Na,
bengiini Juk Nis-nya. Setelah saya mempelajarai Juk-Lak-nya, akhirnya diputuskan
bahwa siapapun diiwajibkan untuk membantu para penderita cacat. Saudara saudara
diwajibkan untuk membeli, tidak terkecuali. Ini saya bawa buku, saudara saudara tand
atangan dulu id buku ini. Duitnya nanti kalau saudara saudara sudah menerim auang
pensiun. Cash juga boleh, itu malah mempercepat proses penyelesaian. Na, nanti saya
tunggu disebelah pintu masuk jalurnya lewat sini. Awas, saudara saudara tidak bisa lepas
dari pengamatan saya. Jelas?
85. GIWANG
Mas,sya cash saja.
86. RIBUT
Mau ambil apa? Pisau?
87. GIWANG
Pokoknya yanag harganya lima puluh ribu rupiah,terserah.
89. RIBUT
Nasionalnya lensa pemesar. Ada, ada mbah. Cash?
91. SUDI
Punya gigi palsu? O, keris saja, keris saja ding. Tanda tangan dulu saja.
93. RIBUT
Harus sekarang.
95. RIBUT
Kecopetan itu sudah ada seksinya sendiri. Seksi saya ini seksi yang diprioritaskan.
96. SEKRETARIS
Sudahlah Bu, itu sudah bisa diatur.
97. BU MINGGIR
Bisa diatur! Bisa di atur! Masalah saya ini kompleks.
98. RM LUKARSARIRA
Saba, mbakyu. Sabar dulu. Itu cum kekeliruan istilah saja. Pada prinsipnya itu memang
baik dan taka da jelenya kalau kita membantu.
Tidak break ko, Cuma tinggal nulis saja. Sukarela, artinya tanda tangan kita dengan
sukarela kita perbantukan.
(kaget)
100. RM LUKARSARIRA(gugup)
Tomblok, inibagaimana?
101. SEKRETARIS
Bapak prioritas utama
102. RIBUT
Dan ini adalah paket khusus.
103. RM LUKARSARIRA(dongkol)
Tomblok,coba di urus sama bapak yang di dalam itu.
- Tomblok menemui bapak petugas, menyeret keluar dan keduanya tampak berbincang
bicang serius. Sebentar kemudian bapak petugas masuk lagi sekrettris menemui
tuaanya. Ia membisikan sesuatu. RM Lukarsarira tampak menegerti, lalu tersenyum
senyum.
105. SEKRETARIS
Hanya kesalah pahaman teknis, saudara saudara.
106. RM LUKARSARIRA
Sekretaris saya benar. Istilahnya miss understanding, begitu. Ah. Bu Minggir, sebaiknya
itu tak usah jadi pikiran. Betapapun saya juga ikut merasakan sebagaiman sama sama
senasib, sepenanggungan menjadi pensiunan.
107. BU MINGGIR(terisak)
Sebenarnya… tidak hanya masalah kecopetan yang membikin saya jadi begini.
109. BU MINGGIR
Tragis, Rama…aduh, genduk, genduk.
110. SUDI
Bagaimana Pak? Berhasil.
- Pak Minggi rmengangkat bahunya dan dengan lesu duduk disamping istrinya.
112. BU MINGGIR
Oh, jagad dewa batara, gendukku, gendukkku. Nasib kita ko jadinya malah seperti ini.
Coba, katakana saja, ankakku. Kepada Rama tidak usah sungkan sungkan. Rama tau apa
yang sedang kamu pikirkan.
115. BU MINGGGIR
Rama tidak apa apa.
118. SEKRETARIS
Mondok ? Sakit aap nyonya?
119. BU MINGGIR
Genduk saya,…oh, mula mulanya, jeng , saya selalu sering memperingatkan dan
menganjurkan agar dia mencari kesibukan untuk menghilangkan sakit hatinya ditinggal
kawin pacaranya. Memang sialaan si Tembong itu. Genduk saya jadi putus asa. Dia
nekat. Dia justru tidak mengindahkan saya, bahkan dia lari kedukun setiap hari. Pada
suatu hari,… saya masih ingat, rebo pon kemarin, saya marahi abis abisan. Kamis
siangnya genduk saya pamit, katanaya mau jumat keliwonan, sebenar…sebenarnya saya
sudah curiga. Dia pasti kembali ke dukun itu. Saya mulai khawatir Rama.
121. BU MINGGIR
Oh, jeng ,…tahu tahu sorenya, saya dikabari bahwa anak saya sudah dilarikan ke rumah
sakit. Genduk saya.. aduh, Bapa…
Genduk saya, jeng, genduk saya…. Ditabrak mobil. Dan mobil yang menabraki lari,
smaapi sekarang belum diketahui.
123. BU MINGGIR
Oh, Rama… saya dikasih tahu sama Pak Dokter tadi malam, bahwa genduk sya aternyata
…. Tengah hamil, Rama.. aduh, Bapa…
128. GIWANG
Sudah, baru saja. Wah, gayeng bune. Cantik…
- Dari pesawat itu terdengar suara pintu dibanting, piring piring dibanting, panic panic
dibanting, dan bertambah semakin gaduh.
132. GIWANG(gugup)
Lho, Bune. Waduh gawat. Celaka. My day, my day, my day, (kari tergopoh gopoh
keluar). Ini darurat, my day, my day, my day..
- Giwang keluar.
133. RM LUKARSARIRA(cemas)
Tidak mbakyu, terus, genduk smapeyan itu ketabraknya jam berapa, emh … gimana
ketabraknya, mbakyu?
134. BU MINGGIR(terisak)
Kata genduk saya setelah saudara, dia ketabrak antara jam enam sore, di … di dekat
batas kota. Jam..
135. PAK MINGGIR
Sebelah terminal, jam enam sore, kangmas.
136. RM LUKARSARIRA(gelisah)
Tomblok, kemari.
139. RM LUKARSARIRA
Nah, mbakyu. Saya ikut bersedih sekali atas kemalangan gendukmu. Terutama nasib
yang menimpa mbakyu sekeluarga. Emh.. saya punya pikiran. Daripada mbakyu dan
kang mas mengurus kartu yang hilang itu tak kunjung selesai, bagaimana kalau saya
menawarkan sedikit bantuan, wujudnya adalah uang. Toh, mbakyu sangat tengah
memerlukanya. Mengenai buga misalnya, itu gampang. Yang jelas, Saya ingin
memmbantu, bukankah begitu, Tomblok?
140. SEKRETARIS
Jadi maksudnya, Bapa ingin meringankan beban nyonya. Mengenai buga yang
disebutkan Bapa, itu sebenarnya bisa diatur, artinya sedikit bisa ditekan dari standart
normal pendek kata, bunga itu dimasukan dalam kategori local.
141. RM LUKARSARIRA
Idealisnya, kami tidak ingin menambah beban baru.
142. SEKRETARIS
Menurut penilaian kami, kategori tersebut termasuk lasifikasi yang layak.
Hanya ini yang bisa kita lakukan. Mblok, kalau benar dia itu orang tuanya,gawat. Ini
harus berhasil. Eh, yang kamu lihat waktu itu apa betul dia?(berbisik)
- Sekretaris mengngguk.
(berbisik)
Sial, sial. Tapi, bagaimana kalau tidak berhasil? Mmmmhhh… kalau saja, dia menerima,
terus pulang, kita selamat, mblok.
144. BU MINGGIR
Kangmas…
- Sudi dan Rama Wiji berdiri bersama sama. Kaget dan saling pandang.
149. SUDI
Yang dipanggil nama Rama, saya malah jadi tidak enak sama Rama. Ayo Rama dulu
saja.
151. SUDI
Rama, bukan saya.
152. RAMA WIJI
Kamu itu bagaimana toh, dikasih tau sama orang tua malah mau mempermainkan. Itu
namanya nranyak. Dan nranyak itu tidak sopan, menegerti?
153. SUDI
Lho, tidak. Yang dipanggil jelas Rama, Rama Wiji. Jadi mana mungkin saya nranyak.
Saya itu mengingatkan bahwa yang dipanggil barusan itu Rama.
159. BU MINGGIR
Rama…..
Oooong wilahing, ooong wilahing… sapa salah seleh. Donya anane mung padang lan
peteng. Ana dhuwur ana cedak, ana kasar ana alus, ana ireng ana putih, ana banter ana
rindik, ana lanang ana wadon, ana pencak ana ngrkasa. Bla…bla…bla, hap. Anakku,
dengarkan. Orang yang menabrak gendukmu itu ada disekitar tempat ini.
189. RM LUKARSARIRA
Oh iya, kita kesana aja.
194. RM LUKARSARIRA
Itu pun bisa ketahuan nanti.
- Saat itu datang seseorang wanita bergegas. Melihat sekeliling dan berteriak marah
ketika melihat Rama Wiji.
198. BU WIJI
Ada apa? Ada apa?!
201. RIBUT
Tahu, Bu.
202. BU WIJI
Saya tahu siapa kamu. Sekarang pindah diisini operasimu, heh? Siapa sekaarang bosmu,
cakil kutilen?!
206. BU MINGGIR
Kamu itu gimana ta kil, tega teganya kamu peras orang pensiunan ini.
207. RIBUT
lha wong saya Cuma dikontrak kok.
213. BU WIJI
Biar saru, saolnya kamu juga seneng saru kok! Sekarang si Lastri itu dirumah sakit
215. BU WIJI
Dengarkan dulu. Waktu Dia sore sore pulang, karena segera katanya kamu mau pergi.
Dan bagaimana kemudian, didekat tugu itu, si Lastri ketabrak motor, klenger! Apa kamu
tidak ngerti apa? Kebangetan! Jadi dia kamu buntingi, kamu tidak mau tanggung jawab
dan dia sekarang dirumah sakit
216. BU MINGGIR
Sebentar Bu, Lastri, apa Lastri yang rambutnya panjang dan punya tahi lalat dihidung?
217. BU WIJI
Ya, ya benar. Kok Ibu tahu?
218. BU MINGGIR
Saya ibunya. Si Lastri itu anak saya.
219. BU WIJI
Lah benar tidak, bener tidak? Percaya tidak? Itu, sekarang ibunya ada disini. Mau apa
kamu? Ayo perlihatkan muakmu! Dasar bulus. Kadal. O… tapir! Dan, apa dibilang
piyayi tadi,mobil, mobil. Jelas, sudah jelas. Jeng apa sampeyan tidak curiga?
220. BU MINGGIR
Saya Cuma baru mengira ngira saja. Waktu piyayi itu bertanya tentang jam berapa dan
diamana genduk saya ketabrak, langsung saja beliau blingsitan dan bisik bisik sam, siapa
Pak yang satu itu?
222. BU MINGGIR
Ya, semacam itulah. Lalu ketika kami disuruh merem sama Ram , kok rasanya cocok
dengan dugaan Rama. Nah, setelah kami melek lagi, piyayi itu sudah ngobrol sama bapak
petugas selanjutnya, mbakyu lihat sendiri.
223. BU WIJI
O, Jadi kamu itu sudah sekongkol ya sama dia itu, ya? Kamu buntingi, kamu suruh piyayi
itu nabrak dia. Edan, edan, dunia sudah edan. Miring semua!
225. BU WIJI
Dukun ko jirih. Percuma. Ayo, sekarang di urus. Ayo.
227. BU WIJI
Bu Raden, ya, Bu Raden ikut kami, ini harus segera di urus.
- Ribut menyambut