Anda di halaman 1dari 25

PENSIUNAN

KARYA HERU KAESAWAMURTI

BABAK 1

RUANG TUNGGU kantor pensiuanan, pagi hari, ketika itu pintu- pinyu loket belum dibuka.
Sebuah kantor dengan jendela – jendela besar dan tiang –tiang pilar ruangan yang tinggi
menangangkang. Sebentar lagi kantor ini penuh sesak, toh pagi tiu sudah sedikit banyak orang-
orang berjualan di sekitar halaamn kantor. Saat itulah GIWANG dan SUDI masuk ruang tungu.
Giwang seorang pensiunan yang sudah cukup tua, dengan langkah di paksa untuk tegap, ia
menuju tempat duduk yang ada di situ dengan menenteng di pinggang sebelah kanannya straco
atau Walkie Talkie, atau apa sajalah namanya. Sudi masih tampak lebih muda dari pada Giwang.

1. GIWANG (terbata-bata)

Masih pagi lik, belum buka.

2. SUDI(melihat sekeliling)

Lah wong tidak kepagian saja sering bukanya malah terlambat. Yang kemarin itu, kang
jam 11 baru buka.

(duduk)

Mana antrian sudah panjag lagi.

3. GIWANG( berhati – hati ikut duduk)

Tapi itu namanya kan juga demi ketertiban.

4. SUDI

Eh, kok rasanya beda ya, tidak seperti jaman kita dulu kang. Yang namanya jam kerja itu
pasti selalu tepat. Sekarang, coba bagaimana? Kalau belum ditegur atasan, mereka datang
bikin jam sendiri. Apa mereka itu memang kepinginanya ditegur atasan, biar dapat
perhatian, gitu apa ya?

5. GIWANG

Ya, jelas lain Lik, dulu sama sekarang itu. Kalau dulu, jaman kita itu, pegawai kan baru
sedikit, tidak kepingin diperhatikan saja, atasan kita sudah apal sama kita.

6. SUDI

Iya ya kang ya. Wong kita sendiri sering rikuh menegur beliau yang datang selalu
terlambat. Kita juga sudah sama-sama hafal ya.
7. GIWANG

Sstt. Jangan bilang begitu, hanya Karen kita ini sudah pension. Kualat!

- Tiba-tiba pesawat Walkie Talkie Giwang berbunyi.

- Girang tersentak kaget, dan tergopoh-gopoh mencabut pesawat itu.(terbata-bata


gugup)

Roger, rogerr.. ini saya mbokne .

8. SUARA WALKIE TALKIE

Bagaimana pake?, apa sudah sampai dengan selamat, ganti.

9. GIWANG (terbata-bata)

Korek,mbokne. Slamet, slamet. Gantik

10. SUARA WALKIE TALKIE

Syukurlah, syukurlah, saya kira kamu tidak naik colt ta. Saya khawatir, gantik,,

11. GIWANG (terbata-bata)

Korek, mbokne. Saya tidak naik cot. Saya takut kebablasan. Gantik.

12. SUARA WALKIE TALKIE

Korek, pakne. Kamu nanti malah bisa masuk angina. Sudah, nanti kamu saya caling lagi.

- Walkie Talkie mati, Giwang mengembalikan lagi pesawat itu ditempatnya semula.

- Sudi melongo

13. SUDI (heran)

Lho, apa itu kang? Walah, radio transistor kobisa diajak korek-korekan. Toblas-toblas. !

14. GIWANG (tenang- acuh tak acuh)

Ini namanya koling-kolingan, ini tadi istri saya manggil, apa saya sudah sampai disini
belum.

15. SUDI (mengangguk angguk)

Kok bisa ya kang ya. Berapa harganya, kang?

16. GIWANG
Ya, ndak tau! Wong ini Cuma dioleh olehi putu saya kok. Biar si mbah kontak terus sama
mbah Putri,Gitu.

- Saat Rama Wiji datang. Jalanya ditegap tegapkan dengan di sangga tongkat. Sudi
berdiri.

17. SUDI (berdiri- menyalami)

Weh …Rama. Manga Ram, manga.

- Rama Wiji duduk

18. GIWANG (basa basi)

Kami memang agak terlalu pagi, Rama. Mumpung antrian belum punah.

19. SUDI (merajuk)

Nomer yang baik, berapa Rama. Maksud saya buntut berapa Rama?

20. GIWANG(tertawa basa basi)

Wah, kemarin saya sama mbah Kawid, kulon kali, ketemu mistik kepala tiga, Rama. Lha,
kok ayam saya semalam berkokok enam kali, terus kucing saya keluar anak enam juga.

21. SUDI

Kalau digagas gagas mirip juga sama mimpi saya, anak bocah saya yang ragil ngomong
sama bapaknya menemukan telur kepala enam. Ah, masa bisa cocok seperti itu.

22. GIWANG

Firasat apa ya Rama. Wah, bakal gayeng kalau jadi keluar kepala enam.

23. RAMA WIJI (memandang pergelangan tanganya-mulutnya bergerak-gerak)

Na, wisiknya memang enam. Tapi bukan kepala… bukan juga mistik…bukan, bukan
juga buntut. Mungkin, mungkin saja jumlah. Eh, ya, itu kalau saya tidak keliru.

24. SUDI (beridiri-gembira-setengah berteriak)

Yak! Cocok Rama. Punya saya enam nol nol. Ya,ya.

25. GIWANG

Saya dua tiga satu, Rama.

- Walkie Talkie Giwang berbunyi lagi. Cepet cepet Giwang meraih pesawat itu.
(gugup)

Roger…roger, dua tiga satu, eh. Anu, emh, ini Rama Wiji sudah hadir. Itu priyayi
ampuh yang saya bilang tempo hari. Gantik…

26. SUARA WALKIE TALKIE

Dua tiga satu, dua tiga satu apa? Gantik..

27. GIWANG

Maksud saya, Rama Wiji bawa rokok Dua Tiga Satu. Rokok baru, gantik…

28. SUARA WALKIE TALKIE

Mustahil! Mustahil! Eh sudah dapat duit belum? Gantik…

29. GIWANG

Belum. Gantik..

30. SUARA WALKIE TALKIE

Ok! Sudah nanti saya koling lagi.

- Pesawat Walkie Talkie mati.

31. RAMA WUJI (menerawang)

Nomer itu seperti angina. Semakin itu jauh dia pergi, semakin terasa sejuk kita
ditinggalakan. Semakin jauh kita yakin pada susunan angka angka yang dapatakan,
semakin cepat datngnya wisik. Kalau sudah begitu, kita tinggal punya keberanian apa
tidak buat nuthuk.

32. SUDI
Wah, jitu Rama. Menurut Eyang Semar, lelalaning jagad, kita itu seperti biji pasir di
pantai.

33. GIWANG(memotong)
Biji apa Lik. Biji besi apa?

34. RAMA WIJI


Welah… orang ini bagaimana ta. Sudah lupa kodratnya?

35. GIWANG (takut)


Waduh, maaf Rama. Sejak dulu lidah saya memang suka keseleo. Saya tidak sengaja,
Rama.
36. RAMA WIJI (sungguh sungguh –menatap tajam seperti hendak melumat Giwang)
Hati-hati kalau bicara itu. Ada delpaan Naga di dalam semesta ini, masing masing tahu
apa yang diperbuat oleh badan kasar ini. Itu tidak bisa kita bohongi. Kamu segera harus,..

37. GIWANG (takut sekali)


Ah, jangan Rama. Wong saya Cuma..

38. RAMA WIJI (mantap)


Sudah hukum alam nak Giwang. Kamu haru smenyediakan kembang talon, delpaan buah
tumpeng, dan minyak babi, untuk keteledoran ini, itu kalau kamu kepingin tidak kesiku.

- Giwang gemeter ketakutan. Dengan tergugup gugup dia hendak mencabut


pesawatnya. Tapi buru buru Rama Wiji mencegahnya.

Jangan sentuh peswat itu. Dia terlalu peka untuk dimasuki naga naga semesta yang tak
terlihat itu.

39. GIWANG (tak jadi mengambil pesawat Walkie Talkie)


Lantas, lantas, saya mesti bagaimana ini Rama.

- Pada saat itu juga masuk Raden Mas Lukarsarira, dengan diiringi seorang
sekretarisnya yang cantik.

- Semua berbasa basi menyambutnya, kecuali Giwang.

40. RM LUKASARIRA (duduk di depan Rama Wiji- Sekretarisnya duduk di smapingnya)


Kaabar baik Rama. Demikianlah saya selalu menjaga diri.

41. RAMA WIJI (mengangguk angguk angkuh)


Itu berkat resep yang saya berikan tempo hari kepdaamu, dinas.

42. RM LUKARSARIRA (tertawa terbahak bahak berkata kepada Sudi)


Saya tak menyangka bila Rama ini sekarang menjadi dukun ampuh, dulu di atasan saya,
nak mas.

43. RAMA WIJI (sedikit jengah)


Bukan dukun ,tapi penasehat kehidupan.

44. RM LUKARSARIRA
Memang selalu ada ada saja yang di kerjakan orang orang ketika mereka pension seperti
kita ini. Kita memang selalu merasa tidak pernah selesai. Itu karena kit asudah terbiasa
menjadi hamba rakyat dan bangsa, bukankah begitu Rama ? Eee… Tomblok, rokok.

- Sang sekretaris buru buru mengambilkan rokok cerutu memberikan kepada tuanya
dan sekaligus menyulutnya.
Tapi amat jarang yang seperti saya. Saya selalu sistematik dalam bekerja dan sekarang
pun saya masih begitu. Tidak berubah. Lihat sekretris saya ini, say aselalu membuat
kader untuk generasi muda. Sebab dia adalah tangan panjang dari kita kita yang sudah
tua ini. Bukankah begitu, Tomblok?

45. SUDI (merajuk)


Wah, kalau begitu bapak ini seorang yang tak pernah menganggur rupanya. Say abisa
membayangkan bapak..

46. RM LUKARSARIRA (mantap/memotong)


Raden Mas Lukarsarira nama saya. Jangan terlampau cepat mengucapkan nama saya.
Nama itu bukan sekedar untuk di ucapkan, tetapi juga untuk di hayati. Emh.. nak mas.
Saya sekarang bergerak dibidang perusahaan jasa terpadu. Ah, Rama Wiji yang sudah
pernah mendengar itu.

- Rama Wiji mengangguk angguk

47. SUDI (melongok)


Ooooo… perusahaan jasa terpadu?

48. RAMA WIJI


Kalau Rama Wiji bergerak dibidang konsultan kehidupan terpadu, sya alangsung
bergerak dibidnag operasionalnya. Nukankah kita memang selalu terpadu?

49. SUDI
Iya, ya. Kita memang selalu terkait satu sama lain.

50. RM LUKARSARIRA
A… betul, nak mas. Tomblok! Sisir!

- Tomblok buru buru memberi sisir.

(sambil menyisir rambutnya)

Saudara ini baru saja pensiuna, kalau saja kang masmu tidak keliru melihatnya.

51. SUDI
Baru dua atau tiga bulan yang lalu. Saya bekas pemilik sekolah. Begitulah.

52. RM LUKARSARIRA (mengembalikan sisir kepada sekretarisnya)


Lah, kalau dimas?

- Giwang terhenyak.

53. GIWANG (gugup)


O, minyak babi? Eh, sorri ding. Oh, emh, anu, saya? Rumah saya desa Watubelang. Tapi
saya lama tinggal di kota.(batuk batuk) istri saya satu, anak saya tiga, cucu saya… lima,
ya lima.

54. RM LUKARSARIRA (tertawa terbahak bahak )


Ndhagel! Dimas ini ndhagel. Bukankah begitu Tomblok?(heran melihat Tomblok). Lho
kamu kok tidak ketawa?

- Tib tiba Tomblok tertawa terpingkal pingkal

Pensiuan ini adalah waktu kita untuk ketawa. Dulu kita ketawa saja di jadwal, ya ta
Rama?(ketawa lagi)

- Dari luar masuk petugas kantor pensiunan, jalannya tegap sebab tubuhnya gaak
gemuk.

- Semua yang hadir serentak berdirii, wajahnya mereka kaku menghadap kedepan.

- Ketika melewati para hadirin pensiunan, bapak petugas dengan angkuhnya


mengangguk sedikit. Para hadirin lalu duduk kembali. Bapak petugas langsung ke
ruang kantor.

- Para hadirin diam Sebentar kemudian pintu loket dibukka,para hadirin berdiri lagi
menyiapkan kartu kartu pensiunannya. Kecuali Raden Mas Lukarsarira.

- Setelah mereka selesai menyerahkan kartu kartu pensiunannya, mereka duduk


kembali. Menunggu. RM Lukarsarira beranjak menuju ke pintu samping loket,
tampak bapak petugas menyambutnya. Mereka berbincang bincang sebentar sebentar.
RM Lukarsarira menyerahkan kartu pensiunannya.

55. SUDI (melongok memandang RM Lukarsarira-memandang lagi sektretarisnya)


Loh, kok bapak itu lewat jalur biasa?

56. SEKRETARIS(kenes)
Emh… karena bapak bisa kerja sistematik, maka beliau pun dilayani secara sistematik.

57. SUDI(lugu)
Oooo… jadi yang namanya jalur biasa itu justru tidak sistematik ta? Apa betul begitu,
Rama?

58. RAMA WIJI(berwibawa)


Wangsit swargi Eyang Ismoyo pernah datang berwujud seekor burung, bila itu hinggap di
ataap bubungan rumah yang dia pilih, maka itu bakal kedatangan keberuntungan. Dan itu
langka, anakku.
59. SUDI
Tidak Rama, maksud saya…

60. RAMA WIJI


Ah, aku sudah tau maksudmu. Kamu heran bahwa dia, eh beliau ding ya, bisa masuk
lewat pintu jenis apapun. Benarkan. Getaran didalam bathinku sudah terlampau
peka,anakku.

- RM Lukarsarira kembali ke tempat duduknya.

- Pesawat Walkie Talkie Giwang berbunyi lagi. Giwang segera berdiri mencabut
pesawatnya.

61. GIWANG
Roger …roger… suamimu Giwang , Gantik…

62. SUARA WALKIE TALKIE


Roger… istrimu Sandep minta penjelasan, apa sudah mulai antri? Gantik..

63. GIWANG
Sudah muali antri, tapi belum begitu banyak, gantik..

64. SUARA WALKIE TALKIE


Ingat, nanti kalau sudah banyak, harap telan pil dulu sebelumnsesak nafasmu kumat,
gantik..

65. GIWANG
Korek, korek sayng. Sekarang belum lagi kumat, gantik.

66. SUARA WALKIE TALKIE


Sukur, sukur, nanti saya koling lagi.

- Pesawat Walkie Talkie mati. Giwang duduk kembali.

67. GIWANG (kepada RM Lukarsarira)


Emh, istri saya selalu khawatir. Menurut dia, saya selalu harus dipandu. Eh, maaf.

68. RM LUKARSARIRA
Tomblok, tape recorder.

- Sekretaris mengeluarkan tape recorder.

69. SEKRETARIS (kepada hadirin)


Maaf, saudara saudara, bapak kemana pun tak bisa lepas dari tembang tembang jawa.
Bapak seorang punya kesdaran tinggi menjaga kelestarian seni adiluhung.
- Lagu lagu tembang mengalun.

- Belum lagi tembang selesai, Pak Mingggir dan Bu Minggri datang. Bu Minggir
tampak terisak isak, hidungnya mewajahanya tembam dan matanya merah
membengkak. Semua yang hadir memandang tak mengerti

- Mereka berjalan meunuju loket. Ketika tib adimuka pintu loket, Bu Minggri meraba
ke dalam tasnya, bingung dan tiba tiba saja meledak tangisnya tatakalla melihat
pinggiran taasnya sudah terkoyak lebar.

70. BU MINGGIR (menangis)


Aduh, Bapa! Jadi betul yang dibilang tukang becak tadi. Dompetku, dompetku dicopet
orang. Aduh, gusti Alloh!

- Para hadirin terkejut semua. Sekretaris mematikan tape recordernya.

71. GIWANG (gugup terbata bata )


KEcopetan ? dompet itu isinya apa, Nyonya?

72. BU MINGGIR
ADuh, aduh! Anu, cum aada duit dua ratus rupiah, KYP sama laying laying gaden , oh
smaa kartu pensiunan. Kartu itu, aduh, Bapa…

73. PAK MINGGIR (meredakan)


Cup, /biyung. Cup…

74. BU MINGGIR
Cup cup bagaimana? Terus, terus kalau tidak bisa mengambil uang pension bagaimana
Baapa, aduh!

75. RAMA WIJI


Sebentar, sebentar. Ini tadi larah larhnya, mula mula bagaimana? Kok bisa kecopetan?

76. PAK MINGGIR (terbata bata)


Begii larah larahnya WAya , eh Rama. Baru saja kami turun dari becak, orang prang
berteriak kecopetan copet! Copet ! tapi karena dari rumah kami sudah kisruh, syaa sangka
itu orang lain yang kecopetan. Nah, tukiran becak abonemen saya itu, kasih tahu kalau
saya dicopet. Ya. Namanya saja sedang kisruh, Tukiran itu tidak saya reken. Sekrang
baru tahu kalau kami kecopetan, padahal…

77. BU MINGGIR
Padahal kami sedang butuh duit, sedangkan kartu pensiun itu sudah lenyap dicopet.
Oalah Gusti paringana sabar.
78. PAK MINGGIR (berdiiri)
Sudah, begini saja , kamu tenang saja disini, biar saya urusnya sebentar (kepada Giwang)
WC nya sebelah mana mas?

79. GIWANG(heran)
Lho?

80. PAK MINGGIR


O, endak, maksud saya, saya kepingin ke WC sebentar baru nanti ngurus.

81. GIWANG (sambil menunjuk)


Sebelah sana. Kalau mau ngurus itu, nanti mausk ke pintu sebelah itu.

- Pak Minggir keluar terburu buru. Bu Minggir masih terisak isak.

- Setelah Pak Minggir keluar, masuk seorang penjaja barang kerajinan untuk dana
penderita cacat. Namanya Ribut.

82. RIBUT (beridiri di depan para hadirin)


A…selamat pagi saudara saudara. Saya datang kemsri atas nma penderiat cacat warga
dari bangsa kita. Saya membawa barang kerajina hasil karya langsung dari tangan
mereka. Untuk itu, sauadara saudara, sudilah kiranya saudara saudara bisamebantu
mereka, dengan mengganti hasil karya mereka itu dengan tarip harga yang masing
masing sudah dietetapkan. Ini sukarela, tapi sudah merupakan keharusan bagi kita untuk
menyisihkan uang sekedarnya guna meringaknan beban mereka. Suka rela tapi..(keta wa
keci)… wajib, begitu istilahnya.

- Rebut mengeluarkan barnga barang yang dibawanya.

Pisau ini harganya Rp. 750,- parut ini harganya RP. 1250,-. Lha, kalau pigura iniseharga
Rp. 4995,- masih banyak yang lain dan harganya pun melawan.

83. GIWANG
Kalau stiker ada mas? Soalnya daripada dicegat diajalan harus beli stiker, lebih baik saya
beli diidsini saja, kalau ada.

84. RIBUT
O, ada. Mau pilih stiker apa? Mick Jagger? Stiker gambar tengkorak? Ataau apa saja. Na,
bengiini Juk Nis-nya. Setelah saya mempelajarai Juk-Lak-nya, akhirnya diputuskan
bahwa siapapun diiwajibkan untuk membantu para penderita cacat. Saudara saudara
diwajibkan untuk membeli, tidak terkecuali. Ini saya bawa buku, saudara saudara tand
atangan dulu id buku ini. Duitnya nanti kalau saudara saudara sudah menerim auang
pensiun. Cash juga boleh, itu malah mempercepat proses penyelesaian. Na, nanti saya
tunggu disebelah pintu masuk jalurnya lewat sini. Awas, saudara saudara tidak bisa lepas
dari pengamatan saya. Jelas?

85. GIWANG
Mas,sya cash saja.

86. RIBUT
Mau ambil apa? Pisau?

87. GIWANG
Pokoknya yanag harganya lima puluh ribu rupiah,terserah.

- Rebut mengambil barang yang dimaksud. Giwang membelinya.

88. ROMO WIJI


Ada Suryokontho, nak?

89. RIBUT
Nasionalnya lensa pemesar. Ada, ada mbah. Cash?

90. ROMO WIJI


O, tidak. Tanda tangan saja.

- Rebut menyodorkanbuku. Room Wiji memberi tanda tangan.

- Setelah selesai menyodorkan buknya pada Sudi.

91. SUDI
Punya gigi palsu? O, keris saja, keris saja ding. Tanda tangan dulu saja.

- Sudi memberi tanda tangan

- Setelah selesai menyodorkan buku padaa Bu Minggi .

92. BU MINGGIR (kaget)


Tidak dulu. Besok saja.

93. RIBUT
Harus sekarang.

94. BU MINGGIR (berang)


Apa kamu tidak ngerti, say abaru kecopetan.

95. RIBUT
Kecopetan itu sudah ada seksinya sendiri. Seksi saya ini seksi yang diprioritaskan.
96. SEKRETARIS
Sudahlah Bu, itu sudah bisa diatur.

97. BU MINGGIR
Bisa diatur! Bisa di atur! Masalah saya ini kompleks.

98. RM LUKARSARIRA
Saba, mbakyu. Sabar dulu. Itu cum kekeliruan istilah saja. Pada prinsipnya itu memang
baik dan taka da jelenya kalau kita membantu.

- Bu Minggir turun marahnya.

Tidak break ko, Cuma tinggal nulis saja. Sukarela, artinya tanda tangan kita dengan
sukarela kita perbantukan.

- Perlahan lahan Bu Minggir akhirnya memeberi tanda tangan.

- Rebut menyodori RM Lukarsarira.

(kaget)

Lho, apa apaan ini? Kamu tidak tahu siapa saya?

99. RIBUT (mantap)


Cash atau tanda tangan?

100. RM LUKARSARIRA(gugup)
Tomblok, inibagaimana?

101. SEKRETARIS
Bapak prioritas utama

102. RIBUT
Dan ini adalah paket khusus.

103. RM LUKARSARIRA(dongkol)
Tomblok,coba di urus sama bapak yang di dalam itu.

- Tomblok menemui bapak petugas, menyeret keluar dan keduanya tampak berbincang
bicang serius. Sebentar kemudian bapak petugas masuk lagi sekrettris menemui
tuaanya. Ia membisikan sesuatu. RM Lukarsarira tampak menegerti, lalu tersenyum
senyum.

Hmh.. baiklah mana mana sini.

- Rebut menyodorkan bukunya. RM Lukarsarira meemberi tanda tangan.


104. RIBUT
Nah, kesediaan saudara saudara membantu beban kami, tak lupa saya mengucapkan
terimakasih, dan harap menjadikan maklum. Sekali lagi, jangan lupa jalur pulangnya, say
atunggu di ujung sana.

- Rebut lalu pergi.

105. SEKRETARIS
Hanya kesalah pahaman teknis, saudara saudara.

106. RM LUKARSARIRA
Sekretaris saya benar. Istilahnya miss understanding, begitu. Ah. Bu Minggir, sebaiknya
itu tak usah jadi pikiran. Betapapun saya juga ikut merasakan sebagaiman sama sama
senasib, sepenanggungan menjadi pensiunan.

107. BU MINGGIR(terisak)

Sebenarnya… tidak hanya masalah kecopetan yang membikin saya jadi begini.

108. RAMA WIJI


Lalu apa? Barangkali saya bisa memberikan terapi.

109. BU MINGGIR
Tragis, Rama…aduh, genduk, genduk.

- Saat itu Pak Minggir datang

110. SUDI
Bagaimana Pak? Berhasil.

- Pak Minggi rmengangkat bahunya dan dengan lesu duduk disamping istrinya.

111. PAK MINGGIR


Di suruh menunggu sampai semua loket di tutup dulu.

112. BU MINGGIR
Oh, jagad dewa batara, gendukku, gendukkku. Nasib kita ko jadinya malah seperti ini.

113. SEKRETARIS (menghibur)


Tenang, nyonya, tenang. Sebainya nyonya semelh saja. Rileks.

114. ROMO WIJI

Coba, katakana saja, ankakku. Kepada Rama tidak usah sungkan sungkan. Rama tau apa
yang sedang kamu pikirkan.
115. BU MINGGGIR
Rama tidak apa apa.

116. RAMA WIJI


Tidak , anakku. Sama sekali tidak.

117. BU MINGGIR (elihat suaminya, suaminya mengangguk)


Sebenarnya Rama… anak saya genduk tengah opname di rumah skait. Saya butuh duit
untuk uang muka pembiayaan disana.

118. SEKRETARIS
Mondok ? Sakit aap nyonya?

119. BU MINGGIR
Genduk saya,…oh, mula mulanya, jeng , saya selalu sering memperingatkan dan
menganjurkan agar dia mencari kesibukan untuk menghilangkan sakit hatinya ditinggal
kawin pacaranya. Memang sialaan si Tembong itu. Genduk saya jadi putus asa. Dia
nekat. Dia justru tidak mengindahkan saya, bahkan dia lari kedukun setiap hari. Pada
suatu hari,… saya masih ingat, rebo pon kemarin, saya marahi abis abisan. Kamis
siangnya genduk saya pamit, katanaya mau jumat keliwonan, sebenar…sebenarnya saya
sudah curiga. Dia pasti kembali ke dukun itu. Saya mulai khawatir Rama.

120. SEKRETARIS(mendekati Bu Minggir)


Kenapa, nyonya?

121. BU MINGGIR
Oh, jeng ,…tahu tahu sorenya, saya dikabari bahwa anak saya sudah dilarikan ke rumah
sakit. Genduk saya.. aduh, Bapa…

- Pak Minggir menegelus ngelus bahu istriya.

- Bu Minggir menegadah, memandang sekretaris.

Genduk saya, jeng, genduk saya…. Ditabrak mobil. Dan mobil yang menabraki lari,
smaapi sekarang belum diketahui.

122. RAMA WIJI


Lalu bagaimana gendukmu itu sekarang, anakku?

123. BU MINGGIR
Oh, Rama… saya dikasih tahu sama Pak Dokter tadi malam, bahwa genduk sya aternyata
…. Tengah hamil, Rama.. aduh, Bapa…

124. RAMA WIJI (kaget)


Hamil?
125. BAPAK PETUGAS(lewat pintu loket)
Saudara Giwang!

126. GIWANG (kaget gugup berdiri tegopoh gopoh)


Siap pak!

- Giwang menuju pintu loket, langsung menerima uang.

- Ketika hendak meninggalkan pintu loket, peswat Walkie Talkienya berbunyi.

Roger…roger, ini suamimu Giwang,Gantik..

127. SUARA WALKIE TALKIE


Roger, Roger, ini istrimu Sandep bertanya apa sudah menerima duit, Gantik,…

128. GIWANG
Sudah, baru saja. Wah, gayeng bune. Cantik…

129. SUARA WALKIE TALKIE (ketawa)


Sukur, sukur. Langsung pulah loh. Oh ya, apa tadi ada yang minta sokongan?Gantik..

130. GIWANG (gembira)


Oh ada, ada. Dari yayasan penderita cacat. Wah, anubune, saya mau nyokong 5000
langsung, ini saya dapat asbak untuk ukiran. Gantik…

131. SUARA WALKIE TALKIE (marah marah)


Jadi kamu kasih sokongan? 5000? Aduh, pane. Kamu itu bagaimana ta, kan sudah saya
pesen, jangan ngreken petugas sokongan, itu Cuma aduh, aduh, kamu ko gonlok banget.
Sialan! Oh… dasar tua Bangka bajigur … trondolo!

- Dari pesawat itu terdengar suara pintu dibanting, piring piring dibanting, panic panic
dibanting, dan bertambah semakin gaduh.

132. GIWANG(gugup)
Lho, Bune. Waduh gawat. Celaka. My day, my day, my day, (kari tergopoh gopoh
keluar). Ini darurat, my day, my day, my day..

- Giwang keluar.

133. RM LUKARSARIRA(cemas)
Tidak mbakyu, terus, genduk smapeyan itu ketabraknya jam berapa, emh … gimana
ketabraknya, mbakyu?

134. BU MINGGIR(terisak)
Kata genduk saya setelah saudara, dia ketabrak antara jam enam sore, di … di dekat
batas kota. Jam..
135. PAK MINGGIR
Sebelah terminal, jam enam sore, kangmas.

136. RM LUKARSARIRA(gelisah)
Tomblok, kemari.

- Tomblok mendekati tuanya. Mereka saling berbisik- bisik.

137. RAMA WIJI


Eh, anakku. Kok tahu bahwa gendukmu itu hamil?

138. PAK MINGGIR


Dokter yang memeriksanya Rama. Tapi saya memang yakin, karena beberapa hari
sebelumnya genduk saya itu tak pernah keluar kamar. Setiap pagi ia muntah muntah.
Katanya mual.

- Rama Wiji diam saja. Gelisah. Tak enak duduknya.

139. RM LUKARSARIRA
Nah, mbakyu. Saya ikut bersedih sekali atas kemalangan gendukmu. Terutama nasib
yang menimpa mbakyu sekeluarga. Emh.. saya punya pikiran. Daripada mbakyu dan
kang mas mengurus kartu yang hilang itu tak kunjung selesai, bagaimana kalau saya
menawarkan sedikit bantuan, wujudnya adalah uang. Toh, mbakyu sangat tengah
memerlukanya. Mengenai buga misalnya, itu gampang. Yang jelas, Saya ingin
memmbantu, bukankah begitu, Tomblok?

140. SEKRETARIS
Jadi maksudnya, Bapa ingin meringankan beban nyonya. Mengenai buga yang
disebutkan Bapa, itu sebenarnya bisa diatur, artinya sedikit bisa ditekan dari standart
normal pendek kata, bunga itu dimasukan dalam kategori local.

141. RM LUKARSARIRA
Idealisnya, kami tidak ingin menambah beban baru.

- Bu Minggir dan Pak Minggir termangu mangu.

142. SEKRETARIS
Menurut penilaian kami, kategori tersebut termasuk lasifikasi yang layak.

143. RM LUKARSARIRA (Merajuk)


Dua persen, mbakyu. Dan itu dibawah titik minimal. Tomblok, coba beri tissue mbakyu
ini.

- Sekretaris memberi tissue Bu Minggir. Kemudian kembali lagi. Dibelkang RM


Lukarsarira.
- Bu Minggir berembuk dengan suaminya.

Hanya ini yang bisa kita lakukan. Mblok, kalau benar dia itu orang tuanya,gawat. Ini
harus berhasil. Eh, yang kamu lihat waktu itu apa betul dia?(berbisik)

- Sekretaris mengngguk.

(berbisik)

Sial, sial. Tapi, bagaimana kalau tidak berhasil? Mmmmhhh… kalau saja, dia menerima,
terus pulang, kita selamat, mblok.

144. BU MINGGIR
Kangmas…

- RM LUKARSARIRA dan sekretarisnya kaget.

Tawaran Kangmas, saya terima.

145. RM LUKARSARIRA (gembira)


A! bagus sekali, mbakyu. Tomblok, coba siapkan berapa yang dibutuhkan mbakyu.

- Sekretaris mendekati Bu Minggir, memberi yang dibutuhkan Bu Minggir .

146. BAPAK PETUGAS(lantang)


Saudara.. Sudi .

- Sudi dan Rama Wiji berdiri bersama sama. Kaget dan saling pandang.

147. SUDI (tertawa merajuk)


Ah, itu Rama. Bukan saya.

148. RAMA WIJI (basa basi)


Jangan begitu, nak. Masuk saya.

149. SUDI
Yang dipanggil nama Rama, saya malah jadi tidak enak sama Rama. Ayo Rama dulu
saja.

150. RAMA WIJI


Lho, itu kamu.

151. SUDI
Rama, bukan saya.
152. RAMA WIJI
Kamu itu bagaimana toh, dikasih tau sama orang tua malah mau mempermainkan. Itu
namanya nranyak. Dan nranyak itu tidak sopan, menegerti?

153. SUDI
Lho, tidak. Yang dipanggil jelas Rama, Rama Wiji. Jadi mana mungkin saya nranyak.
Saya itu mengingatkan bahwa yang dipanggil barusan itu Rama.

154. RAMA WIJI


Lha iya, dan itu sudah tidak sopan, tidak tahu tata karma. Mentang mentanf saya sudah
tua ya. O, kualat kamu. Kesiku! Jangan coba main main sama saya ya.

155. SUDI (Ketakutan)


Saya tidak main main. Saya sungguh sungguh. Saya tidak bermaksud mempermainkan
Rama.

156. RAMA WIJI


Ayo, kita buktikan bahwa kamu tidak mempermainkan syaa. (bergumam) tapi rasanya
memang nama saya.

- Rama Wiji menghampiri pintu loket .

Ini syaa. W I J I Rama W I J I.

157. SUDI (lantang)


Saudara, …S U D I!

- Sudi berdiri lagi.

- Rama Wiji mundur malu, tapi dengan marah memandang sudi.

- Sudi menerima uang lalu pergi.

158. RAMA WIJI (marah marah memandang kepergian Sudi)


O… begitu ya. Ini bagaimana kalau saya jadi kewringan macam begini. Memang
kepingin disanthet orang itu.(berbalik-gugup memandang hadirin). Oh, emh, ya memang
begitu itu tingkah orang sekarang. Untungnya saya cukup sabar, coba kalau tidak. Apa
malah hanya membikin repot jadinya.

159. BU MINGGIR
Rama…..

160. RAMA WIJI (Tergagap)


Oh ya, ada apa, anakku. Saya hampir lupa terus, terus kamu minta apa?
161. BU MINGGIR
Saya mohon pertimbangan Rama.

162. RAMA WIJI


Lha! Kebetulan sekali. Saya ini memang seorang konsultan kehidupan terpadu.
Professional. Soal gendukmu itu?

163. PAK MINGGIR


Mohon keselamatan genduk saya, Rama. Saya sam ibunya genduk ini khawatir.

164. RAMA WIJI (berpikir piker)


Eh… itu, gampang, gampang, anakku. Dengan wangsit Eyang Sidhat yang telah
bersemayam di dalam raga Ramamu ini, aku bisa menjelajah rahasia kehidupan semesta.
Ramamu memang sudah meraba apa yang sesungguhnya telah terjadi atas anakmu itu.
Rama bisa melihat, anakku.

165. PAK MINGGIR


Bisa melihat?

166. RAMA WIJI


Tentu saja. Anakmu itu pasti seorang gadis.

167. PAK MINGGIR


Benar, Ram. Benar.

168. RAMA WIJI


Aku merasa tentu dia tengah goyah waktu ketabrak mobil itu. Eh, rumahmu itu
mengahdap kemana

169. PAK MINGGIR


Ke utara, Rama.

170. RAMA WIJI


Itulah dia .

171. PAK MINGGIR


Kenapa, Rama.

172. RAMA WIJI


Pada waktu kau menghuni rumah itu tentu kamu tidak pernah memperhitungkan bala,
bala yang tak kelihatan, tetapi ada, dan sekarang bala itulah yang membikin celaka
keluargamu.

173. PAK MINGGIR


Jadi Rama menyalahkan saya.
174. RAMA WIJI
Seharusnya gendukmu itu memang tidak boleh putus dengan pacarnya, kenapa
gendukmu itu harus punya pacar, hmmmmmh?

175. PAK MINGGIR (Takut)


Karena di memang sudah ingin punya pacar.

176. RAMA WIJI


Kalau dia tidak punya pacar tentu dia tidak bakal ketabrak mobil dna hamil, iya ta?

177. PAK MINGGIR


Iya, iya, Rama. Tapi itu sudah terjadi.

178. RAMA WIJI


Tapi kamu kan bisa menolaknya ta?

179. PAK MINGGIR


Dari mana saya bisa, genduk saya sudah msauk rumah sakit.

180. RAMA WIJI


Itulah yang namanya malapetaka .

181. PAK MINGGIR


Terus sekarang harus bagaimana, Rama?

182. RAMA WIJI


Sedang aku usahakan untuk bisa membantumu. Kamu berdua, coba memejamkan
matamu.

- Kedua orang suami istri itu memejamkan matanyya

- Rama Wiji beraksi.

Oooong wilahing, ooong wilahing… sapa salah seleh. Donya anane mung padang lan
peteng. Ana dhuwur ana cedak, ana kasar ana alus, ana ireng ana putih, ana banter ana
rindik, ana lanang ana wadon, ana pencak ana ngrkasa. Bla…bla…bla, hap. Anakku,
dengarkan. Orang yang menabrak gendukmu itu ada disekitar tempat ini.

Dengarkan…. Dengarkan degub jantungnya yang ketakutan, dnegarkan desah nafasnya


yang gelisah, dengarkan arus darahnya yang cemas, dengarkan…

- RM LUKARSARIRA tiba tiba berdiri ketakutan

183. RM LUKARSARIRA (berbisik pada sekretarisnya)


Aduh,… ketahuan mblok. Rama itu tahu apa yang kita perbuat. Celaka.
184. RAMA WIJI
Dengarkan bisiknya yang resah, dengarkan…..

185. RM LUKARSARIRA (Berbisik pada sekretarisnya)


Wah cocok, kita, kita kan sudah tak bisa lagi bersandiwara, mblok. Rama itu ternnyata
sakti.

186. RAMA WIJI


Dengarkan suaranya sudah sumbang, dnegarkan,..

187. RM LUKARSARIRA (Berbisik bisik pada sekretarisnya)


Kita pulang saja, mblok. Gawat.

188. SEKRETARIS (berbisik)


Tapi, bagaimana soal bisnis kita sama bapak petugas itu.

189. RM LUKARSARIRA
Oh iya, kita kesana aja.

- RM Lukarsarira menuju ruangan bapak petugas.

190. RAMA WIJI


Dengarkan langkahnya…

- RM Lukarsarira menyeret bapak petugas keluar. Mereka berbincang di samping pintu


loket.

191. BAPAK PETUGAS (Berbisik )


Lho tadi, kangmas kan saya suruh bersandiwara dulu, nanti beres.

192. RM LUKARSARIRA (berbisik)


Sudah, itu sudah. Maslaahnya Rama itu betul betul sakti sekali. Dia tahu apa yang telah
saya perbuat. Pokonya celaka.

193. BAPAK PETUGAS (Berbisik


Tentang bisnis kita?

194. RM LUKARSARIRA
Itu pun bisa ketahuan nanti.

195. RAMA WIJI


Sekarang buka matamu, anakku.

- Kedua suami istri membuka matanya.

- Rama Wiji menghampiri Bu Minggir


Mana tangaamu, biar kuraba sebentar

- Bu Minggir memberikan tanganya.

- Rama wiji meraba raba tanganya.

- Saat itu datang seseorang wanita bergegas. Melihat sekeliling dan berteriak marah
ketika melihat Rama Wiji.

196. BU WIJI (marah-langsung menyeret RamaWiji)


Nah, akhitnya memang ketemu disini. Laki laki sialan! Tak tahu malu. Sudah tua masih
juga seneng main main. Semalem nglungker dimana? Pagi pulang sebnetar, terus pergi
lagi, kamu bilang mau ambil pensiun. Eh, … ternyata kamu memang disini. Tidak sia sia
saya. Kurang ajar!

197. RAMA WIJI (menangkis pukulan bertubi tubi dari istrinya)


Sebentar, sebentar, ini ada apa?

198. BU WIJI
Ada apa? Ada apa?!

- Ketika itu Ribbut masuk tergopoh gopoh

199. RIBUT (celingukan )


Sauadara Wiji, mana saudara Wiji?

200. BU WIJI (kaget melihat Ribut)


Lho, kamu disini. Mau cari siapa? Mau cari gaekan ini? Eh, Pak. Jadi kamu juga kangson
sama si Togog ini, he? (dipukuli lagi suaminya). Oh diamput kamu! Apa kamu tidak
melek heh? Ini kan si Thengul yang suka ngungsi dikampong kita dengan nariki dana
unutk penderita cacat. Apa kamu pangling. Dasar orang goblok, matanya selalu
merem(kepada Ribut). But, apa disangka aku tidak tahu kamu?

201. RIBUT
Tahu, Bu.

202. BU WIJI
Saya tahu siapa kamu. Sekarang pindah diisini operasimu, heh? Siapa sekaarang bosmu,
cakil kutilen?!

203. RIBUT(takut takut)


Anu, Bu. Sekarang bos saya, itu, Pak itu, (menunjuk Pak petugas).

204. RM LUKARSARIRA (berbisik)


Celaka lagi ini. Kamu kasih berapa dia itu, kok jadinya dia malah begitu?
205. BAPAK PETUGAS
Saya juga ndak tahu kalau ibu kenal dia.

206. BU MINGGIR
Kamu itu gimana ta kil, tega teganya kamu peras orang pensiunan ini.

207. RIBUT
lha wong saya Cuma dikontrak kok.

208. RM LUKARSARIRA (berbisik)


Mblok kita harus segera pergi dari sini.

- Bapak petugas masuk keruanganya lagi

- RM Lukarsarira hendak meninggalkan tempat itu.

209. PAK MINGGIR


Lho, kang mas mau kemana? Saya belum minta kwitansi dari kangmas.

210. RM LUKARSARIRA (Gugup- gemetar)


Itu gampang nanti. Bisa diatur. Saya mau mengurus mobil saya dulu dibengkel, oh, anu,
maksud saya, saya mendadak ingat ada urusan penting

- RM Lukarsarira menarik sekretarisnya meninggalkan tempat itu.

211. BU WIJI ( Heran)


Mobil?lah, jelas sudah sekarang. Jelas! O, pakne kamu itu memang bejat, betul betul
bejat! Pensiun malah jadi dukun, ngeramal, mistik mistikan, klenik! Pantas kalau jadi ,
bejat. Itu, itu, apakah kamu tidak tau, rumahmu sekarng penuh polisi. Orang orang
kampong pada rebut. Ulahmu! Kamu apakan si Lastri itu heh? Aku tahu sekarang,
teranyata setiap kali si Lastri datang, sengaja kamu pilih pas aku dipasar kamu
pergunakan buat glenik glenik. Kamu bilang apa? Dia butuh konsultasia , dan konsultasi
itu harus dengan glenik glenik yang akhirnya sekarang dia jadi bunting?

212. RAMA WIJI


Sudahlah Bu, itu saru.

213. BU WIJI
Biar saru, saolnya kamu juga seneng saru kok! Sekarang si Lastri itu dirumah sakit

214. RAMA WIJI


Lho…

215. BU WIJI
Dengarkan dulu. Waktu Dia sore sore pulang, karena segera katanya kamu mau pergi.
Dan bagaimana kemudian, didekat tugu itu, si Lastri ketabrak motor, klenger! Apa kamu
tidak ngerti apa? Kebangetan! Jadi dia kamu buntingi, kamu tidak mau tanggung jawab
dan dia sekarang dirumah sakit

216. BU MINGGIR
Sebentar Bu, Lastri, apa Lastri yang rambutnya panjang dan punya tahi lalat dihidung?

217. BU WIJI
Ya, ya benar. Kok Ibu tahu?

218. BU MINGGIR
Saya ibunya. Si Lastri itu anak saya.

219. BU WIJI
Lah benar tidak, bener tidak? Percaya tidak? Itu, sekarang ibunya ada disini. Mau apa
kamu? Ayo perlihatkan muakmu! Dasar bulus. Kadal. O… tapir! Dan, apa dibilang
piyayi tadi,mobil, mobil. Jelas, sudah jelas. Jeng apa sampeyan tidak curiga?

220. BU MINGGIR
Saya Cuma baru mengira ngira saja. Waktu piyayi itu bertanya tentang jam berapa dan
diamana genduk saya ketabrak, langsung saja beliau blingsitan dan bisik bisik sam, siapa
Pak yang satu itu?

221. PAK MINGGIR


Sekretarisnya, konon.

222. BU MINGGIR
Ya, semacam itulah. Lalu ketika kami disuruh merem sama Ram , kok rasanya cocok
dengan dugaan Rama. Nah, setelah kami melek lagi, piyayi itu sudah ngobrol sama bapak
petugas selanjutnya, mbakyu lihat sendiri.

223. BU WIJI

O, Jadi kamu itu sudah sekongkol ya sama dia itu, ya? Kamu buntingi, kamu suruh piyayi
itu nabrak dia. Edan, edan, dunia sudah edan. Miring semua!

224. RAMA WIJI


Jangan begitu Bu. Itu, itu Cuma kebetulan saja, saya tidak sekongkol. Sungguh.

225. BU WIJI
Dukun ko jirih. Percuma. Ayo, sekarang di urus. Ayo.

- Bu Wiji mengiring suaminya.

Sekarang, jeng …siapa namanya?


226. BU MINGGIR
Raden Rara Minggir, mbakyu.

227. BU WIJI
Bu Raden, ya, Bu Raden ikut kami, ini harus segera di urus.

- Mereka berempat meninggalkan panggung

- Ribut tinggal sendirian. Celingukan.

- Bapak petugaas memanggil nama Rama Wiji

228. BAPAK PETUGAS


Saudara Wiji…saudara Wiji…saudara Wiji

- Bapak petugas keluar dari ruanganya

- Ribut menyambut

229. RIBUT(Ketawa ketawaa kecil)


He…he…he. Honornya belum, Pak.

Anda mungkin juga menyukai