PROLOG
Kisah ini terjadi pada sebuah ruang terbuka, di tengah kota, tempat
bertemunya orang-orang dengan berbagai latar belakang. Barangkali bukan benar-
benar bertemu, selain hanya berada di tempat yang sama dalam waktu yang
bersamaan. Mereka; punya alasan yang tidak harus sama untuk datang, ada yang
sekedar melepas lelah, ada yang mengisi perut karena dirumah tidak ada masakan,
ada yang menghibur diri membuang segala beban pikiran, ada juga yang iseng-iseng
mencari pasangan. Barangkali hanya beberapa orang pedagang makanan, mainan
anak-anak, juga perempuan-perempuan pelacur yang bertujuan mencari rejeki.
Tempat itu; mungkin sebuah taman kota; mungkin juga bukan. Bisa jadi, dia
hanya sebuah alun-alun, sisa peninggalan sejarah kota.
Adegan diawali dengan masuknya beberapa orang pemain ke atas stage;
ketika lampu-lampu belum dinyalakan. Mereka mengambil posisi sedemikian rupa;
dengan karakter berupa-rupa; tercermin dari property yang dibawa dan berada
disekitarnya.
Bermula seorang pemain menyanyikan sebuah tembang, bersamaan waktu
dengan sebuah lampu menyorotnya untuk kemudian kembali padam. Demikian satu
persatu pemain menyanyikan tembang yang sama, secara bergantian.
IBUKU
DARAHKU
TANAH AIRKU
TAK RELA
KUMELIHAT
KAU SEPERTI ITU
ADA APAKAH ……………… ??????
Setelah semua pemain melakukan hal yang sama, juga beberapa orang
pemain yang naik ke stage belakangan; akhirnya secara bersama mereka
menyanyikan tembang itu; lampu semua menyala; untuk kemudian padam seiring
hilangnya suara pemain.
Stage gelap, pemain diam, sunyi ……………!
Diam-diam semua pemain out, kecuali dua orang wanita yang tetap berada
di tempatnya. Mereka adalah seorang penjual jagung bakar dan seorang lagi
perempuan lacur, yang masing-masing tengah bersiap-siap menyambut pelanggan
Ada juga seorang bocah di satu sudut panggung yang tampak sedang membangun
rumah – rumahan dari bonggol jagung.
BLACKOUT
2
ADEGAN I
Subiah; penjual jagung bakar itu tengah menyalakan bara pembakaran, sementara
Sriwit; si perempuan lacur, duduk diatas gelaran tikar sembari bersolek
mempercantik dirinya dengan lipstik dan bedak murahan tentunya.
(tiba-tiba anak yang membangun rumah - rumahan – namakan saja kenang - menyela
dengan satu pertanyaan)
Kenang : Mbak, mbak subiah, sekarang sudah jam berapa mbak ?
Subiah : Baru jam setengah tujuh, masih sore, ada apa sih nang ? mau ada acara
ya ?
Kenang : Ah enggak, cuma tanya saja kok mbak !
(menjawab demikian dia kembali asyik dengan aktivitasnya)
BLACKOUT
4
ADEGAN II
Mak : (sambil pergi – out) Nanti saja ngasih tahunya, disana, biar nggak
didengar orang lain ! Sekarang kita cari tempat tidur dulu !
Anak : (Semakin bingung) Lho……, lho……, Mak….?
BLACK OUT
ADEGAN III
Suara motor mendekat. Musik lembut. Seorang laki – laki, mungkin pelanggan sriwit,
masuk dan mendekati sriwit. Subiah kembali sibuk dengan dagangannya. Si laki –
laki tampak berbicara dengan Sriwit. Mereka berdua duduk berdampingan, tidak
jauh dari dagangan subiah, tapi agak tersembunyi. Beberapa orang datang membeli
jagung baker, sambil menunggu mereka melirik sriwit dan laki – laki itu. Berbagai
ekspresi muncul, ada yang senang, benci, mauak, penasaran, dsb. Beberapa waktu
kemudian sriwit dan laki – laki perg bergandengani. Suara motor menjauh.
BLACKOUT
ADEGAN IV
Musik lembut tentang cinta. Kenang yang masih asyik dengan pekerjaannya, tiba –
tiba berhenti, memperhatikan hasil pekerjaannya, bertanya , berteriak, pada subiah
Saat berikutnya, kenang berdiri dengan selembar kertas berisi puisi. Ditempatnya
berdiri, dia mulai membaca puisi itu dengan ekspresif. Musik lembut masih
6
mengalun. Seiring dengan itu, orang – orang mulai lewat di depan jualan subiah, ada
yang berpasangan, ada yang berombongan, ada yang sendiri. Sebagian ada yang
menyempatkan diri membeli jagung bakar subiah. Yang lain hanya lewat sambil
bercakap dengan teman seperjalanannya. (Semua dilakukan dalam gerak tanpa
suara. Karena suara yang terdengar hanya suara puisi kenang dan musik lembut
yang tetap mengalir)
Tanah lapang
Air kelahiran
Kota tak henti bernyanyi
Nada – nada sumbang
Opera sejarah saling silang
Bertumbuk buram khayal penantian
Sinar merkuri rakus libas pesona kunang – kunang
Tanah lapang
Air kelahiran
Hijau rerumput memucat
Bilur wajah berlumur asap
Ludah - ludah membusa
Keringat merupa laut
Caci maki mengkabut
Dada rebah dilindas tumpukan propaganda
Gelar….gelar…..gelar…..
Tikar-tikar di gelar
Botol-botol digelar
Arang-arang dibakar
Bongkol-bongkol dibakar
Gelar….gelar…..gelar…..
Paha-paha di gelar
Dada-dada digelar
Hasrat-hasrat dibakar
Nafsu-nafsu dibakar
Gelar….gelar….gelar…..
Tidak dengan getar
Tidak dengan gentar
Trotoar ini milikmu
Alun-alun ini milikmu
Gelar….gelar….gelar…..
Tidak dengan dupa atau asap kemenyan
Cukup tubuh rentan menahan dingin malam
Biar terhirup udara
Kurangkan sesak jiwa
Ketika rasa berpacu lari tinggalkan caci dan air mata
Menumpuk ingin menumpuk angan
Mengejar ingin mengejar angan
8
BLACKOUT
ADEGAN V
Suara puisi menghilang, musik lembut berganti tegang. Suara seorang perempuan
menghentak dari luar panggung. Tampaknya dia begitu marah, menangis, cenderung
putus asa. Kalimatnya jelas mengancam seseorang yang sangat dibencinya.
Perempuan : Bajingan ! perempuan sundal ! Dasar pelacur ! Lonte ! Apa tidak ada
pekerjaan lain, selain mengganggu rumah tangga orang ? bajingan
kamu Sri ! Awas kamu Sri, tak bacok lehermu, biar mampus kamu !
Sri ! Sriwit ! Dimana kamu ? jangan ngumpet Kamu. Ayo tunjukkan
batang hdiungmu, pengecut ! Ayo Sri….! Lonte ! Ayo kesini, biar ku
bacok – bacok kamu !
Kamu juga laki –laki bangsat ! Apa sudah jadi pengecut ? Lihat anak
– anakmu ! Anak – anakmu yang tak pernah kamu perhatikan !
Lihat ! Dasar laki – laki tak bertanggung jawab. Bisanya cuma cari
gendak’an. Mendhing kalau gundikmu perempuan baik – baik !
bukan pelacur jalanan seperti si sriwit ! Ayo, keluar kamu ! biar ku
bunuh sekalian !
Dengan kemarahan yang meluap – luap, perempuan itu masuk, dengan sebilah sabit
di tangannya, mendekati dasaran Subiah. Dia masih tetap meracau dengan kalimat –
kalimat ancamannya
Perempuan : Kamu temanya kan ? tempat mangkalnya kan ? atau kamu induk
semangnya, germonya, Sriwit ?
Subiah : Mbak, jangan ngawur ya bicaramu ! memang, Sriwit memang sering
disini. Tapi bukan berarti aku germonya. Tempat ini kan tempat
umum, siapa saja boleh disini. Memang hakku apa melarang dia ?
Perempuan : Ya kan ? ngaku kan kalau kamu temannya Sriwit?
Subiah : Iya ! Benar ! Sriwit memang temanku ! Tapi apa salahnya ?
Perempuan : Apa salahnya? Apa kamu tidak tahu kalau Sriwit itu pelacur?
Subiah : Memang kalau pelacur kenapa ?
Perempuan : (Karena tidak kuat menahan kemarahan, akhirnya dia hanya bisa
jatuh terduduk sambil menangis)
Suamiku…………suamiku, mbak !
Subiah : Suamimu itu kenapa ?
Perempuan : (pandangan menerawang, sambil menangis) Berbulan – bulan dia
tidak pulang! Melupakan keluarga, melupakan anak dan istri. Tidak
pernah lagi memberi nafkah. Siapa yang tidak marah, mbak? Siapa?
Setelah saya cari – cari, kabarnya, setiap malam dia selalu kesini.
Dan selalu bersama Sriwit. Coba bayangkan, mbak, bayangkan!
Suamiku itu kerjanya hanya buruh panggul di pasar, hasilnya tak
seberapa. Masak selalu dihabiskan hanya untuk bermain gila dengan
pelacur itu. Sudah gitu, masih gila nomer lagi. Main togel tiap hari.
Sementara anak – anak semakin membutuhkan biaya. Anak kami
sudah empat mbak, yang besar baru saja masuk SMP. Dengan apa
aku akan membiayai semua itu, kalau suamiku tidak peduli seperti
ini ?
Subiah : (melihat perempuan itu menangis, dia jatuh kasihan. Dibuatkannya
segelas teh)
Ya sudah, sabar! Diminum dulu tehnya, biar tenang! Nanti kalau
kesini, temui dia, bicarakan baik – baik! Paling sebentar lagi juga
datang !
Perempuan : Percuma, mbak! Sudah habis kesabaran saya! Tidak ada gunanya lagi
bicara sama dia !
Subiah : Kita lihat saja nanti, sekarang tehnya diminum dulu!
Ketika perempuan itu minum tehnya, sekonyong – konyong sang suami masuk, tanpa
menyadari kalau istrinya ada disitu. Dengan santai dia melenggang, menanyakan
Sriwit pada Subiah. Ini membuat Subiah jadi gugup
10
Laki – laki : Halo mbak Subiah! Ramaikah daganganmu? Sriwit mana? sudah
datang belum?
Subiah : E…e..e, iya ramai! Sudah…e, belum… e, sudah …..! (dalam
kegugupannya, dia mencoba memberi tahu dengan isyarat mata )
Laki – laki : (Belum menyadari, masih santai, mengambil jajanan subiah) Sudah
apa belum? Mana dia sekarang?
Subiah : Itu….! Itu…..! (tangannya menunjuk – nunjuk ke perempuan)
Reflek pandangan laki – laki mengikuti arah telunjuk subiah. Kaget dia ketika
dilihatnya sang istri yang tampak beringas, dengan sebilah arit di tangannya.
BLACKOUT
ADEGAN VI
Subiah masih ditempatnya, sibuk dengan dagangannya ketika beberapa orang dengan
membawa peralatan masuk. Satu diantaranya, pimpinannya mungkin, menunjuk –
nunjuk tempat dagangan subiah. Yang lain mengerti! Tanpa bicara, orang – orang itu
mulai menyingkirkan dagangan Subiah. Subiah yang semula hanya emperhatikan,
merasa diperlakukan tidak adil, dia protes. Dikembalikannya dagangannya ke tempat
semula. Dipindah lagi. Dikembalikan lagi. Dipindah lagi. Dikembalikan dengan
kesal. Dipindah dengan marah, dilempar, berserakan !
Subiah : Tidak ! sudah bertahun – tahun saya jualan disini. Tidak, tidak bisa !
Pimpinan : Pindah ! Atau kamu celaka ?
Subiah : Tidak!
Pimpinan : Pindah!
Subiah : Tidak!
Pimpinan : Pindah!
Subiah : Tidak!
Pimpinan : (memberi isyarat pada anak buahnya)
Subiah ditangkap, dibekuk, diseret keluar. Subiah meronta – ronta, tapi tidak kuasa
melawan. Barang – barang dagangannya diacak – acak orang – orang itu.
Berserakan. Kemudian orang – orang itu membawa masuk sebuah papan besar,
dipasang di tempat bekas dagangan subiah. Sebuah papan yang bertuliskan
P A R T A I.
BLACKOUT
EPILOG