NIM : 081304031
Kelas/Kelompok : A/VII
Telah diperiksa oleh asisten dan koordinator asisten dan dinyatakan diterima.
Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab
B. Tujuan Percobaan
Menentukan isotherm adsorpsi menurut Freundlich bagi proses adsorpsi
asam asetat pada arang.
C. Landasan Teori
Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut
(solute) yang ada dalam larutan oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana
terjadi suatu ikatan fisika antara substansi dengan penyerapannya (smk3ea,
2010).
Adsorpsi adalah gejala penggumpalan molekul-molekul suatu zat pada
permukaan zat lain, sabagai akibat dari ketidakjenuhan gaya-gaya pada
permukaan tersebut (Sumari, 2000)
Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben
antara fasa teradsorpsi pada permukaan dengan fasa ruah saat kesetimbangan
pada suhu tertentu (smk3ea, 2010).
Menurut smk3ea (2010), adsorpsi dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
1. Adsorpsi fisik, yaitu berhubungan dengan gaya van der waals dan
merupakan suatu proses bolak-balik apabila daya tarik menarik antara zat
terlarut dan adsoben lebih besar gaya tarik menarik antara zat terlarut dengan
pelarutnya maka zat terlarut akan diadsorpsi pada permukaan adsorben
2. Adsorpsi kimia, yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dan zat terlarut
yang teradsorpsi.
Adsorpsi menggunakan istilah adsorbant dan adsorbent, dimana adsorbent
adalah merupakan suatu penyerap yang dalam ini berupa senyawa karbon
sedangkan adsorbant adalah suatu media yang diserap (smk3ea, 2010).
Menurut Sumari (2000), untuk proses adsorpsi dalam larutan, jumlah zat
yang teradsorpsi tergantunga pada beberapa faktor:
1. Jenis adsorben
2. Jenis adsorbat atau zat yang teradsorpsi
3. Luas permukaan adsorben
4. Konsentrasi zat terlarut
5. Temperatur
Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorph dan berpori yang
mengandung 85-95% karbon yang dihasilkan dari bahan-bahan yang
mengandung karbon (batubara, kulit kelapa, dan sebagainya) atau dari karbon
yang diperlakuan dengan cara khusus baik aktivasi kimia maupun fisika untuk
mendapatkan permukaan yang lebih luas. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas
dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung
pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan (smk3ea, 2010).
Unsur karbon membentuk sangat banyak senyawa organik dan dewasa ini
berkembang pula senyawa organometalik dengan atom karbon terikat secara
koordinasi pada ion logam; selain itu secara tradisi dikenal pula dalam senyawa
anorganik. Karbon dalam keadaan dasar (ground state) mempunyai konfigurasi
elektronik 1s2 2s2 2p2. Kemampuannya membentuk empat ikatan kovalen tunggal
menyarankan bahwa atom C mengalami hibridisasi sp3 (sesuai dengan bangun
tetrahedron) dengan konfigurasi elektronik tereksitasi 1s2 2s1 2px1 2py1 2pz1. Sifat
unik atom karbon adalah kemampuannya membentuk ikatan antara dirinya
sendiri, baik secara kovalen tunggal maupun ganda rangkap dua maupun tiga
menghasilkan rantai yang tak terbatas baik terbuka maupun tertutup dan dengan
atau tanpa cabang (Sugiyarto, 2004).
Menurut smk3ea (2010), sifat karbon aktif yang paling penting adalah
daya serap. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu:
1. Sifat serapan. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya
ukuran molekul serapan dari struktur yang sama, seperti dalam deret
homolog. Adsorpsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi,
ikatan rangkap, struktur rantai dan senyawa serapan.
2. Temperatur/suhu. Dalam pemakaian karbon aktif dianjurkan untuk
menyelidiki suhu pada saat berlangsungnya proses karena tidak ada
peraturan umum yang bias diberikan mengenai suhu yang digunakan dalam
adsorpsi. Faktor yang mempengaruhi suhu proses adsorpsi adalah viskositas
dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi
sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun
dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa
volatile, adsorpsi dilakukan pada suhbu kamar atau bila memungkinkan pada
suhu yang lebih kecil.
3. pH (derajat keasaman). Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat
bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini
disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi
asam organik tersebut. Sebaliknya pH asam organik dinaikkan yaitu dengan
menambahkan alkali, adsorpsi akan berkuran sebagai akibat terbentuknya
garam.
4. Waktu singgung. Bila karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan,
dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan
berbanding terbalik dengan jumlah arang yang digunakan. Selisih ditentukan
oleh dosis karbon aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung.
Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel karbon
aktif untuk bersinggungan dengan serapan.
Menurut smk3ea (2008), ada tiga jenis hubungan metematik yang
umumnya digunakan untuk menjelaskan isotherm adsorpsi, yaitu :
1. Isoterm Langmuir
2. Isoterm Brunauer, Emmet dan Teller (BET)
3. Isoterm Freundlich
Isoterm Langmuir. Isoterm paling sederhana, didasarkan pada asumsi
bahwa setiap tempat adsorpsi adalah ekivalen, dan kemampuan partikel untuk
terikat di tempat itu tidak bergantung pada di tempati atau tidaknya tempat yang
berdekatan (Atkins, 1992).
Menurut smk3ea (2008), Isoterm Langmuir berasal dari asumsi bahwa:
1. Adsorben mempunyai permukaan yang homogeny dan hanya dapat
mengadsorpsi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbannya.
Tidak ada interaksi antara molekul-molekul yang terserap.
2. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama
3. Hanya terbentuk satu lapisan tungal saat adsorpsi maksimum.
Isotherm Langmuir mengabaikan kemungkinan bahwa mono lapisan awal
dapat berlaku sebagai substrat untuk adsorpsi (fisika) selanjutnya. Dalam hal ini,
isotherm itu tidak mendatar pada suatu nilai jenuh pada tekanan tinggi, tetapi
dapat diharapkan naik secara tak terbatas. Isotherm yang paling banyak
digunakan, dalam pembahasan adsorpsi multilapisan diturunkan oleh Stepher
Brunauer, Paul Emmett, dan Edward Teller dan disebut isotherm BET (Atkins,
1992).
Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isotherm
adsorpsi dapat digambarkan dengan persamaan empiris yang dikemukakan oleh
Freunlich. Isotherm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai
permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan
yang berbeda-beda. Persamaan ini merupakan persamaan yang paling banyak
digunakan saat ini. Persamaannya adalah :
1
=
(smk3ea, 2008).
D. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Lumpang dan Alu 1 buah
b. Labu Erlenmeyer bertutup asa 6 buah
c. Labu Erlenmeyer 250 mL 6 buah
d. Stopwatch 1 buah
e. Thermometer 0-100oC 1 buah
f. Labu takar 100 mL 1 buah
g. Pipet volume 5, 10, dan 50 mL 1 buah
h. Buret 50 mL 2 buah
i. Gelas kimia 100 mL 1 buah
j. Ball pipet 1 buah
k. Statif dan klem 1 buah
l. Corong biasa 6 buah
m. Batang pengaduk 1 buah
n. Botol semprot 1 buah
o. Cawan porselin 1 buah
p. Tanur
q. Pipet tetes
r. Neraca analitik
2. Bahan
a. Aquades
b. Kristal asam oksalat (H2C2O4.2H2O)
c. Larutan standar natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N
d. Arang aktif
e. Kertas saring
f. Larutan CH3COOH 0,5 M; 0,250 M; 0,125 M; 0,0625 M; 0,0313 M;
dan 0,0156 M
g. Indicator PP
E. Cara Kerja
1. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N
a. Menimbang 1,26 gram Kristal asam oksalat
b. Melarutkan Kristal dengan aquades dalam labu ukur 100 mL sampai
tanda batas
c. Mengocok larutan sampai semua Kristal larut
d. Memipet 10 mL larutan asam oksalat kemudian memasukkan ke dalam
Erlenmeyer 250 mL
e. Menambahkan 3 tetes indicator PP
f. Melakukan titrasi dengan menggunakan larutan standar NaOH 0,1 N
sampai larutan berubah warna menjadi merah muda
g. Mengulangi langkah (d) sampai (f) sebanyak 3 kali
h. Mencatat volume NaOH 0,1 N yang dipakai
2. Isoterm Adsorpsi
a. Mengambil sejumlah arang kemudian menggerusnya dengan
menggunakan lumpang dan alu
b. Memanaskan arang halus dengn cawan porselin di dalam tanur untuk
mengaktifkan arang
c. Memasukkan masing-masing 0,5 gram arang aktif ke dalam 6 buah labu
Erlenmeyer bertutup asah
d. Memasukkan masing-masing 50 mL larutan asam asetat dengan
konsentrasi 0,5 M; 0,250 M; 0,125 M; 0,0625 M; 0,0313 M; dan 0,0156
M ke dalam Erlenmeyer yang berisi arang aktif
e. Menutup labu Erlenmeyer tersebut dan membiarkan selama 30 menit
dan setiap rentang waktu 10 menit, mengocok larutan selama 1 menit
dan mencatat temperaturnya.
f. Menyaring larutan dengan kertas saring dan filtratnya ditampung dalam
Erlenmeyer
g. Memipet 5 mL larutan untuk konsentrasi 0,5 M dan 0,250 M, 10 mL
laruran untuk konsentrasi 0,125 M, dan 15 mL larutan untuk konsentrasi
0,0625 M; 0,0313 M; dan 0,0156 M
h. Menambahkan 3 tetes indikator PP dan melakukan titrasi dengan
menggunakan larutan standar NaOH yang telah distandarisasi
sebelumnya sampai larutan berubah menjadi merah muda
i. Mencatat volume NaOH yang digunakan
F. Hasil Pengamatan
1. Standarisasi larutan NaOH 0,1 N
dikocok
a. 1,26 gram H2C2O4 + Aquades sampai 100 mL larutan H2C2O4
0,1 M
indikator PP
b. 10 mL H2C2O4 0,1 M + NaOH 0,1 N larutan berwarna
merah muda
2. Isoterm Adsorpsi
didiamkan 30 menit
a. 0,5 gram karbon aktif + 50 mL CH3COOH dikocok
setiap 10 menit selama 1 menit catat suhu = 300C, larutan
disaring
berwarna hitam filtrat berwarna bening
indikator PP
b. Filtrat + NaOH larutan berwarna merah muda
Konsentrasi Volume Volume NaOH (mL)
CH3COOH (M) CH3COOH (mL) Titrasi I Titrasi II Titrasi III
0,5000 5 31,6 30,3 30,9
0,250 5 21,1 21,5 21,6
0,125 10 15 14,8 14,7
0,0625 15 11,5 11,4 11,7
0,0313 15 5,8 5,3 5,5
0,0156 15 2,8 2,5 2,3
G. Analisis Data
1. Standarisasi larutan NaOH 0,1 N
Dik : m H2C2O4 : 1,26 gram
Mr H2C2O4.2H2O : 126 gram/mol
Volume : 100 mL
Dit : M H2C2O4 ..?
N NaOH..?
Peny :
1000
M H2C2O4 =
1,26 1000
=
126 / 100
12,6
=
126
= 0,1 M
H2C2O4 2H+ + C2O42-
H2C2O4 = 2 ekiv
Jadi, N H2C2O4 = ekiv x M
= 2 x 0,1 M
= 0,2 N
1 + 2 + 3
V NaOH =
3
24,7 + 24,3 + 24,6
=
3
73,6
=
3
= 24,53 mL
( )224
N NaOH =
0,2 10
=
24,53
= 0,082 N
NaOH Na+ + OH-
N NaOH M NaOH
Jadi, M NaOH = 0,082 M
2. Isoterm Adsorpsi
a. Erlenmeyer I [CH3COOH] = 0,5 M
Dik : Mr CH3COOH = 60 gram/mol = 0,06 g/mmol
V CH3COOH = 50 mL
V1 NaOH = 31,6 mL
V2 NaOH = 30,3 mL
V3 NaOH = 30,9 mL
Dit : CH3COOH teradsorpsi ..?
Peny :
1 + 2 + 3
V NaOH =
3
31,6 + 30,3 + 30,9
=
3
92,8
=
3
= 30,93 mL
mmol CH3COOH awal = (M x V) CH3COOH
= 0,5 M x 50 mL
= 25 mmol
mmol CH3COOH akhir = mmol NaOH
= fp x (M x V) NaOH
50
= x 0,082 M x 30,93 mL
5
= 25,363 mmol
mmol zat yang teradsorpsi = mmol awal mmol akhir
= 25 mmol 25,363 mmol
= -0,363 mmol
Massa CH3COOH teradsorpsi = Mr CH3COOH x mmol teradsorpsi
= 0,06 g/mmol x (-0,363 mmol)
= -0,022 gram
CH3COOH teradsorpsi (C) =
0,363
=
50
= -0,007 M
Log C = log (-0,007) = -
0,022
= = -0,044
0,5
log = log (-0,044) = -
b. Erlenmeyer II [CH3COOH] = 0,250 M
V CH3COOH = 50 mL
V1 NaOH = 21,1 mL
V2 NaOH = 21,5 mL
V3 NaOH = 21,6 mL
Peny :
1 + 2 + 3
V NaOH =
3
64,2
=
3
= 21,4 mL
= 0,250 M x 50 mL
= 12,5 mmol
= fp x (M x V) NaOH
50
= x 0,082 M x 21,4 mL
5
= 17,548 mmol
= -5,048 mmol
Massa CH3COOH teradsorpsi = Mr CH3COOH x mmol teradsorpsi
= -0,303 gram
CH3COOH teradsorpsi (C) =
5,048
=
50
= -0,101 M
0,303
= = -0,606
0,5
log = log (-0,606) = -
V CH3COOH = 50 mL
V1 NaOH = 15 mL
V2 NaOH = 14,8 mL
V3 NaOH = 14,7 mL
Peny :
1 + 2 + 3
V NaOH =
3
15 + 14,8 + 14,7
=
3
44,5
=
3
= 14,83 mL
= 0,125 M x 50 mL
= 6,25 mmol
= fp x (M x V) NaOH
50
= x 0,082 M x 14,83 mL
10
= 6,080 mmol
= 0,17 mmol
= 0,01 gram
CH3COOH teradsorpsi (C) =
0,17
=
50
= 0,0034 M
0,01
= = 0,02
0,5
log = log 0,02 = -1,699
V CH3COOH = 50 mL
V1 NaOH = 11,5 mL
V2 NaOH = 11,4 mL
V3 NaOH = 11,7 mL
Peny :
1 + 2 + 3
V NaOH =
3
34,6
=
3
= 11,53 mL
mmol CH3COOH awal = (M x V) CH3COOH
= 0,625 M x 50 mL
= 3,125 mmol
= fp x (M x V) NaOH
50
= x 0,082 M x 11,53 mL
15
= 3,12 mmol
= 0,005 mmol
= 0,0003 gram
CH3COOH teradsorpsi (C) =
0,005
=
50
= 0,0001 M
0,0003
= = 0,0006
0,5
log = log 0,0006 = -3,222
V CH3COOH = 50 mL
V1 NaOH = 5,8 mL
V2 NaOH = 5,3 mL
V3 NaOH = 5,5 mL
Peny :
1 + 2 + 3
V NaOH =
3
16,6
=
3
= 5,53 mL
= 0,0313 M x 50 mL
= 1,565 mmol
= fp x (M x V) NaOH
50
= x 0,082 M x 5,53 mL
15
= 1,496 mmol
= 0,069 mmol
= 0,004 gram
CH3COOH teradsorpsi (C) =
0,069
=
50
= 0,0014 M
0,004
= = 0,008
0,5
log = log 0,008 = -2,097
V CH3COOH = 50 mL
V1 NaOH = 2,5 mL
V2 NaOH = 2,5 mL
V3 NaOH = 2,3 mL
Peny :
1 + 2 + 3
V NaOH =
3
7,3
=
3
= 2,43 mL
= 0,0156 M x 50 mL
= 0,78 mmol
= fp x (M x V) NaOH
50
= x 0,082 M x 2,43 mL
15
= 0,658 mmol
= 0,122 mmol
Massa CH3COOH teradsorpsi = Mr CH3COOH x mmol teradsorpsi
= 0,0073 gram
CH3COOH teradsorpsi (C) =
0,122
=
50
= 0,0024 M
0,0073
= = 0,0146
0,5
log = log 0,0146 = -1,836
Konsentrasi (M) x
No m (gram) Log Log C
awal akhir (gram)
1 0,5 0,5 -0,007 -0,022 -0,044 - -
2 0,5 0,250 -0,101 -0,303 -0,606 - -
3 0,5 0,125 0,0034 0,01 0,02 -1,699 -2,46
4 0,5 0,0625 0,0001 0,0003 0,0006 -3,222 -4,0
5 0,5 0,0313 0,0014 0,004 0,008 -2,097 -2,854
6 0,5 0,0156 0,0024 0,0073 0,0146 -1,836 -2,619
Grafik Hubungan Log C dan Log x/m
0
-4.5 -4 -3.5 -3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 y = 0.9933x + 0.7497
-0.5 R = 0.9997
-1
-1.5
log x/m
log x/m
-2 Linear (log x/m)
-2.5
-3
-3.5
log C
Atkins, P.W. 1992. Kimia Fisik Jilid II Edisi IV. Jakarta : Erlangga.
Sumari. 2000. Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Malang : Jurusan Kimia, FMIPA,
Universitas Negeri Malang.
JAWABAN PERTANYAAN