Anda di halaman 1dari 25

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Fisik II dengan judul Isotherm


Adsorpsi yang disusun oleh

Nama : Nunung Triyana

NIM : 081304031

Kelas/Kelompok : A/VII

Telah diperiksa oleh asisten dan koordinator asisten dan dinyatakan diterima.

Makassar, Januari 2011

Koordinator Asisten Asisten

Kurnia Ramadani, S.Si Kurnia Ramadani, S.Si

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Jusniar, S.Pd, M.Pd.


A. Judul Percobaan
Isotherm Adsorpsi

B. Tujuan Percobaan
Menentukan isotherm adsorpsi menurut Freundlich bagi proses adsorpsi
asam asetat pada arang.

C. Landasan Teori
Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut
(solute) yang ada dalam larutan oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana
terjadi suatu ikatan fisika antara substansi dengan penyerapannya (smk3ea,
2010).
Adsorpsi adalah gejala penggumpalan molekul-molekul suatu zat pada
permukaan zat lain, sabagai akibat dari ketidakjenuhan gaya-gaya pada
permukaan tersebut (Sumari, 2000)
Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben
antara fasa teradsorpsi pada permukaan dengan fasa ruah saat kesetimbangan
pada suhu tertentu (smk3ea, 2010).
Menurut smk3ea (2010), adsorpsi dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
1. Adsorpsi fisik, yaitu berhubungan dengan gaya van der waals dan
merupakan suatu proses bolak-balik apabila daya tarik menarik antara zat
terlarut dan adsoben lebih besar gaya tarik menarik antara zat terlarut dengan
pelarutnya maka zat terlarut akan diadsorpsi pada permukaan adsorben
2. Adsorpsi kimia, yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dan zat terlarut
yang teradsorpsi.
Adsorpsi menggunakan istilah adsorbant dan adsorbent, dimana adsorbent
adalah merupakan suatu penyerap yang dalam ini berupa senyawa karbon
sedangkan adsorbant adalah suatu media yang diserap (smk3ea, 2010).
Menurut Sumari (2000), untuk proses adsorpsi dalam larutan, jumlah zat
yang teradsorpsi tergantunga pada beberapa faktor:
1. Jenis adsorben
2. Jenis adsorbat atau zat yang teradsorpsi
3. Luas permukaan adsorben
4. Konsentrasi zat terlarut
5. Temperatur
Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorph dan berpori yang
mengandung 85-95% karbon yang dihasilkan dari bahan-bahan yang
mengandung karbon (batubara, kulit kelapa, dan sebagainya) atau dari karbon
yang diperlakuan dengan cara khusus baik aktivasi kimia maupun fisika untuk
mendapatkan permukaan yang lebih luas. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas
dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung
pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan (smk3ea, 2010).
Unsur karbon membentuk sangat banyak senyawa organik dan dewasa ini
berkembang pula senyawa organometalik dengan atom karbon terikat secara
koordinasi pada ion logam; selain itu secara tradisi dikenal pula dalam senyawa
anorganik. Karbon dalam keadaan dasar (ground state) mempunyai konfigurasi
elektronik 1s2 2s2 2p2. Kemampuannya membentuk empat ikatan kovalen tunggal
menyarankan bahwa atom C mengalami hibridisasi sp3 (sesuai dengan bangun
tetrahedron) dengan konfigurasi elektronik tereksitasi 1s2 2s1 2px1 2py1 2pz1. Sifat
unik atom karbon adalah kemampuannya membentuk ikatan antara dirinya
sendiri, baik secara kovalen tunggal maupun ganda rangkap dua maupun tiga
menghasilkan rantai yang tak terbatas baik terbuka maupun tertutup dan dengan
atau tanpa cabang (Sugiyarto, 2004).
Menurut smk3ea (2010), sifat karbon aktif yang paling penting adalah
daya serap. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu:
1. Sifat serapan. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya
ukuran molekul serapan dari struktur yang sama, seperti dalam deret
homolog. Adsorpsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi,
ikatan rangkap, struktur rantai dan senyawa serapan.
2. Temperatur/suhu. Dalam pemakaian karbon aktif dianjurkan untuk
menyelidiki suhu pada saat berlangsungnya proses karena tidak ada
peraturan umum yang bias diberikan mengenai suhu yang digunakan dalam
adsorpsi. Faktor yang mempengaruhi suhu proses adsorpsi adalah viskositas
dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi
sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun
dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa
volatile, adsorpsi dilakukan pada suhbu kamar atau bila memungkinkan pada
suhu yang lebih kecil.
3. pH (derajat keasaman). Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat
bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini
disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi
asam organik tersebut. Sebaliknya pH asam organik dinaikkan yaitu dengan
menambahkan alkali, adsorpsi akan berkuran sebagai akibat terbentuknya
garam.
4. Waktu singgung. Bila karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan,
dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan
berbanding terbalik dengan jumlah arang yang digunakan. Selisih ditentukan
oleh dosis karbon aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung.
Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel karbon
aktif untuk bersinggungan dengan serapan.
Menurut smk3ea (2008), ada tiga jenis hubungan metematik yang
umumnya digunakan untuk menjelaskan isotherm adsorpsi, yaitu :
1. Isoterm Langmuir
2. Isoterm Brunauer, Emmet dan Teller (BET)
3. Isoterm Freundlich
Isoterm Langmuir. Isoterm paling sederhana, didasarkan pada asumsi
bahwa setiap tempat adsorpsi adalah ekivalen, dan kemampuan partikel untuk
terikat di tempat itu tidak bergantung pada di tempati atau tidaknya tempat yang
berdekatan (Atkins, 1992).
Menurut smk3ea (2008), Isoterm Langmuir berasal dari asumsi bahwa:
1. Adsorben mempunyai permukaan yang homogeny dan hanya dapat
mengadsorpsi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbannya.
Tidak ada interaksi antara molekul-molekul yang terserap.
2. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama
3. Hanya terbentuk satu lapisan tungal saat adsorpsi maksimum.
Isotherm Langmuir mengabaikan kemungkinan bahwa mono lapisan awal
dapat berlaku sebagai substrat untuk adsorpsi (fisika) selanjutnya. Dalam hal ini,
isotherm itu tidak mendatar pada suatu nilai jenuh pada tekanan tinggi, tetapi
dapat diharapkan naik secara tak terbatas. Isotherm yang paling banyak
digunakan, dalam pembahasan adsorpsi multilapisan diturunkan oleh Stepher
Brunauer, Paul Emmett, dan Edward Teller dan disebut isotherm BET (Atkins,
1992).
Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isotherm
adsorpsi dapat digambarkan dengan persamaan empiris yang dikemukakan oleh
Freunlich. Isotherm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai
permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan
yang berbeda-beda. Persamaan ini merupakan persamaan yang paling banyak
digunakan saat ini. Persamaannya adalah :
1
=

(smk3ea, 2008).
D. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Lumpang dan Alu 1 buah
b. Labu Erlenmeyer bertutup asa 6 buah
c. Labu Erlenmeyer 250 mL 6 buah
d. Stopwatch 1 buah
e. Thermometer 0-100oC 1 buah
f. Labu takar 100 mL 1 buah
g. Pipet volume 5, 10, dan 50 mL 1 buah
h. Buret 50 mL 2 buah
i. Gelas kimia 100 mL 1 buah
j. Ball pipet 1 buah
k. Statif dan klem 1 buah
l. Corong biasa 6 buah
m. Batang pengaduk 1 buah
n. Botol semprot 1 buah
o. Cawan porselin 1 buah
p. Tanur
q. Pipet tetes
r. Neraca analitik
2. Bahan
a. Aquades
b. Kristal asam oksalat (H2C2O4.2H2O)
c. Larutan standar natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N
d. Arang aktif
e. Kertas saring
f. Larutan CH3COOH 0,5 M; 0,250 M; 0,125 M; 0,0625 M; 0,0313 M;
dan 0,0156 M
g. Indicator PP
E. Cara Kerja
1. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N
a. Menimbang 1,26 gram Kristal asam oksalat
b. Melarutkan Kristal dengan aquades dalam labu ukur 100 mL sampai
tanda batas
c. Mengocok larutan sampai semua Kristal larut
d. Memipet 10 mL larutan asam oksalat kemudian memasukkan ke dalam
Erlenmeyer 250 mL
e. Menambahkan 3 tetes indicator PP
f. Melakukan titrasi dengan menggunakan larutan standar NaOH 0,1 N
sampai larutan berubah warna menjadi merah muda
g. Mengulangi langkah (d) sampai (f) sebanyak 3 kali
h. Mencatat volume NaOH 0,1 N yang dipakai
2. Isoterm Adsorpsi
a. Mengambil sejumlah arang kemudian menggerusnya dengan
menggunakan lumpang dan alu
b. Memanaskan arang halus dengn cawan porselin di dalam tanur untuk
mengaktifkan arang
c. Memasukkan masing-masing 0,5 gram arang aktif ke dalam 6 buah labu
Erlenmeyer bertutup asah
d. Memasukkan masing-masing 50 mL larutan asam asetat dengan
konsentrasi 0,5 M; 0,250 M; 0,125 M; 0,0625 M; 0,0313 M; dan 0,0156
M ke dalam Erlenmeyer yang berisi arang aktif
e. Menutup labu Erlenmeyer tersebut dan membiarkan selama 30 menit
dan setiap rentang waktu 10 menit, mengocok larutan selama 1 menit
dan mencatat temperaturnya.
f. Menyaring larutan dengan kertas saring dan filtratnya ditampung dalam
Erlenmeyer
g. Memipet 5 mL larutan untuk konsentrasi 0,5 M dan 0,250 M, 10 mL
laruran untuk konsentrasi 0,125 M, dan 15 mL larutan untuk konsentrasi
0,0625 M; 0,0313 M; dan 0,0156 M
h. Menambahkan 3 tetes indikator PP dan melakukan titrasi dengan
menggunakan larutan standar NaOH yang telah distandarisasi
sebelumnya sampai larutan berubah menjadi merah muda
i. Mencatat volume NaOH yang digunakan

F. Hasil Pengamatan
1. Standarisasi larutan NaOH 0,1 N
dikocok
a. 1,26 gram H2C2O4 + Aquades sampai 100 mL larutan H2C2O4

0,1 M
indikator PP
b. 10 mL H2C2O4 0,1 M + NaOH 0,1 N larutan berwarna

merah muda

Titrasi Volume NaOH


I 24,7 mL
II 24,3 mL
III 24,6 mL

2. Isoterm Adsorpsi
didiamkan 30 menit
a. 0,5 gram karbon aktif + 50 mL CH3COOH dikocok
setiap 10 menit selama 1 menit catat suhu = 300C, larutan
disaring
berwarna hitam filtrat berwarna bening
indikator PP
b. Filtrat + NaOH larutan berwarna merah muda
Konsentrasi Volume Volume NaOH (mL)
CH3COOH (M) CH3COOH (mL) Titrasi I Titrasi II Titrasi III
0,5000 5 31,6 30,3 30,9
0,250 5 21,1 21,5 21,6
0,125 10 15 14,8 14,7
0,0625 15 11,5 11,4 11,7
0,0313 15 5,8 5,3 5,5
0,0156 15 2,8 2,5 2,3

G. Analisis Data
1. Standarisasi larutan NaOH 0,1 N
Dik : m H2C2O4 : 1,26 gram
Mr H2C2O4.2H2O : 126 gram/mol
Volume : 100 mL
Dit : M H2C2O4 ..?
N NaOH..?
Peny :
1000
M H2C2O4 =

1,26 1000
=
126 / 100
12,6
=
126
= 0,1 M
H2C2O4 2H+ + C2O42-
H2C2O4 = 2 ekiv
Jadi, N H2C2O4 = ekiv x M
= 2 x 0,1 M
= 0,2 N
1 + 2 + 3
V NaOH =
3
24,7 + 24,3 + 24,6
=
3
73,6
=
3
= 24,53 mL
( )224
N NaOH =

0,2 10
=
24,53
= 0,082 N
NaOH Na+ + OH-
N NaOH M NaOH
Jadi, M NaOH = 0,082 M
2. Isoterm Adsorpsi
a. Erlenmeyer I [CH3COOH] = 0,5 M
Dik : Mr CH3COOH = 60 gram/mol = 0,06 g/mmol
V CH3COOH = 50 mL
V1 NaOH = 31,6 mL
V2 NaOH = 30,3 mL
V3 NaOH = 30,9 mL
Dit : CH3COOH teradsorpsi ..?
Peny :
1 + 2 + 3
V NaOH =
3
31,6 + 30,3 + 30,9
=
3
92,8
=
3
= 30,93 mL
mmol CH3COOH awal = (M x V) CH3COOH
= 0,5 M x 50 mL
= 25 mmol
mmol CH3COOH akhir = mmol NaOH
= fp x (M x V) NaOH
50
= x 0,082 M x 30,93 mL
5

= 25,363 mmol
mmol zat yang teradsorpsi = mmol awal mmol akhir
= 25 mmol 25,363 mmol
= -0,363 mmol
Massa CH3COOH teradsorpsi = Mr CH3COOH x mmol teradsorpsi
= 0,06 g/mmol x (-0,363 mmol)
= -0,022 gram

CH3COOH teradsorpsi (C) =

0,363
=
50
= -0,007 M
Log C = log (-0,007) = -
0,022
= = -0,044
0,5

log = log (-0,044) = -

b. Erlenmeyer II [CH3COOH] = 0,250 M

Dik : Mr CH3COOH = 60 gram/mol = 0,06 g/mmol

V CH3COOH = 50 mL

V1 NaOH = 21,1 mL

V2 NaOH = 21,5 mL
V3 NaOH = 21,6 mL

Dit : CH3COOH teradsorpsi ..?

Peny :

1 + 2 + 3
V NaOH =
3

21,1 + 21,5 + 21,6


=
3

64,2
=
3

= 21,4 mL

mmol CH3COOH awal = (M x V) CH3COOH

= 0,250 M x 50 mL

= 12,5 mmol

mmol CH3COOH akhir = mmol NaOH

= fp x (M x V) NaOH

50
= x 0,082 M x 21,4 mL
5

= 17,548 mmol

mmol zat yang teradsorpsi = mmol awal mmol akhir

= 12,5 mmol 17,548 mmol

= -5,048 mmol
Massa CH3COOH teradsorpsi = Mr CH3COOH x mmol teradsorpsi

= 0,06 g/mmol x (-5,048 mmol)

= -0,303 gram


CH3COOH teradsorpsi (C) =

5,048
=
50

= -0,101 M

Log C = log (-0,101) = -

0,303
= = -0,606
0,5


log = log (-0,606) = -

c. Erlenmeyer III [CH3COOH] = 0,125 M

Dik : Mr CH3COOH = 60 gram/mol = 0,06 g/mmol

V CH3COOH = 50 mL

V1 NaOH = 15 mL

V2 NaOH = 14,8 mL

V3 NaOH = 14,7 mL

Dit : CH3COOH teradsorpsi ..?

Peny :
1 + 2 + 3
V NaOH =
3

15 + 14,8 + 14,7
=
3

44,5
=
3

= 14,83 mL

mmol CH3COOH awal = (M x V) CH3COOH

= 0,125 M x 50 mL

= 6,25 mmol

mmol CH3COOH akhir = mmol NaOH

= fp x (M x V) NaOH

50
= x 0,082 M x 14,83 mL
10

= 6,080 mmol

mmol zat yang teradsorpsi = mmol awal mmol akhir

= 6,25 mmol 6,080 mmol

= 0,17 mmol

Massa CH3COOH teradsorpsi = Mr CH3COOH x mmol teradsorpsi

= 0,06 g/mmol x 0,17 mmol

= 0,01 gram


CH3COOH teradsorpsi (C) =

0,17
=
50

= 0,0034 M

Log C = log 0,0034 = -2,46

0,01
= = 0,02
0,5


log = log 0,02 = -1,699

d. Erlenmeyer IV [CH3COOH] = 0,0625 M

Dik : Mr CH3COOH = 60 gram/mol = 0,06 g/mmol

V CH3COOH = 50 mL

V1 NaOH = 11,5 mL

V2 NaOH = 11,4 mL

V3 NaOH = 11,7 mL

Dit : CH3COOH teradsorpsi ..?

Peny :

1 + 2 + 3
V NaOH =
3

11,5 + 11,4 + 11,7


=
3

34,6
=
3

= 11,53 mL
mmol CH3COOH awal = (M x V) CH3COOH

= 0,625 M x 50 mL

= 3,125 mmol

mmol CH3COOH akhir = mmol NaOH

= fp x (M x V) NaOH

50
= x 0,082 M x 11,53 mL
15

= 3,12 mmol

mmol zat yang teradsorpsi = mmol awal mmol akhir

= 3,125 mmol 3,12 mmol

= 0,005 mmol

Massa CH3COOH teradsorpsi = Mr CH3COOH x mmol teradsorpsi

= 0,06 g/mmol x 0,005 mmol

= 0,0003 gram


CH3COOH teradsorpsi (C) =

0,005
=
50

= 0,0001 M

Log C = log 0,0001 = -4

0,0003
= = 0,0006
0,5

log = log 0,0006 = -3,222

e. Erlenmeyer V [CH3COOH] = 0,0313 M

Dik : Mr CH3COOH = 60 gram/mol = 0,06 g/mmol

V CH3COOH = 50 mL

V1 NaOH = 5,8 mL

V2 NaOH = 5,3 mL

V3 NaOH = 5,5 mL

Dit : CH3COOH teradsorpsi ..?

Peny :

1 + 2 + 3
V NaOH =
3

5,8 + 5,3 + 5,5


=
3

16,6
=
3

= 5,53 mL

mmol CH3COOH awal = (M x V) CH3COOH

= 0,0313 M x 50 mL

= 1,565 mmol

mmol CH3COOH akhir = mmol NaOH

= fp x (M x V) NaOH
50
= x 0,082 M x 5,53 mL
15

= 1,496 mmol

mmol zat yang teradsorpsi = mmol awal mmol akhir

= 1,565 mmol 1,496 mmol

= 0,069 mmol

Massa CH3COOH teradsorpsi = Mr CH3COOH x mmol teradsorpsi

= 0,06 g/mmol x 0,069 mmol

= 0,004 gram


CH3COOH teradsorpsi (C) =

0,069
=
50

= 0,0014 M

Log C = log 0,0014 = -2,854

0,004
= = 0,008
0,5


log = log 0,008 = -2,097

f. Erlenmeyer VI [CH3COOH] = 0,0156 M

Dik : Mr CH3COOH = 60 gram/mol = 0,06 g/mmol

V CH3COOH = 50 mL

V1 NaOH = 2,5 mL
V2 NaOH = 2,5 mL

V3 NaOH = 2,3 mL

Dit : CH3COOH teradsorpsi ..?

Peny :

1 + 2 + 3
V NaOH =
3

2,5 + 2,5 + 2,3


=
3

7,3
=
3

= 2,43 mL

mmol CH3COOH awal = (M x V) CH3COOH

= 0,0156 M x 50 mL

= 0,78 mmol

mmol CH3COOH akhir = mmol NaOH

= fp x (M x V) NaOH

50
= x 0,082 M x 2,43 mL
15

= 0,658 mmol

mmol zat yang teradsorpsi = mmol awal mmol akhir

= 0,78 mmol 0,658 mmol

= 0,122 mmol
Massa CH3COOH teradsorpsi = Mr CH3COOH x mmol teradsorpsi

= 0,06 g/mmol x 0,122 mmol

= 0,0073 gram


CH3COOH teradsorpsi (C) =

0,122
=
50

= 0,0024 M

Log C = log 0,0024 = -2,619

0,0073
= = 0,0146
0,5


log = log 0,0146 = -1,836

Konsentrasi (M) x
No m (gram) Log Log C
awal akhir (gram)
1 0,5 0,5 -0,007 -0,022 -0,044 - -
2 0,5 0,250 -0,101 -0,303 -0,606 - -
3 0,5 0,125 0,0034 0,01 0,02 -1,699 -2,46
4 0,5 0,0625 0,0001 0,0003 0,0006 -3,222 -4,0
5 0,5 0,0313 0,0014 0,004 0,008 -2,097 -2,854
6 0,5 0,0156 0,0024 0,0073 0,0146 -1,836 -2,619
Grafik Hubungan Log C dan Log x/m

0
-4.5 -4 -3.5 -3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 y = 0.9933x + 0.7497
-0.5 R = 0.9997

-1

-1.5
log x/m

log x/m
-2 Linear (log x/m)

-2.5

-3

-3.5
log C

Grafik Hubungan Log C dan Log x/m


k = 0,751

n = tan =

3,222(1,699)
=
4(2,46)
1,523
=
1,54
= 0,989
H. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan isotherm adsorpsi menurut
Freundlich pada proses adsorpsi asam asetat oleh arang. Pada percobaan ini
digunakan larutan NaOH yang distandarisasi lebih dahulu dengan menggunakan
larutan asam oksalat (H2C2O4). Dari hasil analisis data diperoleh konsentrasi
NaOH merupakan larutan standar sekunder yang konsentrasinya mudah berubah
saat proses penyimpanan. Hal ini karena konsentrasi NaOH berubah dari 0,1 N
menjadi 0,082 N.
Percobaan selanjutnya adalah penentuan isotherm adsorpsi. Adapun zat
pengadsorpsi yang digunakan adalah arang. Fungsi arang adalah untuk
mengadsorpsi larutan asam asetat dengan tingkat konsentrasi yang berbeda-beda.
Sebelum digunakan arang terlebih dahulu digerus untuk memperluas permukaan
arang. Setelah itu arang dipanaskan. Fungsi pemanasan adalah untuk
mengaktifkan arang sehingga pori-pori arang menjadi lebih besar dan
memperluas permukaan arang (adsorben) untuk mempermudah proses adsorpsi.
Pada percobaan ini digunakan asam asetat dengan konsentrasi yang
bervariasi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh konsentrasi
terhadap banyaknya zat yang teradsorpsi. Pada percobaan ini dilakukan proses
pengocokan yang bertujuan agar asam asetat dapat terserap dengan baik oleh
arang.
Untuk mengetahui benyaknya asam asetat yang teradsorpsi oleh arang,
maka larutan distandarisasi dengan larutan standar NaOH 0,082 N. pada proses
ini, digunakan volume asam asetat yang bervariasi. Hal ini dilakukan karena jika
volume yang dipakai sama untuk semua konsentrasi, maka untuk larutan dengan
konsentrasi tinggi, larutan NaOH yang dipakai untuk mencapai titik akhir titrasi
akan sangat banyak. Pada titrasi ini digunakan indikator PP (phenolphthalein)
untuk mengetahui titik akhirtitrasi dengan perubahan warna menjadi merah
muda.
Dari hasil pengamatan dan analisis data diketahui bahwa semakin besar
konsentrasi asam asetat, maka semakin besar pula yang terserap oleh arang. Dari
hasil perhitungan diperoleh nilai C (Konsentrasi asam asetat yang teradsorpsi)

dan (massa asam asetat yang teradsorpsi berbanding massa arang sebelum


adsorpsi). Dari hasil ini dapat diperoleh nilai log C dan log yang dapat

diplotkan pada grafik menurut Freundlich. Dari kurva diperoleh harga-harga dari
tetapan adsorben (n) dan k pada proses adsorpsi asam asetat oleh arang. Nilai k
sebesar 0,751 dan n sebesar 0,989

I. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
a. Semakin besar konsentrasi asam asetat, maka semakin besar pula asam
asetat yang diadsorpsi oleh arang
b. Nilai k = 0,751 dan n = 0,989
2. Saran
Sebaiknya pada proses titrasi, ketelitian lebih ditingkatkan agar hasil
yang diperoleh maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W. 1992. Kimia Fisik Jilid II Edisi IV. Jakarta : Erlangga.

Smk3ea. 2008. Isoterm Adsorpsi. http://smk3ea.wordpress.com/isoterm-adsorpsi


diakses pada 19 Desember 2010.

Smk3ea. 2010. Adsorpsi Karbon Aktif. http://smk3ea.wordpress.com/Adsorpsi-


karbon-aktif diakses pada 19 Desember 2010.

Sugiyarto, Kristian H. 2004. Kimia Anorganik I. Yogyakarta : Jurusan Kimia, FMIPA


UNY.

Sumari. 2000. Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Malang : Jurusan Kimia, FMIPA,
Universitas Negeri Malang.
JAWABAN PERTANYAAN

1. Perbedaan isotherm adsorpsi fisik dengan adsorpsi kimia yaitu :


a. Adsorpsi kimia
Merubah sifat lama dari materi menjadi sifat baru
Reaksi yang terjadi tidak bolak-balik (irreversible)
Terjadi pada suhu tinggi
Waktu adsorpsi lambat sehingga kesetimbangan lebih lama tercapai
Ikatannya berupa ikatan kimia
b. Adsorpsi fisika
Sifat bahan tidak berubah
Reaksi bersifat bolak-balik (reversible)
Terjadi pada suhu rendah
Waktu adsorpsi cepat sehingga kesetimbangan lebih cepat
Ikatannya berupa ikatan Van Der Wall
2. Proses adsorpsi pada percobaan ini merupakan adsorpsi fisik karena hanya terjadi
pada permukaan arang sehingga hanya ada daya/gaya tarik menarik secara fisika
tanpa ada perubahan kimia
3. Pengaktifan arang dengan menggunakan pemanasan dapat menyebabkan pori-
pori pada arang melebar sehinga arang dapat lebih mudah mengadsorpsi.
4. Menurut Freundlich, isotherm adsorpsi untuk adsorpsi gas pada permukaan zat
padat merupakan besarnya zat teradsorpsi persatuan luas adsorben berhubungan
dengan tekanan gas.
5. Untuk adsorpsi gas pada permukaan zat padat kurang memuaskan disbanding
dengan isotem adsorpsi yang dikemukakan oleh Langmuir, karena persamaan
Freundlich diperoleh secara empiris atau dasar teori yang berarti dan untuk
tekanan tinggi tidak berlaku, sedangkan Langmuir berdasarkan pada teori dan
menganggap akibat dari bentuk lapisan.

Anda mungkin juga menyukai