Anda di halaman 1dari 10

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Fisik II dengan judul Penentuan


Orde Reaksi dan Tetapan Laju Reaksi yang disusun oleh

Nama : Nur Intan

NIM : 081304035

Kelas/Kelompok : A/V

Telah diperiksa oleh asisten dan koordinator asisten dan dinyatakan diterima.

Makassar, Januari 2011

Koordinator Asisten Asisten

Kurnia Ramadani, S.Si Eka Pridawati

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Jusniar, S.Pd, M.Pd.


I. JUDUL PERCOBAAN
Penetuan orde reaksi dan tetapan laju reaksi

II. TUJUAN PERCOBAAN


Tujuan dari percobaan ini adalah :
A. Menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksida
adalah reaksi orde dua.
B. Menetapkan tetapan laju reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksida
dengan cara titrasi.

III. LANDASAN TEORI


Orde reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi
komponen itu, dalam hukum laju. Contohnya reaksi dengan hukum laju dalam
persamaan v=k[A][B] merupakan orde pertama dalam A dan B. Orde keseluruhan
reaksi merupakan penjumlahan orde semua komponennya. Jadi, secara
keseluruhan hukum laju dengan persamaan v=k[A][B] adalah orde kedua (Atkins,
1996:335).
Reaksi tidak harus mempunyai orde bilangan bulat. Demikian halnya
dengan banyak reaksi fase-fase. Contohnya, jika reaksi mempunyai hukum laju :
V=k[A]1/2[B]
Maka reaksi ini adalah orde setengah dalam A, orde pertama dalam B, dan secara
keseluruhan mempunyai orde tiga setengah. Jika hukum laju tidak berbentuk
[A]x[B]y[C]z. Maka reaksi itu tidak mempunyai orde. Hukum laju ditentukan
secara eksperimen untuk reaksi fase gas.
H2 + Br2 2HBr adalah:
k [H2 ][Br2 ]3/2
v=
[ Br2 ] + K [HBr]
walaupun reaksi ini mempunyai orde pertama dalam H2, tetapi ordenya terhadap
Br2, HBr dan keseluruhan, tidak tertentu (kecuali pada kondisi yang
disederhanakan, seperti jika [Br2] > K[HBr] (Atkins, 1996:335).
Tetapan k yang muncul disebut juga sebagai tetapan laju atau koefisien laju.
Untuk reaksi yang dipercaya elementer, k biasanya disebut tetapan laju. Dan
untuk reaksi yang terjadi dengan lebih dari satu tahap, k disebut koefisien laju
(Mulyani, 2004:160).
Satuan tetapan atau koefisien laju bergantung pada orde reaksi. Untuk reaksi
orde I, v= k[A], satuan v adalah mol dm-3 s-1 dan [A] adalah mol dm-3, sehingga
satuan dari k untuk reaksi orde satu adalah s-1 (Mulyani, 2004:160).
Untuk reaksi orde dua :
V= k[A]2
V= k[A][B]
Satuan k adalah dm3mol-1s-1 (Mulyani, 2004:160).
Menurut Bird (1987). Penentuan orde reaksi secara percobaan:
1. Metode Integrasi
Salah satu cara untuk menetukan orde reaksi adalah dengan jalan
mencocokkan persamaan laju reaksi dengan data hasil percobaan. Masalah utama
dalam metode ini adalah adanya reaksi samping dan reaksi kebalikan yang dapat
mempengaruhi hasil percobaan. Tetapi cara ini merupakan cara penentuan orde
reaksi yang paling tetap.
2. Metode laju reaksi Awal (Initial Rates Method)
Dengan metode ini, masalah reaksi samping dan reaksi kebalikan dapat
ditiadakan. Dalam metode ini, prosedur yang dilakukan adalah mengukur laju
reaksi awal dengan konsentrasi awal reaktan yang berbeda-beda.
3. Metode waktu paruh
Secara umum, untuk reaksi yang berorde n, waktu paruh sebanding dengan
1/con-1, dimana co adalah konsentrasi awal reaktan. Jadi, data hasil percobaan
dimasukkan ke dalam persamaan di atas, kemudian dibuat kurva yang berbentuk
garis lurus dengan cara yang sama seperti pada metode integrasi. Seperti halnya
pada metode integrasi,adanya reaksi samping mempengaruhi ketepatan metode
ini.
Ada beberapa cara untuk mengukur laju dari suatu reaksi. Sebagai contoh,
jika gas dilepaskan dalam suatu reaksi. Kita dapat mengukurnya dengan
menghitung volume gas yang dilepaskan permenit pada waktu tertentu selama
reaksi berlangsung. Defenisi laju ini dapat diukur dengan satuan cm3s-1.
Bagaimanapun, untuk lebih formal dan matematis dalam menentukan laju suatu
reaksi. Laju biasanya diukur dengan melihat beberapa cepat konsentrasi suatu
reaktan berkurang pada waktu tertentu. Misalkan salah satu mereka merupakan zat
yang bisa diukur konsentrasinya, misalnya atau dalam bentuk gas (Clark, 2010).

Ketetapan laju. Hal yang cukup mengejutkan ketetepan laju, sebenarnya


tidak benar-benarkonstan. Konstanta ini berubah, sebagai contoh, jika kita
mengubah temperatur dari reaksi, menambah atau merubah katalis. Tetapan laju
akan konstan untuk reaksi yang diberikan hanya apabila kita mengganti
konsentrasi dari reaksi tersebut (Sahir.ohlpy.com).

IV. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. Buret 50 ml
2. Termometr 110o
3. Labu erlenmeyer bertutup asa 8 buah
4. Gelas ukur
5. Gelas kimia
6. Pipet volume
7. Ball pipet
8. Batang pengaduk
9. Corong biasa
10. Stopwatch
11. Pipet tetes
12. Statif dan klem

B. Bahan
1. Etilasetat ( CH3COOC2H5 ) 0,02 M
2. Natrium Hidroksida (NaOH) 0,02 M
3. Asam Klorida (HCl) 0,02 M
4. Indikator pp
5. Aquades

V. PROSEDUR KERJA
1. Menstandarisasi larutan NaOH 0,02 M dengan larutan standar primer
H2C2O4 dengan cara melarutkan 0,252 M dengan larutan standar primer
H2C2O4.2H2O dalam 100 ml air pada labu takar, setelah itu menitrasi
larutan.
2. Memasukkan masing-masing 40 ml larutan NaOH dan CH3COOC2H5.
Masing-masing ke dalam erlenmeyer bertutup. Menyamakan suhu kedua
larutan tadi sambil memipet 20 ml larutan HCl 0,02 M.
3. Mencampurkan larutan etilasetat dengan larutan NaOH secara cepat dan
mengocok campuran tersebut lalu menjalankan stopwatch.
4. Setelah empat menit reaksi berlangsung, memipet 10 ml campuran reaksi
dan memasukkan ke dalam salah satu labu yang berisi 20 ml HCl.
5. Menambahkan 3 tetes indikator pp lalu mengaduknya dengan baik dan
segera menitrasi kelebihan HCl dengan larutan standar NaOH.
6. Mengulangi percobaan yang sama setelah menit ke-9,16,26,41, dan 66
setelah reaksi dimulai.

VI. HASIL PENGAMATAN


1. Standarisasi NaOH

Titrasi V. NaOH (ml)


I 35,4
II 35,8
III 35,2

2. Penentuan orde reaksi dan tetapan laju reaksi


Volume NaOH = 40 ml

Volume etiasetat = 40 ml

Volume HCl = 20 ml

Suhu konstan = 290C

40 ml larutan NaOH ( bening) + 40 ml etilasetat (bening) campuran bening


Didiamkan
Campuran bening + 20 ml HCl (bening) larutan bening
Dititrasi
Larutan merah muda.

Menit ke- V. campuran (ml) V HCl (ml) V. NaOH (ml)


4 10 20 20,4
9 10 20 21
16 10 20 21
26 10 20 21,5
41 10 20 22,3
66 10 20 23,2

VII. ANALISIS DATA


1. Standarisasi NaOH
Dik : V1 NaOH = 35,4 ml
V2 NaOH = 35,8 ml
V3 NaOH = 35,2 ml
Massa CH3COOC2H5.2H2O = 0,252 g
V. H2C2O4 = 0,020 L 20 ml
Dit : [NaOH] = ....?
Peny :
(35,4+35,8+35,2)ml
NaOH = 3
= 35,5 ml
0,252
n H2C2O4 = = = 2.10-3 mol
126 /

2.103
M H2C2O4 = = = 0,02 M
0,1
( ) 2 2 4 0,021 0,02
[NaOH] = = = 0,01 M
0,0355

2. Penentuan orde reaksi dan tetapan laju reaksi


a. Untuk V1 = 20,4 ml , t1 = 4 menit 240 s
20,4 0,01
X = = = 5,1 . 10-3 M
40 40
()
ln () = k1 (a-b)t + ln
(0,02 5,1 103 ) 0,02
ln (,01 5,1 103 ) = k1 (0,02 M 0,01 M) 240 s + ln 0,01

ln 3,04 = k1 x 2,4 M s + ln 2
1,11 = 2,45 M s k1 + 0,693
k1 = 0,17 M-1s-1

b. Untuk V1 = 21 ml , t1 = 9 menit 540 s


21 0,01
X = = = 5,25 . 10-3 M
40 40
()
ln () = k1 (a-b)t + ln

(0,02 5,25 103 ) 0,02


ln (,01 5,25 103 ) = k2 (0,02 M 0,01 M) 540 s + ln 0,01

ln 3,105 = k2 x 5,4 M s + ln 2
1,133 = 5,4 M s k2 + 0,693
k2 = 0,08 M-1s-1

c. Untuk V1 = 21 ml , t1 = 16 menit 960 s


21 0,01
X = = = 5,25 . 10-3 M
40 40
()
ln () = k3 (a-b)t + ln

(0,02 5,25 103 ) 0,02


ln (,01 5,25 103 ) = k3 (0,02 M 0,01 M) 960 s + ln 0,01

ln 3,105 = k3 x 9,6 M s + ln 2
1,133 = 9,6 M s k3 + 0,693
k3 = 0,046 M-1s-1

d. Untuk V1 = 21,5 ml , t1 = 26 menit 1560 s


21,5 0,01
X = = = 5,375. 10-3 M
40 40
()
ln = k4 (a-b)t + ln
()

(0,02 5,375 103 ) 0,02


ln (,01 5,375 103 ) = k4 (0,02 M 0,01 M) 1560 s + ln 0,01

ln 3,16 = k4 x 15,6 M s + ln 2
1,15 = 15,6 M s k4 + 0,693
k4 = 0,029 M-1s-1

e. Untuk V1 = 22,3 ml , t1 = 41 menit 2460 s


22,3 0,01
X = = = 5,575 . 10-3 M
40 40
()
ln () = k5 (a-b)t + ln

(0,02 5,575 103 ) 0,02


ln (,01 5,575 103 ) = k5 (0,02 M 0,01 M) 2460 s + ln 0,01

ln 3,26 = k5 x 24,6 M s + ln 2
1,182 = 24,6 M s k5 + 0,693
k5 = 0,17 M-1s-1

f. Untuk V1 = 23,2 ml , t1 = 66 menit 3960 s


23,2 0,01
X = = = 5,8 . 10-3 M
40 40
()
ln () = k6 (a-b)t + ln

(0,02 5,8 103 ) 0,02


ln (,01 5,8 103 ) = k6 (0,02 M 0,01 M) 3960 s + ln 0,01

ln 3,38 = k6 x 39,6 M s + ln 2
1,218 = 39,6 M s k6 + 0,693
k6 = 0,013 M-1s-1
VIII. PEMBAHASAN

Orde reaksi merupakan pangkat dari konsentrasi komponen itu dalam


hukum laju. Reaksi penyabunan etil asetat dengan ion hidroksida bukan
merupakan reaksi sederhana, namun ternyata bahwa reaksi ini merupakan reaksi
orde dua. Pada percobaan ini (penentuan orde reaksi dan tetapan laju reaksi)
digunakan larutan standar NaOH. Tujuan percobaan ini untuk menunjukkan
bahwa reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida merupakan reaksi orde
dua. Selain itu, percobaan ini juga untuk menentukan tetapan laju reaksi
penyabunan etilasetat oleh ioon hidroksida dengan cara titrasi.

Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan standarisasi larutan


NaOH. Larutan NaOH harus di standarisasi terlebih dahulu karena larutan
tersebut merupakan larutan standar sekunder yang tidak stabil dalam
penyimpanannya. Dalam melakukan titrasi, digunakan larutan H2C2O4 yang
merupakan larutan standar primer. Dari hasil percobaan diketahui bahwa
konsentrasi larutan NaOH berubah-ubah. Konsentrasi awal NaOH yang
digunakan adalah 0,02 M sedangkan setelah melakukan standarisasi, volumenya
berubah menjadi 0,01 M.

Selanjutnya, larutan etilasetat dan natrium hidroksida ditempatkan pada


erlenmeyer bertutup agar kedua larutan tersebut tidak terkontaminasi dengan zat
lain yang dapat mempengaruhi konsentrasi kedua larutan. Selain itu juga untuk
mencegah menguapnya larutan etil asetat yang sifatnya mudah menguap.

Kedua suhu disamakan suhunya karena suhu merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi laju reaksi. Jika suhu dinaikkan maka laju reaksi semakin
besar karena kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel
pereaksi, akibatnya jumlah dari energi tumbukan bertambah besar, begitu pun
sebaliknya. Larutan yang telah sama suhunya kemudian dicampurkan.
Pencampuran pada suhu yang sama agar laju reaksi yang dihasilkan tidak
mengalami perubahan besar. Kemudian dilakukan pengocokan agar campuran
homogen.

Reaksi yang terjadi adalah:

CH3COOC2H5 (aq) + NaOH (aq) CH3COONa (aq) + C2H5OH (aq)

Setelah empat menit berlangsung, memipet campuran dan memasukkan ke


dalam larutan HCl lalu menambahkan indikator PP. penambahan HCl berfungsi
untuk menetralkan campuran karena campuran bersifat basa akibat kelebihan
NaOH (ion OH-). Penetralan dapat mencegah terjadinya reaksi lebih lanjut.
Adapun persamaan reaksinya adalah:

NaOH (aq) + HCl (aq) NaCl (aq) + H2O (l)

Penambahan indikator PP untuk mengatahui titik akhir titrasi yaitu titik


dimana mol NaOH sama dengan mol HCl yang ditandai dengan perubahan warna
larutan dari bening menjadi merah muda. Dari hasil percobaan diketahui bahwa
semakin lama pengocokan maka semakin banyak larutan NaOH yang digunakan.
Artinya semakin banyak NaOH yang bereaksi dengan etil asetat.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

Anda mungkin juga menyukai