Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari,
terutama dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan sifat karakteristik
koloid yang penting, yaitu dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang
tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk
produksi dalam skala besar.Salah satu sistem koloid yang ada dalam
kehidupan sehari hari dan dalam industri adalah jenis emulsi.
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehinggkan
dibutuhkan zat pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga
antara zat yang terdispersi dengan pendispersinnya tidak akan pecah atau
keduannya tidak akan terpisah. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi
merupakan campuran cairan polar dan cairan non polar.Salah satu emulsi
yang kita kenal sehari-hari adalah susu, di mana lemak terdispersi dalam air.
Dalam susu terkandung kasein suatu protein yang berfungsi sebagai zat
pengemulsi. Bebera contoh emulsi yang lain adalah pembuatan es krim,
sabun, deterjen, yang menggunakan pengemulsi gelatin.
Dari hal tersebut diatas maka sangatlah penting untuk mempelajari
sistem emulsi karena dengan tahu banyak tentang sistem emulsi ini maka
akan lebih mudah juga untuk mengetahui zat zat pengemulsi apa saja yang
cocok untuk menstabilkan emulsi selain itu juga dapat diketahui faktor
faktor yang menentukan stabilnya emulsi tersebut karena selain faktor zat
pengemulsi tersebut juga dipengaruhi gaya sebagai penstabil emulsi.
Sistem emulsi termasuk jenis koloid dengan fase terdispersinya
berupa zat cairnamun dalam makalah ini kita hanya akan membahas
mengenai sistem emulsi saja diantaranya dari defenisi emulsi, mekanisme
secara kimia dan fisika, teori dan persamaannya dan serta penerapannya
dalam kehidupan sehari hari dan industri.
B. Tujuan
Memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam
memformulasikan sediaan emulsi dan melakuan kontrol kualitas (evaluasi)
sediaan emulsi, meliputi:
1. Mengetahui pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi
2. Mengetahui pengaruh pnggunaan alat terhadap stabilitas emulsi
3. Mengetahui sifat alir sediaan plastik
4. Menentukan tipe emulsi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Emulsi
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi
atau surfaktan yang cocok.
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi
kedalam kedalam cairan lain dalam benuk tetesan kecil.
Emulsi adalah suatu sediaan yang engandung dua zat cair yang tidak
mau campur, biasanya air dan minyak dimana cairan satu terdispersi
menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil,
butir-butir ini akan bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan air
dan minyak yang terpisah. Flavor dan pengawet yang berada dalam fase air
yang mungkin larut dalam minyak harus dalam kadar yang cukup untuk
memenuhi yang diinginkan. Emulgator merupakan komponen yang penting
untuk memperoleh emulsi yang stabil.
Emulsi adalah sediaan berupa campuran terdiri dari dua fase cairan
dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan
merata dalam fase cairan lainya, umumnya dimantapkan oleh zat
pengemulsi, fase cairan terdispersi disebut fase dalam, sedangkan fase
cairan pembayanya disebut fase luar. Jika fase dalam berupa minyak atau
larutan dalam minyak dan fase luarnya air atau larutan, maka emulsi disebut
emulsi minyak-air,sedangkan sebaliknya emulsi disebut air-minyak.
Emulsi adalah suatu disperse dimana fase terdispers terdiri dari
bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang
tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fase terdispers dianggap sebagai
fase dalam dan medium disperse sebagai fase luar atau fase kontinu. Emulsi
yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak
dalam air tapi sebaliknya emulsi yang memiliki fase dalam air dan fase luar
adalah minyak disebut emulsi air dalam minyak.
Emulsi atau emulsions adalah sistem disperse kasar yang solid
termodinamik tidak stabil, terdiri dari minimal dua atau lebih cairan yang
tidak bercampur satu sama lain. Dimana cairan yang satu terdispersi
didalam cairan yang lain dan untuk memantapkannya diperlukan
penambahan emulgator.
Oleh karena itu, dari cairan yang tidak dapat bercampur satu sama
lain. Yang satu terdistribusi kedalam yang lain dipertahankan untuk
melayang. Maka garis tengah tetesan cairan yang terdistribusi sangat
penting untuk mengkarakterisasikan sebuah emulsi.
Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan)
disekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar
mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebgai fase
terpisah.
Emulsi adalah sistem heterogen, terdiri dari kurang lebih satu cairan
yang tidak tercampurkan yang terdispersi dalam cairan lainnya dalam
bentuk tetesan-tetesan di mana diameternya kira-kira 0,1 mm atau dapat
diartikan sebagai dua fase yang terdiri dari satu cairan yang terdispersi
dalam cairan lainnya yang tidak tercampurkan.
Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah sediaan yang
mengandung 2 cairan yang tidak bercampur, satu diantaranya terdispersi
secara seragam sebagai globul.
B. Tipe Emulsi
Ada dua macam tipe emulsi yang terbentuk yaitu tipe M/A dimana tetes
minyak terdispersi kedalam fase air, dan tipe A/M dimana fase intern adalah
air dan fase ekstern adalah minyak Fase intern disebut pula fase dispers atau
fase kontinu.
Emulsi yang memliki fase dalam minyak dan fase luar air disebut
emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi M/A.
Sebaliknya emulsi yang mempunya fase dalam air dan fase luar minyak
disebut emulsi air dalam minyak dan dikenal sebaga emulsi A/M. Karena
fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air
bisa diencerkan atau ditambah dengan air atau suatu preparat dalam air
Emulsi terdiri dari dua fase yang tidak dapat bercampur satu sama
lainya, dimana yang satu menunjukkan karakter hidrofil, yang lain lipofil.
Hidrofil (lipofod) umumnya adalah air atau suatu cairan yang dapat
tercampur dengan air. Sedangkan sebagai fase lipofil (hidrofod) adalah
lemak mineral atau minyak tumbuhan atau lemak (minyak lemak, paraffin,
lilin, lemak coklat, malam bulu domba) atau juga bahan pelarut lipofil
kloroform, benzene dan sebagainya.
Dengan demikian ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, apakah fase
hidrofil yang terdispersi kedalam fase hidrofod, ataukah fase hidrofod
kedalam fase hidrofil. Dengan demikian dapat dhasilkan dua macam emulsi
yang berbeda. Yaitu yang dinyatakan sebagai emulsi ar dalam minyak
A/M atau emulsi minyak dalam air M/A.
Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi yang diberikan
adalah minyak dalam air memungkinkan pemberian obat yang harus
dimakan tersebut mempunyai rasa yang lebih enak walaupun sebenarnya
diberikan minyak yang tidak enak rasanya, dengan menambahkan pemanis
dan pemberi rasa pada pembawa airnya, sehingga mudah dimakan atau
ditelan sampai ke lambung. Ukuran partikel yang diperkecil dari bola-bola
minyak dapat mempertahankan minyak tersebut agar lebih cepat dicerna
dan lebih mudah diabsorpsi, atau jka bukan dimaksudkan untuk itu,
tugasnya juga akan lebih efektif, misalnya meningkatkan efikasi minyak
mineral sebagai katartik bila diberikan dalam bentuk emulsi.
Emulsi yang dipakai pada kulit atau sebagai obat luar bias dibuat
sebagai emulsi A/M atau emulsi M/A, tergantung pada berbagai faktor
seperti sifat zat terapeutik yang akan dimasukkan ke dalam emulsi,
keinginan untuk mendapatkan efek amolien atau pelembut jaringan dari
preparat tersebut, dan keadaan kulit. Zat obat yang mengiritasi kulit
umumnya kurang mengiritasi jika ada dalam fase luar yang mengalami
kontak langsung dengan kulit. Tentu saja dapat bercampurnya dan kelarutan
dalam air dan dalam minyak dari zat obat yang digunakan dalam preparat
yang diemulsikan menentukan banyaknya pelarut yang harus ada sifatnya
yang meramalkan fase emulsi yang dihasilkan. Pada kulit yang tidak luka,
suatu emulsi air dalam minyak biasanya dapat digunakan lebih rata karena
kulit diselaputi oleh suatu lapisan tipis dari sabun dan permukaan ini mudah
dibasahi oleh minyak dari pada oleh air. Suatu emulsi air dalam minyak juga
lebih lembut ke kulit, karena ia mencegah mengeringnya kulit dan tidak
mudah hilang bila kena air. Sebaliknya apabila diinginkan preparat yang
mudah di hilangkan dari kulit dengan air, digunakan suatu emulsi minyak
dalam air.
Jika tetesan-tetesan minyak didispersikan dalam fase air, fase kontinu,
maka emulsi disebut minyak dalam air (M/A). Jika minyak merupakan fase
kontinu, emulsi merupakan tipe air dalam minyak (A/M). Telah diamati
bahwa emulsi M/A kadang-kadang berubah menjadi emulsi A/M atau
sebaliknya (inversi). Dua tipe emulsi tambahan yang digolongkan sebagai
emulsi ganda, tampaknya diterima oleh para ahli kimia. Secara keseluruhan
memungkinkan untuk membuat emulsi ganda dengan karakteristik minyak
dalam air dalam minyak (M/A/M) atau air dalam minyak dalam air
(A/M/A).
C. Komponen Emulsi
1. Komponen Dasar
Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat dalam emulsi.
Terdiri atas:
a. Fase dispers/ fase internal / fase discontinue
Yaitu zat cair yang terbagi-bagi atau butiran kecil kedalam
zat cair lain.
b. Fase continue / fase external / fase luar
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan
dasar (pendukung) dari emulsi tersebut.
c. Emulgator
Adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk
menstabilkan emulsi. Emulgator terbagi menjadi:
1) Emulgator alam
Emulgator dapat dibagi menjadi beberapa kelompok :
a) Berasal dari tumbuhan
Karbohidrat, Gum dan bahan-bahan mucilago cocok
untuk digunakan dalam emulsi farmasetik. Mereka
mempunyai kemampuan mengemulsi banyak substansi
secara murni dan menghasilkan emulsi yang Bisaanya
bekerja baik jika dilindungi dari fermentasi dengan
pengawet. Namun demikian, alkali, sodium borat, caitan
alkohol dan garam metalik harus ditambahkan ke dalam
gum sangat kationik dan encer, mencegah pemecahan
karbohidrat yang banyak digunakan adalah akasia,
tragakan, agar, chondrus, dextrum, malt ekstrak dan
pektin membentuk minyak dalam air
b) Berasal dari hewan
Protein
Gelatin mengemulsi cairan petrolatum dengan lebih
mudah dibanding minyak lain dan membuat suatu
sediaan yang sangat putih dan lembut serta rasa yang
enak. Protein juga membentuk emulsi yang jika
digunakan dalam konsentrasi rendah. Kerugian : Emulsi
gelatin sulit dijaga dari kerusakan
yang membatasi nilainya
Kuning telur Keuntungan Emulsi yang dibuat dengan
kuning telur, stabil dengan asam dan garam. Jika kuning
telur cukup segar, dapat membentuk emulsi yang
creaming yang menunjukkan sedikit kecenderungan
untuk memisah.Kerugian Jika digunakan kuning telur,
emulsi dapat membentuk koalesens dan dapat terwarnai
lebih dalam
Albumin atau putih telur Keuntungan Serbuk putih
telur lebih efektif dari pada putih telur segar karena lebih
kental. Kerugian Diendapakan oleh banyak bahan.
Kasein Protein dan susu telah digunakan sebagai bahan
pengemulsi tapi tidak memiliki keuntungan di
bandingkan akasia dan kurang stabil daripada akasia,
tidak digunakan untuk tujuan berarti
c) Lain lain
Sabun dan Basa Keuntungan Sering digunakan dalam
dermatologi untuk penggunaan luar. Sabun adalah
emulgator yang lebih kuat khususnya sabun lembut
sebagai bahan yang mengurangi tegangan permukaan
dari air Kerugian Menghasilkan sediaan yang tidak
bercampur dengan asam dengan berbagai tipe.
Alkohol
2) Emulgator sintetik
a) Anionik pada sub bagian ini ialah sulfaktan bermuatan (-)
Contoh : Na, K dan garam-garam ammonium dari asam oleat
dan laurat yang larut dalam air dan baik sebagai bahan
pengemulsi tipe o/w. Bahan pengemulsi ini rasanya tidak
menyenangkan dan mengiritasi saluran pencernaan
b) Kationik. Aktivitas permukaan pada kelompok ini bermuatan
(+). Komponen ini bertindak sebagai bakterisid dan juga
menghasilkan emulsi antiinfeksi seperti ini pada lotion kulit
dan krem
c) Non ionic. Merupakan surfaktan tidak berpisah ditempat
tersebar luas digunakan sebagai bahan pengemulsi ketika
kerja keseimbangan molekul antara hidrofik dan lipofilik
2. Komponen Tambahan
zat tambahan pada emulsi terdiri dari:
a. Pengawet
Beberapa pengawet dibutuhkan dalam emulsi yang disimpan
untuk mencegah proses pembusukan protein dan proses
fermentasi pada gum dan struktur sekalian agar efektif,
pengawet harus larut dalam fase air emulsi dimana ia dapat
menggunakan aksi perlindungannya alkohol dari konsertrasi 7
sampai 12 persen sering digunakan untuk tujuan ini. Asam
benzoat 0,2%. Kadang-kadang digunakan tapi kurang efektif.
Gusein juga digunakan parahidroksi berzoat dalam konsentasi
0,1 0,2 persen telah digunakan tapi penggunaannya dapat
dibahasi oleh karena kekuatannya dalam air besar. komponen
amonium kuarter dari konsentrasi 0,05 0,1 persen telah
memberikan komponennya sebagai pengawet untuk buatan
gelatin dan sukrosa. Minyak menguap digunakan sebagai
pengaroma yang cenderung bekerja sebagai penjawab. Tidak
sedikit emulsi yang khusus positif untuk berubah atau dijaga
untuk beberapa waktu. Akasia mengandung enzim oksidatif
yang cenderung untuk merusak vitamin A dalam emulsi minyak
hati ikan. Namun demikian, enzim dapat siap diinaktifkan
dengan pemanasan akasia mucilogo untuk beberapa menit noda
rat 100oc.
b. Pengaroma
dibutuhkan untuk membuat emulsi enak dengan
pertimbangan dibutuhkan dalam penggunanya. Formulasion
natural, memberikan sejumlah campuran asumotik yang
digunakan dengan efek yang baik. aroma dan rasa tajam tidak
menyebar pada minyak sebab pengaruhnya lebih lembut. Untuk
minyak hati ikan, ekstrat kering atau ekstrak glicynzhea yang
diperoleh dari cengkeh atau mint yang mempunyai rasa dan
penyebaran yang paling efektif. Dalam beberapa fomulasi,
kedua fase diaromai, Bisaanya 0,1 0,5 persen minyak menguap
cukup untuk mengaroma emulsi. Semua pengaroma
membutuhkan bahan pertonis untuk membuatnya lebih berasa
enak sirup, gula, sakarin dapat digunakan untuk tujuan ini, dan
alirerin juga mempunyai sifat sebagai pemanis. Namun
demikian bahan-bahan harus digunakan dengan pertimbangan
agar sediaan lebih baik dan tidak menutupi rasa dan beberapa
komponen lain. kombinasi di beberapa bahan ini tidak.
c. Pewarna
Sebagian besar emulsi berwarna putih atau kuning dan gelap.
Ini dikarenakan oleh perbedaan refleksi cahaya yang diberikan
oleh minyak dan air, juga karena larutan gelap atau suspensi dari
emulagator yang juga berwarna gelap. Jika larutan dari bahan-
bahan jernih dan minyak dan air dapat menerangi pada refleksi
yang sama, emulsi dari minyak hati ikan dengan penambahan
gula yang cukup untuk menyebabkan refleksi. Gliserin memiliki
efek yang sama terhadap minyak emulsi yang transparan dimana
pertimbangannya mengandung jumlah minyak.
Menurut Fornas edisi II, zat tambahan pada emulsi terdiri dari:
a. Zat pengawet
dapat digunakan metil paraben,propel paraben,campuran
metal paraben dan propil paraben,asam sorbet,atau zat pengawet
lain yang cocok.
b. Zat antioksidan
dapat digunakan butilhidroksanisol, butilhidrositoluen,
propel galat, asam sitrat atau antioksidan lain yang cocok.
BAB III

METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

NO ALAT NO BAHAN
1 Blender 1 Oleum Arachidis
2 Alat Gelas 2 Tween 80
3 Viskometer elektrik 3 Span 80
4 Akudes

B. Cara Kerja
1. Pengaruh Harga Hidrophilic and Lipholic Balance (HLB)
Terhadap Stabilitas Emulsi
a. Formula
R/ Oleum arachidis 100 gram
Tween 80
Span 80 25 gram
Akuades ad 500 gram
b. Buatlah 3 formulasi emulsi seperti diatas dengan mempergunakan
perbandingan tween 80 dan span 80 sebgai berikut :

ZAT I II III
Tween 80 75 % 50% 25%
Span 80 25% 50% 75%

Pembuatan

1) Oleum arachidis ditambah tween dan span, panaskan dalam


bekerglass sampai 700C
2) Sementara itu siapkan air yang telah dipanaskan 700C
3) Tuangkan bagian air ke dalam bagian minyak porsi per porsi
sambil diaduk
4) Masukkan cairan kedalam blender, putarlah selama 1 menit.
Kemudian masukkan ke dalam bekerglass besar sambil diaduk.
Sampai dingin (dengan meletakkan bekerglass didalam cawan
yang berisi air)
5) Masukan emusi kedalam tabung yang berskala dan amatilah
pemisahan yang terjadi (bila tidak ada pemisaan maka perlu
dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 500 rpm sekitar 5
menit)
6) Tentukan pula viskositas emulsi dengan psikometer elektrik
7) Hitung masing masing harga HLB campuran tween-span yang
dipakai. Bandingkan nilai HLB dengan stabilitas emulsi,
pertimbangkan pula viskositasnya
2. Penetapan Jenis / Tipe Emulsi
a. Metode Warna
Campurkan beberapa tetes arutan metilen blue edalam
sampel emulsi. Jika seluruh emulsi berwarna seragam maka emulsi
bertipe o/w
b. Percobaan Cincin
Teteskan emulsi pada kertas saring, maka emuli tipe o/w
dalam waktu singkat membentuk titik air disekeliling tetesan
3. Evaluasi Sediaan Emulsi
a. Evaluasi Organoleptik
Mengamati perubahan penampilan emulsi dari segi bau,
warna, pemisahan fase dan pecahnya emulsi secara makroskopis.
b. Penetapan Bobot Jenis
Membandingkan bobot zat uji di udara terhadap bobot air
dengan volume dan suhu yang sama dengan menggunakan
piknometer.
c. Penetapan pH
Pengukuran terhadap pH emulsi menggunakan pH meter
yang telah dikalibrasi dengan larutan dapar.
d. Pengukuran Viskositas dan Sifat Aliran
Melakukan pengukuran viskositas dalam berbagai kecepatan
dengan viskometer Ostwald untuk mendapatkan viskotas dari
emulsi.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Pengujian Organoleptis
Warna : Putih Susu
Bau : Khas minyak
Bentuk : Cairan
2. Pengujian pH
Hasil yang kami dapatkan adalah emulsi tersebut memiliki nilai pH
6 dan termasuk larutan basa.
3. Pengukuran Bobot Jenis
BOBOT BOBOT BOBOT BJ
PIKNOMETER PIKNOMETER EMULSI EMULSI
KOSONG + EMULSI
13,82 g 24,62 g 10,79 1,79 g/mL

4. Pengukuran Viskositas
Diketahui: air = 0,7975
air =1
zat = 1,79
tair = 10,5
tzat = 18,80

( )
= ( )

0,7975 (1,7918,80)
= (110,5)

= 2,56
5. Penentuan Tipe Emulsi
a. Metode Warna
Pada pengujian yang kami lakukan, ketika sampel emulsi
ditetesi larutan metilen blue, seluruh bagian emulsi berubah menjadi
warna biru. Yang menandakan bahwa emulsi tersebut adalah emulsi
tipe O/W.
b. Percobaan Cincin
Pada pengujian yang kami lakukan, ketika sampel emulsi
diteteskan keatas kertas saring, dalam waktu singkat emulsi
membentuk cincin air disekeliling tetesan. Yang menandakan bahwa
emulsi tersebut adalah emulsi tipe O/W.

B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kami melakukan pembuatan emulsi yang
mengandung Oleum Arachidis 100 g, Tween 80 dan Span 80 25 g dengan
persentase 50 bagian Tween 80 dan 50 bagian Span 80, dan Aquadest ad
500 gr. Namun, dikarenakan ketersediaan bahan bahan didalam
laboratorium, kami mengganti Oleum Arachidis menggunakan Oleum
Sesami dan Span 80 menjadi Sorbitol.
Mula mula, kami mencampurkan oleum sesami, Tween 80 dan
Sorbitol, lalu kami panaskan dalam beakerglass sampai suhu 70C, lalu
kami menuangkan air panas kedalam bagian minyak sedikit demi sedikit
sambil diaduk. Dan campuran tersebut kami blender selama 1 menit, dan
didinginkan sampai suhu kamar.
Setelah emulsi telah selesai dibuat, selanjutnya kami melakukan
pengujian terhadap emulsi tersebut, meliputi pengujian organoleptis, uji pH,
uji bobot jenis, uji viskositas dan uji penentuan tipe emulsi.
Pada pengujian organoleptis, kami menguji dengan menggunakan
panca indera yang meliputi warna, bau dan bentuk dari emulsi tersebut.
Hasil yang kami dapatkan yaitu, emulsi yang memiliki warna putih susu,
bau minyak khas dan bentuk berupa cairan. Emulsi tersebut tidak
membentuk emulsi sebagaimana yang diharapkan dikarenakan perubahan
formulasi emulsi tersebut. Dimana Oleum Arachidis yang kami ganti
dengan Oleum Sesami, dan Emulgator Span 80 yang kami ganti dengan
Sorbitol. Dikarenakan perbedaan formulasi tersebutlah emulsi yang kami
buat menjadi cairan.
Pada pengujian pH, kami menggunakan kertas pH yang dicelupkan
kedalam sampel emulsi. Pada pengujian yang kami lakukan, didapatkan
hasil berupa emulsi dengan pH 8 dan termasuk kedalam larutan basa.
Pada pengujian bobot jenis, kami menimbang bobot piknometer
kosong, lalu menimbang bobot piknometer yang telah diisi sampel emulsi
hingga penuh. Lalu hasil tersebut dikurangi dan didapatkan hasil berat
Cairan Sampel emulsi. Lalu kami menghitung BJ emulsi tersebut dengan
menggunakan rumus yang telah ditetapkan dan mendapatkan hasil 1,79
g/mL.
Pada pengujian Viskositas, kami menggunakan viskometer ostwald,
yang prinsip kerjanya adalah dengan menghitung waktu yang dibutuhkan
emulsi untuk turun dari garis A ke garis B. pada pengujian yang kami
lakukan, didapatkan hasil 18,80 detik. Lalu kami menghitung viskositas
emulsi dengan menggunakan perbandingan antara viskositas emulsi dengan
viskositas air, didapatkan hasil 2,56.
Pada penentuan tipe emulsi, kami menggunakan 2 metode, yang
pertama dengan metode perubahan warna dan percobaan cincin. Pada
metode perubahan warna, kami melakukan pengujian dengan cara menetesi
sample emulsi dengan larutan metilen blue, untuk mengetahui apakah warna
yang dihasilkan seragam atau tidak, dari hasil yang kami dapatkan, seluruh
bagian emulsi mengalami perubahan warna menjadi biru dengan seragam,
yang mengindikasikan bahwa emulsi tersebut adalah emulsi tipe O/W. Pada
percobaan cincin, kami melakukan pengujian dengan cara menetesi emulsi
keatas kertas saring, untuk melihat apakah emulsi tersebut membentuk
cincin air disekeliling tetesan atau tidak. Dari hasil yang kami dapatkan,
sample emulsi tersebut membentuk cincin air disekeliling tetesan, yang
mengindikasikan bahwa emulsi tersebut adalah emulsi tipe O/W.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari percobaan yang kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa
sediaan emulsi yang kami buat memiliki sifat sebagai berikut:
1. Organoleptis
Warna : Putih susu
Bau : Khas minyak
Bentuk : Cairan
2. pH
Emulsi tersebut memiliki nilai pH 8 dan termasuk larutan basa.
3. Bobot Jenis
Emulsi tersebut memiliki nilai Bobot Jenis 1,79 g/mL
4. Viskositas
Emulsi tersebut memiliki nilai viskositas sebesar 2,56
5. Tipe Emulsi
Dari metode warna dan percobaan cincin, dapat diambil kesimpulan
bahwa emulsi tersebut merupakan emulsi tipe O/W

B. Saran
Diharapkan untuk lebih melengkapi peralatan laboratorium agar
praktikum berjalan secara efektif dan efisien. Diharapkan kepada dosen
pembimbing untuk lebih membimbing praktikan dan dimohon kepada
praktikan agar lebih berhati hati dalam menjalankan praktikum.

Anda mungkin juga menyukai