Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akne merupakan salah satu masalah kulit yang sering dijumapai di


masyarakat yang bersifat kronis dan berulang. Akne merupakan kelainan kulit yang
bersifat umum, menyerang hampir pada semua remaja yang berusia 16-19 tahun,
bahkan dapat berlanjut hingga usia 30 tahun. Walaupun bukan merupakan suatu
penyakit yang mengancam nyawa, namun akne dapat menyebabkan masalah
psikologis yang berbeda-beda, mulai dari perasaan rendah diri hingga stres. Selain
itu tidak jarang pula dapat terjadi skar yang permanen pada wajah.

Menurut kligman, tidak ada seorang pun yang sama sekali tidak pernah
menderita akne. Di Amerika Serikat, tercatat lebih dari 17 juta penduduk yang
menderita akne setiap tahunnya, dimana 75-95% diantaranya adalah usia remaja.
Sedangkan pada studi prevalensi akne yang dilakukan dikota Palembang, dari 5204
sampel berusia 14-21 tahun, didapatkan angka prevalensi akne vulgaris sebesar
68,2% (suryadi 2008).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Case report session ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi
dan diharapkan agar dapat menambah pengetahuan penulis serta sebagai bahan
informasi bagi para pembaca, khususnya kalangan medis, tentang akne vulgaris.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan penulisan dari referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,
patogenesa, penegakkan diagnosis, penatalaksanaan dan laporan kasus akne
vulgaris.

1
1.3 Metode Penulisan
Case report session ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang
merujuk pada berbagai literatur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, berupa
peradangan kronis folikel pilosebasea dengan penyebab multifaktor dan manifestasi
klinis berupa komedo, papul, pustul, nodus serta kista.
Pada umumnya AV dimulai pada usia 12-15 tahun, dengan puncak tingkat
keparahan pada usia 17-21 tahun. Akne vulgaris adalah penyakit terbanyak pada
remaja usia 15-18 tahun.
Selain akne vulgaris, akne dapat dibagi beberapa tipe klinis lain, yaitu:
- Akne juvenilis dan infantil
- Occupational acne
- Drug induced acne
- Akne kosmetika
- Akne ekskorial
- Gram negatif folikulitis

2.2 Epidemiologi

Akne pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi
pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi dengan frekuensi
yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada
umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Bagaimanapun terdapat
variabilitas yang besar pada usia saat onset dan resolusi, 12% perempuan dan 3%
laki-laki akan berlanjut secara klinis sampai usia 44 tahun. Sebagian kecil akan
menjadi papul dan nodul inflamasi sampai usia dewasa akhir.

Akne juga biasanya bermanifestasi awal pada pubertas, dengan komedo


sebagai lesi predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah kasus terbanyak
terjadi pada periode pertengahan sampai akhir remaja, setelah itu insidennya akan
menurun. Namun pada wanita dapat terus berlanjut sampai lebih dari dekade 3.

3
2.3 Etiologi

Etiologi AV masih belum diketahui. Beberapa etiologi yang diduga terlibat


berupa faktor instrinsik, yaitu genetik, ras, hormonal, dan faktor ekstrinsik berupa
stress, iklim/suhu/kelembaban, kosmetik, diet dan obat-obatan.

1. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne
adalah Propionibacterium aknes, Stafilococcus epidermidis, dan
Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang terpenting
yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal
pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada
duktus pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam
lemak bebas, memproduksi substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi,
dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.
2. Genetik
Akne vulgaris mungkin merupakan penyakit genetik akibat adanya
peningkatan kepekaan unit pilosebasea terhadap kadar androgen yang
normal .
3. Hormon
Peningkatan kadar Hormon androgen, anabolik, kortikosteroid,
gonadadropin serta ACTH mungkin menjadi faktor penting pada kegiatan
sebasea . Kelenjar sebasea sangat sensitif terhadap hormon androgen yang
menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum
meningkat . Hormon estrogen dapat menjaga terjadinya akne karena
bekerja melawan dengan hormon androgen . Hormon progesteron dalam
jumlah fisiologis tidak mempunyai efektivitas terhadap aktivitas kelenjar
sebasea, akan tetapi terkadang progesteron dapat menyebabkan
menstruasi. Pada wanita 60 70% menjadi lebih parah beberapa saat
sebelum menstruasi dan menetap sampai seminggu menstruasi .

4
4. Diet
Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis
makanan, seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan, makanan
tinggi karbohidrat ( sirup manis ), makanan beriodida tinggi ( makanan
asal laut ) , dan pedas .
5. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah
hebat pada musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya
matahari langsung yang mempunyai efek membunuh bakteri dapat
menembus epidermis bagian bawah dan dermis bagian atas yang
berpengaruh pada bakteri yang berada dalam kelenjar sebasea .
6. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan
keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan
kortikotropin dapat menginduksi akne pada dewasa muda. Kontrasepsi
oral dapat pula menginduksi terjadinya akne.
7. Kosmetik
Pemakaian bahan bahan kosmetik tertentu secara terus menerus
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan suatu akne yang ringan yang
terutama terdiri dari komedo tertutup dan beberapa lesi papulovustula
pada pipi dan dagu . bahan yang sering menyebabkan akne biasa terdapat
pada berbagai krim wajah seperti bedak dasar (Foundation ), pelembab
(moisturiser), tabir surya ( suncreen) dan krim malam .
8. Psikis
Stres Psikis dapat menyebabkan sekresi ACTH yang akan
meningkatkan produksi androgen naiknya hormon androgen inilah yang
menyebakan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum
bertambah.

9. Kebersihan
Kebersihan yang buruk mempermudah timbulnya akne .

5
10. Infeksi
Propionibacterium aknes berperan dalam iritsi epitel folikel dan
mempermudah terjadinya akne .

2.4 Patogenesis

Terdapat empat patogenesis paling berpengaruh pada timbulnya AV yaitu:

1. Produksi sebum yang meningkat


2. Hiperproliferasi folikel polisebasea
3. Kolonisasi Propionibacterium acne (PA)
4. Proses inflamasi

6
1. Produksi sebum yang meningkat

Pada individu dengan akne, secara umum ukuran folikel sebasea serta
jumlah lobul tiap kelenjar bertambah. Ekskresi sebum ada dibawah kontrol
hormone androgen.

Telah diketahui bahwa akibat stimulus hormon androgen kelenjar sebasea


mulai berkembang pada usia individu 7-8 tahun. Hormon androgen berperan pada
perubahan sel-sel sebosit demikian pula sel-sel keratinosit folikular sehingga
menyebabkan terjadinya mikrokomedo dan komedo yang akan berkembang
menjadi lesi inflamasi.

Sel-sel sebosit dan keratinosit folikel polisebasea memiliki mekanisme


selular yang digunakan untuk mencerna hormone androgen, yaitu enzim-enzim 5-
reduktase (tipe 1) serta 3 dan 7 hidroksistroid dehydrogenase yang terdapat
pada sel sebosit basal yang belum diferensiasi. Setelah sel-sel sebosit
berdiferensiasi kemudian terjadi ruptur dengan melepaskan sebum kedalam duktus
pilosebasea. Proses diferensiasi sel-sel sebosit tersebut dipicu oleh hormon
androgen yang akan berkaitan dengan reseptornya pada inti sel sebosit, selanjutnya
terjadi stimulasi transkripsi gen dan diferensiasi sebosit.

Pada individu akne, secara umum produksi sebum dikaitkan dengan respon
yang berbeda dari unit folikel pilosebasea masing-masing organ target, atau adanya
peningkatan androgen sirkulasi, atau keduanya. Misalnya didapatkan produksi
sebum berlebih pada lokasi wajah, dada dan punggung, meskipun didapatkan kadar
androgen sirkulasi tetap. Sebagai kesimpulan, androgen merupakan faktor
penyebab pada akne, meskipun pada umumnya individu dengan AV tidak
mengalami ganggan fungsi endokrin secara bermakna.

Pasien AV baik laki-laki maupun perempuan akan meproduksi sebum lebih


banyak dari individu normal, namun komposisi sebum tidak berbeda dengan orang
normal kecuali terdapat penurunan jumlah asam linoleat yang bermkana. Jumlah
sebum yang diproduksi sangat berhubungan dengan keparahan AV.

7
Gambar. 2. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c)
Inflamasi papul (pustul) d) Nodul

2. Hiperproliferasi folikel pilosebasea

Lesi akne dimulai dengan mikrokomedo, lesi mikroskopis yang tidak


terlihat dengan mata telanjang. Komedo pertama kali terbentuk akibat kesalahan
deskuamasi panjang folikel. Beberapa laporan menjelaskan terjadinya deskuamasi
abnormal pada pasien akne. Epitel tidak dilepaskan satu per satu kedalam lumen
sebagaimana biasanya. Penelitian imunohistokimiawi menunjukkan adanya
peningktatan proliferasi keratinosit basal dan diferensiasi abnormal dari sel-sel
keratinosit folikular. Hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya kadar asam
linoleat sebaea. Lapisan granulosum menjadi menebal, tonofilamen dan butir-butir
keratohialin meningkat, kandungan lipid bertambah sehingga lama-kelamaan
menebal dan membentuk sumbatan pada orifisium folikel. Proses ini pertama kali
ditemukan pada pertemuan antara duktus sebasea dengan epitel folikel. Bahan-
bahan keratin mengisi folikel sehingga menyebabkan folikel melebar.

Pada akhirnya secara klinis terdapat lesi non inflamasi (open/closed


comedo) atau lesi inflamasi, yaitu bila PA berproliferasi dan menghasilkan
mediator-mediator inflamasi.

8
Sel Sebasea
Komedo
Tertutup 1. Sebum
2. Asam lemak
- Akumulasi sebum P.Acnes Lesi
Mikrokomedo
- Folikel membesar Reaksi imunologi inflamasi

- Penumpukan materi keratin - Hiperproliferasi


-Granul kerato hialin
-Deskuamasi terganggu
Komedo
Terbuka Keratinosit Folikular

Gambar 3. Progresivitas Lesi pada Akne

3. Kolonisasi P. acnes

PA merupakan mikroorganisme utama yang ditemukan di daerah infra


infundibulum dan PA dapat mencapai permukaan kulit dengan mengikuti aliran
sebum. P. acnes akan meningkat jumlahnya seiring dengan meningkatnya jumlah
trigliserida dalam sebum yang merupakan nutrisi bagi PA.

4. Proses inflamasi

P. acnes diduga berperan penting menimbulkan inflamasi pada AV dengan


menghasilkan faktor kemotatik dan enzim lipase yang akan mengubah trigliserida
menjadi asam lemak bebas, serta dapat menstimulasi aktivasi jalur klasik dan
alternative komplemen.

2.5 Gejala Klinis

Akne vulgaris mempunyai tempat predileksi di wajah dan leher (99%),


punggung (60%), dada (15%) serta bahu dan lengan atas. Kadang-kadang pasien
mengeluh gatal dan nyeri. Sebagian pasien merasa terganggu secara estetis. Kulit

9
AV cenderung lebih berminyak atau sebore, tapi tidak semua orang dengan sebore
disertai AV.

Efloresensi akne berupa: komedo hitam (terbuka) dan putih (tertutup),


papul, pustul, nodus, kista, jaringan parut, perubahan pigmentasi. Komedo terbuka
(black head) merupakan lesi non inflamasi, papul, pustul, nodus dan kista
merupakan lesi inflamasi.

2.6 Skar Akne

Skar akne merupakan suatu kelainan kontur (atrofik atau hipertrofik) dan
warna kulit (merah,putih,atau coklat) yang terjadi akibat akne.
A. Derajat Skar Akne
Derajat skar akne menurut Goodman dan Barron :
a. Derajat 1 : Makular
Makula eritem, terdapat tanda hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
b. Derajat 2 : Ringan
Atrofik atau hipertrofik ringan, skar rolling ringan, tidak dapat terlihat
pada jarak 50 cm atau lebih, dapat tertutup riasan dan rambut wajah.
c. Derajat 3 : Sedang
Atrofik atau hipertrofik sedang, skar rolling sedang, skar boxcar
dangkal,skar hipertrofik ringan sampai sedang, terlihat pada jarak pandang
50 cm, tidak dapat tertutup oleh riasan, apabila direnggangkan dapat terlihat
datar.
d. Derajat 4 : Berat
Atrofik atau hipertrofik berat, skar boxcar dalam, skar icepick, skar
hipertrofik dan keloid, terlihat pada jarak pandang lebih dari 50 cm, tidak
dapat terlihat datar saat kulit direnggangkan.
B. Jenis Skar Akne
Tipe utama dari skar akne yaitu skar atrofik dan skar hipertrofik.
Ada dua tipe dasar skar tergantung dari apakah ada kehilangan kolagen
(skar atrofik) atau peningkatan kolagen (skar hipertrofik).

10
1) Skar atrofik
Skar atrofik adalah depresi kulit atau atrofi dermal akibat
penghancuran kolagen yang terjadi setelah proses inflamasi akne. Skar
atrofik pada awalnya berwarna kemerahan dan seiring berjalan waktu
menjadi fibrosis dan hipopigmentasi. Skar atrofik sering menjadi sekuel
permanen dari inflamasi akne. Skar atrofik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan keloid dan skar hipertrofik. Skar atrofik
diklasifikasikan menjadi ice pick, boxcar, dan rolling.
Tipe ice pick menunjukkan 60-70% dari total skar, boxcar 20-30%, dan
rolling 15-25%.
a. Skar Icepick
Skar icepick berbentuk sempit (< 2 mm), dalam, berbatas tegas dan
meluas secara vertikal ke dermis atau jaringan subkutan. Permukaan
skar terbuka dan lebih lebar daripada infundibulum (bentuk V).
Orifisium kecil dan sisi tebing curam. Umumnya terlihat di pipi. Skar
icepick terjadi setelah lesi akne berupa kista yang dalam.

Gambar 4. Skar Icepick


b. Skar Rolling
Skar rolling umumnya luas 4-5 mm dan memiliki karakteristik
penarikan dermal atau subdermal. Skar menimbulkan kesan
bergelombang dibanding dengan kulit sekitarnya (bentuk M). Skar

11
rolling yang dangkal dapat sirkuler atau linier dan memiliki batas miring
yang tidak tegas, menyatu dengan penampakan kulit normal.

Gambar 5. Skar Rolling


c. Skar Boxcar
Skar boxcar dangkal (<0,5 mm) dan dalam (>0,5 mm) dan
berdiameter 1,5-4 mm. Skar boxcar berbentuk bulat sampai oval dengan
tepi vertikal. Skar boxcar memiliki batas tegas dengan ujung curam dan
dasar lebar. Skar boxcar menyerupai bentuk U.

Gambar 6. Skar Boxcar

2) Hipertrofik dan keloid


Skar hipertrofik dan keloid terjadi karena deposisi kolagen yang
berlebihan dan penurunan aktivitas kolagen.
a. Hipertrofik
Skar hipertrofik berwarna merah muda, menonjol, dan berbatas
tegas, dengan hialinisasi tebal yang terbentuk dari berkas-berkas

12
kolagen di sekeliling skar yang muncul. Histologi skar hipertrofik sama
dengan bekas luka dermal lainnya.

Gambar 7. Skar Hipertrofik

b. Keloid
Pada keloid terbentuk papul berwarna merah keunguan dan nodul
yang berproliferasi di belakang batas luka. Secara histologis, keloid
ditandai dengan hialinisasi tebal yang terbentuk dari kolagen aselular
tersusun dalam bentuk melingkar. Lesi ini bersifat persisten, ditemukan
pada pria dan wanita secara seimbang, jarang ditemukan pada anak-anak
dan lansia. Terdapat faktor genetik dan keturunan, baik bersifat autosom
dominan maupun resesif. Secara klinis, dapat dirasakan nyeri, gatal, rasa
terbakar, atau terbatasnya gerakan.

Gambar 8. Keloid

13
2.7 Diagnosis

Akne vulgaris ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Saat ini klasifikasi yang digunakan di Indonesia untuk menentukan derajat AV
yaitu, ringan, sedang, dan berat, adalah klasifikasi menurut Lehman dkk. Klasifikasi
tersebut diadopsi dari 2nd Acne Roun Table Meeting ( South East Asia).

Tabel. 1. Gradasi Akne

Derajat Lesi
Akne Ringan Komedo <20
Lesi inflamasi <15, atau
Total lesi <30
Akne Sedang Komedo 20-100 atau
Lesi inflamasi 15-50 atau
Total lesi 30-125
Akne Berat Kista >5 atau komedo <100 atau
Lesi inflamasi >50 atau
Total lesi >125

Berdasarkan bentuk efloresensi terbanyak:

1. Akne sistika : efloresensi terutama berbentuk kista


2. Akne papulosa : efloresensi terutama berupa papul
3. Akne pustulosa : efloresensi terutama berupa pustula
4. Akne konglobata : efloresensi terutama berupa nodus yang mengalami
infeksi

2.8 Diagnosis Banding

1. Erupsi Akneiformis
Erupsi Akneformis adalah peradangan folikuler akibat adanya iritasi
epitel duktus polisebasea yang terjadi karena eksresi substansi penyebab
(obat ) pada kelenjar kulit . Kelainan ini bukan merupakan reaksi alergi,

14
kelainan ini terjadi dengan manifestasi klinis papul pustular , monomorfiks
atau oligorpormiks, pada mulanya tanpa komedo . Komedo dapat terjadi
sekunder setelah sistem sebum ikut terganggu obat obat yang biasanya
menyebabkan akne ini misalnya kortikosteroid , INH, barbiturat, bromide,
yodida, difenilhidantoin, crimetadion, ACTH dan lain lain . Akne ini dapat
terjadi pada seluruh tubuh yang memiliki folikel sebacea. Dapat disertai
demam malaise , tidak terasa gatal dan dapat terjadi semua usia .

Gambar 9. Erupsi Akneiformis

2. Dermatitis Perioral
Yang terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis
poliformieritema, papul, pustul disekitar mulut yang terasa gatal .

Gambar 10.Dermatitis Perioral

15
3. Folikulitis Pityrosporum ( Malasezia Folikulitis )
Adalah penyakit kronis pada folikel polisebasea yang disebabkan
oleh spesies pityrosporum , berupa papul merah terang dan pustul folikular
yang biasanya gatal dan terutama berlokasi di batang tubuh , leher, dan
lengan bagian atas . Penyakit ini biasanya mengenai usia dewasa muda
ataupun paruh baya . Pada penyakit ini ditemukan komeda atau kista . Pada
penyakit ini jarang ditemukan diwajah. Penyakit ini mempan dengan
antibiotik .

Gambar. 11 Folikulitis Pityrosporum ( Malasezia Folikulitis )

4. Folikulitis
Adalah peradangan folikel rambut yang disebabkan oleh
staphyilococcus. Paling sering terdapat pada kulit kepala dan ekstremitas .
Penyakit ini dapat mengenai semua umur, lebih sering dijumpai pada anak
anak, iklim panas dan daerah tropis . Manifestasi klinis dari folikulitis
adalah makula eritematosa disertai papul atau pustula yang ditembus oleh
rambut . Pasien biasanya mengeluhkan rasa gatal dan rasa terbakar didaerah
rambut.

16
Gambar 12. Folikulitis

5. Rosasea
Merupakan penyakit peradangan kronik didaerah muka dengan
gejala eritema , pustul , telangiektasi dan kadang kadang disertai hipertrofi
kelenjar sebasea . Tidak terdapat komedo kecuali bila kombinasi dengan
akne .

Gambar 13. Rosasea

17
6. Dermatitis Seboroik
Adalah kelainan kulit papul skuamosa dengan predileksi didaerah
kaya kelenjar sebasea, scalp , wajah dan badan . Ini disebabkan oleh
meningkatnya lapisan sebum pada kulit , kualitas sebum , respon imunologis
terhadap pityrosporum, degradasi sebum dapat mengiritasi kulit sehingga
terjadi mekanisme eczema dengam skuama kuning berminyak didaerah
predeileksi .

Gambar 14. Dermatitis Seboroik

7. Akne Acminata ( Lupus miliaris disminatus facia )


Ini adalah penyakit kulit yang jarang terjadi, kronis. Akne Acminata adalah
penyakit kulit inflamasi yang multiple , monomorfiks, diskret, simetris , papula
coklat kemerahan didagu , dahi, pipi, dan kelopak mata yang menunjukan histologi
khas granulomatosa.

18
Gambar 15. Akne Acminata ( Lupus miliaris disminatus facia )

2. 9 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan akne vulgaris adalah:

- Mempercepat penyembuhan
- Mencegah pembentukan akne baru
- Mencegah jaringan parut yang permanen

Tata laksana AV secara garis besar dibagi atas:

a. Prinsip umum
b. Menentukan gradasi dan diagnosis klinis
c. Penatalaksanaan umum
d. Penatalaksanaan medikamentosa
e. Tindakan

a. Prinsip Umum
1. Diperlukan kerjasama antara dokter dan pasien.
2. Harus berdasarkan:
- Penyebab/faktor pencetus
- Pathogenesis

19
- Keadaan klinis, gradasi akne
- Aspek psikologis

b. Diagnosis klinis dan gradasi

Untuk aspek psikologis, seringkali pasien AV memiliki rasa malu yang


berlebihan, rendah diri, perasaan cemas, dan menyendiri, sehingga memerlukan
terapi lebih efektif.

c. Tatalaksana umum
- Mencuci wajah 2 kali sehari
- Hindari atau kurangi makanan yang mengandung lemak, minyak,
makanan pedas, kacang kacangan, coklat dan keju
- Hindari stres
- Istirahat yang cukup
- Mengkonsumsi sayur dan buah
- Jangan memegang dan memencet jerawat
d. Tatalaksana Medikamentosa
- Berdasarkan gradasi (berat-ringan) akne.
- Diikuti dengan terapi pemeliharaan/pencegahan.

20
Tabel 2. Algoritma pengobatan Akne Vulgaris

TERAPI SISTEMIK
a. Antibiotik oral
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang
masih meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin
(tetrasiklin, doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan
klindamisin. Antibiotik ini mengurangi peradangan akne dengan
menghambat pertumbuhan dari P.Aknes.
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin,
tetrasiklin klorida) merupakan obat yang sering digunakan unutk
akne. Obat ini digunakan sebagai terapi lini pertama karena manfaat
dan harganya yang murah, walaupun angka kejadian resistensinya
cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan reaksi
peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg
diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500
mg/hari. Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini
diberikan 1 jam sebelum makan dengan air untuk absorbs yang
optimal.

21
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin)
diberikan 100mg-200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance
dose, (minosiklin) biasanya diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini
lebih mahal akan tetapi larut lemak dan diabsorbsi lebih baik di
saluran pencernaan.
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen
alternative. Obat ini sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi
menimbulkan resistensi yang tinggi terhadap P.aknes dan sering
dikaitkan dengan kegagalan terapi.
Klindamisin merupakan jenis obat yang sangat efektif, akan
tetapi tidak baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat
menimbulkan perimembranous colitis. Kotrimoksasole
(sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari)
direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan
antibiotik yang lain dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis.
b. Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif
dan diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya,
isotretinoin mengurangi komedo genesis, mengecilkan ukuran
glandula sabaseus hingga 90% dengan menurunkan proliferasi dari
basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan menghambat
diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung
terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan
menurunkan jumlah P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi.
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan
pertama, dan diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat
diberikan 0.2 untuk 3-9 bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil
terapi.
Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang
lebih cepat untuk lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo. Pustule
menghilang lebih cepat daripada papul atau nodul, dan lesi yang

22
berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki daripada di punggung dan
badan.

TOPIKAL

Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara


yang banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris.

Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:

a. Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:

- Mengeluarkan komedo yang telah matur.


- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
- Menghambat reaksi inflamasi.
- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk
maintenance terapi.
b. Tretinoin

Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh


Stuttgen dan Beer. Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi
peradangan akne.

c. Isotretinoin

Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang


sama dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory
lesi antar 24 dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.

d. Adapalene

Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel,


cream, atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan
1000 pasien ditunjukkan bahwa adapalene 0.1% gel mempunya efikasi yang
sama dengan tretinoin 0.025%.

23
e. Antibiotik Topikal

Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical


adalah rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang
resisten terhadap P.aknes dan S. Aureus. Untuk mengatasi masalah ini,
klindamisin dan eritromisin ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4%
dan formulasi baru dengan zinc atau kombinasi produk dengan BPOs atau
retinoid.

Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan


konsentrasi dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek
bakteriostatik dan bakteriosidal.

TINDAKAN
1. Kortikosteroid intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi.
Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik.
Dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang
biasa digunakan adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan
syringe 1ml. Jumlah total obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara
0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang
terlalu dalam atau terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi. Injeksi
glukokortikoid dapat menurunkan secara drastis ukuran dari lesi
nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan
suspense (2.5-10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi
jenis ini sangat bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular.
Akan tetapi harus diulang dalam 2-3 minggu. Manfaat utamanya adalah
menghilangkan lesi nodular tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan
skar.

24
2. Ekstraksi Komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan
menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara
teori, pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi
inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan
hasil yang lebih baik.

3. Laser
4. Electrosurgery
5. Krioterapi
6. Terapi ultraviolet
Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan
menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya diberikan
secara bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai.
Fototerapi dapat diberikan dua kali seminggu. Radiasi ultraviolet alami
(UVR) yang didapat dari paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai
terapi tambahan pada akne, tetapi sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi.

2.10 Prognosis
Umumnya prognosisnya baik. Umumnya sembuh sebelum mencapai usia
30 40 tahun .

25
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama Pasien : Nn.X

Umur : 23 tahun

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Padang

Status : Belum menikah

3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama:

Seorang pasien perempuan umur 23 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan


Kelamin RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 25 Agustus 2017
dengan keluhan utama wajah berjerawat sejak 6 bulan yang lalu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS):

Wajah berjerawat sejak 6 bulan yang lalu. Jerawat muncul di kedua pipi
menyebar ke dagu dan kening. Kadang-kadang terasa gatal dan pedih. Pasien punya
kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas, berminyak dan keju. Pasien juga sering
begadang dan kelelahan. Pasien membersihkan wajah dua kali sehari, dan
menggunakan bedak padat.

c. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):

Sebelumnya pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini.

d. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK):

Ibu pasien juga berjerawat saat masih muda.

26
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis cooperative
Status gizi : Baik
Pemeriksaan Thoraks : Diharapkan dalam batas normal
Pemeriksaan Abdomen : Diharapkan dalam batas normal

Status Dermatologikus:

Lokasi : kedua pipi, dagu dan kening

Distribusi : difus

Bentuk : tidak khas

Susunan : tidak khas

Batas : tidak tegas

Ukuran : milier-lentikuler

Efloresensi : papula eritema, pustula, nodul, black komedo, white komedo

Gambar 16 . Tampak papula eritema, pustula, nodul, black komedo, white


komedo, skar boxcar

27
Gambar 17. tampak papula eritema, pustula, nodul, black komedo, white komedo,
skar boxcar

Status Venerologikus

Kelainan selaput : tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku : tidak ditemukan kelainan

Kelainan Rambut : tidak ditemukan kelainan

Kelainan Kelenjer Limfe : tidak teraba pembesaran KGB

3.4 Pemeriksaan Penunjang : -


3.5 Diagnosis
Akne Vulgaris tipe papulosa derajat sedang

3.6. Diagnosis Banding :

1. Erupsi akneiformis
2. Folikulitis

28
3.7 Penatalaksanaan

a) Umum
Perawatan kebersihan kulit
Hindari / kurangi makanan yang mengandung lemak, minyak, makanan
pedas, kacang kacangan, coklat dan keju
Hindari stres
Istirahat yang cukup
Banyak konsumsi sayur dan buah
Jangan memegang dan memencet jerawat

b) Khusus
Terapi Sistemik :
Antibiotik : doksisiklin 1 x 100 mg
Terapi Topikal

Retinoid acid 0,025% 1x1


Benzoil peroksida gel 2,5% 2x1

Gambar 18 . Retinoid acid

Gambar 19. Doksisiklin

29
Gambag 20. Gel benzoil peroksida

3.8 Prognosis

Quo ad Vitam : Bonam

Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam

Quo ad Kosmetikum : Dubia ad Bonam

Quo ad Fungtionam : Bonam

30
RSUD dr. Acmad Mochtar Bukittinggi

Ruangan/Poliklinik: Kulit Dan Kelamin

Dokter: dr. YR

SIP No: 3001/SIP/2017

Bukit Tinggi, 24 Agustus 2017

R/ Krim Retinoid acid 0,025% tube No.I

S1dd applic loc dol

R/ gel Benzoil Peroksida 2,5% tube No.I

S2 dd applic loc dol

R/ Doksisiklin caps 100 mg No XXI

S1 dd tab 1

Pro : Nn. X

Umur : 23 th

31
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Akne vulgaris (AV) adalah penyakit peradangan menahun unit pilosebasea,
ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan parut. Tempat
predileksi dari AV antara lain di muka, bahu, leher, dada, punggung bagian atas dan
lengan bagian atas. Penegakan diagnosis penderita AV berdasarkan klinis dan
pemeriksaan fisik. Keparahan derajat AV di tentukan berdasarkan jumlah dan
bentuk lesinya, yang dibagi menjadi derajat ringan, sedang dan berat. Tujuan
pengobatan dari Akne Vulgaris adalah menurunkan atau mengeliminasi lesi primer
secara klinik yaitu mikrokomedo yang merupakan prekursor untuk semua lesi AV.
Secara umum pencegahan AV yaitu dengan menghindari pemencetan lesi dengan
non higienis, memilih kosmetik yang non komedogenik dan lakukan perawatan
kulit wajah. Tatalaksana untuk AVdiberikan sesuai dengan derajat keparahannya.
Edukasi pasien dan pemahaman mengenai dasar terapi diperlukan untuk mencegah
komplikasi dan menjamin keberhasilan terapi akne vulgaris.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi, dkk. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
Edisi ketujuh. Jakarta : FKUI
2. Harahap, Marwali. 2010. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : EGC
3. Landow, Kenneth. 1997. Kapita Selekta Terapi Dermatologik.
Jakarta : EGC
4. Polano, M.K.1995. Terapi Kulit Topikal. Jakarta : EGC
5. Rassner, Gernot dan Guinter Kahn. 1995. Atlas Dermatologi dengan
Diagnosis Banding. Jakarta : EGC
6. Siregar, R.S.2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi
ketiga. Jakarta : EGC
7. Steigleder, G.K. dan Maibach, H.1. 1995. Atlas Saku Penyakit Kulit.
Jakarta: Binarupa Aksara.

33

Anda mungkin juga menyukai