Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi
Impetigo adalah bentuk pioderma superfisialis (yang paling sederhana)
yaitu terbatas pada epidermis.

1.2. Epidemiologi

Penyakit infeksi kulit masih merupakan masalah utama penyebab


tingginya angka morbiditas pada anak-anak terutama di negara-negara
berkembang dan wilayah beriklim tropis.1 Penyakit infeksi ini sering di jumpai
pada anak karena daya tahan kulit terhadap invasi kuman patogen belum
sesempurna orang dewasa.1 Sebanyak 18 studi prevalensi populasi umum di
Negara berkembang melaporkan prevalensi yang tinggi untuk penyakit infeksi
kulit (21- 87%). Gangguan yang paling umum pada anak adalah pioderma (0,2-
35%) di ikuti dengan tinea kapitis (1-19,7%), skabies (0,2-24%), dan gangguan
kulit akibat virus (0,4-9%).2
Pioderma merupakan suatu infeksi bakteri kulit yang sering di derita
anakanak. Pioderma adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman
staphylococcus aureus dan streptococcus. Dari 18 penelitian bakteriologi
menunjukan bahwa streptococcus group A merupakan etiologi utama pioderma di
banyak Negara berkembang tropis diikuti staphylococcus aureus. 3
Impetigo dapat mengenai semua umur, namun yang paling sering dikenai
adalah anak-anak usia 2-6 tahun. Di Amerika Serikat, kurang lebih 9 10 % dari
anak-anak yang datang ke klinik kulit menderita impetigo. Perbandingan antara
jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah sama. Impetigo lebih sering
menyerang anak-anak, jenis yang terbanyak (kira-kira 90%) adalah impetigo
bullosa yang terjadi pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun. 4

Impetigo biasanya ditularkan melalui kontak langsung. Dalam sebuah


penelitian di Inggris, menyebutkan bahwa insiden dari impetigo adalah 2,8%

1
terjadi pada anak-anak di usia di bawah 4 tahun dan 1,6% pada anak-anak usia 5-
15 tahun. Impetigo non bulosa meliputi kira-kira 70% dari semua kasus impetigo.
Pasien dapat menyebarkan infeksinya ke bagian kulit lain atau orang lain setelah
menggaruknya. Infeksi sering menyebar dengan cepat melalui sekolah dan tempat
penitipan anak. Walaupun anak-anak sering terinfeksi melalui kontak langsug
dengan anak lain yang terinfeksi, fomites (pakaian, barang-barang dan benda lain
yang sering bersentuhan dengan kulit) juga menjadi bagian penting dalam
penyebaran impetigo. Insiden terbanyak terjadi pada musim panas, dan infeksi
sering terjadi di daerah dengan kebersihan yang buruk dan tepat tinggal yang
padat penduduk.5
Hampir semua anak pernah mengalami infeksi kulit. Terjadinya infeksi
kulit terutama pioderma mempunyai hubungan erat dengan beberapa faktor
predisposisi antara lain higiene perorangan yang buruk dan sanitasi lingkungan
yang kurang, gizi di hubungkan dengan berat badan serta aktifitas fisik anak
sehari-hari, kondisi imunologis menurunnya daya tahan karena kurang gizi,
anemia, penyakit keganasan, penyakit menahun, diabetes mellitus, dan telah
adanya penyakit lain di kulit sehingga fungsi kulit terganggu dan memudahkan
terjadi infeksi.6,7,8

1.3. Etiologi1

Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus beta-hemolitikus grup A


(Group A betahemolytic streptococci / GABHS) atau sering dikenal sebagai
streptococcus pyogenes, baik dapat sebagai penyebab tunggal atau bersamaan
adalah penyebab yang paling tersering.9

2
1.4. Klasifikasi

Impetigo diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu:


1. Impetigo krustosa
2. Impetigo bulosa
Impetigo krustosa disebut juga impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris,
dan impetigo Tillbury Fox, sedangkan impetigo bulosa disebut juga impetigo
vesiko-bulosa, dan cacar monyet.1

3
1.5.Patogenesa

Impetigo adalah infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus beta


hemolyticus grup A (GABHS) atau Streptococcus aureus. Organisme tersebut

4
masuk melalui kulit yang terluka melalui transmisi kontak langsung. Setelah
infeksi, lesi yang baru mungkin terlihat pada pasien tanpa adanya kerusakan pada
kulit. Seringnya lesi ini menunjukkan beberapa kerusakan fisik yang tidak terlihat
pada saat dilakukan pemeriksaan. Impetigo memiliki lebih dari satu bentuk.
Beberapa penulis menerangkan perbedaan bentuk impetigo dari strain
Staphylococcus yang menyerang dan aktivitas eksotoksin yang dihasilkan.
Streptococcus masuk melalui kulit yang terluka dan melalui transmisi
kontak langsung, setelah infeksi, lesi yang baru mungkin terlihat pada pasien
tanpa adanya kerusakan pada kulit. Bentuk lesi mulai dari makula eritema yang
berukuran 2 4 mm. Secara cepat berubah menjadi vesikel atau pustula. Vesikel
dapat pecah spontan dalam beberapa jam atau jika digaruk maka akan
meninggalkan krusta yang tebal, karena proses dibawahnya terus berlangsung
sehingga akan menimbulkan kesan seperti bertumpuk-tumpuk, warnanya
kekuning-kuningan. Karena secara klinik lebih sering dilihat krusta maka disebut
impetigo krustosa. Krusta sukar diangkat, tetapi bila berhasil akan tampak kulit
yang erosif.
Impetigo bulosa adalah suatu bentuk impetigo dengan gejala utama berupa
lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang tampak
hipopion.
Mula-mula berupa vesikel, lama kelamaan akan membesar menjadi bula yang
sifatnya tidak mudah pecah, karena dindingnya relatif tebal dari impetigo
krustosa. Isinya berupa cairan yang lama kelamaan akan berubah menjadi keruh
karena invasi leukosit dan akan mengendap. Bila pengendapan terjadi pada bula
disebut hipopion yaitu ruangan yang berisi pus yang mengendap, bila letaknya di
punggung, maka akan tampak seperti menggantung.

1.5.1. Patogenesa Pada Impetigo Krustosa


Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi
sekunder.
a. Infeksi Primer

5
Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman
menyebar dari hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian
berkembang menjadi lesi pada kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit
wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas setelah trauma.

b. Infeksi sekunder
Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya
(impetiginisasi) seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris,
SLE kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster,
pedikulosis, skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka
goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada semua umur. Impetigo krustosa
biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan pada epidermis,
akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu protein
yang mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi
impetigo krustosa. Keluhan biasanya gatal dan nyeri. Impetigo krustosa sangat
menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung dari orang ke
orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab.
Pada anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan
yang kotor, anak-anak lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada
dewasa sumbernya yaitu tukang cukur, salon kecantikan, kolam renang, dan dari
anak-anak yang telah terinfeksi.

1.6. Diagnosa1
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi.
Kultur dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar,
biopsy jarang dilakukan. Biasanya diagnose dari impetigo dapat dilakukan tanpa
adanya tes laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis tersebut masih
dipertanyakan, tes mikrobiologi pasti akan sangat menolong.

1.6.1. Pemeriksaan Kulit dan Gambaran Klinis


a. Impetigo Krustosa

6
Impetigo krustosa disebabkan oleh streptococcus B hemolyticus. Padanya
tidak disertai gejala umum yang khas, namun hanya terdapat pada anak. Tempat
predileksi di wajah, yakni di sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap
sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel
yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat ialah
krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi di
bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.

Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya
pada bagian tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan
ekstremitas. Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran
kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul
berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut rupture menjadi
erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna
kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi
biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit
dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi.
Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa

7
pembentukan jaringan scar. Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi
baru dalam waktu beberapa minggu apabila tidak diobati. Pada beberapa orang
lesi dapat remisi spontan dalam 2-3 minggu atau lebih lama terutama bila terdapat
penyakit akibat parasit atau pada iklim panas dan lembab, namun lesi juga dapat
meluas ke dermis membentuk ulkus (ektima).

b. Impetigo Bulosa
Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di aksila, dada,
punggung. Sering bersama-sama milaria. Terdapat pada anak dengan dan orang
dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopion. Kadang-kadang
waktu penderita datang berobat, vesikle/bula telah memecah sehingga yang
tampak hany koleret dan dasarnya masih eritematosa.

8
c. Impetigo Neonatorum
Penyakit ini merupakam varian impetigo bulosa yang terdapat pada
neonatus. Kelainana kulit berupa impetigo bulosa hanya lokasinya menyeluruh,
dapat disertai demam.

9
1.6.2. Pemeriksaan Penunjang 1
a. Pemeriksaan darah rutin
lekositosis ringan hanya ditemukan pada 50% kasus pasien dengan
impetigo. Pada kasus-kasus yang kronik dan sukar sembuh dilakukan kultur
dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya bukan stafilokokus atau
streptokokus melainkan kuman negatif gram. Hasil tes resistensi hanya bersifat
menyokong, in vivo tidak sesuai dengan in vitro. Pemeriksaan urinalisis perlu
dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi glomerulonefritis akut pasca
streptococcus (GNAPS), yang ditandai dengan hematuria dan proteinuria.

b. Pemeriksaan imunologis
Pada impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dapat ditemukan
peningkatan kadar anti deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody.

c. Pemeriksaan mikrobiologis
Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari
bulla dapat dikultur dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa
memperlihatkan S. pyogenes, S. aureus atau keduanya. Tes sensitivitas
antibiotic dilakukan untuk mengisolasi metisilin resisten S. aureus (MRSA)
serta membantu dalam pemberian antibiotik yang sesuai. Pewarnaan gram pada
eksudat memberikan hasil gram positif.

1.7. Diagnosis Banding1

Pada impetigo krustosa yang dapat dijadikan diagnosa banding adalah


ektima. Pada impetigo bulosa, jika vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat
koleret dan eritema, maka mirip dermatofitosis. Pada anamnesis hendaknya
ditanyakan, apakah sebelumnya terdapat lepuh. Jika ada, diagnosisya ialah
impetigo bulosa.

10
Pada impetigo neonatorum, dapat didiagnosa banding dengan sifilis
kongenital. Pada penyakit ini bula juga terdapat di telapak tangan dan kaki,
terdapat pula snuffle nose, saddle nose, dan pseudo paralisis Parrot.

1.8. Penatalaksanaan
1.8.1. Umum
Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit
Mengganti pakaian tiap berkeringat dan mandi dengan air bersih

11
Tidak saling tukar menukar dalam menggunakan peralatan pribadi
(handuk, pakaian, alat cukur, dan lain-lain)
Memperkuat daya tahan tubuh, seperti mengonsumsi buah-buahan,
multivitamin, dan beristirahat cukup

1.8.2. Khusus
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan pioderma. Berikut ini
disebutkan
contoh-contohnya.

1.8.2.1. Topikal
1. Penisilin G prokain dan semisintetiknya
a. Penisilin G prokain
Dosis 1,2 juta per hari, i.m. Obat ini tidak dipakai lagi karena tidak
praktis, diberikan i.m. dengan dosis tinggi, dan makin sering terjadi syok
anafilaktik

b. Ampisilin
Dosis 4 x 500 mg, diberikan sejam sebelum makan
Dewasa Anak
- 250 1000 mg tiap 6 jam Setengah dosis dewasa

Sediaan : KapTab 250 mg, 500 mg, Dry Syrup 125 mg/5 ml, 250 mg/ 5
ml, Serbuk Inj. 500 mg/vial, 1000 mg/ vial.

c. Amoksisilin
Dosis sama dengan ampisilin, keuntungan lebih praktis karena
dapat diberikan setelah makan. Juga cepat diabsorbsi dibandingkan dengan
ampisilin sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.
Dewasa Anak

12
3 x 250-500 mg 15 mg/KgBB/hari terbagi dalam 3
dosis , selama 5-7 hari

Pemakaian : 3 x / hari
Sediaan : Kapsul 250 mg, KapTab 500 mg, Dry Syrup 125 mg/5 ml, 250
mg/ 5 ml

d. Golongan obat penisilin resisten penisilinase


Yang termasuk golongan ini, contohnya : oksasilin, kloksasilin,
dikloksasilin, flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3 x 250 mg per hari
sebelum makan. Golongan obat ini mempunyai kelebihan karena juga
berkhasiat bagi staphylococcus aureus yang telah membentuk penisilinase.

Dewasa Anak
4 x 250 mg 500 mg / hari selama 50 mg/KgBB/hari terbagi dalam 4
5-7 hari dosis, selama 5-7 hari

2. Linkomisin dan klindamisin


Dosis linkomisin 3 x500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik
karena itu dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 150 mg sehari per oral. Pada infeksi
berat dosisnya 4 x 300-450 mg sehari. Obat ini efektif untuk pioderma di samping
golongan obat penisilin resisten penisilinase.Efek samping yang disebut di
kepustakaan berupa kolitis psudomembranosa, belum pernah penulis temukan.
Linkomisin tidak dianjurkan lagi dan diganti dengan klindamisin karena potensi
antibakterianya lebih besar, efek samping lebih sedikit, pada pemberian oral tidak
terlalu dihambat oleh adanya makanan dalam lambung.

3. Eritromisin

13
Dosisnya 4x500 mg sehari per oral. Efektivitasnya kurang dibandingkan
dengan linkomisin/klindamisin dan obat golongan penisilin resisten penisilinase.
Obat ini cepat menyebabkan resistensi. Sering memberi rasa tak enak di lambung.

Dosis dewasa Dosis Anak


4 x 250-500 mg/hari Dosisi lazim th/ = < 2 thn : 125 mg (tiap
ATAU 500-1000 mg (tiap 12 jam) 6 jam)
- 2-8 thn : 250 mg (tiap 6 jam)
Dosis max = 4 g/ hari - > 8 Thn : sama dgn Dosis Dewasa
Atau
20-50 mg/KgBB/hari

Pemakaian : 2 4 x / hari
Sediaan : Kapsul 250 mg. 500 mg, Syrup 200 mg / 5 ml

4. Sefalosporin
Pada pioderma yang berat atau yang tidak memberi respons dengan obat-
obat tersebut di atas, dapat digunakan sefalosporin. Ada empat generasi yang
berkhasiat untuk kuman gram positif ialah generasi 1, juga generasi IV.
Contohnya cefadroksil dari generasi I dengan dosis untuk orang dewasa 2 x 500
mg atau 2 x 1000 mg sehari.
Dewasa Anak
2 x 500 1000 mg/hari selama 5-7 hari 10-25 mg/KgBB/hari terbagi dalam 3
dosis, selama 5-7 hari

Pilihan Terapi :
a. Pilihan Pertama ( Golongan lactam )
Golongan Penicillin ( Bakterisid)
Amoksisilin + asam klavulanat
Dosis 2 X 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.
Golongan Sefalosporin generasi ke 1 (bakteriasid)

14
Sefaleksin
Dosis 4 X 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB) selama 10 hari
Kloksasilin
Dosis 4 x 250-500 mg/hari selama 10 hari

b. Pilihan kedua
Golongan makrolida ( bakteriostatik)
Eritromisin
Dosis 30-50 mg/kgBB/hari
Azitromisin
Dosis 500mg/hari untuk hari ke 1 dan 250 mg/hari ke 2 sampai hari
ke 4.

1.8.2.2. Terapi topikal


Penderita diberikan AB topical bila lesi terbatas, terutama pada wajah dan
penderisa sehat secara fisik. Pemberian obat topical ini sebagai prolaksis terhadap
penularan infeksi pada saat anak melakukan aktivitas di sekolah atau tempat lain.
Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.
Mupirocin
Muficin (pseudomonic acid) merupakan AB yang berasal dari
Pseudomonas fluorescent. Mekanisme kerja mupirocin yaitu
menghambat sintesis protein (Asam amino) dengan mengikat isoleusil-
tRNA sintetase sehingga menghambat aktivitas coccus Garam positif
seperti Staphylococcus dan sebagian besar Streptococcus. Salap
mupirocin 2% diindikasikan untuk pengobatan impetigo yang
disebabkan Staphylococcus dan streptococcus Pyogenes.
Asam fusidat
Merupakan antibiotik yang berasal dari fusidium coccineum.
Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesi protein. Salap
atau krim asam fusidat 2% aktif melawan Gram positif dan telah teruji
sama efektif dengan mupirocin topikal.

15
Bacitracin
Bacitracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari
Strain Bacillus Subtilis. Mekanisme kerjanya yaitu menghambat
sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan
membrane lipid pirofosfat sehingga aktif melawan coccus Gram positif
seperti Staphylococcus dan Streptococcus. Bacitricin topikal efektif
untuk pengobatan infeksi bakteri superficial kulit seperti impetigo.
Retapamulin
Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan
dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil
trnsferase. Salap Retapamulin 1% telah diterima oleh food and Drug
Administraion (FDA) pada tahun 2007 sebahai terapi impetigo pada
remaja dan anak-anak tiatas 9 bulan dan telah menunjukkan
aktivitasnya melawan kuman yang resisten terhadap beberapa obat
seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisin.

Sebagian obat topikal juga kompres terbuka, contohnya : larutan PK


1/5000, larutan rivanol 1% dan yodium povidon 7,5% yang dilarutkan 10 kali.
Yang terakhir ini lebih efektif, hanya pada sebagian kecil mengalami sensitisasi
karena yodium. Rivanol mempunyai kekurangan karena mengotori kain.

1.9. Prognosis
Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya, impetigo
krustosa dapat membaik spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati
impetigo krustosa dapat bertahan dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta
menyebabkan komplikasi berupa ektima, dan dapat menjadi erisepelas, selulitis
atau bakteriemi. Bila terjadi komplikasi glomerulonefritis akut, prognosis anak-
anak lebih baik dari pada dewasa.

1.10. Komplikasi
1. Ektima

16
Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke
dermis menjadi ektima. Ektima merupakan ulkus superfisial dengan krusta di
atasnya yang disebabkan infeksi oleh Streptococcus.

2. Glomerulonefritis Post Streptococcal


Komplikasi utama dan serius dari impetigo krustosa yang umumnya
disebabkan oleh Streptococcus group A beta-hemolitikus ini yaitu
glomerulonefritis akut (2%-5%). Penyakit ini nlebih sering terjadi pada anak-anak
usia < 6 tahun. Insiden GNA berbeda pada setiap individu, tergantung dari strein
potensial yang menginfeksi nefritogenik. Faktor yang berperan penting pada
GNAPS yaitu serotype Streptococcus strein 49, 55, 57, 60 serta strein M-tipe 2.
Periode laten berkembangnya nefritis Setelah pioderma streptococcal sekitar 18-
21 hari. Criteria diagnostig GNAPS ini terdiri dari hematuria makroskopik atau
mikroskopik, edema yang di awali dari region wajah, dan hipertensi.

3. Osteomielitis
Sebuah inflamasi pada tulang disebabkan bakteri. Inflamasi biasanya
berasal dari bagian tubuh yang lain, yang berpindah ke tulang melalui darah.

17
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : YY
Umur : 14 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar SMP
Alamat : Bukittinggi
Status : Belum Kawin
Suku : Minang
Negeri asal : Bukittinggi

2.2. ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan, berusia 14 tahun datang ke poliklinik kulit dan
kelamin RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 25 November
2015 pukul 11.00 WIB dengan :

Keluhan Utama :

18
Timbul korengan ditungkai kiri sejak 3 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Timbul korengan ditungkai kiri sejak 3 minggu yang lalu.
Awalnya timbul bintik kecil bekas gigitan nyamuk, terasa gatal
Digaruk, mengelupas dan terasa nyeri.
Kaki terasa sakit bila berjalan, badan panas (demam)
Di tempat lain timbul bintik merah berisi air, pecah, mengelupas, timbul
keropeng.
Memakai kaos kaki ke sekolah tiap hari, kaos kaki diganti setiap 3 hari.
Pasien belum pernah berobat.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit kulit lain selama ini

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat atopi


Tidak ada riwayat alergi makanan

2.3. PEMERIKSAAN FISIK


Status generalisata
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis cooperatif
Status gizi : baik
Pemeriksaan Thorak : diharapkan dalam batas normal
Pemeriksaan Abdomen : diharapkan dalam batas normal

Status Dermatologikus

Lokasi : tungkai kaki kiri


Distriibusi : terlokalisir

19
Bentuk /Susunan : Bulat/diskret
Batas : Tegas
Ukuran : milier-lentikuler-numular-plakat
Efloresensi : Plak eritem, krusta kuning, pustule, erosi,
ekskoriasi

20
Status venereologikus : tidak terdapat kelainan
Kelainan selaput : tidak terdapat kelainan
Kelainan kuku : tidak terdapat kelainan
Kelainan rambut : tidak terdapat kelainan
Kelainan kelenjar limfe : tidak terdapat kelainan

2.4. PEMERIKSAAN ANJURAN


Pemeriksaan darah rutin diharapkan ditemukan Leukositosis
Pewarnaan Gram : diharapkan ditemukan Coccus Gram positif (+)
Kultur : diharapkan ditemukan koloni Staphylococcus aureus dan
Streptococcus group A beta-hemolitikus (Streptococcus pyogenes)

2.5. DIAGNOSIS

Impetigo Krustosa

2.6. DIAGNOSIS BANDING


-

2.7. PENATLAKSANAAN

Umum :

Edukasi pada keluarga pasien mengenai penyakitnya, termasuk factor


predisposisinya. ( mengganti kaos kaki tiap hari)
Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari penyakit infeksi
kulit
Mengonsumsi makanan yang bergizi serta sayur-sayuran dan minum susu
Menghindari garukan pada daerah lesi
Minta pasien untuk berobat sampai sembuh
Minta pasien melaksanakan cara pengobatan dengan benar

21
Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku

Khusus :
Topical :

o Kompres NaCl 0,9% 2 X sehari


o Krim Asam fusidat 2% oleskan pada lesi 2 x sehari

Sistemik:

o Amoxicilin 3 x 250 mg
o Paracetamol 3 x 250 mg

PROGNOSA :
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia et bonam
Quo ad kosmetikum : Dubia et bonam
Quo ad functionam : bonam

22
RSUD ACHMAD MOCHTAR
Ruangan Poliklinik : Kulit dan Kelamin
Dokter : dr. M
Sip No. 123/sip/2015

Bukittinggi, 30 November
2015

R/ Amoxicillin 500 mg No. XV


S3dd Tab 1/2
R/ Asam Fusidat Cream 2% tube No. I
Sue
R/ Paracetamol 500 mg No VI
S3dd tab 1/2
R/ Nacl 0.9% kolf No. I

23
Kasa steril box No. I
Sue

Pro : YY
Umur : 14 tahun
Alamat : Bukit tinggi

Daftar Pustaka

1. Menaldi,Sri.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan


Penerbit FK-UI; 2015.
2. Abdoerrachman, M.H, dkk. Ilmu Kesehatan Anak 1. Edisi 11. Bagian Ilmu
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universita Indonesia. Jakarta. 2007.p.
247-9.
3. WHO. Epidemiology and Management of Common Skin Diseases in
Children in Developing Countries. Jenewa: WHO.2005.p.v-vii. [cited on

24
2014 oct 7] available from:http://whqlibdoc.who.int/hq/2005/
WHO_FCH_CAH_05.12_eng.pdf.
4. https://dokmud.wordpress.com/2009/11/02/impetigo/
5. Diagnosis and Treatment of Impetigo CHARLES COLE, M.D., and JOHN
GAZEWOOD, M.D., M.S.P.H. University of Virginia School of Medicine,
Charlottesville, Virginia
6. Setiawan S, Pandeleke HEJ. Pioderma primer di Divisi Dermatologi Anak
unit rawat jalan kulit dan kelamin RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado
periode 2005-2006. In: Gaspersz S, Jackqueline S, Pandeleke HEJ, Kartini
A. Penyakit kulit infeksi di divisi dermatologi anak poliklinik kesehatan
kulit dan kelamin RSUP Prof. Dr.R.D Kandou Manado. Kumpulan naskah
ilmiah PIT X PERDOSKI. 2009: 283-6.
7. Harahap J. Pola infeksi kulit pada anak di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP. Prof. Dr. R.D Kandou Manado tahun 2009-2011.skripsi. Fakultas
Kedokteran Unsrat.2013.
8. Benson MP, Hengge RU. Staphylococcal dan Streptococcal Pyodermas.
In: trying KS, Lupi O, Hengge RU, editor. Tropical dermatology.
Philadelphia: Elsevier Inc: 2006.p.241.
9. Cole C, Gazewood J. Diagnosis and treatment of impetigo. Am Fam
Physician 2007; 75(6): 859-64.

25

Anda mungkin juga menyukai