TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Impetigo adalah bentuk pioderma superfisialis (yang paling sederhana)
yaitu terbatas pada epidermis.
1.2. Epidemiologi
1
terjadi pada anak-anak di usia di bawah 4 tahun dan 1,6% pada anak-anak usia 5-
15 tahun. Impetigo non bulosa meliputi kira-kira 70% dari semua kasus impetigo.
Pasien dapat menyebarkan infeksinya ke bagian kulit lain atau orang lain setelah
menggaruknya. Infeksi sering menyebar dengan cepat melalui sekolah dan tempat
penitipan anak. Walaupun anak-anak sering terinfeksi melalui kontak langsug
dengan anak lain yang terinfeksi, fomites (pakaian, barang-barang dan benda lain
yang sering bersentuhan dengan kulit) juga menjadi bagian penting dalam
penyebaran impetigo. Insiden terbanyak terjadi pada musim panas, dan infeksi
sering terjadi di daerah dengan kebersihan yang buruk dan tepat tinggal yang
padat penduduk.5
Hampir semua anak pernah mengalami infeksi kulit. Terjadinya infeksi
kulit terutama pioderma mempunyai hubungan erat dengan beberapa faktor
predisposisi antara lain higiene perorangan yang buruk dan sanitasi lingkungan
yang kurang, gizi di hubungkan dengan berat badan serta aktifitas fisik anak
sehari-hari, kondisi imunologis menurunnya daya tahan karena kurang gizi,
anemia, penyakit keganasan, penyakit menahun, diabetes mellitus, dan telah
adanya penyakit lain di kulit sehingga fungsi kulit terganggu dan memudahkan
terjadi infeksi.6,7,8
1.3. Etiologi1
2
1.4. Klasifikasi
3
1.5.Patogenesa
4
masuk melalui kulit yang terluka melalui transmisi kontak langsung. Setelah
infeksi, lesi yang baru mungkin terlihat pada pasien tanpa adanya kerusakan pada
kulit. Seringnya lesi ini menunjukkan beberapa kerusakan fisik yang tidak terlihat
pada saat dilakukan pemeriksaan. Impetigo memiliki lebih dari satu bentuk.
Beberapa penulis menerangkan perbedaan bentuk impetigo dari strain
Staphylococcus yang menyerang dan aktivitas eksotoksin yang dihasilkan.
Streptococcus masuk melalui kulit yang terluka dan melalui transmisi
kontak langsung, setelah infeksi, lesi yang baru mungkin terlihat pada pasien
tanpa adanya kerusakan pada kulit. Bentuk lesi mulai dari makula eritema yang
berukuran 2 4 mm. Secara cepat berubah menjadi vesikel atau pustula. Vesikel
dapat pecah spontan dalam beberapa jam atau jika digaruk maka akan
meninggalkan krusta yang tebal, karena proses dibawahnya terus berlangsung
sehingga akan menimbulkan kesan seperti bertumpuk-tumpuk, warnanya
kekuning-kuningan. Karena secara klinik lebih sering dilihat krusta maka disebut
impetigo krustosa. Krusta sukar diangkat, tetapi bila berhasil akan tampak kulit
yang erosif.
Impetigo bulosa adalah suatu bentuk impetigo dengan gejala utama berupa
lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang tampak
hipopion.
Mula-mula berupa vesikel, lama kelamaan akan membesar menjadi bula yang
sifatnya tidak mudah pecah, karena dindingnya relatif tebal dari impetigo
krustosa. Isinya berupa cairan yang lama kelamaan akan berubah menjadi keruh
karena invasi leukosit dan akan mengendap. Bila pengendapan terjadi pada bula
disebut hipopion yaitu ruangan yang berisi pus yang mengendap, bila letaknya di
punggung, maka akan tampak seperti menggantung.
5
Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman
menyebar dari hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian
berkembang menjadi lesi pada kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit
wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas setelah trauma.
b. Infeksi sekunder
Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya
(impetiginisasi) seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris,
SLE kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster,
pedikulosis, skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka
goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada semua umur. Impetigo krustosa
biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan pada epidermis,
akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu protein
yang mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi
impetigo krustosa. Keluhan biasanya gatal dan nyeri. Impetigo krustosa sangat
menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung dari orang ke
orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab.
Pada anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan
yang kotor, anak-anak lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada
dewasa sumbernya yaitu tukang cukur, salon kecantikan, kolam renang, dan dari
anak-anak yang telah terinfeksi.
1.6. Diagnosa1
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi.
Kultur dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar,
biopsy jarang dilakukan. Biasanya diagnose dari impetigo dapat dilakukan tanpa
adanya tes laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis tersebut masih
dipertanyakan, tes mikrobiologi pasti akan sangat menolong.
6
Impetigo krustosa disebabkan oleh streptococcus B hemolyticus. Padanya
tidak disertai gejala umum yang khas, namun hanya terdapat pada anak. Tempat
predileksi di wajah, yakni di sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap
sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel
yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat ialah
krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi di
bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.
Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya
pada bagian tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan
ekstremitas. Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran
kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul
berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut rupture menjadi
erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna
kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi
biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit
dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi.
Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa
7
pembentukan jaringan scar. Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi
baru dalam waktu beberapa minggu apabila tidak diobati. Pada beberapa orang
lesi dapat remisi spontan dalam 2-3 minggu atau lebih lama terutama bila terdapat
penyakit akibat parasit atau pada iklim panas dan lembab, namun lesi juga dapat
meluas ke dermis membentuk ulkus (ektima).
b. Impetigo Bulosa
Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di aksila, dada,
punggung. Sering bersama-sama milaria. Terdapat pada anak dengan dan orang
dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopion. Kadang-kadang
waktu penderita datang berobat, vesikle/bula telah memecah sehingga yang
tampak hany koleret dan dasarnya masih eritematosa.
8
c. Impetigo Neonatorum
Penyakit ini merupakam varian impetigo bulosa yang terdapat pada
neonatus. Kelainana kulit berupa impetigo bulosa hanya lokasinya menyeluruh,
dapat disertai demam.
9
1.6.2. Pemeriksaan Penunjang 1
a. Pemeriksaan darah rutin
lekositosis ringan hanya ditemukan pada 50% kasus pasien dengan
impetigo. Pada kasus-kasus yang kronik dan sukar sembuh dilakukan kultur
dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya bukan stafilokokus atau
streptokokus melainkan kuman negatif gram. Hasil tes resistensi hanya bersifat
menyokong, in vivo tidak sesuai dengan in vitro. Pemeriksaan urinalisis perlu
dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi glomerulonefritis akut pasca
streptococcus (GNAPS), yang ditandai dengan hematuria dan proteinuria.
b. Pemeriksaan imunologis
Pada impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dapat ditemukan
peningkatan kadar anti deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody.
c. Pemeriksaan mikrobiologis
Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari
bulla dapat dikultur dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa
memperlihatkan S. pyogenes, S. aureus atau keduanya. Tes sensitivitas
antibiotic dilakukan untuk mengisolasi metisilin resisten S. aureus (MRSA)
serta membantu dalam pemberian antibiotik yang sesuai. Pewarnaan gram pada
eksudat memberikan hasil gram positif.
10
Pada impetigo neonatorum, dapat didiagnosa banding dengan sifilis
kongenital. Pada penyakit ini bula juga terdapat di telapak tangan dan kaki,
terdapat pula snuffle nose, saddle nose, dan pseudo paralisis Parrot.
1.8. Penatalaksanaan
1.8.1. Umum
Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit
Mengganti pakaian tiap berkeringat dan mandi dengan air bersih
11
Tidak saling tukar menukar dalam menggunakan peralatan pribadi
(handuk, pakaian, alat cukur, dan lain-lain)
Memperkuat daya tahan tubuh, seperti mengonsumsi buah-buahan,
multivitamin, dan beristirahat cukup
1.8.2. Khusus
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan pioderma. Berikut ini
disebutkan
contoh-contohnya.
1.8.2.1. Topikal
1. Penisilin G prokain dan semisintetiknya
a. Penisilin G prokain
Dosis 1,2 juta per hari, i.m. Obat ini tidak dipakai lagi karena tidak
praktis, diberikan i.m. dengan dosis tinggi, dan makin sering terjadi syok
anafilaktik
b. Ampisilin
Dosis 4 x 500 mg, diberikan sejam sebelum makan
Dewasa Anak
- 250 1000 mg tiap 6 jam Setengah dosis dewasa
Sediaan : KapTab 250 mg, 500 mg, Dry Syrup 125 mg/5 ml, 250 mg/ 5
ml, Serbuk Inj. 500 mg/vial, 1000 mg/ vial.
c. Amoksisilin
Dosis sama dengan ampisilin, keuntungan lebih praktis karena
dapat diberikan setelah makan. Juga cepat diabsorbsi dibandingkan dengan
ampisilin sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.
Dewasa Anak
12
3 x 250-500 mg 15 mg/KgBB/hari terbagi dalam 3
dosis , selama 5-7 hari
Pemakaian : 3 x / hari
Sediaan : Kapsul 250 mg, KapTab 500 mg, Dry Syrup 125 mg/5 ml, 250
mg/ 5 ml
Dewasa Anak
4 x 250 mg 500 mg / hari selama 50 mg/KgBB/hari terbagi dalam 4
5-7 hari dosis, selama 5-7 hari
3. Eritromisin
13
Dosisnya 4x500 mg sehari per oral. Efektivitasnya kurang dibandingkan
dengan linkomisin/klindamisin dan obat golongan penisilin resisten penisilinase.
Obat ini cepat menyebabkan resistensi. Sering memberi rasa tak enak di lambung.
Pemakaian : 2 4 x / hari
Sediaan : Kapsul 250 mg. 500 mg, Syrup 200 mg / 5 ml
4. Sefalosporin
Pada pioderma yang berat atau yang tidak memberi respons dengan obat-
obat tersebut di atas, dapat digunakan sefalosporin. Ada empat generasi yang
berkhasiat untuk kuman gram positif ialah generasi 1, juga generasi IV.
Contohnya cefadroksil dari generasi I dengan dosis untuk orang dewasa 2 x 500
mg atau 2 x 1000 mg sehari.
Dewasa Anak
2 x 500 1000 mg/hari selama 5-7 hari 10-25 mg/KgBB/hari terbagi dalam 3
dosis, selama 5-7 hari
Pilihan Terapi :
a. Pilihan Pertama ( Golongan lactam )
Golongan Penicillin ( Bakterisid)
Amoksisilin + asam klavulanat
Dosis 2 X 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.
Golongan Sefalosporin generasi ke 1 (bakteriasid)
14
Sefaleksin
Dosis 4 X 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB) selama 10 hari
Kloksasilin
Dosis 4 x 250-500 mg/hari selama 10 hari
b. Pilihan kedua
Golongan makrolida ( bakteriostatik)
Eritromisin
Dosis 30-50 mg/kgBB/hari
Azitromisin
Dosis 500mg/hari untuk hari ke 1 dan 250 mg/hari ke 2 sampai hari
ke 4.
15
Bacitracin
Bacitracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari
Strain Bacillus Subtilis. Mekanisme kerjanya yaitu menghambat
sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan
membrane lipid pirofosfat sehingga aktif melawan coccus Gram positif
seperti Staphylococcus dan Streptococcus. Bacitricin topikal efektif
untuk pengobatan infeksi bakteri superficial kulit seperti impetigo.
Retapamulin
Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan
dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil
trnsferase. Salap Retapamulin 1% telah diterima oleh food and Drug
Administraion (FDA) pada tahun 2007 sebahai terapi impetigo pada
remaja dan anak-anak tiatas 9 bulan dan telah menunjukkan
aktivitasnya melawan kuman yang resisten terhadap beberapa obat
seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisin.
1.9. Prognosis
Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya, impetigo
krustosa dapat membaik spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati
impetigo krustosa dapat bertahan dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta
menyebabkan komplikasi berupa ektima, dan dapat menjadi erisepelas, selulitis
atau bakteriemi. Bila terjadi komplikasi glomerulonefritis akut, prognosis anak-
anak lebih baik dari pada dewasa.
1.10. Komplikasi
1. Ektima
16
Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke
dermis menjadi ektima. Ektima merupakan ulkus superfisial dengan krusta di
atasnya yang disebabkan infeksi oleh Streptococcus.
3. Osteomielitis
Sebuah inflamasi pada tulang disebabkan bakteri. Inflamasi biasanya
berasal dari bagian tubuh yang lain, yang berpindah ke tulang melalui darah.
17
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.2. ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan, berusia 14 tahun datang ke poliklinik kulit dan
kelamin RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 25 November
2015 pukul 11.00 WIB dengan :
Keluhan Utama :
18
Timbul korengan ditungkai kiri sejak 3 minggu yang lalu.
Status Dermatologikus
19
Bentuk /Susunan : Bulat/diskret
Batas : Tegas
Ukuran : milier-lentikuler-numular-plakat
Efloresensi : Plak eritem, krusta kuning, pustule, erosi,
ekskoriasi
20
Status venereologikus : tidak terdapat kelainan
Kelainan selaput : tidak terdapat kelainan
Kelainan kuku : tidak terdapat kelainan
Kelainan rambut : tidak terdapat kelainan
Kelainan kelenjar limfe : tidak terdapat kelainan
2.5. DIAGNOSIS
Impetigo Krustosa
2.7. PENATLAKSANAAN
Umum :
21
Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku
Khusus :
Topical :
Sistemik:
o Amoxicilin 3 x 250 mg
o Paracetamol 3 x 250 mg
PROGNOSA :
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia et bonam
Quo ad kosmetikum : Dubia et bonam
Quo ad functionam : bonam
22
RSUD ACHMAD MOCHTAR
Ruangan Poliklinik : Kulit dan Kelamin
Dokter : dr. M
Sip No. 123/sip/2015
Bukittinggi, 30 November
2015
23
Kasa steril box No. I
Sue
Pro : YY
Umur : 14 tahun
Alamat : Bukit tinggi
Daftar Pustaka
24
2014 oct 7] available from:http://whqlibdoc.who.int/hq/2005/
WHO_FCH_CAH_05.12_eng.pdf.
4. https://dokmud.wordpress.com/2009/11/02/impetigo/
5. Diagnosis and Treatment of Impetigo CHARLES COLE, M.D., and JOHN
GAZEWOOD, M.D., M.S.P.H. University of Virginia School of Medicine,
Charlottesville, Virginia
6. Setiawan S, Pandeleke HEJ. Pioderma primer di Divisi Dermatologi Anak
unit rawat jalan kulit dan kelamin RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado
periode 2005-2006. In: Gaspersz S, Jackqueline S, Pandeleke HEJ, Kartini
A. Penyakit kulit infeksi di divisi dermatologi anak poliklinik kesehatan
kulit dan kelamin RSUP Prof. Dr.R.D Kandou Manado. Kumpulan naskah
ilmiah PIT X PERDOSKI. 2009: 283-6.
7. Harahap J. Pola infeksi kulit pada anak di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP. Prof. Dr. R.D Kandou Manado tahun 2009-2011.skripsi. Fakultas
Kedokteran Unsrat.2013.
8. Benson MP, Hengge RU. Staphylococcal dan Streptococcal Pyodermas.
In: trying KS, Lupi O, Hengge RU, editor. Tropical dermatology.
Philadelphia: Elsevier Inc: 2006.p.241.
9. Cole C, Gazewood J. Diagnosis and treatment of impetigo. Am Fam
Physician 2007; 75(6): 859-64.
25