Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis


akibat adanya obstruksi pada lumen Appendix. Appendicitis merupakan penyebab
akut abdomen yang paling sering dan kasus emergensi bedah yang umum
ditemukan, di Amerika Serikat terdapat sekitar 250.000 kasus Appendicitis yang
terjadi setiap tahun terutama pada anak-anak berusia enam sampai sepuluh tahun
dan dewasa muda.1

Appendicitis terjadi pada 7% dari populais Amerika Serikat dengan


insidensi 1,1 kasus per 1000 penduduk per tahun. Ratio insidensi laki-laki
dibandingkan perempuan sekitar 1.2-1,3:1.1

Insiden apendicitis akut di Indonesia dilaporkan menempati urutan


tertinggi diantara kasus-kasus kegawatan darurat, seperti juga halnya dinegara
barat. Walaupun begitu diagnosis serta keputusan bedah masih cukup sulit
ditegakkan. Pada beberapa keadaan apendicitis akut agak sulit didiagnosis,
misalnya pada fase awal dari apendisits akut gejala dan tandanya masih sangat
samar apalagi bila sudah diberi antibiotika. Dengan pemeriksaan yang cermat dan
teliti resiko kesalahan diagnosis pada apendicitis akut sekitar 15-20%. Bahkan
pada wanita kesalahan diagnosis ini mencapai 45-50%. Hal ini dapat disadari
mengingat wanita terutama yang masih sangat muda sering timbul gangguan yang
mirip apendicitis akut.1

Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith


merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak
dengan Appendicitis acuta dan 30-40% pada anak dengan Appendicitis perforata.

1
Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai
dengan nyeri perut yang didahului anoreksia. Gejala utama Appendicitis acuta
adalah nyeri perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu
menetap, kadang disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-
12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi
di RLQ.1
Mortalitas dari Appendicitis di Amerika Serikat menurun terus dari 9,9%
per 100.000 pada tahun 1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor-
faktor yang menyebabkan penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis
adalah sarana diagnosis dan terapi, antibiotika, cairan intravena yang semakin
baik, ketersediaan darah dan plasma, serta meningkatnya persentase pasien yang
mendapat terapi tepat sebelum terjadi perforasi.1

1.2 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang Appendicitis.


2. Untuk memenuhi tugas referat kepaniteraan klinik senior di Bagian Bedah
RSUD Solok 2017.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Embriologi Appendix


Apendiks vermiformis adalah organ berbentuk tabung dan sempit yang
mempunyai otot dan banyak mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks
vermiformis bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan
aspek posteromedial caecum, 2,5 cm di bawah junctura iliocaecal dengan lainnya
bebas. Lumennya melebar di bagian distal dan menyempit di bagian proksimal.3
Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah abdomen di
regio iliaca dextra. Pangkalnya diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada
titik sepertiga bawah yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan
umbilicus yang di sebut titik McBurney.3

3
Gambar 1. Intestinum, Colon, Appendix, Caecum, Rectum, Canalis Analis
(Anterior).

Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan


menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens
appendicitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian
proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli
yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi
appendiks. Gejala klinik appendicitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi
appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul)
31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%,
dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah
ini.4

4
Gambar 2. Variasi Letak Appendix.

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya


dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh.2

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang N. vagus yang mengikuti A.


mesenterica superior dan A. apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari N. torakalis (T10). Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula
di sekitar umbilicus.4

Perdarahan Appendix berasal dari A. apendikularis yang merupakan arteri


tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi
maka Appendix akan mengalami gangren .4

5
Gambar 3. Perdarahan Intestinum, Colon, Appendix, Caecum, Rectum, Canalis
Analis.
2.2 Fisiologi Appendix
Appendix merupakan komponen dari Gut-Associated Lymphoid Tissue
(GALT) yang berperan dalam sekresi imunoglobulin, yaitu imunoglobulin A
(IgA). Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan Appendix tidak memengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlah jaringan limf disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh. Jaringan limfoid muncul
pertama kali pada Appendix sekitar dua minggu setelah kelahiran dan jumlahnya
terus meningkat hingga usia pubertas, bertahan selama beberapa dekade lalu
mulai menurun seiring bertambahnya usia. Selain itu, lapisan mukosa Appendix
dapat menghasilkan cairan, mucin, dan enzim-enzim proteolitik.3

Gambar 4. Histologi Appendix – GALT.


2.3 Appendicitis
2.3.1 Definisi

6
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis
akibat adanya obstruksi pada lumen Appendix .3

Gambar 5. Appendicitis.

2.3.2 Epidemiologi dan Insidensi


Appendicitis merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering dan
kasus emergensi bedah yang umum ditemukan, di Amerika Serikat terdapat
sekitar 250.000 kasus Appendicitis yang terjadi setiap tahun terutama pada anak-
anak berusia enam sampai sepuluh tahun dan dewasa muda.1
Appendicitis terjadi pada 7% dari populais Amerika Serikat dengan
insidensi 1,1 kasus per 1000 penduduk per tahun. Ratio insidensi laki-laki
dibandingkan perempuan sekitar 1.2-1,3:1.1

2.3.3 Etiologi
a. Peranan Lingkungan  diet dan higiene
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional apendiks
dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Semuanya ini akan
mempermudah timbulnya appendicitis. Diet memainkan peran utama pada
pembentukan sifat feses, yang mana penting pada pembentukan fekalit. Kejadian

7
appendicitis jarang di negara yang sedang berkembang, dimana diet dengan tinggi
serat dan konsistensi feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma
kolon adalah penyakit yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan
menghasilkan feses dengan konsistensi keras.4
b. Peranan Obstruksi

Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam appendicitis


akut. Fekalit merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen apendiks pada 20%
anak-anak dengan appendicitis, terjadinya fekalit berhubungan dengan diet rendah
serat. Frekuensi obstruksi meningkat sesuai dengan derajat proses inflamasi.
Fekalit ditemukan 40% pada kasus appendicitis sederhana (simpel), sedangkan
pada appendicitis akut dengan gangren tanpa ruptur terdapat 65% dan
appendicitis akut dengan gangren disertai ruptur terdapat 90% .4

Jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks akan mengalami


edema dan hipertrofi sebagai respon terhadap infeksi virus di sistem
gastrointestinal atau sistem respiratorius, yang akan menyebabkan obstruksi
lumen apendiks. Megakolon kongenital terjadi obstruksi pada kolon bagian distal
yang diteruskan ke dalam lumen apendiks dan hal ini merupakan salah satu alasan
terjadinya appendicitis pada neonatus.4

Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendicitis adalah erosi


mukosa apendiks karena parasit seperti Entamoeba hystolityca dan benda asing
mungkin tersangkut di apendiks untuk jangka waktu yang lama tanpa
menimbulkan gejala, namun cukup untuk menimbulkan risiko terjadinya
perforasi.4

Secara patogenesis faktor terpenting terjadinya appendicitis adalah adanya


obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi mukosa
yang terkumpul selama adanya obstruksi lumen apendiks menyebabkan distensi
lumen akut sehingga akan terjadi kenaikkan tekanan intraluminer dan sebagai
akibatnya terjadi obstruksi arterial serta iskemia. Akibat dari keadaan tersebut
akan terjadi ulserasi mukosa sampai kerusakan seluruh lapisan dinding apendiks,

8
lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari lumen masuk kedalam
submukosa. Dengan adanya kuman dalam submukosa maka tubuh akan bereaksi
berupa peradangan supurativa yang menghasilkan pus, keluarnya pus dari dinding
yang masuk ke dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan intraluminer
akan semakin meningkat, sehingga desakan pada dinding apendiks akan
bertambah besar menyebabkan gangguan pada sistem vasa dinding apendiks.
Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa limfatika, kemudian vena dan
terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema dan iskemia dari apendiks,
infark seterusnya melanjut menjadi gangren. Keadaan ini akan terus berlanjut
dimana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga pus akan tercurah
kedalam rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pada
peritoneum parietale. Hasil akhir dari proses peradangan tersebut sangat
tergantung dari kemampuan organ dan omentum untuk mengatasi infeksi tersebut,
jika infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi peritonitis umum. Pada anak-
anak omentum belum berkembang dengan sempurna, sehingga kurang efektif
untuk mengatasi infeksi, hal ini akan mengakibatkan apendiks cepat mengalami
komplikasi.4

c. Peranan Flora Bakterial

Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya


beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam
appendicitis sama dengan penyakit kolon lainnya. Penemuan kultur dari cairan
peritoneal biasanya negatif pada tahap appendicitis sederhana. Pada tahap
appendicitis supurativa, bakteri aerobik terutama Escherichia coli banyak
ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme, termasuk Proteus,
Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri aerobik
yang paling banyak dijumpai adalah E. coli. Sebagian besar penderita apendicitis
gangrenosa atau appendicitis perforasi banyak ditemukan bakteri anaerobik
terutama Bacteroides fragilis.4

9
2.3.4 Patofisiologi

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan


sekresi normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen
pada Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan
meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang
akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-
samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah.3

Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari
pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan
tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat
menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat.
Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata.
Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada
regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ.3

Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap


kekurangan suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan
arteriol, daerah dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami
kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi, invasi bakteri, gangguan
vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu daerah infark
di batas antemesenterik.4

Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang


dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri
tumpul di dermatom T10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual
dan muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah
timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.2

Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi


perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal,

10
terjadi gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal
tersebut semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya,
peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi
Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark,
dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti
demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena
iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix
berhubungan dengan Peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi
dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc
Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului
nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di
pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai
peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi.
Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau
pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau
pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri
pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat
penyebaran infeksi Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau
nyeri seperti terjadi retensi urine.2

Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau


peritonitis difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah
perforasi dan kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut.
Tanda perforasi Appendix mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC,
leukositosis lebih 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien
dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga
lebih 48 jam tanpa perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak atau remaja, lebih
memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui dari
adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.4

2.3.5 Bakteriologi

11
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix
normal. Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan
bakteri jenis anaerob, dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi
Appendix yang normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme yang
menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa terganggu oleh peningkatan
tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon memainkan
peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa
dan Appendicitis perforata.3

Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus


didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang
mengalami perforasi. Flora normal pada Appendix sama dengan bakteri pada
Colon normal. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta
dan Appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis.
Namun berbagai variasi dari bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria
dapat ditemukan.2

Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob

Batang Gram (-) Batang Gram (-)

Eschericia coli Bacteroides fragilis

Pseudomonas aeruginosa Bacteroides sp.

Klebsiella sp. Fusobacterium sp.

Coccus Gram (+) Coccus Gram (+)

Streptococcus anginosus Peptostreptococcus sp.

Streptococcus sp. Batang Gram (+)

Enterococcus sp. Clostridium sp.

Tabel 1. Variasi Bakteri yang dapat ditemukan pada Appendicitis.

12
Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis
perforata dan non perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur
selesai, seringkali pasien telah mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang
dikultur dan kemampuan laboratorium untuk mengkultur organisme anaerob
secara spesifik sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus dilakukan pada pasien
dengan keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau penyakit lain,
dan pasien yang mengalami abscess setelah terapi Appendicitis. Perlindungan
antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendicitis non perforata. Pada
Appendicitis perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga
leukosit normal atau pasien tidak demam dalam 24 jam.2

2.3.6 Klasifikasi Appendicitis


Adapun klasifikasi appendicitis berdasarkan klinikopatologis adalah
sebagai berikut:

1. Appendicitis Akut

a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)


Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri
di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada
appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia,
edema, dan tidak ada eksudat serosa.3
b. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen.3

13
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas
di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri
dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.3
c. Appendicitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda
supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks
berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut
gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.3

2. Appendicitis Infiltrat

Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya


dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang
lainnya.3

3. Appendicitis Abses

Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal,
dan pelvic.3

4. Appendicitis Perforasi

Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren


yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik. 3

5. Appendicitis Kronis

Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif

14
sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan
virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa
appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks
menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat
infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia,
dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.3

2.3.7 Manifestasi Klinis

Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai


dengan nyeri perut yang didahului anoreksia. Gejala utama Appendicitis acuta
adalah nyeri perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu
menetap, kadang disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-
12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi
di RLQ. 4

Gambar 6. Nyeri berpindah pada appendicitis

15
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix,
biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh
meningkat hingga lebih dari 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai
Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi
satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus.
Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri
perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis
Appendicitis diragukan. Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal
nyeri perut dan banyak pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air
besar. Diare timbul pada beberapa pasien terutama anak-anak.4

Manifestasi Skor
Gejala Rasa nyeri berpindah 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri tekan RLQ 2
Nyeri lepas (Rebound) 1
Suhu meningkat 1
Hasil laboratorium Leukositosis 2
Shift to the left 1
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Tabel 2. Skor Alvarado

16
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor lebih
dari 6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan. Variasi dari lokasi anatomi
Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri.4

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:3

 Rovsing’s sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan
iritasi peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak
spesifik.
 Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang
lutut pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian
tungkai kanan pasien digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri
pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan
akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan
Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas
abdomen.

Gambar 7. Dasar Anatomis Psoas Sign

 Obturator sign

17
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak
kaki kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian
pemeriksa memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan
articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini
positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri
pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess
lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau
adanya hernia obturatoria.

Gambar 8. Cara Melakukan Obturator Sign

Gambar 9. Dasar Anatomis Obturator Sign

18
 Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)

Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan


positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

 Wahl’s sign

Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada
auskultasi.

 Baldwin’s test

Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai
kanannya ditekuk.

 Defence musculare

Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.

 Nyeri pada daerah cavum Douglasi

Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum
Douglasi atau Appendicitis letak pelvis.

 Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral. Jika
daerah infeksi dapat dicapai saat dilakukan pemeriksaan ini, akan memberikan
rasa nyeri pada arah jam 9 sampai jam 12. Maka kemungkinan apendiks yang
meradang terletak didaerah pelvis. Pada appendicitis pelvika kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas pada saat dilakukan colok dubur. 1,7

 Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk).

2.3.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium

19
Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai
awal keluhan nyeri kuadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis
apenddicitis akut. Pada pasien dengan apendicitis akut, 70-90% hasil laboratorium
nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang
karakteristik. Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan
gambaran laborotorium yang terkadang sulit dibedakan dengan appendicitis akut
Pemeriksaan laboratorium merupakan alat bantu diagnosis. Pada dasarnya
inflamasi merupakan reaksi lokal dari jaringan hidup terhadap suatu jejas. Reaksi
tersebut meliputi reaksi vaskuler, neurologik, humoral dan seluler. Pada anak
dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik apenddicitis akut, akan
ditemukan pada pemeriksaan darah adanya lekositosis 11.000-14.000/mm3,
dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%.
Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi
dan peritonitis. Pada metode lain dikatakan penderita appendicitis akut bila
ditemukan jumlah lekosit antara 12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi perforasi
atau peritonitis jumlah lekosit antara 20.000-30.000/mm3. Ada juga metode yang
menyatakan bahwa kombinasi antara kenaikan angka lekosit dan granulosit adalah
yang dipakai untuk pedoman menentukan diagnosa appendicitis akut.3

Marker inflamasi lain yang dapat digunakan dalam diagnosis apenddicitis


akut adalah C-reactive protein (CRP). Petanda respon inflamasi akut (acute phase
response) dengan menggunakan CPR telah secara luas digunakan di negara maju.
Pada appendicitis ditemukan kadar CRP yang meningkat yaitu > 1 mg/dl. Nilai
senstifitas dan spesifisits CRP cukup tinggi, yaitu 80-90% dan lebih dari 90%.
Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap Rumah Sakit didaerah, tidak memerlukan
waktu yang lama (5 -10 menit), dan murah.3

Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan


menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen. Urinalisa
sangat penting pada anak dengan keluhan nyeri abdomen untuk menentukan atau
menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran kencing. Apendiks yang mengalami

20
inflamasi akut dan menempel pada ureter atau vesika urinaria, pada pemeriksaan
urinalisis ditemukan jumlah sel lekosit 10-15 sel/lapangan pandang. 3

2. Foto Polos abdomen

Pada apendicitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak


membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah
yang sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus.
Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian
kanan bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan
tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara. Gambaran udara
seakan-akan terdorong ke pihak lain. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan
akan menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran
ini tampak pada penderita appendicitis akut. Bila sudah terjadi perforasi, maka
pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. Kadang-
kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya. Untuk
appendicitis kronis dapat dilakukan apendikogram, dimana hasil positif bisa
berupa Filling defect, Non Filling defect, Parsial, Irreguler, mouse tail. 4

Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-


kantong pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus
yang sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran lemak
preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas shadow. Walaupun terjadi ileus
paralitik tetapi mungkin terlihat pada beberapa tempat adanya permukaan cairan
udara (air-fluid level) yang menunjukkan adanya obstruksi. Foto x-ray abdomen
dapat mendeteksi adanya fecalith (kotoran yang mengeras dan terkalsifikasi,
berukuran sebesar kacang polong yang menyumbat pembukaan apendiks) yang
dapat menyebabkan appendicitis. Ini biasanya terjadi pada anak-anak. Foto polos
abdomen supine pada abses appendik kadang-kadang memberi pola bercak udara
dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD (decubitus), kalsifikasi bercak rim-like
(melingkar) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari apendiks. Pada
appendicitis akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk mencari
appendikolit: kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis.4

21
Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan
pada kasus-kasus menahun. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema dapat
menentukan penyakit lain yang menyertai appendicitis. Barium enema adalah
suatu pemeriksaan x-ray dimana barium cair dimasukkan ke kolon dari anus untuk
memenuhi kolon. Tes ini dapat seketika menggambarkan keadaan kolon di sekitar
apendiks dimana peradangan yang terjadi juga didapatkan pada kolon. Impresi
ireguler pada basis sekum karena edema (infiltrasi sehubungan dengan gagalnya
barium memasuki apendiks (20% tak terisi). Terisinya sebagian dengan distorsi
bentuk kalibernya tanda appendicitis akut, terutama bila ada impresi sekum.
Sebaliknya lumen apendiks yang paten menyingkirkan diagnosa appendicitis akut.
Bila barium mengisi ujung apendiks yang bundar dan ada kompresi dari luar yang
besar di basis sekum yang berhubungan dengan tak terisinya apendiks tanda abses
apendiks. Barium enema juga dapat menyingkirkan masalah-masalah intestinal
lainnya yang menyerupai apendiks, misalnya penyakit Chron, inverted appendicel
stump, intususepsi, neoplasma benigna/maligna.3

3. Ultrasonografi

Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis appendicitis akut


maupun appendicitis dengan abses. Untuk dapat mendiagnosis appendicitis akut
diperlukan keahlian, ketelitian, dan sedikit penekanan transduser pada abdomen.
Apendiks yang normal jarang tampak dengan pemeriksaan ini. Apendiks yang
meradang tampak sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari 6 mm, tidak ada
peristaltik pada penampakan longitudinal, dan gambaran target pada penampakan
transversal. Keadaan awal appendicitis akut ditandai dengan perbedaan densitas
pada lapisan apendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9 – 11 mm. Keadaan
apendiks supurasi atau gangren ditandai dengan distensi lumen oleh cairan,
penebalan dinding apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan apendiks
perforasi ditandai dengan tebal dinding apendiks yang asimetris, cairan bebas
intraperitonial, dan abses tunggal atau multipel. 4

22
Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan
kemampuan pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 –94%, dengan
nilai sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92%. Pemeriksaan dengan
Ultrasonografi (USG) pada appendicitis akut, ditemukan adanya fekalit, udara
intralumen, diameter apendiks lebih dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih
dari 2 mm dan pengumpulan cairan perisekal. Apabila apendiks mengalami ruptur
atau perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara maka
abses apendiks dapat diidentifikasi. 4

USG dapat mengidentifikasi appendik yang membesar atau abses.


Walaupun begitu, appendik hanya dapat dilihat pada 50% pasien selama
terjadinya appendicitis. Oleh karena itu, dengan tidak terlihatnya apendiks selama
USG tidak menyingkirkan adanya appendicitis. USG juga berguna pada wanita
sebab dapat menyingkirkan adanya kondisi yang melibatkan organ ovarium, tuba
falopi dan uterus yang gejalanya menyerupai appendicitis. Hasil USG dapat
dikatagorikan menjadi normal, non spesifik, kemungkinan penyakit kelainan lain,
atau kemungkinan appendik. Hasil USG yang tidak spesifik meliputi adanya
dilatasi usus, udara bebas, atau ileus. Hasil USG dikatakan kemungkinan
appaendik jika ada pernyataan curiga atau jika ditemukan dilatasi appendik di
daerah fossa iliaka kanan, atau dimana USG di konfirmasikan dengan gejala
klinik dimana kecurigaan appendicitis. 4

“Ultrasonogram showing 
longitudinal section (arrows) of
inflamed appendix”

Gambar 10. USG pada Appendicitis

23
4. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan
ini. Gambaran penebalan dinding apendiks dengan jaringan lunak sekitar yang
melekat, mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90–100% dan 96–97%, serta akurasi
94–100%. CT-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau
flegmon. Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat
berguna untuk mendiagnosis appendicitis dan abses periappendikular sekaligus
menyingkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis yang
menyerupai appendicitis.4

CT-Scan showing enlarged and inflamed CT- scan showing cross-section of


appendix (A) extending from the cecum inflamed appendix(A) with appendicolith
(C). (a).

Gambar 11. CT-Scan pada Appendicitis

5. Laparoskopi (Laparoscopy)

Meskipun laparoskopi mulai ada sejak awal abad 20, namun


penggunaanya untuk kelainan intraabdominal baru berkembang sejak tahun 1970-
an. Dibidang bedah, laparoskopi dapat berfungsi sebagai alat diagnostik dan
terapi. Disamping dapat mendiagnosis apendicitis secara langsung, laparoskopi
juga dapat digunakan untuk melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini
sangat bermanfaat terutama pada pasien wanita. Pada appendicitis akut
laparoskopi diagnostik biasanya dilanjutkan dengan apendektomi laparoskopi.4

24
6. Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk


diagnosis appendicitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai
gambaran histopatologi appendicitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada
kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi appendicitis akut
secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi apendicitis akut pada orang
yang tidak dilakukan operasi. Dari hasil penelitian variasi diagnosis histopatologi
appendisitis akut diperoleh kesimpulan bahwa diperlukan adan4a komunikasi
antara ahli patologi dan antara ahli patologi dengan ahli bedahnya. 4

Definisi histopatologi appendicitis akut:

1. Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan epitel.
2. Abses pada kripte dengan sel granulosit di lapisan epitel.
3. Sel granulosit dalam lumen apendiks dengan infiltrasi ke dalam lapisan epitel.
4. Sel granulosit di atas lapisan serosa apendiks dengan abses apendikuler,
dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa.
5. Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan
keterlibatan lapisan mukosa, bukan appendicitis akut tetapi periappendicitis.

2.3.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi


anatomi dari inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai
yang perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien .3

1. Adenitis Mesenterica Acuta

Diagnosis penyakit ini seringkali dikacaukan oleh Appendicitis acuta pada


anak-anak. Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi
sekarang ini telah menurun. Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan rasa

25
sakit tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada Appendicitis.
Observasi selama beberapa jam bila ada kemungkinan diagnosis Adenitis
mesenterica, karena Adenitis mesenterica adalah penyakit yang self limited.
Namun jika meragukan, satu-satunya jalan adalah operasi segera.3

2. Gastroenteritis akut

Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan
dengan Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi
akut self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare,
mual, dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare.
Hasil pemeriksaan laboratorium biasanya normal. 3

3. Penyakit urogenital pada laki-laki

Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai diagnosis


banding Appendicitis, termasuk diantaranya torsio testis, epididimitis akut, karena
nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal pada awal penyakit ini,
Vesikulitis seminalis dapat juga menyerupai Appendicitis namun dapat dibedakan
dengan adanya pembesaran dan nyeri Vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan
Rectal toucher. 3

4. Diverticulitis Meckel

Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis


acuta. Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena
Diverticulitis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti
Appendicitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.3

5. Intususepsi

Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk


membedakan Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat
berbeda. Umur pasien sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah umur 2

26
tahun, sedangkan Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah
umur 2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir.
Massa berbentuk sosis dapat teraba di RLQ. Terapi yang dipilih pada
intususseption bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah barium enema,
sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien Appendicitis acuta sangat
berbahaya. 3

6. Infeksi saluran kencing

Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai


Appendicitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan
terutama pemeriksaan urine biasanya cukup untuk membedakan keduanya.3

7. Batu Urethra

Bila calculus tersangkut dekat Appendix dapat dikelirukan dengan


Appendicitis retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia, scrotum atau penis,
hematuria, dan atau tanpa demam atau leukositosis mendukung adanya batu.
Pyelografi dapat memperkuat diagnosis.3

8. Kelainan–kelainan ginekologi

Umumnya kesalahan diagnosis Appendicitis acuta tertinggi pada wanita


dewasa muda disebabkan oleh kelainan–kelainan ginekologi. Angka rata-rata
Appendectomy yang dilakukan pada Appendix normal yang pernah dilaporkan
adalah 32%–45% pada wanita usia 15–45 tahun. Penyakit–penyakit organ
reproduksi pada wanita sering dikelirukan sebagai Appendicitis, dengan urutan
yang tersering adalah PID, ruptur folikel de Graaf, kista atau tumor ovarium,
endometriosis dan ruptur kehamilan ektopik. Laparoskopi mempunyai peranan
penting dalam menentukan diagnosis.4

27
 Pelvic Inflammatory Disease (PID)

Infeksi ini biasanya bilateral tapi bila yang terkena adalah tuba sebelah kanan
dapat menyerupai Appendicitis. Mual dan muntah hampir selalu terjadi pada
pasien Appendicitis. Pada pasien PID hanya sekitar separuhnya.4

 Ruptur Folikel de Graaf

Ovulasi sering mengakibatkan keluarnya darah dan cairan folikuler serta


nyeri yang ringan pada abdomen bagian bawah. Bila cairan sangat banyak dan
berasal dari ovarium kanan, dapat dikelirukan dengan Appendicitis. Nyeri dan
nyeri tekan agak difus. Leucositosis dan demam minimal atau tidak ada. Karena
nyeri ini terjadi pada pertengahan siklus menstruasi, sering disebut
mittelschmerz.4

 Kehamilan diluar kandungan


Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan diluar rahim dengan
perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus didaerah pelvis dan mungkin
terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan
penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentesis di dapatkan darah.4

2.3.10 Penatalaksanaan

Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah


meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi
appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai
6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi
dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan
umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi

28
pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas
daerah apendiks (Sanyoto, 2007). 
Perbaikan keadaan umum dengan infus,
pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob,
dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan.2


Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah
laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang
dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan
appendektomi dan juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih
lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut
diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, biasanya antara satu dan setengah sentimeter
sehingga secara kosmetik lebih baik.2

Teknik operasi Appendectomy :3

a. Open Appendectomy

1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.

2. Dibuat sayatan kulit:

Horizontal Oblique

Gambar 12. Sayatan kulit pada appendectomy

29
3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:

a. Pararectal/ Paramedian

Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot


disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M.
rectus abdominis karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada
waktu penjahitan. Bila yang terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat
terjadi hernia cicatricalis.

sayatan
M.rectus abd. M.rectus abd.
ditarik ke
2 lapis medial

Gambar 13. Sayatan pararectal/paramedian

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting

Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral


atas ke medial bawah.

30
Keterangan gambar:

Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi
kedua mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus
abdominis externus.

2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke


lateral bawah.

Keterangan gambar:

Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi


searah dengan seratnya ke arah lateral.

3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

Keterangan gambar:

31
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar
tak terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N.
iliohipogastricus dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di
sebelah lateral di antara M. obliquus externus dan internus. Tarikan
yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan membahayakan
saraf.

4. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:

Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.


Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di
bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini
ialah pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara
yang sama pada sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan
pinset, memasang lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang
diangkat.

5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri


untuk mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem
dengan klem Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah
kontaminasi ke jaringan sekitarnya).

Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:

32
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya,
diklem, kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

Keterangan gambar:

Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem


Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat
mesenterium seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem
ujung bebas mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh
terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.

6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi
lebih kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah
Caecum). Klem dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang
pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga
tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam
Caecum).

33
7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara :

a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix


diinversikan ke dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan
jahitan Z.

b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko


kontaminasi dan adhesi.

c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung


rapuh, dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

34
9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru
dilepaskan dan mesenteriolumnya (retrograde).

10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

b. Laparoscopic Appendectomy

Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk


pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy
sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian
bawah. Dengan menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit
akut ginekologi dari Appendicitis acuta.

35
Gambar 13. Laparoscopic Appendectomy

2.3.11 Komplikasi
A. Komplikasi Appendicitis acuta
 Appendicitis perforata
 Appendicular infiltrat
 Appendicular abscess
 Peritonitis
 Mesenterial pyemia
 Septic shock
B. Komplikasi post operasi
 Fistel

 Hernia cicatricalis

 Ileus

 Perdarahan dari traktus digestivus : kebanyakan terjadi 24–27 jam


setelah Appendectomy, kadang–kadang setelah 10–14 hari.

Sumbernya adalah echymosis dan erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin
karena emboli retrograd dari sistem porta ke dalam vena di gaster atau
duodenum.4

2.3.12 Prognosis
Dengan diagnosis dan pembedahan yang cepat, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Angka kematian lebih tinggi pada anak dan
orang tua. Apabila appendiks tidak diangkat, dapat terjadi serangan berulang.4

36
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

37
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis
akibat adanya obstruksi pada lumen Appendix.
Gejala klinis Appendicitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri
berpindah, dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal, kadang demam yang
tidak terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver diagnostik
pada kasus Appendicitis adalah Rovsing’s sign, Psoas sign, Obturator sign,
Blumberg’s sign, Wahl’s sign, Baldwin test, Dunphy’s sign, Defence musculare,
nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau
Appendix letak pelvis, nyeri pada pemeriksaan rectal toucher.

Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Appendicitis adalah pemeriksaan


laboratorium, Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi.

Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Appendicitis adalah perforasi,


peritonitis, Appendicular infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic, mesenterial
pyemia dengan Abscess hepar, dan perdarahan GIT. Penatalaksanaan pasien
Appendicitis acuta meliputi; pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala
klinis dehidrasi atau septikemia, puasakan pasien, analgetika harus dengan
konsultasi ahli bedah, pemberian antibiotika intravena pada pasien yang menjalani
laparotomi.

Dengan diagnosis dan pembedahan yang cepat, tingkat mortalitas dan


morbiditas penyakit ini sangat kecil. Angka kematian lebih tinggi pada anak dan
orang tua. Apabila appendiks tidak diangkat, dapat terjadi serangan berulang

DAFTAR PUSTAKA

38
1. Medscape (2014) Appendicitis, February, [Online], Available:
http://www.emedicine.medscape.com/article/773895-overview [20 Juli 2014].

2. Sjamsuhidjat. R, De Jong. W, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, EGC; Jakarta.


2010

3. Sugandi . W, Referat Appendisitis, Sub Bagian Bedah Digestif, Fk UNPAD-


RSHS; Bandung. 2005.

4. Tek, J.K, Referat Appendisitis, Sub Bagian Bedah Digestif, Fk UNPAD-


RSHS,;Bandung . 2003.

39

Anda mungkin juga menyukai

  • First Pass Effect
    First Pass Effect
    Dokumen4 halaman
    First Pass Effect
    Niluh Komang Tri Andyani
    50% (2)
  • DAFTAR ISI Mini Project Proposal
    DAFTAR ISI Mini Project Proposal
    Dokumen2 halaman
    DAFTAR ISI Mini Project Proposal
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen17 halaman
    Bab I
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Referat Dry Eye
    Referat Dry Eye
    Dokumen9 halaman
    Referat Dry Eye
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Nilai Sejarah Xi Iis
    Nilai Sejarah Xi Iis
    Dokumen260 halaman
    Nilai Sejarah Xi Iis
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen6 halaman
    Kata Pengantar
    Putri Meila Sari
    Belum ada peringkat
  • THT Rinitis Atrofi
    THT Rinitis Atrofi
    Dokumen20 halaman
    THT Rinitis Atrofi
    engki_irawan
    Belum ada peringkat
  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Dokumen34 halaman
    Penda Hulu An
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Hubungan Pengetahuan Mengenai Faktor Resiko Dan Perilaku Dengan
    Hubungan Pengetahuan Mengenai Faktor Resiko Dan Perilaku Dengan
    Dokumen6 halaman
    Hubungan Pengetahuan Mengenai Faktor Resiko Dan Perilaku Dengan
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen17 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • CHF Ec ASHD
    CHF Ec ASHD
    Dokumen38 halaman
    CHF Ec ASHD
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • BAB II Fix
    BAB II Fix
    Dokumen30 halaman
    BAB II Fix
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • ARTIKEL
    ARTIKEL
    Dokumen7 halaman
    ARTIKEL
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • PPOK
    PPOK
    Dokumen57 halaman
    PPOK
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • CHF PPOK Atherosclerosis
    CHF PPOK Atherosclerosis
    Dokumen61 halaman
    CHF PPOK Atherosclerosis
    Aldo Pravando Julian
    Belum ada peringkat
  • Gizi
    Gizi
    Dokumen31 halaman
    Gizi
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • ARTIKEL
    ARTIKEL
    Dokumen7 halaman
    ARTIKEL
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Kesehatan Seksual
    Kesehatan Seksual
    Dokumen60 halaman
    Kesehatan Seksual
    milarahma
    Belum ada peringkat
  • Syok Kardiogenik
    Syok Kardiogenik
    Dokumen4 halaman
    Syok Kardiogenik
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Gagal Jantung
    Gagal Jantung
    Dokumen10 halaman
    Gagal Jantung
    setiabudi
    Belum ada peringkat
  • MBNN
    MBNN
    Dokumen3 halaman
    MBNN
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Gsfs
    Gsfs
    Dokumen2 halaman
    Gsfs
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Soal Ukdi 2017
    Soal Ukdi 2017
    Dokumen16 halaman
    Soal Ukdi 2017
    Rizky Darmawan
    100% (4)
  • Apendisitis Rezhi
    Apendisitis Rezhi
    Dokumen26 halaman
    Apendisitis Rezhi
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Nps 2 E
    Nps 2 E
    Dokumen22 halaman
    Nps 2 E
    Whie Wiely Diery
    Belum ada peringkat
  • Reproduksi dan Andrologi
    Reproduksi dan Andrologi
    Dokumen57 halaman
    Reproduksi dan Andrologi
    Yunni Sri Unee
    100% (1)
  • Tugas Proposal Tesis Buk Lis
    Tugas Proposal Tesis Buk Lis
    Dokumen6 halaman
    Tugas Proposal Tesis Buk Lis
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Preeklampsia
    Preeklampsia
    Dokumen18 halaman
    Preeklampsia
    Afifah Haifa Putri
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Pdgi
    Jurnal Pdgi
    Dokumen5 halaman
    Jurnal Pdgi
    walatang
    Belum ada peringkat