Anda di halaman 1dari 89

Yan Heine Tanawani 1

BAB I
PENDAHULUAN

Interaksi antara mahasiswa dan pasien biasanya baru dilakukan pada tingkat klinik,
sehingga mahasiswa merasa kaku dan bingung, sehingga interaksi merupakan hal baru
sehingga hubungan mahasiswa dengan pasien belum ada sama sekali. Untuk
memperkenalkan secara dini interaksi ini kepada mahasiswa maka Ketrampilan Klinik
Dasar (KKD) merupakan salah mata kuliah (kurikulum) yang telah mulai diperkenalkan
di beberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia yang diberikan pada Mahasiswa
Semester VII. Pengalaman dari beberapa PTN, menunjukkan bahwa KKD merupakan
salah satu cara interaksi antara mahasiswa dan pasien secara dini untuk memperlancar
proses pendidikan di tingkat klinik serta dapat bertingkah laku profesional dan
menerapkan etik kedokteran secara benar. Oleh karena itu PPD UNCEN akan
memberikan kuliah KKD ini pada mahasiswa Semester VII agar mempunyai ketrampilan
klinik dasar tersebut. Pendidikan KKD ini lebih menekankan kemampuan untuk
mengumpulkan data sebanyak-banyak dari pasien, melakukan pemeriksaan fisik yang
benar serta diharapkan dapat merencanakan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan
(Laboratorium, Foto, Usg, EKG, dll), sehingga dapat membuat suatu diagnosis kerja atau
defrential diagnosis. Dalam KKD sangat mungkin mahasiswa masih sulit membuat suatu
diagnosis oleh karena belum diberikan kuliah di tingkat klinik, namun beberapa mata
kuliah : Anatomi, Fisiologi, Biokimia, Patologi , Patofisiologi, dll, dapat membantu
mahasiswa sehingga dengan pengetahuan yang mereka dapatkan mampu melakukan
anamnesis yang cermat serta pemeriksaan fisik yang baik, dan kalau mungkin membuat
suatu diagnosis atau DD.
Disadari bahwa mungkin banyak kesulitan yang akan ditemui, namun dengan
interaksi dini lebih banyak hasil yang dicapai, terutama bila mahasiswa kelak telah masuk
ke Klinik. Untuk memperlancar pendidikan KKD ini tim KKD akan membuat buku
panduan yang akan dipakai dalam KKD nanti. Besar harapan kami KKD ini dapat
membantu mahasiswa untuk berinteraksi dini, sehingga bila mahasiswa telah memasuki
tingkat klinik tidak timbul masalah, bahkan sangat membantu mereka.

Koordinator KKD
Yan Heine Tanawani 2

BAB II
KARAKTERISTIK MAHASISWA

Karateristik Mahasiswa :

Adalah Mahasiswa yang telah lulus dalam kelompok Biomedik yang mencakup
tentang struktur dan fungsi normal, patogenesis serta struktur dan fungsi yang patologik.
Yan Heine Tanawani 3

BAB III
SASARAN PEMBELAJARAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN

Sasaran pembelajaran :
Diharapkan mahasiswa mampu memperoleh data pasien sebanyak mungkin yang
lengkap dan akurat, mampu mencatat data tersebut dengan sistematis dan dapat
melakukan pemeriksaan fisik komprehensif (menyeluruh = holistik) secara baik (ethical)
dan benar (scientific) sesuai dengan prosedur tetap yang telah dibuat untuk membuat
keputusan klinik sebagai hasil pengintegrasian keputusan ilmiah (scientific decision) dan
keputusan etikal (ethical decision).

Tujuan pendidikan :
Pada akhir pendidikan ini Mahasiswa mampu : Melakukan anamnesis, membuat
catatan medik yang berorientasi masalah, pemeriksaan fisik diagnostik yang baik dan
benar serta membuat perencanaan pemeriksaan, dan kalau mungkin dapat membuat suatu
diagnosis atau defential diagnosis.
Yan Heine Tanawani 4

BAB IV
PROSES DIAGNOSTIK
(dr. Samuel. M. Baso, Sp.Pd)

1. Hubungan Dokter dan Pasien


Untuk memperoleh data dari pasien dengan wawancara yang lazim disebut
Anamnesis dan melakukan pemeriksaan fisik, tentu pertama kali harus melakukan
hubungan (kontak) dengan penderita, kontak pertama ini sangat penting untuk
menjalin hubungan dengan penderita. Tidak jarang kesalahan kontak pertama ini
menyababkan hubungan dengan penderita tidak baik, sehingga tujuan kita
memperolah data riwayat pasien sangat minim atau malah menolak untuk diperiksa.
Untuk mempererat hubungan dengan pasien atau hubungan yang sangat akrab ini
maka, Carl Roger menjelaskan tentang hubungan dokter dengan pasien adalah
hubungan Empati yaitu bahwa kita menyadari dan mengerti perasaan orang lain,
tanpa ikut terlibat dalam perasaan-perasaan orang yang bersangkutan. Sebaliknya
bukan simpati yang berarti turut larut dalam perasaan orang tersebut. Harus di ingat
bahwa penderita yang dihadapi adalah individu-individu yang tengah mendapat
masalah bahkan beban berat, mereka bukan hanya sekedar kasus-kasus penyakit yang
akan diperiksa, tetapi berusahalah untuk mengetahui siapa mereka, apa keluhan dia,
apa kesulitan dia, untuk menolong/membantu mereka keluar dari masalah tersebut.
Kemampuan anda untuk mencurahkan perhatian penuh kepada setiap pasien akan
sangat mempengaruhi keberhasilan anda. Perhatian terhadap kepribadian pasien akan
mencegah anda melukai perasaannya. Pasien berharap agar anda bersikap tidak
berlebihan dan peka terhadap hal-hal yang menakutkan atau mengganggunya.
Perhatian lebih dari sekedar keprihatinan terhadap penyakit. Hubungan dokter dengan
pasien akan terjadi kalau dokter memperhatikan perasaan-perasaan pasien. Emosi
pasien berupa : marah, takut, senang, tidak berdaya, sedih, mengamuk kadang muncul
kepermukaan. Dokter tidak hanya meperhatikan penyakit saja, tetapi memperhatikan
secara holistik (menyeluruh) masalah pasien tersebut.
Pada saat melakukan kontak pertama dengan pasien sering kali merasa canggung
atau kaku, pertanyaan-pertanyaan apa yang saya akan ajukan. Bagaimana
selanjutnya?. Kendalikan segala kecemasan anda dengan memusatkan seluruh
perhatian anda pada hubungan yang akan dimulai. Persiapkanlah diri anda untuk
memulai kontak dengan pasien dengan menguasai bahan kuliah KKD dan buku-buku
fisik diagnostik yang lain, persiapkan peralatan anda (catatan dan alat-alat
pemeriksaan fisik diagnostik). Pertama kali tentu memberikan salam (selamat pagi,
siang, Hello, Hay, ... sapa dengan suara lembut), adakan kontak mata dengan segera
lalu memperkenalkan diri anda, salami pasien dengan berjabat tangan dan mulai
memperkenalkan diri anda : katakan bahwa saya mahasiswa kedokteran PPD Uncen
akan melakukan wawancara / melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan
Bapak/Ibu tersebut dengan bimbingan Dokter Ahli/Asisten dokter( Dr.......................).
Pusatkanlah perhatian anda hanya pada pasien tersebut, dan mulailah melakukan
wawancara dengan sopan, santai dan tegas. Perhatikan pasien yang diperiksa adalah
individu-individu yang utuh dan jangan membuat penderita mengalihkan perhatian
ketempat lain. Dengarkanlah dengan seksama setiap jawaban pasien. Pikirlah dan
ikutilah petunjuk pasien tentang keprihatinan dan prioritas mereka. Banyak
mahasiswa tidak memperhatikan petunjuk-petunjuk yang jelas karena perhatian
mereka ditujukan pada pertanyaan apa yang harus ditanyakan selanjutnya. Kalau
respon kita terhadap keprihatinan dan dukungan kepada pasien baik, maka akan
terjalin hubungan yang baik. Dalam melakukan KKD ini mahasiswa dituntut bersikap
profesional, telah memakai jas dokter yang panjang dan perlu papan nama. Berdirilah
Yan Heine Tanawani 5

disamping tempat tidur penderita (sebelah kanan) atau duduk disamping dengan
minta izin kepada penderita. Selama wawancara usahakan pasien duduk kalau
memungkinkan dan terus melakukan kontak mata dengan penderita tersebut. Satu hal
harus diperhatikan adalah sebagai seorang calon dokter segala sesuatu menyangkut
pasien harus bersifat rahasia. Sebelum melakukan wawancara (anamnesis) tentu harus
mengetahui teknik dasar komunikasi. Komunikasi adalah menyampaikan pesan dari
pengirim kepada penerima. Pesan harus mengandung arti (maksud) dan ide, namun
harus dirasakan apakah ide tersebut dirasakan (ideas and feelings). Pesan tersebut
apakah suatu kegiatan, ruangan atau apa saja yang berhubungan dengan orang
tersebut. Komunikasi dikatakan efektif bila penerima pesan mengerti/mengetahui
pesan yang disampaikan. Menurut Fletcher prinsip komunikasi profesional
(Dokter) pasien (klien) berlandaskan pada 3 prisip dasar :
1. Semua sistem pelayanan kesehatan dibutuhkan komunikasi dengan pasien.
2. Semua apa yang dikomunikasikan harus dimengerti oleh pasien. Misalnya
istilah, atau keadaan penderita harus dijelaskan sehingga penderita mengerti.
Misalnya pada pemeriksaan ada cairan dalam rongga perut (asites), dokter
harus menjelaskan mengapa terjadi (penyebabnya) dari memberi informasi
jalan keluar, sehingga komunikasi mempunyai arti (meanings).
3. Kerja sama yang maksimal dari pasien akan diperoleh bila komunikasi yang
terjadi menekankan pada tujuan dan bersama antara dokter dan pasien.

Untuk memperoleh data dari pasien tentu harus melakukan wawancara


(wawancara medis). Wawancara ini (anamnesis) didapat dari lisan (verbal) atau bukan
lisan(non verbal) harus didasari Empati. Komunikasi lisan menggunakan bahasa yang
jelas, mudah dipahami oleh pasien sesuai dengan tingkat pendidikan. Kalau tidak
mengerti dengan bahasa Indonesia dapat menggunakan penterjemah sehingga data
tersebut dapat diperoleh. Dalam wawancara dokter/mahasiswa memastikan apakah
pesan yang disampaikan sudah sampai/dimengerti oleh pasien. Sering kita
mengajukan pertanyaan... Apakah ?, dan mendengar secara aktif sambil menjawab,
Ya../, lalu senyum, anggukan kemudian diam pada saat yang tepat untuk
memperlancar wawancara. Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam
wawancara medis, mahasiswa/Dokter dituntut :
1. Mempermudah wawancara dengan memperkenalkan diri, sikap hormat dan
Bersahabat, menggunakan pertanyaan terbuka, mengulang hal-hal penting,
mengetahui cara berpindah dari satu subjek ke subjek yang lain, menggunakan
pertanyaan yang spesifik dan bertanya pada saat yang tepat
2. Menanggapi keluhan/perasaan pasien dengan mendengarkan penuh
perhatian, bersikap terbuka, menasehati dan tidak menghakimi.
3. Tidak memotong pembicaraan pasien atau menyela sebelum pembicaraan
selesai, tidak mengalihkan pembicaraan sebelum selesai dan tidak menghakimi.
4. Berperilaku non verbal yang wajar dan menilai kewajaran perilaku non verbal
pasien meliputi tatapan mata, anggukan kepala, ekspresi muka, mendekatkan
badan, berdiam diri dan gerakan tangan dan kaki.
5. Memahami konsep bahwa sakit tidak sama dengan penyakit dan keluhan
pasien timbul oleh karena adanya gangguan bio-psiko-sosial.

2. Mengambil Riwayat Penyakit Penderita


Sebagai seorang mahasiswa fakultas Kedoteran tentu banyak kendala / kesulitan-
kesulitan yang akan dihadapi dalam melakukan wawancara dengan pasien, namun
dengan bimbingan dokter Ahli/Asisten serta telah mempelajari buku panduan KKD
(buku-buku lain), kesulitan akan diatasi. Wawancaara langsung dengan pasien disebut
Autoanamnesis, bila di lakukan dengan wali/orang tua, orang dekat dengan pasien
atau sumber lain disebut Aloanamnesis. Untuk memperoleh data dari pasien tentu
harus melakukan wawancara (wawancara medis). Wawancara ini (anamnesis) didapat
dari lisan (verbal) atau bukan lisan (non verbal) harus didasari Empati. Komunikasi
Yan Heine Tanawani 6

lisan menggunakan bahasa yang jelas, mudah dipahami oleh pasien sesuai dengan
tingkat pendidikan. Kalau tidak mengerti dengan bahasa Indonesia dapat
menggunakan penterjemah sehingga data tersebut dapat diperoleh.
Sebagai pemula memang harus demikian, tetapi dengan latihan terus menerus
akan memperoleh pengalaman sehingga akan bertindak profesional. Seperti halnya
percakapan dengan orang lain, percakapan yang santai akan menimbulkan perasaan
yang nyaman dengan pribadi yang ikut dalam percakapan tersebut, terlepas dimana
tempat melakukan percakapan tersebut.
Percakapan / wawancara medik akan memberikan hasil yang baik kalau
dilakukan seperti percakapan-percakapan yang lain; mulailah dengan percakapan
bersifat umum yang dilanjutkan dengan percakapan khusus sesuai dengan masalah
yang timbul. Usahakan agar percakapan tidak terhenti, dan jangan mengajukan
pertanyaan yang dijawab oleh pasien ya atau tidak. Berilah waktu dan kesempatan
yang cukup kepada pasien untuk memberikan tanggapan dengan bahasanya sendiri,
oleh karena dengan cara demikian maka perasaan yang ada dalam dirinya akan
terungkap melalui ekspresi maupun kata-kata yang digunakan. Tidak jarang pasien
yang berobat ke Polikklink telah menulis segala keluhan dan masalah yang timbul
pada pasien tersebut, sehingga kita hanya mengembangkan atau mencari informasi
khusus menyangkut penyakit pasien tersebut. Jika anda perlu mengorek keterangan
khusus dari penderita, arahkanlah pertanyaan-pertanyaan anda dengan makin lama
makin khusus, sampai dicapai apa yang diinginkan. Pada wawancara sering kali
pasien tidak mampu menjelaskan keluhan / gejala yang terjadi pada dirinya oleh
karena kondisi penderita yang berat atau pasien lupa atau sengaja menyembunyikan
keterangan-keterangan yang penting. Jika menduga hal ini betul terjadi cari keluarga
penderita atau dokter yang senior untuk memperoleh data yang benar. Menceritakan
riwayat, keluhan atau gejala-gejala dari pasien merupakan suatu pengalaman baru
bagi mahasaiswa. Gejala dan tanda menjadi ciri penyakit. Gejala adalah keluhan
pasien atau pengakuannya tentang sesuatu yang abnormal, sedangkan tanda adalah
penemuan yang diperoleh pada pemeriksaan fisik. Hendaknya anda mendengarkan
penuturan keluhan tersebut dengan penuh perhatian, simpati dan sabar mendengarkan
sampai selesai. Bila pembicaraan tidak berkaitan dengan penyakitnya dapat
dibelokkan atau dipersingkat. Jika seluruh wawancara dengan pasien telah selesai dan
dianggap cukup, selanjutnya catatlah seluruh hasil pengamatan tersebut dalam catatan
penderita yang disebut medical record. Jika gejala-gejala dan tanda-tanda yang
diberikan oleh penderita jelas dan nyata, maka sangat menguntungkan bagi kita untuk
mencatatnya. Gejala dan tanda yang muncul lebih lanjut dijelaskan kapan timbulnya,
lamanya, faktor yang memperberat atau mengurangi, tempat, penjalaran dan kaitanya
dengan yang lain. Misalnya rasa nyeri digambarkan dimana letaknya, penyebarannya,
sifatnya (tajam,kolik, tumpul dll), tingkat beratnya nyeri sehingga membutuhkan obat
penghilang nyeri yang segera.
Aspek-aspek emosional dan somatis pada penderita harus diamati. Oleh karena itu
catatlah ekspresi wajah pasien anda, penampilan serta dan kecemasan yang timbul.
Anda juga harus hati-hati terhadap pertanyaan yang mungkin sekali berakibat
emosional pada penderita misalnya pertanyaan mengenai kanker, AIDS, dll. Oleh
karena itu sampaikanlah dalam kalimat sedemikian rupa sehingga akan menimbulkan
akibat emosional sekecil mungkin.
Walaupun anamnesis terutama ditujukan kepada riwayat penyakit yang dialami
sekarang, tetapi sangat penting pula menanyakan riwayat penyakit yang pernah
diderita (penyakit yang lampau). Tidak jarang penyakit sekarang justru sangat
berhubungan dengan penyakit yang diderita sekarang. Oleh karena sifat keturunan
dan faktor-faktor sosial mempengaruhi kesehatan, maka perlu menyelidiki riwayat
sosial dan keluarga.
Yan Heine Tanawani 7

Untuk memperoleh data dari pasien tentu harus melakukan wawancara


(wawancara medis). Wawancara ini (anamnesis) didapat dari lisan (verbal) atau bukan
lisan (non verbal) harus didasari Empati. Komunikasi lisan menggunakan bahasa
yang jelas, mudah dipahami oleh pasien sesuai dengan tingkat pendidikan. Kalau
tidak mengerti dengan bahasa Indonesia dapat menggunakan penterjemah sehingga
data tersebut dapat diperoleh.
Sitematika Anamnesis :
1. Identitas penderita meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, suku, agama,
pekerjaan , status perkawinan dan alamat rumah
2. Riwayat penyakit sekarang yang didahului Keluhan Utama
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Riwayat sosial
6. Anamnesis sistem

2.1. Keluhan Utama


Keluhan utama (KU) adalah keluhan atau gejala dan atau tanda yang
dinyatakan oleh penderita membawa pasien datang mencari pertolongan
kepada dokter. Keluhan utama merupakan dasar untuk melakukan evaluasi
masalah penderita tersebut. KU sering ditandai dengan nyeri, demam,
benjolan, gangguan fungsi, perubahan dari keadaan normal, dll. KU bukanlah
diagnosis, tetapi perlu dikaji dan biarkanlah pasien menceritakan sendiri
keluhan tersebut dengan bahasanya sendiri. Bila dalam wawancara pasien
terlalu jauh keluar dari masalah kesehatannya, maka kita dapat mengarahkan
untuk kembali uang ada hubungannnya dengan KU atau penyakitnya. Kalau
pasien telah selesai menjelaskan KU dan hubungannya dengan keluhan
tersebut, buat ringkasan dan catat sehingga merupakan langkah untuk
melanjutkan dengan riwayat penyakit sekarang.

2.2. Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat penyakit sekarang yang dialami oleh pasien akan menuntun kita
ke arah diagnosis. Berdasar pada KU tersebut kita kembangkan pertanyaan-
pertanyaan kepada pasien, sehingga pasien dapat menceritakan dan
menuturkan dengan cermat segala yang dialaminya sekarang. Selanjutnya
pada tiap-tiap gejala. Kembangkanlah tiap gejala tersebut, kapan muncul,
lamanya, beratnya, apa ada gangguan fungsi, lokasinya, hubungannya dengan
yang lain, faktor yang memperberat atau memperingan. Urutan kronologis
setiap kejadian adalah sangat penting. Jelaskan mana keluhan yang pertama
kali timbul dan urutan gejala yang lain. Hubungan waktu antara gejala-gejala
yang berkaitan juga sangat berguna. Lamanya keluhan tersebut ada kaitannya
dengan penyakit dahulu (kronis). Ajukanlah pertanyaan terhadap gejala-gejala
yang belum disebutkan oleh pasien. Terakhir yang perlu ditanyakan respon
terhadap pengobatan, apakah membaik, atau apa pernah mendapat terapi dari
dokter yang lain. Riwayat penyakit sekarang mencakup 2 komponen
tambahan :
1. Tanyakan gejala dan tanda gangguan sistem organ yang terlibat;
2. Riwayat kejadian medis yang lalu dengan sistem organ yang terganggu
sekarang.

2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit dahulu adalah penyakit yang pernah diderita
sebelumnya atau pernah melakukan konsultasi dengan dokter sebelumnya.
Tanyakanlah semua penyakit dahulu secara kronologis. Informasi prenatal,
partus dan post-natal untuk meneliti penyakit-penyakit kongenital atau
herediter. Semua penyakit-penyakit yang pernah diderita ditanyakan siapa
Yan Heine Tanawani 8

yang mengobati, obat apa yang diminum, kapan, bagaimana dan dimana
mendapat pengobatan. Bagaiman respon dengan obat dan penyakitnya. Apa
ada obat yang tidak cocok (alergi?). Tuliskanlah semua obat yang alergi. Perlu
juga ditanyakan apa pernah mendapat Imunisasi?. Catatlah semua penyakit-
penyakit yang pernah didapat dalam catatan medik penderita. Tanyakan pula
apa pernah operasi, apa penyakitnya sehingga operasi dan apa sudah tidak ada
masalah lagi. Merokok berapa bungkus sehari?, Aktifitas seksual?.

2.4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tanyakan penyakit-penyakit dalam keluarga, misalnya : Penyakit Jantung,
penyakit-penyakit congenital, Diabetes Mellitus, Hipertensi dan Penyakit
Kanker. Bagaimana keluarganya : Bapak/Ibu, Kakek,nenek anak dll,
bagaimana kesehatannya, apa masih hidup?, kalau sudah meninggal apa
penyebabnya?

2.5. Riwayat Sosial


Riwayat sosial mencakup : pendidikan, pekerjaan, asuransi, hobbi,
perumahan ,jumlah anak, riwayat gizi, lingkungan dan hubungan dalam
keluarga. Tanyakan pula ada kesulitan keluarga, ada maslah-masalah yang
dihadapi. Dan terakhir apa kebiasaan yang baik atau yang buruk dari pasien
tersebut (Minum alkohol berlebihan, merokok, jamu dan suplement).

2.6. Anamnesis Sistem


Anamnesis sistem ini merupakan usaha untuk menemukan gejala-gejala
dari pasien yang biasanya terlupakan pada saat anamnesis oleh karena
dianggap tidak perlu. Oleh karena itu anamnesis sistem kita mulai dari :
Kulit : Apa ada gatal-gatal (eksim), tahi lalat,pertumbuhan
rambut, infeksi kulit, kanker kulit, borok dan pigmentasi.
Kepala dan leher : Sakit kepala, trauma, pembengkakan, nyeri kepala.
Mata : Apa pakai kacamata, diplopia, skotoma, nyeri,gata-gatal,
infeksi, kemerahan dan trauma
Telinga : Ganguan pendengaran, infeksi, tinnitus, vertigo
Hidung : Epistaksis, bersin-bersin, rhinitis, gangguan penciuman,
penyumbatan, nyeri dan riwayat trauma.
Mulut : Ulkus, stomatits, foetor, gigi lengkap?, gigi palsu, lidah?
Tenggorokan : Sakit menelan, suara parau/serak,tonsillitis, laringitis
Leher : Pembesaran kelenjar limfe, Struma, infeksi
Mamma : Benjolan, perdarahan, sekret, nyeri dan infeksi
Pernapasan : PPOM, TB, sesak napas, asma, kanker,batuk darah
Jantung : Nyeri dada, PJK,Hipertenesi, Gagal jantung,
berdebar,sesak napas.
Saluran Cerna : Nafsu makan,mual-muntah, hematemesis, Gastritis, ulkus,
diare, obstipasi, hematoskezia, melena, haemoroid,kanker
usus,colitis, bab berlendir.
Hati : Ikterus, hepatitis,sirosi hati,asites
Saluran Kemih : Hematuria, anuria, olgouria, kending batu, infeksi, gagal
ginjal, BPH,disuria, poliuria , pyuria, GO
Ginekologi : Siklus haid, menoragi, dismenore, amenore,
metroragi,
infeksi, kanker, abortus, kehamilan,menopause,
kontrasepsi dll.
Genitalia eksterna : Nyeri, benjolan, sekret, PMS (Penyakit Menular Seksual),
Ulkus.
Yan Heine Tanawani 9

Muskuloskletal : Nyeri, pembengkakan, kelemahan,kelumpuhan,


kekejangan, trauma, terkilir, patah tulang.
Hematologi : Anemia, perdarahan, keganasan, transfusi, gol darah
Endokrin dan Metabolisme : Perubahan BB, DM, Kolesterol, tiroid
Susunan saraf : Stroke, tumor otak, kejang, tremor, gangguan sensoris,
gangguan motorik, daya ingat, sinkop.
Emosi : Tidur, cemas, depressi, suicide, kepuasan dalam hidup dll.

3. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital


Yang termasuk dalam pemeriksaan tanda-tanda vital adalah :
Tekanan darah, Suhu, Nadi dan Pernapasan. Di Negara maju pemeriksaan pulse
oxymetri dimasukkan dalam pemeriksaan tanda vital. Pulse oxymetri adalah alat
mengukur saturasi oksigen dalam darah kapiler, di Indonesia masih merupakan
barang langkah, namun di RSUD dok II alat ini dipakai di ruang rawat intensif.

Mengukur tekanan darah


Untuk mengukur tekanan darah perlu dipersiapkan alat-alat : Sfigmomanometer
(Tensimeter), Stetoskop dan alat pencatat. Pengukuran tekanan darah dengan
memakai guide line WHO sebagai berikut:
Untuk pasien yang datang ke poliklinik atau ke tempat praktek dilakukan dengan
posisi penderita duduk . Persyaratan :
Pasien istirahat minimal 10-15 menit
Tidak melakukan olahraga/exercise sebelumnya
Tidak merokok.
Penderita duduk dengan posisi tegap, kaki menginjak lantai dan perasaan tenang,
sebelum dilakukan pemeriksaan diberitahu bahwa akan dilakukan pengukuran
tekanan darah. Usahakan agar posisi Tensimeter setinggi dengan jantung. Manset
dipasang pada lengan atas (brachium) 2 jari diatas fossa cubiti. Manset harus
menutupi minimal 2/3 lengan, sebaiknya gunakan manset yang berjeruji agar
tekanannya merata ke semua arah. Rabalah Arteri Radialis (letaknya diatas tulang
radius), selanjutnya pompa manset sampai denyut nadi tidak teraba. Tekanan pada
saat nadi tidak teraba adalah tekanan sistolik. Pompa manset diteruskan 30 mmHg
diatas tekanan tadi dan mulai memasang stetoskop(permukaan bell) diatas arteri
brachialis, sebelumnya tentukan tempat meraba arteri brachialis tadi (fosaa cubiti).
Mulai menurunkan tekanan pada manset dengan melonggarkan pemutar, turunkan
tekanan 1 mmHg perdetik sampai terdengar nadi (Korotkof I). Pada saat pertama kali
terdengar itu adalah tekanan sistolik. Turunkan terus perlahan-lahan sampai bunyi
menghilang (korotkof V), ini adalah tekanan diastolik. Ulangi prosedur ini 3 kali dan
ambil nilai rata-rata. (Lihat gambar dan Video).
Yan Heine Tanawani 10

Pemeriksaan Nadi
Untuk menghitung nadi perlu mengetahui letak arteri yang akan diraba (Anatomi).
Arteri (urat Nadi) yang biasa diperiksa adalah a. Radialis, a. Brachialis, a.Tibialis
anterior, a.Poplitea dan a.Carotis. Paling sering menghitung nadi a. Radialis oleh
karena muda didapat dan terletak diatas tulang radius.

Biasanya kita menghitung nadi permenit. Normal : 60-100 kali permenit. Yang perlu
diperhatikan pada pemeriksaan nadi :
Jumlah denyut permenit
Irama : teratur atau tidak
Isinya: Kuat atau lemah (pengisian)
Palpasi Nadi dilakukan dengan 2 atau 3 jari (Lihat gambar dan Video)

Pemeriksaan Pernapasan
Kecepatan pernapasan adalah jumlah inspirasi per menit. Untuk menghindari
kesalahan biasakan menghitung napas dalam 1 menit. Yang perlu diperhatikan jenis
pernapasan, jumlah per menit, usaha bernapas dan volume. Apakah bernapas
menggunakan otot pernapasan tambahan.

Pemeriksaan Suhu
Pengukuran suhu tubuh biasa dilakukan pada : Axilla, mulut dan rektal.
Alat yang digunakan adalah termometer. Sebelum mengukur suhu siapkan
Termometer dan alat pencatat. Sering dilupakan termometer tidak diperhatikan
sehingga timbul kesalahan. Kembalikan air raksa pada termometer kebawah, lihat
apa suhu termometer sudah sesuai dengan suhu kamar. Selanjutnya pasang
termometer pada axilla atau Oral atau Anus. Biarkan selama 10 menit lalu baca. Suhu
oral normal :37,1 C; Suhu rektal normal : 37 C dan suhu axilla : Lebih rendah
0.6 C dari suhu oral. Kebanyakan ahli sepakat dikatakan demam (panas) kalau suhu
tubuh >37 C.

Pemeriksaan Pulse Oxymetri


Alat tersebut dipakai untuk mengukur saturasi oksigen dalam darah kapiler. Alat
tersebut di pasang pada ujung jari tangan, maka akan terlihat berapa saturasi oksigen
dalam darah kapiler. Biasanya alat tersebut dipakai di ruang intensif (ICU/ICCU).
Yan Heine Tanawani 11

4. Pemeriksaan Fisis Umum


Setelah menyelesaikan anamnesis (lengkap dan sistematis) , maka sekarang akan
melakukan pemeriksaan fisis. Perhatikanlah bagaimana penampilan pasien, jabatan
tangannya teraba seperti apa, sikap dan habitus umumnya dan cara bicaranya.
Lakukanlah pemeriksaan fisis secara sistematis untuk menghindari kesalahan karena
kelalaian. Pemeriksaan secara sistematis pada tiap-tiap organ secara rutin meliputi :
Inspeksi : Dilihat dengan penuh perhatian
Dalam Inspeksi perlu penerangan yang cukup, perhatikan warna, bentuk,
simetris atau asimetri dan kejadian-kejadian lain yang dapat dilihat
Palpasi : Meraba dengan satu atau dua tangan (ladies hand)
Palpasi membedakan tekstur (bentuk), ukuran, konsistensi, suhu, dll.
Perkusi : Mengetuk dengan tangan alat bantu (kedua tumpuan)
Perhatikan bunyi pada saat ketuk (perkusi), bunyi ini timbul oleh karena
resonansi. Udara dan gas paling resonan, jaringan keras padat kurang
resonan. Misalnya perkusi Paru : Sonor ; Lambung : timpani ; Hati :
redup; Pleural efusi : pekak
Auskultasi : Mendengarkan bunyi dari dalam tubuh dengan stetoskop. Penilaian
bunyi meliputi : frekuensi, intersitas, durasi dan kualitas.
Bau : Dengan penciuman yang baik bau dapat menduga diagnosis suatu
penyakit.
Misalnya bau keton pada penderita Ketoasidosis diabetik, Foetor
Hepaticum, dll.

Untuk melakukan pemeriksaan fisis perlu menyiapkan perlengkapan berupa :


Stetoskop, Sfigmomanometer (Tensimeter), Senter, Hammer refleks, Spatel lidah,
Termometer, Otoskopi, spekulum hidung dan optalmoskop. Sesudah alat telah siap
diberitahu penderita bahwa akan dilakukan pemeriksaan fisis. Pertama periksa
tanda-tanda vital sesuai dengan prosedur diatas. Tensi, Nadi, Suhu, Pernapasan,
Tinggi badan, berat badan dan tingkat kesadaran.

Tingkat kesadaran seseorang biasanya dinyatakan :


1. Kompos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat menjawab keadaan disekitarnya.
2. Apatis : Pasien segan untuk berhubungan dengan keadaan sekitarnya, sikap acuh
tak acuh.
3. Somnolent : Pasien selalu mau tidur saja, dapat dibangunkan dengan rasa nyeri,
atau makan minum, kemudian tidur lagi.
4. Letargi : Pasien tampak lesu dan mengantuk
5. Delirium : Penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal dari aktifitas
psikomotor dan siklus tidur-bangun terganggu. Pasien tampak gaduh-gelisah,
kacau, disorientasi, berteriak, meronta-ronta.
6. Sopor (stupor) : Mirip koma, berbaring mata tertutup, tidak bereaksi bila
dibangunkan kecuali rangsangan nyeri. Refleks kornea lemah tapi bereaksi.
7. Koma : Tidak ada gerakan sama sekali. Dengan rangsang apapun tidak ada
respon. Refleks negatif.

Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma


Glasgow yang memperlihatkan tanggapan (respon) penderita terhadap rangsang dan
memberikan nilai pada respon tersebut. Tanggapan/respon yang perlu diperhatikan
adalah :
A. Membuka mata
B. Respon verbal (bicara)
C. Respon motorik (gerakan)
Yan Heine Tanawani 12

Nilai
A. Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap bicara (suruh pasien buka mata) 3
Dengan rangsang nyeri 2
Tidak ada reaksi (dengan rangsang nyeri) 1
B. Respon verbal (bicara)
Baik dan tidak ada disorientasi 5
(dapat menjawab dalam kalimat baik dan tahu
Dimana dia berada, tahu waktu,hari,bulan)

Kacau (confused) 4
(tau bicara dalam kalimat, namun ada dis-
Orientasi waktu)

Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata, 3


Namun tidak berupa kalimat dan tidak tepat)

Mengerang 2
(tidak mengucapkan kata, hanya mengerang)

Tidak ada jawaban 1


C. Respon motorik (gerakan)
Menurut perintah 6
Mengetahui lokasi nyeri 5
Reaksi menghindar 4
Reaksi flexi (dekortikasi) 3
Reaksi ekstensi (deserebrasi) 2
Tidak reaksi 1

Bentuk Badan
Bentuk badan yang abnormal yang sering dijumpai adalah :
Moon face : Muka bulat seperti bulan sering ditemui pada penderita yang
mengkomsumsi steroid kronik
Akromegali
Kerdil
Sindroma Kline felter
Sindrom Turner
Marasmur - Kwarsior
Kelainan malformasi (salah bentuk) Mis ; bibir sumbing, bell Palsy dll
Kelainan tulang belakang : Kiposis, Lordosis, Skoliosis

Habitus :
Astenikus : Bentuk tubuh tinggi, kurus, dada rata atau cekung dan otot tidak
bertumbuh dengan baik
Atletikus : Bentuk tubuh olahragawan, kepada dan dagu terangkat keatas, dada
penuh, perut datar dan lengkung tulang belakang normal
Piknikus : Bentuk tubuh cenderung bulat dan penuh dengan penimbunan lemak
subkutan.
Yan Heine Tanawani 13

Cara berjalan :
Apakah berjalan normal, atau ada paralisis, kaki diseret, melangkah pendek-
pendek, apa ada kontraktur sendi, lengan atas lumpuh dll.

Cara berbaring :
Berbaring aktif dapat memiringkan badannya kekiri atau kekanan, pasif adalah
berbaring dengan bantuan orang lain.

Keadaan gizi :
Untuk menilai gizi dipakai Indeks massa tubuh

IMT = BB/ (TB) ; BB = Berat badan dalam Kg, TB = Tinggi badan dalam meter
Nilai normal = 18 -24 ; < 18 Kurus ; 25-30 BB lebih ; 31-35 Gemuk dan >35
Terlalu gemuk

Aspek kejiwaan :
Penilaian aspek kejiwaan seorang pasien meliputi 3 hal yaitu :
1. Tingkah laku :
Wajar
Tenang atau gelisah
Hipoaktif atau hiperaktif
2. Alam perasaan: biasa, sedih, gembira, cemas, takut atau marah
3. Cara proses berpikir :
Wajar
Cepat, lambat, atau terhambat
Adanya gangguan waham, fobia ata obsesi.

Pengukuran Tekanan Vena Jugularis


Pemeriksaan dilakukan pada V Jugularis eksternal kanan karena berhubungan
langsung (sambungan) V kava superior. Bila tekanan dalam ventrikel kanan
meningkat, maka tekanan ini akan diteruskan ke atrium kanan dan selanjutnya ke
vena jugularis. Peningkatan tekanan vena jugularis ini disebabkan oleh gagal jantung
kanan atau gagal jantung kiri yang lanjut.

Cara pengukuran tekanan vena jugularis:


1. Langsung yaitu dengan memasukkan keteter kedalam atrium kanan melalui vena
brakialis yang telah dihubungkan dengan manometer. Tekanan dibaca pada
manometer.
Prosedur :
Penderita berbaring dengan meletakkan lengan 5 cm dibawah titik acuan (setinggi
atrium kanan). Jarum dimasukkan kedalam vena brakialis yang telah
disambungkan dengan manometer. Baca pada manometer.
Titik-titik pengukuran :
Titik acuan adalah bidang horizontal melalui tempat sambungan iga 2
dengan Sternum
Titik nol adalah tempat dimana tekanan sama nol, yaitu setinggi atrium
kanan
Jarak antara titik acuan dengan titik nol pada orang dewasa 5 cm (R).
2. Tidak langsung menurut Lewis Borst.
Sebagai pengganti manometer dipakai vena jugularis. Penderita berbaring dengan
leher yang lemas. Tentukan vena jugularis kanan. Vena tidak boleh dikosongkan
dengan mengurutnya. Vena ditekan dengan 1 jari dibagian bawah (proksimal)
Yan Heine Tanawani 14

dekat klavikula, lalu sebelah atas (distal) dekat mandibula dengan jari lain,
kemudian tekanan pada jari pertama (proksimal) dilepaskan. Perhatikan sampai
dimana pengisian vena jugularis terisi waktu inspirasi. Tingginya diukur dari titik
acuan dengan menarik garis lurus (horizontal). Misalnya pada pemeriksaan
tekanan vena 2 cm lebih tinggi dari titik acuan, maka tekanan vena adalah 2 + R
H2O = 2 + 5 = 7 cm H2O. Tekanan vena normal pada pengukuran ini adalah 5-2
= 3 cm H2O.
Pada keadaan normal dengan tekanan vena normal, kadang kadang kepala
diturunkan agar pengisian vena jugularis dapat terisi kira-kira pertengahan leher.
Peninggian atau penurunan letak kepala tidak akan mengubah tekanan vena oleh
karena jarak R merupakan jari-jari konstan suatu bola dengan pusat atrium kanan
sebagai pusatnya.
Yan Heine Tanawani 15

BAB V
PEMERIKSAAN FISIS KHUSUS

1. Kulit
Warna
Anemia : Warna kulit yang kepucatan, karena kurang kadar hemoglobin
dalam sel darah merah. Kepucatan karena anemia yang terlihat
pada selaput lendir faring, mulut, bibir serta konjungtiva dan
kuku lebih bermakna untuk meyatakan keadaan anemia,
dibandingkan warna pucat pada kulit.
Ikterus : Warna kulit yang menjadi kuning bervariasi dari kuning muda
sampai kehijauan, disebabkan bertambahnya pigmen empedu.
Lebih muda terlihat pada sklera atau pada selaput mukosa bibir
yang ditekan dengan gelas.
Hiperpigmentasi : Warna kulit yang kehitaman, karena bertambahnya
pigmen kulit (melanin).
Hipopigmentasi (vitiligo) : Warna kulit yang berbercak keputihan dikelilingi
daerah dengan warna kulit normal atau
hiperpigmentasi.
Sianosis : Warna kulit yang kebiruan akibat berkurangnya kemampuan
darah untuk mengangkut oksigen. Bisa dijumpai pada penyakit-
penyakit jantung, paru-paru, juga pada polisitemia.

Lesi Primer pada Kulit


Makula : Perubahan warna pada kulit yag jelas batasnya (circumscribed) tanpa
penonjolan atau lekukan. Biasanya bundar atau bulat telur. Contohnya
adalah rose spot (roseolae) pada demam tifoid.
Papula : Tonjolan kecil yang jelas batasnya, tanpa cairan berukuran mulai dari
jarum pentul sampai sebesar kacang tanah.
Vesikula : Papula dengan cairan serosa di dalamnya.
Pustula : Papula dengan cairan pus di dalamnya.
Bula : Seperti vesikula dengan ukuran yang lebih besar. Misalnya pada luka
bakar.
Nodul : Tonjolan padat berbatas tegas, lebih besar dari papula kira-kira sebesar
kacang tanah, dapat diraba di bawah kulit atau menonjol ke permukaan
kulit.
Tumor : Tonjolan seperti nodul, lebih besar dalam ukurannya.

Lesi Sekunder
Skuama : Eksfoliasi epidermis/mengelupasnya epidermis, misalnya pada psoriasis,
tinea versikolor.
Ekskoriasi : Lapisan epidermis yang lecet karena trauma mekanik, misalnya karena
digaruk atau dicakar.
Fisura : Celah yang memanjang kedalam epidermis, kadang sampai di korium,
karena luka-luka atau penyakit.
Yan Heine Tanawani 16

Krusta : Timbunan serum, pus, atau darah yang mengering, kadang-kadang


bercampur jaringan epitel atau debris.
Sikatriks : Pembentukan jaringan ikat baru, sebagai pengganti kerusakan jaringan
korium (atau lebih dalam lagi), akibat suatu luka atau penyakit atau bekas
operasi, jaringan parut yang berlebihan pertumbuhannya disebut keloid.
Ulkus : Luka yang menembus epidermis korium, biasanya disertai nekrosis,
bervariasi dalam bentuk serta dalamnya luka.

Pada penyakit morbili, efloresensi mula-mula berupa makula merah kehitaman,


biasanya mulai pada dahi atau belakang telinga, kemudian dengan cepat, menjalar
keseluruh muka, leher dan badan. Kadang-kadang muka tampak agak bengkak. Lesi
pada ekstremitas lebih nyata di daerah ekstensor.

Perubahan Lokal
Angioma : Tumor yang terjadi dari sistem pembuluh, bila asalnya pembuluh
darah disebut hemangioma; bila asalnya pembuluh limpa disebut
limfangioma.
Nevi : Pertumbuhan yang sifatnya kongenital, merupakan tanda lahir.
Spider nevi : Bercak merah kecil, merupakan pembuluh-pembuluh darah yang
kecil mempunyai pusat dengan cabang-cabangnya yang tersebar
dari pusat. Bisanya dijumpai pada penyakit hati, misalnya sirosis
hati.
Striae : Garis putih kemerahan dari daerah yang atrofi, dikelilingi oleh
kulit yang normal. Dijumpai pada wanita hamil, gemuk, atau pada
sindrom cushing. Jaringan parut (sikatriks pada efloresensi).

Pertumbuhan
Rambut : Dinilai cukup tidaknya, adakah bagian-bagian yang berlebihan
atau tidak ada pertumbuhan rambutnya.
Edema : Diperiksa di daerah pretibial, pergelangan kaki dan sakral, dengan
dengan cara menekan di atas dasar yang keras ( di atas tulang,
tidak di daerah otot). Adanya lekukan ke dalam setelah
penekanan, disebut pitting edema, misalnya pada sirosis hati,
gagal jantung kanan dan sindrom nefrotik. Keadaan sebaliknya
disebut non-pitting edema, dijumpai misalnya pada miksedema.
Turgor : Diperiksa dinding perut, lengan dan punggung tangan.
Keringat : Seluruh badan, setempat.
Skleroderma : Gambaran kulit yang kasar, menebal, warna putih gading.
terabanya biasanya tipis dan tegang, sehingga kadang kala pasien
sukar untuk tersenyum atau menutup mulutnya.
Atrofia : Menipisnya kulit karena berkurangnya satu atau lebih lapisan
kulit. Tampaknya kulit jadi pucat, elastisitas berkurang, pada
keadaan ekstrim, kulit teraba seperti kertas.
Emfisema
Subkutis : Adanya udara pada jaringan subkutan, ditandai dengan adanya
krepitasi pada perabaan.

Kelenjar Getah Bening


Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi dan palpasi untuk menentukan adanya
pembesaran kelenjar getah bening di daerah kepala, leher, supraklavikula, aksila, lipat
paha. Catat besar, konsistensi, perlekatan, atau nyeri tekan dari kelenjar getah bening
yang membesar.
Yan Heine Tanawani 17

2. Kepala
Umumnya pemeriksaan kepala adalah dengan inspeksi dan palpasi.
Ekspresi wajah : Menunjukkan watak dan emosi, keadaan kesakitan.
Simetri muka : Asimetri biasa tampak pada pasien dengan paresis N.VII.
Warna : (lihat bahasan kulit)

Muka pada miksedema biasanya membengkak (tidak melekuk ke dalam pada


tekanan jari pemeriksa). Bibir dan lidah tampak menebal dengan kesadaran yang
somnolen. Muka pada tirotoksikosis, karena eksoftalmus dan gerakan bola mata yang
cepat, tampak seperti ketakutan.
Pada pasien lepra, terdapat infiltrasi jaringan subkutan pada dahi, dagu dan pipi
dengan hidung yang melebar tetapi pesek. Keadaan ini mirip muka seekor singa,
karena itu disebut pula sebagai facies leonina.
Nyeri tekan sinus frontalis, maksilaris: diperiksa ada/tidaknya nyeri.

Pertumbuhan Rambut
Rambut rontok di seluruh badan ataupun setempat (alopesia areata). Dapat
dijumpai pada penyakit infeksi berat (demam tifoid) atau penyakit endokrin (diabetes
melitus, miksedema).
Pembuluh darah temporal : penebalan, aneurisma. Pada auskultasi dapat terdengar
bising pada aneurisma.
Nyeri tekan : di tempat keluarnya saraf-saraf supra dan infraorbita.
Defomitas : akromegali, penyakit paget, tumor, trauma.

3. Pemeriksaan Mata ( dr. Esma Kindangen. Sp.M)


Anamnesa
Anamnesa yang lengkap meliputi 4 aspek :
1. Riwayat keluarga.
Banyak kelainan mata yang bersifat herediter atau memiliki insidens yang tinggi
pada anggota dalam satu keluarga. Misalnya kelainan refraksi, strabismus,
katarak, glaucoma, dan retinal detachment.
2. Riwayat medikal.
Karena kelainan pada mata dapat berhubungan dengan kelainan sistemik,
kemungkinan ini harus diketahui. Keadaan-keadaan yang berpengaruh pada mata
berupa diabetes mellitus, hipertensi, penyakit infeksi, reumatik, dan penyakit
kulit. Gangguan pada mata seperti glaukoma, katarak, makulopati, dan optik
neuritis, dapat disebabkan oleh penggunaan obat-obatan steroid, chloroquin atau
ethambutol.
Yan Heine Tanawani 18

3. Riwayat kelainan pada mata.


Pemeriksa perlu menanyakan tentang lensa korektif (kaca mata),
strabismus,trauma, pembedahan serta infeksi pada mata.
4. Riwayat sekarang.
Gejala apa yang dirasakan sekarang? Apakah terdapat gangguan penglihatan,
nyeri, mata merah, atau penglihatan ganda? Sejak kapan? Adakah trauma atau
gejala umum yang menyertai?

Pemeriksaan
1. Tajam penglihatan.
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang,
baik penglihatan jauh maupun dekat dan dilakukan terpisah pada tiap mata. Satu
mata ditutup dengan sepotong kertas atau telapak tangan. Tajam penglihatan
diperiksa langsung, dengan memperlihatkan seri simbol pada eye chart (kartu
Snellen, E, Arabic number, pictograph) dengan ukuran berbeda pada jarak 6
meter, dan menentukan simbol (huruf) terkecil yang dapat dikenali penderita.
Bila huruf yang terbaca terdapat pada baris dengan tanda 30 dikatakan
tajam penglihatan 6/30. Bila yang terbaca terdapat pada baris dengan tanda 6
dikatakan tajam penglihatan 6/6. Tajam penglihatan normal 6/6.

Bila diperlukan perbaikan tajam penglihatan digunakan sebuah set lensa coba, dan
bingkai percobaan. Lensa positif (konveks) untuk hiperopia atau hipermetropia,
lensa negatif (konkav) untuk myopia, dan lensa silinder untuk astigmatismus.
Jika pada jarak 6 meter penderita tidak dapat melihat dilakukan
pemeriksaan hitung jari, melihat gerakan tangan (1/300), dan melihat sumber
cahaya (1/~).

2. Pemeriksaan kelopak mata.


Kelopak mata di inspeksi dibawah cahaya yang terang. Palpebra superior
menutupi tepi kornea bagian superior sekitar 2 mm. Antara kornea dan palpebra
inferor terlihat sclera. Tepi kelopak mata bersentuhan langsung dengan bola mata.
Lebar fissura palpebra normal 6-10 mm. Perubahan lebar fissura merupakan tanda
dari penonjolan bola mata, enophthalmus, atau variasi ukuran bola mata. Kulit
kelopak mata tipis dan hanya terdapat sedikit jaringan lemak subcutaneous.
Reaksi alergi dan peradangan dapat menimbulkan pembengkakan.

3. Pemeriksaan konjungtiva.
Konjungtiva diperiksa dengan melakukan inspeksi langsung dan
menggunakan lampu senter. Konjungtiva bulbi terlihat langsung diantara kelopak
mata; konjungtiva palpebra hanya dapat dilihat dengan melipat keluar (eversi)
Yan Heine Tanawani 19

kelopak mata atas atau bawah. Konjungtiva yang normal tampak licin, transparan,
mengkilap dan lembab. Pemeriksa perlu memperhatikan adanya kemerahan,
secret, penebalan, jaringan parut atau benda asing.
Eversi pada kelopak bawah. Penderita melirik keatas, sementara pemeriksa
menarik kelopak kebawah, sehingga konjungtiva dan permukaan posterior
kelopak mata bawah terlihat.
Eversi kelopak mata atas. Penderita diminta melirik kebawah. Penderita harus
rileks dan tidak mengedipkan atau menutup mata yang satunya. Pemeriksa
memegang bulumata atas dengan ibu jari dan telunjuk, dan melipat keluar
kelopak. Eversi dapat dilakukan dengan bantuan kapas bertangkai. Konjungtiva
palpebra dapat diperiksa atau dibersihkan bila perlu.

4. Pemeriksaan kornea.
Kornea diperiksa dengan menggunakan lampu senter dan loupe. Kornea
bersifat jernih, permukaannya licin dan reflective. Refleksi ini mengalami distorsi
bila terdapat gangguan pada kornea. Defek epithelial akan terlihat berwarna hijau
setelah diberi fluorescein, infiltrat kornea dan bekas luka berwarna putih keabuan.
Evaluasi sensitivitas kornea juga penting dilakukan, dan dikerjakan bilateral untuk
mengetahui kemungkinan adanya perbedaan reaksi pada kedua mata. Penderita
diminta melihat lurus kedepan sewaktu pemeriksaan. Pemeriksa menahan kelopak
atas dan kornea disentuh dengan kapas yang dipelintir. Diusahakan
datang/mendekatnya kapas tidak disadari penderita. Sensitivitas yang berkurang
dapat merupakan petunjuk adanya trigeminal atau fasial neuropati, atau
merupakan tanda adanya infeksi virus pada kornea.

5. Pemeriksaan bilik mata depan


Bilik mata depan (COA : camera okuli anterior) terisi dengan aqueous humor
yang jernih. Infiltrasi seluler dan terkumpulnya pus di COA (hipopion) dapat
terjadi. Terdapatnya darah di COA disebut hifema.
Menilai kedalaman COA juga penting dilakukan. Pada COA dengan
kedalaman yang normal, keseluruhan iris dapat disinari oleh sumber cahaya dari
arah lateral. Pada COA yang dangkal akan tampak adanya bayangan pada bagian
medial iris. Pada penderita dengan COA dangkal sebaiknya tidak dilakukan
dilatasi pupil oleh karena beresiko terjadi serangan glaucoma.

6. Pemeriksaan lensa.
Kekeruhan pada lensa akan terlihat sebagai warna abu-abu pada
pupil.Retroilluminasi pada lensa merupakan metode pemeriksaan kekeruhan pada
lensa yang paling cepat. Dengan menggunakan oftalmoskop, kekeruhan akan
tampak sebagai bayangan hitam pada pupil yang berwarna merah jingga.
Tes bayangan (shadow test) dilakukan untuk mengetahui derajat kekeruhan
lensa dengan menggunakan lampu senter dan loupe. Senter disinarkan pada pupil
dengan membuat sudut 450 dengan dataran iris. Dengan loupe dilihat bayangan
iris pada lensa yang keruh.
Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil
berarti lensa belum keruh seluruhnya, ini terjadi pada katarak imatur dan disebut
shadow test (+). Apabila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terhadap pupil
berarti lensa sudah keruh seluruhnya, ini terdapat pada katarak matur; shadow test
(-).
Yan Heine Tanawani 20

7. Mengukur tekanan intraocular (TIO).


Pengukuran TIO dapat dengan cara palpasi digital, dapat pula dengan
menggunakan alat khusus (tonometer). Palpasi digital merupakan perhitungan
TIO dengan menekan bola mata dengan jari pemeriksa.
Penderita disuruh melihat kebawah, kedua telunjuk pemeriksa diletakkan pada
kulit kelopak atas penderita. Satu telunjuk mengimbangi tekanan sedang telunjuk
yang lain menekan bola mata.
Cara pemeriksaan ini memerlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat
faktor subyektif. Nilai TIO dinyatakan N+1, N+2, N+3 yang menyatakan tekanan
lebih tinggi; atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan tekanan lebih rendah daripada
normal.

8. Pemeriksaan lapang pandangan.


Tes konfrontasi merupakan gross screening untuk lapang pandangan bila tidak
tersedia tes perimetri.
Penderita berhadapan dengan pemeriksa pada jarak 1 m, mata penderita dan
pemeriksa sama tinggi. Mata penderita difokuskan pada mata pemeriksa dengan
sisi yang berlawanan (mata kiri penderita difokuskan pada mata kanan pemeriksa)
sementara masing-masing menutup mata yang satunya lagi dengan telapak
tangan. Pemeriksa menggerakkan objek seperti pensil, atau jari dari perifer
kearah medial (midline) pada empat kuadran.
Penderita dengan lapang pandangan normal akan melihat objek bersamaan
dengan pemeriksa; penderita dengan lapang pandangan yang abnormal atau
mengecil akan melihat objek lebih lambat dari pemeriksa.

Pemeriksaan mata biasanya dengan inspeksi, palpasi dan juga dengan bantuan
alat-alat seperti pen-light, funduskopi dan peta snellen.
Eksoftalmus : Bola mata yang menonjol ke luar, karena fisura palpebra yang
melebar ditandai dengan terlihatnya kornea yang tampak seluruhnya dan
dikelilingi sklera. Dapat dijumpai pada tirotoksikosis, trombosis sinus kavernosus.
Enoftalmus : Bola mata yang tertarik kedalam, misalnya pada keadaan dehidrasi,
sindrom Horner.
Tekanan bola mata : Naik (glaukoma), turun (dehidrasi).
Gerakan : Strabismus (juling) adalah keadaan dimana kedudukan bola mata
abnormal, karena sumbu bola mata berkedudukan demikian rupa sehingga
proyeksi rangsang optik di kedua mata tidak sesuai. Strabismus konkomitan
disebabkan kerusakan saraf-saraf penggerak mata,sedangkan strabismus
paresis/paralisis disebabkan kelumpuhan saraf-saraf penggerak mata. Strabismus
divergen adalah keadaan dimana mata cenderung melihat ke lateral, sebaliknya
dengan strabismus konvergen.
Deviation conjuge : Keadaan bola mata yang keduanya selalu melihat ke satu
jurusan dan tidak dapat dilirikan ke arah yang lain , secara pasif ataupun dengan
kemauan sendiri.
Nistagmus : Gerakan bola mata yang berjalan secara ritmis, mula-mula dengan
lambat bergerak ke satu arah, kemudian dengan cepat kembali ke arah posisi
semula. Keadaan ini dihubungkan dengan gangguan susunan vestibular.
Nistagmus yang tidak ritmis (pendular), adalah nistagmus tanpa komponen gerak
cepat atau lambat. Biasanya didapatkan pada orang yang hampir buta atau buta
seluruhnya.
Yan Heine Tanawani 21

Kelopak :
Ptosis : Kelopak mata tampak jatuh, fissura palpebrae menyempit.
terlihat seperti bengkak muka pada penyakit ginjal. Terjadi
karena kelumpuhan m.levator palpebrae yang disarafi saraf otak
III.
Xantelasma : Bercak kekuningan pada kulit kelopak mata. Dihubungkan
dengan peninggian kadar lemak dalam darah.
Blefaritis : Radang pada kelopak mata.
Edema : Kelopak mata membengkak, kadang-kadang mata hampir
tertutup.
Perdarahan : Akibat trauma dan sebagainya.
Pupil : Diperiksa bentuk dan lebarnya, bila kedua pupil sama besar dan bentuknya
disebut isokor. Pupil yang mengecil disebut miosis,kadang-kadang amat kecil
(pinpoint), dijumpai misalnya pada intoksikasi morfin. Pupil yang dilatasi disebut
midriasis, misalnya pada kerusakan saraf otak III.
Refleks pupil terhadap cahaya diperiksa dengan meminta pasien melihat obyek
yang jauh, kemudian diberi rangsangan cahaya.
Konjungtiva :
Pinguekula : Bercak putih kekuningan, terdiri atas jaringan ikat, berjalan pada
kedua sisi kornea. Biasanya akibat hiperlipidemia.
Flikten : Nodul kecil, banyak satu atau lebih, warna abu-abu agak kuning,
pada beberapa bagian konjungtiva dan kornea.
Bercak Bitot : Bercak segitiga pada kedua sisi kornea, warna pucat keabu-abuan,
berisi epitel yang kasar dan kering kadang-kadang juga
mikroorganisme. Didapatkan pada avitaminosis A.
Radang : Ditandai dengan adanya warna merah, mengeluarkan air mata dan
kadang-kadang sekret mukopurulen.
Anemia : Warna pucat, kadang-kadang amat pucat pada anemia berat.
Korena :
Xeroftalmia : Keadaan lanjut akibat avitaminosis A. Kornea menjadi kering,
kesannya menjadi lunak.
Arkus (anulus): Garis lengkung putih keabu-abuan yang melingkari kornea.
biasanya terdapat pada usia tua (arkus senilis).
Ulkus : Terdapat perselubungan seperti awan disertai tanda-tanda radang.
Pasien biasanya mengeluh silau (foto fobia), bila melihat cahaya
Terang.
Lensa :
Katarak : Lensa yang keruh seperti awan, dijumpai pada orang tua dan
pasien diabetes melitus.
Sklera : Diperiksa ikterus tidaknya.
Fundus :
Retinopati pada diabetes, hipertensi.
Edema papil
Hemoragi
Ketiga hal ini hanya dapat ditentukan dengan funduskopi.
Visus : pemeriksaan dibantu dengan peta Snellen (Snellen chart).
Emetrop : Penglihatan sempurna, proyeksi bayangan dari benda yang dilihat
jatuh tepat di retina.
Hipermetrop
/mata jauh : Gangguan penglihatan dimana proyeksi bayangan jatuh di
belakang retina.
Yan Heine Tanawani 22

Miop/
mata dekat : Gangguan penglihatan dimana proyeksi bayangan jatuh di depan
retina.
Presbiop : Gangguan penglihatan karena menurunnya daya akomodasi,
sehingga bayangan jatuh dibelakang retina.
Buta warna : Ketidakmampuan mengenali satu atau beberapa warna. Biasanya
familial. Pemeriksaan dengan melihat buku khusus berwarna (tes
Ishihara).
Lapangan penglihatan :
Hemianopsia : Penyempitan lapangan penglihatan. Misalnya tidak bisa melihat
separuh bagian sebelah kanan lapangan penglihatan, disebut
hemianopsia homonim dekstra.
Skotoma : Daerah yang tidak dapat dilihat pada lapangan penglihatan.

4. Telinga
Pemeriksaan telinga dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan bantuan alat.
Daun telinga : Defomitas, tanda radang, atau tofi.
Tofi : Benjolan keras, satu atau lebih, merupakan timbunan Na-biurat pada rawan
telinga. Dijumpai pada pasien gout.
Liang telinga : Serumen, sekret, atau deskuamasi.
Selaput/gendang telinga : Utuh/tidak.
Nyeri tekan di prosesus mastoideus merupakan tanda mastoiditis.
Pendengaran : Biasanya uji pendengaran dilakukan dengan berbicara keras dan
berbisik, dengan garpu penala, detak arloji, atau audiometer. Normalnya detak
jam masih terdengar baik pada jarak kira-kira 12,5-37,5 cm.

Bila ada keluhan tuli pada pasien, harus dibedakan ketulian akibat gangguan hantaran
atau ketulian akibat gangguan saraf. Cara pemeriksaan memakai garpu tala (uji
penala) dengan frekuensi 512 Hz atau 1024 Hz.

1. Tes Rinne
Tujuan : Mengetahui ketulian akibat gangguan saraf atau gangguan hantaran suara
tulang dengan membandingkan hantaran suara melalui tulang.
Cara : Setelah garpu penala dibunyikan secara ringan, ditempatkan alas alat
tersebut di prosesus mastoideus sampai pasien tidak lagi mendengar
suara-nya. Kemudian cepat pindah garpu penala tersebut dekat dengan
liang telinga. Pastikan apakah pasien tersebut masih dapat mendengar-
nya.
Dalam keadaan normal dan ketulian akibat gangguan saraf bunyi melalui udara
terdengar lebih lama dibandingkan melalui tulang.
2. Tes Weber
Tujuan : Mengetahui ketulian akibat gangguan saraf atau gangguan hantaran
tulang dengan prinsip hantaran suara yang ditimbulkan tepat di tengah-
tengah dahi atau ubun kepala akan disalurkan sama kuatnya ke kedua
telinga (lateralisasi).
Cara : Letakkan garpu penala setelah dibunyikan secara ringan pada puncak
kepala atau tengah-tengah dahi. Tanyakan apakah pasien dapat
mendengar pada kedua sisi telinganya.
Dalam keadaan normal, suara dapat terdengar sama kuatnya di kedua telinga.
Pada ketulian karena gangguan konduksi suara di-lateralisasi-kan (terdengar) di
telinga yang tuli saja. Pada ketulian karena gangguan saraf suara terdengar di
telinga yang sehat.
Yan Heine Tanawani 23

5. Hidung
Pemeriksaan hidung dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan bantuan alat.
Bagian luar : Tulang rusak karena lues (saddle nose), kusta, atau lupus.
Septum : Adakah terdapat deviasi.
Selaput lendir : Adakah penyumbatan, pendarahan, atau ingus dalam lubang
hidung

6. Mulut dan Tenggorok


Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi, mencium bau napas, dan dengan bantuan
alat (spatula lidah).
Bibir : Pucat, sianosis, fisura.
Keilitis : Tanda-tanda radang pada bibir.
Herpes : Lesi dapat ditemukan pula di hidung, dagu, dan pipi. Biasanya
berupa vesikula sebesar jarum pentul, yang akan kering dalam
beberapa jam dan meninggalkan krusta.
Selaput lendir :
Stomatitis : Akibat infeksi.
Afte: Lesi kecil-kecil (1-10 mm) pada selaput lendir, mula-mula
sebagai vesikel kemudian timbul infeksi sekunder, membentuk
ulkus yang dangkal.
Leukoplakia : Bercak keputihan akibat epitel yang menebal dengan
fisura dan
likenifikasi.
Gigi geligi : Jumlah, macam karies, dan abses alveoli.
Lidah : Diperiksa adakah berselaput (demam tifoid) bergetar (tremor),
basah atau kering (dehidrasi), papil jelas atrofi. Diperiksa pula
adakah fisura, deviasi leukoplakia, glositis, kanula (kista kelenjar
ludah atau kelenjar mukosa yang tertutup, terjadi di dasar mulut,
dekat frenulum lidah).
Langit-langit : Mungkin didapati salah bentuk seperti :
Palatoskisis : Celah pada garis tengah akibat kegagalan prosesus
palatum untuk saling bersatu, karenanya terdapat
hubungan yang abnormal antara hidung dengan rongga
mulut.
Torus palatinus : Adanya benjolan pada garis tengah kadang-kadang bisa
membesar seperti tumor.
Bau pernapasan :
Aseton : Pada keadaan diabetes melitus ketoasidosis, kelaparan
(starvation).
Amoniak : Biasanya pada koma uremikum.
Gangren : Berbau makanan yang busuk, dijumpai misalnya pada
abses paru.
Foetor hepatik : Pada keadaan koma hepatik.

7. Gigi dan Mulut (drg. Marina A.J dan drg. Rido H)


Diagnostik Gigi dan Mulut adalah ilmu pengetahuan tentang cara pengenalan suatu
penyakit atau lokalisasi suatu luka dan membedakan suatu penyakit dengan penyakit
lainnya.

Kegunaan diagnostik gigi dan mulut adalah :


- Pengenalan suatu penyakit.
- Membedakan suatu penyakit dengan penyakit lainnya.
- Menentukam perawatan/pengobatan.
- Menemukan tanda-tanda dini suatu penyakit degenerasi, defisiensi vitamin dan
penyakit dan penyakit-penyakit metabolisme.
- Menemukan tanda-tanda dini dari oral kanker.
Yan Heine Tanawani 24

Diagnostik Gigi dan Mulut


I . Data Umum
II. Anamnese
III. Pemeriksaan Fisis
IV. Pemeriksaan Penunjang

Dengan pemeriksaan ini didapatkan :


1. Diagnosa klinik, mis : - Pulpitis
- Hiperaemipulpa
- Gangren pulpa
- Periodontitis
2. Diagnosa banding
3. Prognose
4. Terapi

I. DATA UMUM
Dicatat :
- Nama Penderita
- Jenis kelamin
Ada penyakit yang berhubungan dengan jenis kelamin, mis : penyakit
aenemia dimana lebih banyak pada wanita; carcinoma bibir, leukoplakia
sering terdapat pada laki-laki.
- Umur
Pada orang tua sering timbul penyakit Atrophi dan degenerasi, dapat
diketahui tanggalnya gigi sulung dan erupsinya gigi tetap.
- Pekerjaan
Dengan mengetahui pekerjaannya, kadang-kadang dapat diketahui etiologi
dari suatu penyakit, mis :
Pada pekerja-pekerja tambang timah sering terjadi keracunan timah dan
terlihat pada tepi gingival garis pigmentasi timah yang dikenal dengan
nama : LEAD LINE/ LOAD ZOOM
Pada pekerja-pekerja pabrik kimia, gigi sering mengalami erosi atau
gingivanya mengalami kerusakan.
- Tempat tinggal/ alamat
Ada suatu penyakit yang berhubungan dengan daerah tempat tinggal, mis:
MOTTLED ENAMEL, efeknya karena kelebihan kadar F.
Tanda-tanda tersebut di atas dapat dicatat pada kartu pasien dan dapat dicatat
oleh perawat atau asisten.

II. ANAMNESE
Pemeriksaan secara Anamnese dengan mengajukan pertanyaan yang terarah
sehingga didapatkan faktor penting dalam menegakkan diagnosa.
Misal, sakit gigi : * Sakit pada waktu apa, siang-malam.
* Apakah ada hubungan dengan makan yang manis, asam,
panas, dingin.
* Sudah diderita sejak kapan.
* Sakit terus menerus atau kumat-kumatan.
* Apakah masih dapat dengan tepat menunjukkan gigi mana
yang sakit.
* Timbul spontan atau sakit bila kemasukan makanan.
* Sakit bila bersentuhan dengan gigi lain.
* Sakitnya menjalar atau tidak.
Yan Heine Tanawani 25

Pembengkakan :
Sejak kapan
Membesar secara cepat atau lambat
Terasa sakit atau tidak
Berhubungan atau tidak dengan sesuatu gigi yang sakit
Apakah terasa parasthesi.
Keluhan tambahan :
Penyakit interna, diabet, hypertension, dll.
Sedang hamil.

III. PEMERIKSAAN FISIS


1. Status praesens
Dilihat keadaan umum penderita :
Kesadarannya
Tampak sakit atau tidak
Aenemis atau tidak
Keadaan gizinya.
2. Pemeriksaan extra oral
- Pembengkakan ada atau tidak, jika ada maka diperiksa :
Region pembengkakan
Besarnya pembengkakan
Nyeri tekan atau tidak
Konsistensi lunak atau keras
Fluktuasi + atau -, ada inti atau tidak
Warna pembengkakan
Suhu ditempat pembengkakan
Pinggiran rahang teraba atau tidak
Crepitasi
- Konsistensi kelenjar regional
Kelenjar membengkak, keras, perabaan tidak sakit : proses kronis.
Kelenjar membengkak, lunak dan perabaan sakit : akuta.
Kelenjar membesar, keras dan sakit : proses kronis dengan
exacerbasi acute.
3. Pemeriksaan intra oral.
Instrument yang dipergunakan :
a. 2 buah kaca mulut (mouth mirror)
satu untuk menyingkap pipi, satu sebagai reflaktor.
b. 1 buah sonde
Gunanya untuk : - Menentukan ada/tidaknya caries
- Menentukan dalamnya caries
- Memberikan rangsangan pada pulpa
- Melihat pulpa terbuka atau tertutup.
- Memeriksa keadaan tambalan/crown
c. 1 buah eksavator
untuk membersihkan caries agar dapat pandangan lebih jelas
d. 1 buah pinset.
Untuk menjepit kapas.
Kemudian kita periksa :
Oral hygiene.
Dapat baik, sedang, buruk, berdasarkan :
- Banyaknya karang gigi (calculus)
- Banyaknya caries gigi
- Adanya matria alba
- Halitosis.
Yan Heine Tanawani 26

Oral mucosa.
Diperiksa bibir, palatum, pipi, lidah dan gusi.
Kadang-kadang suatu penyakit umum didahului tanda-tanda pada selaput
lendir mulut.
Banyak berhubungan dengan stomatitis.
Gigi geligi.
Periksa secara urutan, misalnya dari gigi kiri bawah belakang menuju
kemuka, terus dari gigi muka kanan bawah menuju kebelakang kemudian
dari atas belakang kanan menuju kegigi muka, lalu dari muka kiri atas
menuju kebelakang.
Perhatikan : - Letak gigi apakah teratur, berdesak-desakan.
- Jumlah gigi, anodontia atau supernumery teeth
- Besar gigi.
* Abnormal besar disebut : Macrodontie
* Abnormal kecil disebut : Microdontie
- Bentuk gigi
Pelekatan 2 buah gigi menjadi satu dinamakan Gemination
Fusion atau Twin Formation.

Pemeriksaan caries dentis:


1. Tentukan lokalisasinya.
Pada sisi mana, seperti : - Oklusal, incisal
- Bukal, labial
- Mesial, distal
- Lingual, palatinal
2. Tentukan derajat dalamnya.
Caries superficial, media atau profunda (perforated dan tidak perforated).
3. Percusi gigi.
Dengan tangkai kaca mulut kita ketok giginya.
Pada periodontitis, reaksi +.
4. Palpasi
Melihat daerah pembengkakan, kista.
5. Sondasi.
Untuk mengetahui dalamnya caries.
Untuk mengetahui vitaliteit pulpa.
6. Thermis test.
Untuk mengetahui vitaliteit dari pulpa yaitu dengan cara :
Dingin: Kapas yang disemprot chloraethyl, air dingin.
Panas : Berupa guttap yang dipanaskan di api atau air panas
7. Penciuman.
Pada gigi yang gangren, berbau indole-scatole.
8. Derajat goyang gigi.
Derajat I : Diraba +, dilihat -
Derajat II : Bisa diraba dan dilihat.
Derajat III : Dapat digayangkan dengan lidah
Derajat IV : Dapat ditekan vertical.
9. Pemeriksaan foto rontgen.
Untuk melihat :
- Caries aproximal
- Dental granuloma
- Gigi yang tumbuh miring atau tertanam (impacted)
- Kista
- Abces
- Ameloblastoma
- Osteomyelitis
Yan Heine Tanawani 27

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG.


a. Pemeriksaan dengan Ro photo memperlihatkan efek penyakit pada gigi dan
rahang:
mis : apakah proses bersifat : osteolysis/osteoblastis
apakah berkapsul/ berdiffusi
apakah terdapat granuloma atau cyste
lokalisasinya didalam tulang/ sudah menembus dinding.
b. Pemeriksaan bakteriologis
Sebagai pemeriksaan tambahan untuk menentukan diagnosa yang tepat,
mis : menentukan identitas bakteri yang menyebabkan penyakit infeksi
dalam mulut dan atau menentukan obat antibiotik yang paling sensitif
terhadap bakteri tersebut.
c. Biopsy:
Pemeriksaan secara microscopis dari suatu jaringan yang diambil dari tubuh
untuk memperoleh diagnosa yang tepat.

8. Leher
Pemeriksaan leher sebaiknya berorientasi pada beberapa hal :
M.sternokleidomastoideus
Trakea
Manubrium sterni
Organ-organ arteri/vena/kelenjar yang terdapat sekitar leher, seperti arteri karotis,
vena jugularis, kelenjar tiroid, dan kelenjar parotis.

Pada inspeksi leher tentukan adakah :


Asimetri karena pembengkakan. Pembengkakan dapat disebakan aneurisma arteri
karotis, pembengkakan terdapat pada satu sisi dan dapat diraba pulsasi arteri pada
daerah tersebut.
Pulsasi yang abnormal. Bendungan vena, bila terdapat bendungan aliran darah ke
vena torakalis; vena-vena jugularis akan tampak menonjol. Hal ini tampak
misalnya pada tumor intratorakal (sindrom vena jugularis), gagal jantung kanan.
Terbatasnya gerakan leher yang dapat disebabkan adanya pembengkakan leher.
Kekakuan pada leher, misalnya kaku kuduk pada meningitis, tetanus.
Tumor misalnya pada limfoma (biasanya unilateral), tumor kista brakialis,
pembesaran kelenjar tiroid.
Tortikolis : pada keadaan ini leher miring pada arah yang sakit dan sukar
digerakkan karena rasa nyeri. Terlihat misalnya pada infeksi
m.sternokleidomastoideus/m.trapezius, tuberkulosis vertebra servikalis.
Kelenjar limfe : pembesaran kelenjar limfe dapat dijumpai pada tuberkulosis
kelenjar, leukemia, limfoma malignum. Bila didapati, dituliskan besarnya,
konsistensi, serta nyeri tekan. Mungkin pula didapati fistula.
Kelenjar gondok : dinyatakan besar dan bentuknya (normal, difusa, nodular),
konsistensi (kenyal, keras, kista), dan ada tidaknya bising auskultasi.

Cara memeriksa pasien dengan kelainan tiroid ialah dengan inspeksi


kemudian dilakukan palpasi. Pasien membelakangi pemeriksa, kemudian dengan
kedua tangan pemeriksa dari arah belakang meraba kelenjar tiroid.
Pasien juga disuruh menelan ludahnya, agar pada saat menelan tersebut dapat
dinilai apakah benjolan yang terdapat akan bergerak dengan pernapasan.
Auskultasi dilakukan pada tiroid yang membesar, untuk mengetahui
adakah bruits pada kelenjar tiroid tersebut, yang cenderung untuk suatu keadaan
vaskularisasi yang bertambah misalnya pada suatu keganasan, tirotoksikosis.
Auskultasi dilakukan dari arah depan.
Trakea : diperiksa letaknya (terdorong, tertarik).
Yan Heine Tanawani 28

9. Pemeriksaan Anggota Gerak (Ekstremitas)


Pemeriksaan ini meliputi inspeksi-palpasi-memeriksa gerakan dan kekuatan
otot-memeriksa sensibilitas dan memeriksa refleks.

Inspeksi
Perhatikan bentuk dan ukuran lengan, tungkai, tangan dan kaki dibandingkan
keadaan tubuh pasien. Misalnya lengan yang lebih pendek akibat gangguan
pertumbuhan, dijumpai pada dwarfism. Tungkai yang menjadi bengkak amat
membesar, akibat obstruktif pembuluh-pembuluh limfe dapat dijumpai pada
elefantiasis.
Periksa pula adanya, luka, tumor, jaringan parut, daerah hiperemis, nyeri raba,
edema pada tekanan varises, palmar eritema, clubbing. Nilai pula keadaan sendi-
sendi, tanda-tanda radang, deformitas.

Palpasi
Palpasi dilakukan untuk memeriksa denyut nadi, konsistensi otot, adanya kelenjar di
daerah aksila dan inguinal dan bentuk saraf tepi.
Pemeriksaan nadi ini seperti diketahui berhubungan dengan kemungkinan adanya
pengerasan dinding pembuluh darah atau adanya penyumbatan pembuluh nadi baik

sebagian atau seluruhnya. Nadi perifer yang dapat diraba adalah :


Arteri radialis yang teraba pada pergelangan tangan bagian volar sisi radialis.
Arteri ulnaris pada medial tendon fleksor karpiulnaris di daerah volar pergelangan
tangan.
Arteri brakialis yang teraba pada sisi ulnar tendon biseps pada daerah lipatan siku
depan lengan yang diluruskan.
Arteri dorsalis yang teraba didepan pergelangan kaki antara tulang metatarsal I
dan II.
Arteri poplitea teraba di fosa poplitea.
Arteri femoralis yang dapat teraba di daerah inguinal.

Konsistensi Otot
Pemeriksaan ini dapat memberikan data ada tidaknya gangguan otot dan saraf.
Konsistensi otot yang lembek berhubungan dengan awal atrofi otot yang rusak.
Misalnya pada atrofi otot yang menyertai artritis.
Otot yang hipertrofi tetapi kurang kenyal dan ditemukan pada otot-otot
gastroknemius, poplitea, dan gluteus mungkin suatu tanda distrofi. Pada otot yang
teraba keras sekali karena tonus otot meninggi mungkin dapat dijumpai, pada keadaan
tetanus. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) di daerah inguinal dan aksila harus
diselidiki menyeluruh dengan menraba tempat dimana KGB bisanya membesar.
Adanya perubahan KGB menandakan pada daerah irigasi kelenjar limfe tersebut
terdapat proses infeksi atau metastasis tumor ganas. Konsistensi KGB yang keras
mencurigakan proses karsinoma, sedang pada konsistensi sedang-keras mungkin
dijumpai pada tuberkulosis, leukemia atau infeksi menahun.
Palpasi saraf ulnaris (dapat diraba dibelakang kondilus medialis arteri humeris),
saraf radialis (diraba dibagian medial lengan atas) dan saraf peroneus (diraba
disebelah medial kaput os fibula) diperlukan bila ada paresis otot-otot lengan dan
tungkai atau kontraktur jari-jari. Pada morbus hansen dan neuritis interstisialis saraf
ini menjadi menebal. Pergerakan dan kekuatan lengan dan tungkai dapat terganggu
karena nyeri yang membatasi pergerakan, adanya kelemahan otot primer dan adanya
gangguan sistem neuromuskular.
Tahap pemeriksaan ada 2, yaitu :
1. Pasien diminta menggerakan anggota geraknya (gerakan aktif). Waktu ia
melaksanakan perintah tersebut diteliti apakah ada faktor nyeri yang membatasi
gerakan.
2. Pemeriksaan kemudian menggerakkan anggota gerak pasien (gerakan pasif).
Yan Heine Tanawani 29

Pada periartritis humeroskapularis gerakan pasif di sendi bahu dibatasi oleh nyeri
sekitar olekranon, korakoid, atau tuberositas humeri. Apabila kondisi demikian tidak
diperbaiki dengan cepat terjadilah bahu yang macet atau frozen shoulder yang
berarti bahwa pergerakan pada sendi bahu menjadi sangat terbatas sehingga pasien
tidak dapat menyisir rambutnya, tidak dapat memasukan tangan kedalam saku
celananya, tidak dapat mengancingkan bajunya, dsb.

Kekuatan Otot
Refleks-Refleks Anggota Gerak :
Refleks yang sederhana sekali adalah refleks-refleks spinal yang mempunyai
busur refleks pada suatu segmen tertentu di dalam medula spinalis. Pemeriksaan
terhadap refleks spinal besar arti praktisnya oleh karena keadaan medula spinalis
dapat ditinjau dari hasilnya. Yang dinilai adalah keadaan aktivitas refleks sebagai
hiporefleksia, normal, atau hiperrefleksia serta dibandingkan kanan dan kiri.

Refleks Tendon Biseps (TRB) :


Pusat refleks ini berada di segmen medula spinalis C5 dan C6. pada pemeriksaan
lengan kanan pasien diletakkan dalam posisi lemas, rileks pada lengan kiri pemeriksa
sedemikian rupa, sehingga jempol pemeriksa ditempatkan pada tendon biseps dan
kemudian jempol itu diketuk dengan palu refleks.

Refleks Tendon Triseps (RTT) :


Pusat refleks ini adalah di segmen C7 dan C8. cara membangkitkan RTT adalah
sebagai berikut : lengan pasien diletakkan dalam posisi setengah fleksi di sendi siku.
Palu refleks dipakai untuk mengetuk RTT adalah positif apabila lengan bawah
melakukan ekstensi pada traktus piramidalis di tingkat lebih tinggi dari C7 dan C8
pada lesi di medula spinalis setinggi C7 dan C8, RRT akan menghilang. Juga pada
miopati otot-otot yang tergolong dalam miotoma C7 dan C8, RTT akan menghilang.

Refleks Tendon Lutut (RTL) :


Pusat refleks ini terletak di medula spinalis setinggi 1,2,3 dan 4 cara menimbulkan
RTL adalah sebagai berikut : tungkai ditekuk pada sendi lutut, palu refleks mengetuk
tendon yang berada dekat tepi bawah patela. Gerakan jawaban yang didapat ialah
konstraksi otot-otot ekstensor tungkai bawah.
RTL akan meninggi pada lesi di traktus kortikospinalis pada tingkat lebih tinggi dari
L2,3 dan 4. Apabila otot-otot yang tergolong dalam miotoma L2,3 dan 4 mengalami
kerusakan atau apabila terdapat lesi di segmen-segmen yang mengandung pusat RTL,
maka RTL tidak bisa dibangkitkan.

Refleks Tendon Achilles (RTA) :


Refleks ini mempunyai pusat di medula spinalis setinggi S1. cara membangkitkan
refleks ini adalah sebagai berikut. Tungkai pasien ditekuk sedikit pada sendi lutut,
kakinya didorsofleksikan secara maksimal dan si pemeriksa mengetuk tendon
achilles. Gerakan jawaban berupa plantarfleksi kaki. RTA akan meninggi pada
kerusakan traktus kortikospinalis di tingkat lebih tinggi dari S1.
Pada lesi di segmen S1 RTA akan menghilang atau juga apabila miotoma S1
dihinggapi penyakit otot primer.

Refleks Babinsky :
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang
runcing, maka timbulah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan jari-
jarinya ke daerah plantar. Pada kerusakan traktus piramidalis gerakan reflekstoris itu
tidak menjurus ke plantar akan tetapi menjurus ke dorsal, terutama ibu jari kaki yang
melakukan gerakan dorsofleksi sedangkan jari-jari kaki lainnya bergerak saling
menjauhi satu dengan lainnya (mengembang).
Yan Heine Tanawani 30

Refleks Kremaster
Refleks kremaster dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus
pada bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontraksi
m.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya/ mengkerutnya testis.
Seperti halnya dengan refleks kulit dinding perut, menurunnya, atau menghilangnya
refleks tersebut berarti adanya gangguan traktus kortikospinal.

Sensibilitas
Sensibilitas seluruh tubuh perlu diperiksa, khususnya bila pasien mempunyai
keluhan ynag bersifat gangguan sensibilitas seperti kesemutan/parestesia, rasa baal
atau kebas yaitu tidak merasakan rasa nyeri, suhu, dan raba (hipoanestesia sampai
anastesia), rasa nyeri spontan pada daerah distribusi saraf tepi (neuralgia) atau rasa
nyeri seperti terbakar (kausalgia).

Sensibilitas secara sederhana digolongkan ke dalam :


Perasaan protopatis yaitu rasa nyeri, rasa suhu, rasa raba, dan rasa ditekan
Perasaan propioseptif yaitu rasa getar, rasa gerak, dan rasa sikap

Ada lagi perasaan yang kompleks yang mengandung segi-segi fungsi luhur yaitu
rasa stereognosis, rasa barognosis, dan rasa termognosis yang berarti tanpa melihat
apa yang dipegang, pasien dapat mengetahui barang itu terbuat dari bahan apa,
bagaimana bentuknya dan apa namanya.
Sensibilitas protopatis/permukaan atau kasar dilakukan dengan kapas untuk
menyentuh kulit dalam memeriksa rasa raba, dengan jarum untuk memeriksa rasa
nyeri dan untuk memeriksa rasa suhu dengan menempatkan botol berisi air panas dan
dingin pada kulit.
Sensibilitas propioseptif dalam atau halus diperiksa dengan menaruh garpu tala
(frekuensi 128 Hz/detik) pada tulang-tulang tertentu misalnya bagian bawah radius
dan ulna atau spina iliaka anterior superior untuk memeriksa rasa getar, sedang rasa
gerak dan rasa sikap diuji dengan si pemeriksa memegang jari tangan atau jari kaki
pasien pada kedua sampingnnya seraya menggerakkan jari itu kebawah dan keatas.
Pasien diminta memberitahukan secepat mungkin jari mana yang sedang digerakan
untuk menguji rasa gerak dan memberitahukan jari digerakan ke atas ke bawah untuk
menguji rasa sikap.
Contoh gangguan sensibilitas terjadi misalnya berupa anestesia sarung tangan
(glove and anesthesia) pada pasien histeria dan penyandang diabetes melitus.

10. Memeriksa Punggung


Pemeriksaan ini menilai keadaan lengkung tulang belakang, adakah didapatkan
skoliosis, kifosis, atau lordosis (lihat pemeriksaan fisis umum). Apakah ada asimetri
pada pergerakan punggung, nyeri tidaknya pada perabaan tulang punggung, daerah
panggul atau di daerah ginjal (nyeri ketok pada sudut kosto-vertebral).

11. Pemeriksaan Alat Kelamin


Diperhatikan tentang adanya tumor, luka parut, sekret yang keluar, nyeri pada
perabaan, keadaan penis, prepusium, testis, dan epididimis. Perhatikan apakah ada
varikokel atau hidrokel testis dan tanda-tanda seks/kelamin sekunder. Varikokel
adalah pelebaran vena-vena pleksus pampiniformis, biasanya pada bagian sebelah
kiri tanpa keluhan keluhan yang berarti. Hidrokel adalah penimbunan cairan pada
tunika vaginalis testis. Biasanya kulit teraba agak tegang, mengkilat, tidak nyeri dan
teraba fluktuasi. Bila diberika sinar, dengan cara melekatkan lampu senter pada
skrotum, akan tampak sinar tersebut menembus lapisan cairan tersebut.
Bila dianggap perlu, pemeriksaan genitalia eksterna pada wanita dilakukan dengan
didampingi dokter/perawat/koasisten wanita.
Yan Heine Tanawani 31

Pemeriksaan mula-mula dengan inspeksi pada mons pubis, labia dan perineum
dengan pasien dalam posisi litotomi. Dengan menggunakan sarung tangan, kedua
labia dipisahkan dan dilakukan inspeksi pada labia minora, klitoris, orifisium uretra,
dan introitus vagina.
Perhatikan adanya tanda-tanda radang, ulserasi, cairan, pembengkakan atau
nodul. Bila dijumpai lesi tersebut, dilakukan palpasi. Bila diduga adanya uretritis
atau radang kelenjar skene (misalnya pada GO), masukan jari telunjuk pada liang
vagina, kemudian tekanlah perlahan-lahan uretra dari arah dalam ke luar.
Bila terdapat cairan yang keluar dari orifisium uretra, cairan harus diperiksa
(dibiakkan) di laboratorium. Bila ada riwayat penyakit atau dijumpai
pembengkakan pada labia, periksalah kelenjar bartholin. Tempatkan jari telunjuk
dalam vagina dekat ujung posterior introitus vagina.
Tempatkan jempol diluar bagian posterior labium majus. Selanjutnya dengan
cara meraba sambil menekan kedua jari tersebut berputar dari arah kiri ke kanan
atau sebaliknya, untuk mencari adanya pembengkakan atau daerah yang nyeri. Bila
ada cairan yang keluar bersama dengan gerakan ini dari kelenjar tersebut, periksalah
(biakan) di laboratorium. Kemudian dengan kedua labia masih dipisahkan oleh jari
telunjuk dan jari tengah, pasien diminta untuk meluruskan kedua tungkainya.
Perhatikan adanya penonjolan (bulging) dari kedua dinding vagina, yang
mungkin diakibatkan adanya siskotel atau rektokel.

12. Pemeriksaan Anus dan Rektum


Pasien diminta berbaring miring ke kiri dengan fleksi pada kedua tungkainya
pada daerah lutut.
Biasanya pemeriksaan dilakukan dengan colok dubur, yaitu dengan memakai
sarung tangan, satu jari dimasukan ke anus sampai ke rektum.
Dengan tangan kiri diusakan agar anus sedikit teraba. Ditentukan tonus sfingster
ani, meraba prostat, pinggir atas kanan dan kiri untuk menentukan konsistensi dan
kesan tentang nyeri pada perabaan. Juga dinilai keadaan vesikula seminalis, tumor,
hemoroid bila teraba keadaan-keadaan tersebut.
Kelainan yang ditemukan di daerah rektum ditentukan lokasinya dengan
membandingkan terhadap angka sebuah jam, yaitu titik yang paling ventral
terhadap pasien adalah tepat angka 12, yang paling dorsal adalah angka 6 dan angka
3 dan 9 masing-masing untuk titik yang paling lateral di kiri dan kanan pasien. Bila
pada sarung tangan melekat tinja, diperhatikan pula warnanya.

13. Pemeriksaan Kardiovaskuler (Jantung)


( dr. Samuel .M. Baso, Sp.Pd )
Sebelum memulai melakukan pemeriksaan fisis jantung, terlebih dahulu
pemeriksa sudah dapat memperkirakan/membayangkan proyeksi posisi jantung ke
dinding toraks depan. Sebagian besar jantung ( 2/3 bagian) terletak pada sebelah
kiri sternum, dan hanya 1/3 terletak disebelah kanan sternum. Sebagian besar
permukaan depan (anterior) jantung terdiri atas ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis yang berdekatan langsung dengan dinding toraks depan. Sedangkan
ventrikel kiri yang menimbulkan impuls apeks, merupakan denyut sistolik yang
singkat, yang terdapat disela iga kelima sedikit medial dari garis midklavikula kiri,
atau kira-kira 7-9 cm dari garis midsternal.
Sisi kanan jantung berasal dari atrium kanan, sedangkan atrium kiri berada di
bagian posterior, dan tidak dapat dideteksi secara langsung.
Bagian atas jantung terdiri dari beberapa pembuluh darah besar aorta dan arteri
pulmonalis.
Yan Heine Tanawani 32

Saat akan melakukan pemerikasaan fisis jantung, pemeriksa juga sudah dapat
membayangkan aliran darah di dalam ke empat rongga jantung, kapan membuka,
dan menutupnya katup-katup jantung tersebut. Pemeriksaan fisis pada jantung dapat
dilakukan dengan :
a. Inspeksi,
b. Palpasi,
c. Perkusi,
d. Auskultasi.

Inspeksi
1. Bentuk dada :
Pada orang dewasa normal perbandingan diameter transversal terhadap diameter
anteroposterior adalah kurang lebih dua berbanding satu (2:1) dan simetris.
2. Bentuk abnormal dada akibat kelainan jantung (lihat batasan inspeksi paru).
Voussure cardiaque (pectus carinatum): penonjolan setempat yang lebar di
daerah prekordium, diantara sternum dan apeks kordis. Kadang-kadang
memperlihatkan pulsasi jantung.
3. Pulsasi
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah
pulsasi yang disebut iktus kordis pada ruang sela iga 5, biasanya tampak di sela
iga sedikit sebelah medial garis midklavikula kiri, sesuai dengan letak apeks
kordis. Daerah pulsasi mempunyai diameter 2 cm, dengan punctum maximum
ditengah-tengah daerah tersebut.

Pulsasi terjadi kurang lebih bersamaan dengan denyut sistolik pada arteri karotis
yang dapat diraba di bagian bawah leher. Iktus kordis terjadi karena kontraksi
ventrikel pada waktu sistolik yang disertai putaran ke arah depan dan sedikit
medial. Jika iktus kordis tersebut letaknya menggeser ke kiri dan tampaknya lebih
melebar, maka dapat diduga adanya pembesaran ventrikel kiri ke lateral.
Bila pada iktus kordis, saat sistolik terjadi retraksi ke dalam dan pada waktu
diastolik terjadi pulsasi ke luar, maka keadaan ini disebut iktus kordis negatif,
terjadi pada pericarditis adhesiva. Kadang-kadang di bagian lain daerah prekordial
pada orang yang kurus terlihat retraksi sistolik yaitu terdapat retraksi sela iga yang
sesuai dengan sistolik jantung. Keadaan ini disebabkan letak jantung yang sangat
berdekatan dengan dinding toraks, sehingga pada sistolik ventrikel kanan
menguncup sambil mengadakan putaran kedalam. Hal ini akan menarik sebagian
dinding toraks di daerah prekordium.
Bila terdapat pelebaran aorta torakalis dalam rongga dada (aneurisma aorta)
maka akan tampak pulsasi di bagian lain dinding toraks yang biasanya terdapat di
kiri atau kanan bagian atas sternum.
Kadang-kadang tampak pula adanya pulsasi di manubrium sterni. Pulsasi yang kuat
di daerah sela iga 3 kiri dapat disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis, misalnya
pada ductus botalli persistent atau aneurisma arteri pulmonalis. Adanya pulsasi yang
kuat di daerah lekuk suprasternum mungkin disebabkan kuatnya denyut aorta atau
meninggi tekanan nadi dalamnya aorta. Pada keadaan hipertrofi ventrikel kanan,
tampak pulsasi yang kuat pada sela iga 4 di garis sternum atau di daerah
epigastrium.
Tanda broadbant menggambarkan adanya retraksi sistolik pada beberapa sela
iga terbawa dan dapat dilihat di bagian samping dan belakang dinding toraks sampai
sekitar sela iga 11 pada garis aksilaris posterior dan kadang-kadang disertai oleh
retraksi sistolik dari ujung sternum. Keadaan ini terdapat pada perikarditis adhesiva
dimana terjadi perlekatan perikarditis dengan jaringan sekitarnya. Hal yang sama
terlihat juga pada hipertrofi jantung tanpa perlekatan.
Yan Heine Tanawani 33

Pada stenosis ismus aorta, terdapat peninggian tekanan darah dalam arteri
interkostalis, sehingga terjadi pelebaran dari arteri-arteri tersebut, dan kadang-
kadang dapat dilihat pulsasi arteri interkostalis pada dinding toraks, terutama dapat
terlihat di daerah punggung. Keadaan ini dapat juga terjadi pada koarktasio yang
berat, dimana terlihat juga adanya pulsasi pada leher bawah dekat skapula.

Palpasi
Palpasi dapat dilakukan dengan melekatkan seluruh telapak tangan pada dinding
toraks dengan tekanan yang lembut. Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi
selanjutnya dikonfirmasikan/diperjelas dengan cara palpasi. Kadang-kadang iktus
kordis atau pulsasi-pulsasi pada dinding toraks yang ditemukan pada inspeksi, dapat
ditemukan secara palpasi dan dengan demikian akan lebih jelas lokalisasi punctum
maximum pulsasi tersebut, (terutama bila daerah pulsasi-pulsasi dengan palpasi
harus pula dapat ditetapka kuat angka, luas serta frekuensi dan kualitas dari pulsasi
yang teraba).
Pulsasi ada yang bersifat menggelombang di bawah telapak tangan disebut
ventricular heaving. Biasanya daerah pulsasi pada keadaan ini lebar dan terdapat
pada keadaan beban diastolik (diastolic over load), misalnya pada insufisiensi
mitral dapat diraba di daerah ventrikel kiri. Contoh lain ialah pada aneurisma
ventrikel.
Pulsasi ada pula yang melebar dan bersifat pukulan-pukulan serentak di sebut
ventricular lift, keadaan ini terjadi pada beban sistolik ventrikel kanan (misalnya
pada stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal, teraba di daerah ventrikel kanan).
Bagian paling leteral dari iktus kordis dapat dianggap sebagai batas jantung kiri
secara kasar.
Dengan palpasi dapat pula ditentukan gesekan perikardial (pericardial friction
rub) didaerah prekordium, yang teraba sebagai gesekan atau fremitus yang sinkron
dengan denyut jantung, dan tidak berubah menurut pernapasan. Keadaan ini
terdapat pada perikarditis fibrinosa dimana terjadi geseran-geseran perikardium
viseral dan parietal yang masing-masing permukaannya menjadi kasar. Kalau
diantara kedua perikardial tersebut terdapat cairan, maka geseran perikardial
menghilang. Pada palpasi mungkin juga diraba adanya vibrasi disamping pulsasi
yang disebut sebagai getaran (thrill) getaran tersebut sering kali terdapat pada
kelainan katup yang menyebabkan adanya aliaran trubulen yang kasar dalam
jantung atau dalam pembuluh-pembuluh darah besar, dan biasanya sesuai dengan
adanya bising jantung yang kuat pada tempat yang sama. Dalam hal ini harus
ditentukan kapan getaran itu terjadi (sistolik atau dastolik).
Lokalisasi harus pula ditetapkan, misalnya getaran sistolik dibasal yang terjadi
pada stenosis aorta dan lain-lainnya. Kadang-kadang terdapat getaran sistolik
diapeks pada insufisiensi mitral.
Yan Heine Tanawani 34

Perkusi
Perkusi jantung dimaksudkan terutama untuk menentukan besar dan bentuk
jantung secara kasar. Perkusi sebaiknya dilakukan dengan melekatkan jari tengah
tangan kiri sebagai plesimeter (landasan) pada dinding toraks, letaknya tegak lurus
pada arah jalannya perkusi dari lateral ke medial menuju daerah prekordial dan jari
tengah kanan sebagai palu perkusi dengan gerakan-gerakan yang cukup luwes pada
sendi pergelangan tangan kanan. Kadang-kadang perkusi dilakukan sepanjang ruang
sela iga dengan landasan sejajar dengan ruang sela iga dari lateral ke medial.
Ini dikerjakan misalnya pada orang kurus dengan sela iga yang cekung. Ketukan
diatur dan tidak boleh terlalu keras. Kekuatan ketukan harus tetap sehingga dapat
membedakan perubahan bunyi ketukan, umpamanya dari suara sonor menjadi
redup. Perubahan bunyi ketukan tersebut diambil sebagai batas-batas jantung.
Dengan cara ini dapat ditentukan daerah redup jantung. Kalau perkusi diteruskan
sesuai arahnya semula, maka bunyi redup berubah menjadi pekak, sehingga dapat
ditentukan daerah prekordial dengan pekak jantung. Secara praktis hal ini tak
banyak dipergunakan, kecuali pada emfisema paru dimana pekak jantung akan
menghilang. Tempat ketukan pada landasan sebaiknya tepat di atas proksimal dari
pangkal kuku jari tengah kiri (pada falang I).
Pada dasarnya untuk menentukan besar dan bentuk jantung, perkusi dapat
dilakukan dari semua arah mendekati letak jantung. Batas-batas sisi kanan dan kiri
dengan perkusi dari arah lateral ke medial, batas atas dengan perkusi dari atas ke
bawah atau dari lateral atas ke medial bawah. Namun agar ada patokan-patokan
tertentu yang menjadi proyeksi jantung pada dinding toraks, maka setiap melakukan
perkusi jantung di buat suatu kesepakatan sebagai berikut :
1. Untuk menentukan batas jantung kanan, ditentukan lebih dulu batas paru hati
pada garis midklavikula kanan (lihat pemeriksaan fisis paru), kemudian 2 jari
diatas tempat tersebut dilakukan perkusi lagi kearah sternum sampai terdengar
perubahan suara sonor menjadi redup. Perubahan yang normal terjadi pada
tempat diantara garis midsternum dan sternum kanan. Bila batas ini terdapat di
sebelah kanan garis sternum kanan, mungkin sekali hal ini disebabkan
pembesaran ventrikel kanan atau atrium kanan.
2. Untuk mendapatkan batas jantung kiri ditentukan lebih dulu batas bawah paru
kiri pada garis aksilaris anterior kiri (lihat pemeriksaan fisis paru), kemudian 2
jari diatasnya dilakukan perkusi ke arah sternum sampai terdengar perubahan
bunyi ketukan dari sonor menjadi redup. Normal terdapat di tempat sedikit
sebelah medial dari garis midklavikula kiri. Bila batas ini ada di sebelah kiri
garis midklavikula, mungkin sekali ada pembesaran ventrikel kiri.
Bila ternyata batas paru bawah sebelah kiri sukar ditentukan, dapat dilakukan
perkusi dari leteral kiri ke arah sternum setinggi tempat perkusi pada waktu
menentukan batas kanan jantung ( 2 jari diatas paru hati).
3. Untuk menggambarkan pinggang jantung dilakukan perkusi dari arah atas ke
bawah pada garis parasternum kiri. Batas normal terdapat pada ruang sela iga
tiga kiri.
Bila letaknya lebih keatas, mungkin karena adanya pembesaran atrium kiri
(misalnya pada stenosis mitral).

Ketiga tempat yang didapatkan dengan cara perkusi tersebut, dapat dijadikan
titik-titik untuk menentukan keadaan jantung, dan merupakan batas jantung relatif.
Bila perkusi diteruskan menurut arah seperti cara-cara diatas, maka suara redup
akan berubah menjadi pekat atau pekat absolut jantung, yaitu bagian jantung yang
langsung berhubungan dengan dinding toraks.
Menghilangnya atau mengecilnya daerah absolut jantung tersebut adalah tanda
dari emvisema paru dan melebarnya daerah ini adalah tanda pembesaran jantung.
Ketiga titik pemeriksaan diatas, merupakan tiga titik yang mutlak harus diperiksa
setiap melakukan perkusi jantung.
Yan Heine Tanawani 35

Setelah mendapatkan batas jantung dari ketiga titik tadi, lebih lanjut dapat
ditentukan konfigurasi atau kontur jantung dengan melakukan perkusi dari lateral
kanan, lateral kiri dan arah kranial menuju ke jantung. Biasanya perkusi dilakukan
pada sela iga dan diatas iga, dengan jari plessimeter sejajar dengan sela iga,
sehingga didapat banyak titik yang merupakan batas perubahan suara perkusi dari
sonor ke redup. Titik-titik ini bila dihubungkan akan membentuk konfigurasi
jantung. Kita juga bisa melakukan perkusi dengan arah yang tidak sejajar dengan
sela iga, tapi dapat dilakukan dari segala arah (sejajar atau miring terhadap sela iga).
Setelah batas-batas dan konfigurasi ditentukan, harus pula dilakukan perkusi
terhadap pembuluh darah besar di bagian basal jantung. Perkusi dilakukan setinggi
ruang sela iga 2 dari lateral ke medial menuju manubrium sterni, diantara garis
sternum kiri dan kanan.
Pada keadaan normal terdengar suara redup. Bila daerah redup ini melebar
mungkin sekali disebabkan adanya aneurisma aorta atau kelainan-kelainan di dalam
neastinum bagian atas. Adanya aneurisma aorta dapat pula disokong dengan adanya
trackheal tug yaitu tarikan-tarikan yang teraba sesuai dengan sistolik dengan
sedikit dorongan keatas pada tulang trikoid, yang tampak lebih jelas pada duduk
atau berdiri tengadah. Perkusi pada ruang sela iga 3 dan 4 dari sebelah kanan
menuju sternum untuk menentukan pembesaran atrium kanan. Normal suara redup
mulai pada garis sternum kanan. Perkusi pada ruang sela iga ruang kiri untuk
menentukan batas ruang apeks kordis. Normal suara redup mulai terdapat padajarak
7-9 cm dari garis mid-sternum. Bisanya hal ini terletak pada 1,5 cm, sebelah kiri
irtus kordis, dipakai untuk mendapat gambaran kasar tentang besarnya ventrikel
kiri.

Auskultasi
Auskultasi merupakan bagian pemeriksaan fisis jantung yang sangat penting.
Jantung sebagai organ tubuh yang selalu berkontraksi untuk memompakan darah
akan menghasilkan bunyi, yang bisa kita deteksi dengan stetoskop. Dalam keadaan
normal kita dapat membedakan bunyi jantung I dan bunyi jantung II., bahkan bunyi
jantung III dan IV. Apabila ada kelainan struktural jantung, misalnya, kelainan pada
katup jantung atau sekat jantung (septum interatrial atau septum interventrikular),
maka akan timbul turbulensi aliran darah intrakardiak, yang dapat menimbulkan
suara tambahan/ bunyi jantung abnormal (kardiak murmur).

Adanya thrill pada saat pemeriksaan palpasi, bisa diperjelas dengan ditemukannya
murmur atau bising jantung pada pemeriksaan auskultasi.
Yan Heine Tanawani 36

Posisi pasien adalah posisi telentang dengan kepala ditinggikan dengan


membentuk sudut 300. posisi lain adalah lateral kiri dekubitus, bertujuan untuk
memperjelas palpasi apeks, atau untuk memperjelas auskultasi apeks. Posisi duduk
sambil menunduk dan ekspirasi maksimal untuk memperjelas insufisiensi aorta.
Untuk memperjelas bunyi jantung saat auskultasi, pasien diminta untuk menahan
napas sebentar, yang bertujuan mencegah interferensi antara bunyi jantung dengan
bunyi napas. Posisi pemeriksa adalah di sebelah kanan pasien.
Pemeriksaan auskultasi dilakukan dengan memakai stetoskop. Ada 2 macam
stetoskop.
1. Stetoskop yang berbentuk sungkup (open bell type), digunakan terutama untuk
mendengar bunyi-bunyi dengan nada rendah (low pitched). Kulit dinding toraks
berfungsi sebagai diafragma pada sungkup stetoskop. Makin keras ujung
stetoskop (chest piece) ditekankan pada dinding toraks makin tegang kulit di
tempat itu. Dengan cara demikian bunyi dengan nada yang agak lebih tinggi
akan lebih jelas terdengarnya, dan bunyi dengan nada rendah akan lebih pelan.
2. Stetoskop bentuk piring yang ditutupi dengan membran sebagai diafragma
(bowl type) digunakan terutama untuk mendengar bunyi-bunyi dengan nada
tinggi. Membran berfungsi sebagai filter; dengan mengurangi intensitas bunyi-
bunyi bernada rendah, sehingga bunyi-bunyi dengan nada tinggi (high pitched)
akan lebih jelas terdengar.

Bunyi Jantung (BJ)


Beberapa hal pada bunyi jantung harus diperhatikan adalah :
Lokalisasi dan asal bunyi jantung
Menentukan BJ I dan BJ II
Ada tidaknya BJ III dan BJ IV
Intensitas dan kualitas bunyi
Irama dan frekuensi BJ
Bunyi-bunyi jantung yang lain yang menyertai BJ utama (unusual heart sound).

Lokalisasi
Tempat auskultasi bunyi jantung (cara konvensional):
1. Pada iktus kordis untuk bunyi jantung 1 yang berasal dari katup mitral.
2. Pada ruang sela iga 2 di tepi kiri sternum untuk BJ yang berasal dari katup
pulmonal.
3. Pada ruang sela iga 2 di tepi kanan sternum untuk BJ yang berasal dari katup
aorta.
4. Pada ruang sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau pada bagian
ujung sternum, untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
trikuspidal.
Haruslah diingat bahwa tempat-tempat auskultasi tersebut tidaklah bertepatan
dengan letak anatomis katup-katup yang bersangkutan, tetapi pada keadaan normal
hampir selalu merupakan tempat-tempat dimana bunyi jantung itu terdengar paling
jelas. Keempat lokasi diatas, merupakan lokasi-lokasi yang mutlak harus diperiksa
setiap pemeriksaan auskultasi jantung, disamping area jantung secara keseluruhan,
bahkan kalau perlu ke daerah aksila kiri dan skapula kiri.

Bunyi Jantung Sistolik (I) dan Bunyi Jantung Diastolik (II)


Pemeriksa harus dapat membedakan antara BJ I dan BJ II.
BJ I bunyi sistolik: katup mitral dan katup trikuspid tertutup secara
serentak, dan pada saat yang bersamaan katup aorta dan pulmonal terbuka
secara serentak dan ini semuanya membentuk bunyi jantung pertama atau bunyi
sistolik.
BJ II bunyi diastolik: sebaliknya katup aorta dan katup pulmonal
menutup secara serentak, dan pada saat yang bersamaan katup mitral dan katup
trikuspid terbuka secara serentak, dan ini membentuk bunyi jantung kedua atau
bunyi diastolik.
Yan Heine Tanawani 37

Fase sistolok adalah fase antara bunyi jantung pertama dan bunyi jantung
kedua, dimana terjadi pemompaan aliran darah dari kedua ventrikular ke seluruh
tubuh dan paru. Sedangkan fase diastolik adalah fase dan bunyi jantung dua ke
bunyi jantung pertama, di mana terjadi pengisian kedua ventrikel dari kedua
atrium. Harus diingat, fase diastolik lebih panjang dari fase sistolik, dan bunyi
jantung pertama terdengar bertepatan dengan terabanya pulsasi nadi pada arteri
karotis.

Intensitas dan Kualitas Bunyi


Intensitas BJ ditentukan menurut keras atau pelannya bunyi yang terdengar,
misalnya di apeks BJ I lebih keras pada BJ II, sedangkan dibagian basal jantung
sering BJ II lebih keras terdengar dari BJ I.
Harus pula dibandingkan kerasnya bunyi masing-masing katup, misalnya pada
anak-anak BJ pulmonal ke-2 (P2) biasanya lebih keras terdengar pada P1. pada
orang dewasa harus dibandingkan A2 dengan P2. Pada hipertensi pulmonal P2
terdengar mengeras, dan pada hipertensi sistemik A2 yang mengeras. Bunyi jantung
I di apeks (M1) seringkali mengeras pada stenosis mitral, bunyi jantung trikuspidal
I (T1) dapat mengeras pada stenosis trikuspidal. Semua bunyi jantung akan menjadi
lebih pelan pada infark miokard, dimana terdapat kerusakan pada otot jantung.
Bunyi jatung dapat juga terdengar pelan, bila terdapat emfisema paru. Intensitas BJ
juga dipengaruhi oleh tebalnya dinding toraks. Adanya cairan dalam rongga
perikardium juga menyebabkan BJ terdengar lebih pelan. Harus pula ditentukan
apakah bunyi-bunyi jantung berikutnya tetap sama intensitasnya. Kadang-kadang
intensitas BJ tidak sama dan berubah-ubah pada siklus-siklus berikutnya, hal ini
menunjukkan keadaan miokardia yang memburuk. Harus pula diperhatikan kualitas
bunyi jantung. Pada keadaan tertentu terjadi bunyi jantung mendua (disebut juga
splitting atau reduplication).
Bunyi jantung I biasanya disebabkan karena penutupan katupmitral dan
trikuspidal tidak bersamaan. Dalam keadaan normal dapat terjadi katup mitral
tertutup kurang 0,02-0,03 detik lebih dulu dari pada penutupan katup trikuspidal.
Bunyi jantung II mendua secara faal dapat terjadi pada keadaan normal dalam
inspirasi di mana BJ P2 terdengar kira-kira 0,02-o,03 detik lebih lambat dari pada
BJ A2. Pada efek septum atrium (atrial septal defect, ASD) BJ II tidak berubah
dengan respirasi disebut bunyi jantung mendua yang menetap (fixed splitting).
Keadaan ini juga terdapat pada right bundle branch block.

Bunyi Jantung III dan IV


Bunyi jantung III dengan intensitas rendah kadang-kadang dapat terdengar pada
orang dewasa muda. Dalam keadaan normal BJ III terdengar kurang lebih 0,015-
0,017 detik sesudah BJ II. Bunyi jantung I, BJ II bersama-sama BJ III memberi
suara derap kuda, disebut juga gallop rhythm.
Bila BJ III terdapat pada orang tua dengan intensitas keras, maka keadaan ini
hampir selalu menunjukkan keadaan jantung memburuk, bunyi disebut
protodiastolic gallop. Protodiastolic gallop yang terdengar di apeks menunjukkan
perubahan-perubahan pada ventrikel kiri ( pada gagal jantung kiri), dan bila
terdengar di daerah dekat ujung sternum, menunjukkan perubahan-perubahan
ventrikel kanan (pada gagal jantung kanan).
BJ IV (disebut juga atrial galolop), kadang-kadang dapat terdengar pada orang
dewasa muda, 0,08 sebelum BJ I dengan intensitas rendah. BJ IV pada orang tua
dapat terjadi pada blok A-V, hipertensi sistemik atau infark miokard. Bunyi jantung
IV terjadi karena kontraksi atrium yang lebih kuat.
Yan Heine Tanawani 38

Irama dan Frekuensi Bunyi Jantung


Irama dan frekwensi bunyi jantung harus pula diperhatikan dan dibandingkan
dengan frekuensi nadi. Dalam keadaan normal irama jantung teratur. Ada keadaan
keadaan tertentu menurut keadaan sakitnya, irama jantung menjadi tidak teratur,
disebut aritmia kordis.
Frekwensi BJ harus ditetapkan per-menit (sebaiknya dihitung dalam waktu satu
menit penuh), kemudian dibandingkan dengan frekuensi nadi. Bila frekuensi BJ dan
nadi masing-masing lebih dari 100 kali per menit disebut takikardia, bila masing-
masingnya kurang dari 60 kali per menit disebut bradikardia.
Kadang-kadang irama jantung berubah menurut frekwensi BJ pada ekspirasi
lebih lambat, keadaan ini disebut aritmiasinus, yang disebabkan perubahan
rangsang susunan saraf autonom pada nodus sino-atrialis sebagai pacu jantung.
Adakalanya irama jantung yang normal sekali-kali diselang oleh satu denyut
jantung yang timbul cepat (ekstrasistolik) lalu kemudian disusul oleh fase diastolik
yang lebih panjang (compensatoir pause).
Irama bunyi sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi, irama dasar BJ tak dapat
ditentukan.
Bunyi lain yang kadang-kadang menyertai bunyi-bunyi jantung utama mungkin
dapat timbul akibat perubahan-perubahan didalam dan di luar jantung.
Opening snap dari katup mitral terjadi pada awal fase diastolik 0,07 detik
sesudah BJ III. Opening snap terdengar pada keadaan stenosis mitral atau stenosis
trikuspidal, dimana katup atrioventrikular terbuka dengan kekuatan yang lebih besar
dari normal, sehingga terbukanya katub tersebut menimbulkan suara BJ II dengan
nada lebih tinggi dan lebih terlambat .
Pada stenosis aorta atau pada stenosis pulmonal kadang-kadang dapat terdengar
systolic click dalam fase systolik segera sesudah BJ I dan lebih jelas terdengar pada
hipertensi sistemik atau pulmonal, dimana tahanan dalam aorta atau arteri
pulmonalis meninggi.

Bunyi-bunyi Jantung Lain yang Menyertai Bunyi Jantung Utama.

Bising Jantung (Cardiac Murmur)


Bising jantung terjadi karena getaran-getaran dalam jantung atau pembuluh-
pembuluh darah besar dekat jantung akibat aliran darah yang melalui suatu
penyempitan atau akibat aliran darah balik yang abnormal (regurgitasi).
Dalam pemeriksaan bising jantung harus diperhatikan :
Fase dimana bising itu terjadi dan saat bising tersebut,
Intensitas dan nada bising,
Bentuk (tipe) bising serta lama dan saatnya bising,
Lokasi bising dengan punctum maximum-nya serta arah penjalaran bising
(punctum maximum) adalah tempat dimana bising itu terdengar paling keras,
Apakah bising yang terdengar berubah-ubah menurut posisi badan atau
pernapasan.

Terlebih dahulu ditetapkan dengan tepat dalam fase mana bising jantung itu
terdengar; bising jantung dibagi menjadi bising sistolik dan bising diastolik.
Bising jantung tidak selalu menunjukan keadaan sakit.Pada anak-anak seringlali
terdengar bising sistolik yang innocent. Pada keadaan anemia dan keadaan demam
seringkali terdengar bising jantung faali, dalam hal ini kita sebut hemic murmur
yang tidak menunjukkan kelainan jantung organik. Hal ini disebabkan aliran darah
yang menjadi lebih cepat dari biasa dan kepekatan darah yang menurun.
Bising jantung faali biasanya mempunyai punctum maximum di ruang sela iga 3
dan 4 kiri dengan kualitas bising seperti bunyi tiupan (blowing).
Yan Heine Tanawani 39

Bising Sistolik
Bising sistolik terdengar dalam fase sistolik (diantara BJ I dan BJ II) sesudah
bunyi jantung I. Pada garis besarnya dikenal 2 macam bising sistolik :
Tipe ejection yang timbul akibat aliran darah yang dipompakan (ejected)
melalui bagian yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistolik misalnya
pada stenosis aorta dimana bising tersebut mempunyai punctum maximum di
daerah aorta dan mungkin menjalar ke apeks kordis.
Tipe pansistolik yang timbul sebagai akibat aliran balik yang melalui bagian
jantung yang masih terbuka (seharusnya dalam keadaan tertutup pada kontraksi
jantung) dan mengisi seluruh fase sistolik. Misalnya pada insufisiensi mitral
terdengar dengan punctum maximum di apeks dan menjalar ke lateral bawah.
Waktu dan bentuk serta macam dari suatu bising turut menunjukkan macam
perubahan hemodinamik yang menyebabkan terdengarnya bising jantung.

Bising Diastolik
Terdengar dalam fase diastolik (diantara BJ II dan BJ I) sesudah BJ II. Macam-
macam bising jantung diastolik menurut saatnya :
Mid-diastolik yang terdengar kurang lebih pada pertengahan fase diastolik. Bila
terdengar dengan punctum maximum di apeks, menunjukkan adanya stenosis
mitral.
Early diastolik yang terdengar segera sesudah BJ II. Bila bising ini terutama
terdengar di daerah basal jantung, mungkin sekali disebabkan insufisiensi
aorta. Bising ini timbul sebagai akibat aliran balik pada katup aorta.
Pre-systolik yang terdengar pada akhir fase diastolik, tepat sebelum BJ I. Bising
jantung tersebut terdapat pada stenosis mitral dengan punctum maximum-nya
biasanya di apkes kordis.
Yan Heine Tanawani 40

Nada dan kualitas bising sebaliknya juga diperhatikan. Bising dengan nada
rendah (low pitched) pada umumnya berkualitas kasar (rumbling quality). Bising
dengan nada tinggi (high pitched) kadang-kadang juga berkualitas seperti bunyi
tiupan. Kadang-kadang bising jantung sedemikian nyaringnya sehingga terdengar
seperti musik. Bising semacam ini disebut sebagai sea-gull (elang laut) murmur.
Dari nada dan kualitas bising tidak tidak dapat dibedakan bising faali atau bising
yang terjadi karena kelainan jantung organis.
Intensitas (kerasnya) bising, tergantung terutama pada:
Kecepatan aliran darah melalui tempat terbentuknya bising itu.
Banyaknya aliran darah melalui tempat timbulnya bising itu.
Keadaan kerusakan-kerusakan yang terdapat pada daun-daun katuk atau
beratnya penyempitan.
Kepekatan darah.
Daya konstraksi miokardium.

Dikenal 6 macam derajat intensitas bising jantung (menurut American Heart


Association):
Derajat 1 bising sangat pelan
Derajat 2 bising cukup pelan
Derajat 3 bising agak keras
Derajat 4 bising cukup keras
Derajat 5 bising sangat keras
Derajat 6 bising sekeras kerasnya bising (bising paling keras)

Kadang-kadang intensitas bising berubah-ubah pada gerakan badan atau


pernapasan dan sikap badan. Intensitas bising harus ditentukan pada punctum
maximum, selanjutnya harus pula ditentukan arah penyebaran bising menurut
intensitasnya.
Lokalisasi atau suatu bising adalah tempat bising itu paling keras terdengar
(punctum maximum). punctum maximum suatu bising tertentu perlu ditentukan
untuk membedakan bising itu dengan bising lain yang mungkin terdengar di tempat
yang sama karena penyebaran dari tempat lain. Selain itu, punctum maximum dan
penyebaran suatu bising berguna untuk menduga darimana bising itu berasal.
Misalnya dengan punctum maximum pada apeks kordis yang menyebar ke lateral
sampai ke belakang, biasanya adalah bising yang berasal dari katup mitral.

Gesekan Perikardium (Pericardial Friction Rub)


Gesekan perikardium adalah bunyi yang timbul akibat gesekan dari perikardium
viseral dan perikardium parietal yang masing-masing menebal dan permukaannya
menjadi kasar akibat proses peradangan pada perikarditis. Gesekan perikardium
terdengar sebagai bunyi gesekan (Rasping), yang mungkin terdengar pada fase
sitolik dan diastolik, kadang-kadang hanya pada fase diastolik saja. Bunyi kadang-
kadang hanya terdengar pada satu waktu tertentu dan kemudian hilang lagi.

Bising Kardio-Pulmonal
Bising kardiopulmonal adalah bising yang timbul sebagai akibat dari luar
jantung (extra-cardiac), terjadi akibat dari aliran udara kedalam bagian paru-paru
yang mengembang bila terjadi kontraksi vertrikel. Bising ini terdengar jelas pada
waktu inspirasi, dan tidak menunjukkan kelainan jantung.

Kelainan yang Perlu Diperhatikan Perubahannya Langsung :


Paru : Pernapasan, bunyi napas, ronki
Leher : Vena jugularis eksternal, kelenjar tiroid
Abdomen : Asites, hati
Tungkai : Edema pitting
Valkularisasi perifer
Mata-funduskopi
Yan Heine Tanawani 41

Pemeriksaan Laboratorium
Urin rutin, darah rutin, gula darah, analisis lemak-kolesterol, ureum, kreatinim,
elektrolit.

Rekaman Elektrokardiografi (EKG)


Keadaan elektrofisiologis
Potensial listrik jantung

Foto Rontgen Toraks


Anatomi jantung dan paru-paru
Faskularisasi paru

Eko-(Doppler)-Kardiografi
Fungsi dan struktur jantung
Diagnosis : Struktural (anatomis)
Fungsional (fisiologis)
Kausal (etiologis)
Pengobatan : Farmakoterapi
Terapi bedah

14. Pemeriksaan Paru (Samuel M Baso)


Pemeriksaan paru bertujuan menentukan kelainan pada organ paru untuk
menunjang suatu diagnosis penyakit berdasarkan keluhan sistem pernapasan yang
didapatkan sebelumnya pada anamnesis dan keluhan-keluhan yang berhubungan
dengan rongga dada. Keluhan yang sering didapat adalah :
Sesak napas/gangguan pernapasan,
Batuk-batuk (kering/berdahak),
Nyeri dada,
Batuk darah,
Keluhan umum lainnya seperti demam, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, keringat malam.

Sesak Napas
Sesak napas sebagai perasaan sukar bernapas, perasaan sulit mendapatkan udara
pernapasan segar atau perasaan napas yang pendek. Tanda-tanda obyektif
(patalogis) sesak napas ini dikenal sebagai dispnea adalah :
Takipnea : Napas yang cepat
Bradipnea : Napas yang lembut
Hiperpnea : Napas yang dalam
Ortopnea : Sesak napas pada posisi tidur
Platipnea : Sesak napas pada posisi tegap (berdiri)
Trepopnea : Sesak napas pada posisi berbaring ke kiri/kanan
Sesak napas sering ditemukan pada keadaan/penyakit :
a. Gangguan sistem pernapasan
Penyakit saluran napas : asma bronkial, penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), penyumbatan saluran napas.
Penyakit perenkim paru : pneumonia, acute respiratory,distress
syndrome(ARDS), penyakit interstisial paru.
Penyakit vaskular paru : emboli paru
Penyakit pleura : pneumotoraks, efusi pleura.
b. Gangguan sistem kardiovaskular
Peningkatan tekanan vena pulmonalis : gagal jantung kiri
Penurunan curah jantung
Anemia berat
Yan Heine Tanawani 42

c. Anksietas/psikosomatik
d. Gangguan pada sistem neuromuskuloskeletal, yaitu polimiositis, miastenia
gravis, sindrom guillian barre, kifoskoliosis.

Batuk
Batuk bisa berarti suatu keadaan normal atau abnormal. Contoh keadaan normal
misalnya batuk-batuk saat makan karena yang bersangkutan tetap bicara sewaktu
mengunyah/ menelan makanan.
Jadi batuk merupakan usaha pembersihan saluran trakheo bronkial, bila usaha
pembersihan (Clearence) mukosilier tidak berhasil. Reseptor untuk batuk ini
terletak di laring, trakea, dan bronkus besar. Keadaan batuk dilihat juga dengan
adanya sputum yang produktif (batuk berdahak) atau tidak produktif (batuk kering).
Penyakit-penyakit yang meyebabkan batuk :
1. Iritasi jalan napas
Terisap : asap, debu, dll
Aspirasi : cairan lambung, sekret mulut, benda asing.
Post-nasal drip
2. Penyakit jalan napas : infeksi saluran napas atas, bronkitis akut/kronik,
bronkiektasis, neoplasma, kompresi eksternal (oleh kelenjar getah bening,
tumor), asma bronkial.
3. Penyakit parenkim paru : pneumonia, abses paru, penyakit intestisial paru.
4. Gagal jantung
5. Drug induced (efek samping obat): penghambat ACE

Hemoptisis
Hemoptisis berarti batuk darah dari jalan napas. Asal darah bisa dari
paru-paru atau nasofaring, mulut, saluran pencernaan atas.
Penyakit paru yang menyebabkan hemoptisis :
1. Penyakit jalan napas: bronkitis akut/kronik, bronkiektasis, karsinoma
bronkus
2. Penyakit parenkim paru: tuberkulosis, abses paru, pneumonia, misetoma
(fungus ball), dll
3. Penyakit vaskular: emboli paru, hipertensis pulmonal
4. Lain-lain: gangguan koagulasi, endometriosis paru

Yang terbanyak menyebabkan hemoptisis adalah penyakit jalan napas.

Nyeri Dada
Nyeri dada tidak selalu menunjukkan adanya penyakit pada paru karena
jaringan paru bebas dari saraf nyeri sensorik. Bila terdapat nyeri dada, maka
ini berarti adanya proses di pleura pariental, diafragma, atau mediastinum. Nyeri
pleuro-pariental dan nyeri diafragma lebih terasa pada waktu inspirasi.
Nyeri diafragma penjalarannya sampai ke daerah bahu. Nyeri dada karena
radang pleura banyak terdapat pada penyakit pneumonia, emboli paru.
Keluhan-keluhan tersebut mencerminkan suatu gejala penyakit paru seperti:
asma bronkial, bronkitis (akut/kronik), emfisema paru, pneumonia, abses paru,
tuberkulosis paru, efusipleura, pneumotoraks, kanker paru, dan lain-lain.

Cara Pemeriksaan Paru


Dalam melakukan pemeriksaan paru, terdapat hal-hal yang perlu dipersiapkan
sebelumnya yaitu:
a. Pemeriksa bersikap tenang dan sabar, berdiri disamping kanan bangku periksa.
b. Bangku periksa sebaiknya datar dan dilapisi kasur tipis saja.
Penerangan kamar periksa harus cukup baik.
c. Pasien sebaiknya berbaring lurus telentang. Bila tidak dapat berbaring, bisa
sambil duduk dengan kaki tergantung kebawah dipinggir bangku periksa.
Yan Heine Tanawani 43

Pasien sebaiknya telanjang pada bagian atas tubuh sampai pada batas pinggang.
Pada wanita perlu diterangkan untuk membuka bagian dada tersebut guna
pemeriksaan jantung dan paru.

Inspeksi
Pada inspeksi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Perhatikan bentuk dada/toraks dalam keadaan tidak bergerak (statis). Bentuk
dada :
a. Normal
b. Dada paralitikum

Dada kecil, diameter segital pendek.

Sela iga sempit, sela iga miring

Angulus costae < 900

Terdapat pada pasien malnutrisi tuberkulosis.
c. Dada emfisema (Barrel-shape)

Dada mengembung, diameter segital besar

Tulang punggung melengkung (kifosis)

Angulus costae > 900
Terdapat pada pasien : bronkitis kronis, penyakit paru obstruktif knonik
(PPOK).
Kelainan bentuk :
Kifosis : Melengkungnya (lordosis) kurvatura vertebra pada posisi anterior
posterior, secara berlebihan dari normal. Kelainan ini terlihat pada pemeriksaan
dari samping.
Skoliosis : Melengkungnya kurvatura vertebra ke lateral. Kelainan ini terlihat
jelas pada pemeriksaan dari belakang.
Pectus excavatum (pigeon chest atau dada burung); dada dengan tulang sternum
menonjol ke depan.
Pectus excavatum dan Pectus carinatum terlihat pada pemeriksaan dari depan.

Kelainan dada lain yang sering ditemukan adalah :


Kulit : warna, bintik-bintik, spider naevi, tonjolan tumor, bekas-bekas jaringan
parut, luka operasi.
Bendungan vena,
Emfisema subkutis,
Ginekomastia,
Penyempitan atau pelebaran sela iga.

2. Dada dalam keadaan bergerak


a. Frekuensi pernapasan:
Frekuensi pernapasan normal 12-18 kali per menit. Pernapasan kurang dari
12 kali per menit disebut bradipnea, misalnya akibat pemakaian obat-obat
narkotik, kelainan serebral. Pernapasan lebih dari 18 kali per menit disebut
takipnea, misalnya pada pneumonia, anksietas, asidosis.
b. Sifat pernapasan
Torakal, misalnya pada pasien sakit tumor dalam perut,
Abdominal misalnya pasien PPOK lanjut,
Kombinasi (jenis pernapasan ini yang terbanyak).
Pada wanita sehat, umumnya pernapasan torakal lebih dominan dan
disebut torako-abdominal. Sedangkan pada laki-laki sehat, pernapsan
abdomen lebih dominan dan disebut abdomino-torakal.
Keadaan ini disebabkan bentuk anatomi dada dan perut wanita berbeda
dari laki-laki. Perhatikan juga apakah terdapat pemakaian otot-otot bantu
pernapsan misalnya pada pasien tuberkulosis paru lanjut atau PPOK.
Yan Heine Tanawani 44

Disamping itu adakah terlihat bagian dada yang tertinggal dalam pernapasan
dan bila ada, keadaan ini menunjukkan adanya gangguan pada daerah
tersebut.

Jenis pernapasan lain adalah :


Pernapasan dengan pursed lips, pernapasan seperti menghembus sesuatu
melalui mulut, misalnya pada pasien PPOK.
Pernapasan cuping hidung, misalnya pada pasien pneumonia
c. Irama pernapasan
d. Pernapasan normal, dilakukan secara teratur dengan fase-fase inspirasi
ekspirasi yang teratur bergantian.
Pernapasan Cheyne Stokes, terdapat periode apnea (berhentinya gerakan
pernapasan) kemudian disusul periode hiperpnea (pernapasan mula-mula kecil
amplitudonya kemudian cepat membesar dan kemudian mengecil lagi). Siklus
ini terjadi berulang-ulang.
Terdapat pada pasien dengan kerusakan otak, hipoksia kronik. Hal ini terjadi
karena terlambatnya respons reseptor klinis medula otak terhadap pertukaran
gas.
Pernapasan biot (pernapasan ataxic) ; bentuk pernapasan tidak teratur
mengenai cepat dan dalamnya. Terdapat pada cedera otak.
Bentuk kelainan irama pernapasan tersebut, kadang-kadang dapat ditemukan
pada orang normal tapi gemuk (obesitas) atau pada waktu tidur. Keadaan ini
biasanya merupakan pertanda kurang baik.
Di samping melihat keadaan-keadaan tersebut diatas, pemeriksa
hendaknya juga mendengar kelainan yang langsung dapat didengar tanpa
bantuan alat pemeriksa, seperti :
Suara batuk (kering atau berdahak), menunjukkan adanya gangguan dalam
saluran bronkus/bronkiolus,
Suara mengi (wheezing), suara nafas seperti musik yang terdengar selama
masa inspirasi dan ekspirasi karena terjadinya penyempitan jalan udara,
Stridor, suara napas yang berkerok secara teratur. Terjadi karena adanya
penyumbatan daerah laring. Stridor dapat berubah inspiratoir atau
ekspiratoir. Yang terbanyak adalah stridor inspiratoir, misalnya pada tumor,
peradangan pada trakea, atau benda asing di trakea,
Suara serak (hoarseness), terjadi karena kelumpuhan pada saraf laring atau
peradangan pita suara.
Disamping pemeriksaan inspeksi dada tersebut diatas pemeriksa hendaknya
juga memperhatikan adakah kelainan pada ekstremitas atas yang berhubungan
dengan penyakit paru seperti :
Jari tabuh (clubbing finger), pada penyakit paru supuratif dan kanker paru,
Sianosis perifer (pada kuku jari tangan) menunjukkan hipoksemia,
Karat nikotin, pada perokok berat,
Otot-otot tangan dan lengan yang mengecil karena penekanan nervus torasik
I oleh tumor paru di paeks paru (sindrom pancoast).

Disamping ekstremitas, lihat juga kelainan pada daerah kepala yang


menunjukkan gangguan pada paru seperti :
Mata yang mengecil, pada sindrom horner
Sianosis pada ujung lidah pada hipoksemia
Hal lain yang perlu diperhatikan pada gangguan paru adalah sputum (dahak)
yang dikeluarkan melalui bronkus. Sputum yang purulen dan jumlah banyak
terdapat pada bronkiektasis. Sputum warna merah muda berbusa (pink frothy)
terdapat pada edema paru (gagal jantung). Sputum berdarah (hemoptisis) terdapat
pada penyakit tuberkulosis paru, kanker paru, bronkiektasis.
Yan Heine Tanawani 45

Palpasi
Pada pemeriksaan palpasi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Palpasi dalam keadaan statis
Mula-mula daerah leher diperiksa dengan jari tangan untuk menentukan
hal-hal berikut.
Kelenjar getah bening yang membesar di daerah supraklavikula
(pemeriksaan kelenjar getah bening ini dapat diteruskan ke daerah
submandibula dan kedua aksila). Adanya pembesaran kelenjar getah bening
(limfadenopati) menunjukkan terdapatnya proses di daerah paru seperti
kanker paru, tuberkulosis, kelenjar getah bening.
Trakea, normalnya terletak di tengah. Bila trakea bergerak ke kiri atau ke
kanan perhatikan apakah karena pendorongan (oleh tumor) atau tertarik ke
bagian yang sakit (scwharte/fibrosis apeks paru oleh tuberkulosis).

Kemudian palpasi diteruskan pada daerah dada depan dengan jari tangan
ditentukan :
Kelainan dinding dada (tumor dinding dada atau tumor payudara),
Letak apeks jantung, normalnya terletak di sela iga 5 kiri 1 jari medial garis
midklavikula.
2. Palpasi dalam keadaan dinamis
Pemeriksaan ini penting dilakukan. Mintalah pasien menarik napas dalam
sekuatnya dan kemudian melepaskan. Sambil meletakkan kedua telapak tangan
pada permukaan dinding dada, rasakan dengan teliti getaran suara napas yang
ditimbulkannya. Pemeriksaan ini disebut fremitus.
Biasanya pasien diminta menyebutkan angka 77 atau 99, sehingga getaran
suara yang ditimbulkan akan lebih jelas. Pemeriksaan ini disebut tactile vocal
fremitus secara bertingkat-tingkat dari atas ke tengah dan seterusnya ke bawah.
Hal ini dikerjakan pada bagian depan dan belakang dada. Hasil yang didapat
dari fremitus ini adalah normal, melemah atau mengeras. Keadaan melemah
terdapat pada penyakit empiema, hidrototaks, atelektasis. Keadaan mengeras
terdapat pada penyakit infiltrat (pneumonia, tuberkulosis paru aktif), kavitas.

Perkusi
Perkusi dilakukan dengan meletakkan jari tengah ke dinding lain, dengan sendi
pergelangan tangan sebagai penggerak. Jangan menggunakan poros siku, oleh
karena ini akan memberikan ketokan yang tidak seragam. Sifat-sifat ketokan, selain
didengar, juga harus dirasakan oleh jari-jari. Perkusi dada dilakukan secara
beraturan dari dada kiri ke kanan dan ke bawah (zig-zag) sehingga sampai ke batas
dada bawah dengan perut. Kemudian dibuat perbandingan dari perkusi tiap-tiap sisi
paru tersebut. Bunyi perkusi pada batas paru-lambung. Batas paru hati ini kadang-
kadang sulit didengar dari perkusi. Untuk lebih jelas perbedaan bunyinya pasien
diminta menarik napas dalam dan menahannya sampai pemeriksa selesai perkusi.
Daerah aksila dapat diperkusi dengan baik dengan cara meminta pasien mengangkat
tangannya ke atas kepala. Pemeriksa menaruh jari-jari tangan setinggi mungkin di
aksila pasien untuk diperkusi. Perkusi pada bagian posterior dada, skapula
sebaiknya dikesampingkan dengan cara meminta pasien, mengangkat lengannya ke
atas.
Bunyi ketokan yang didapat adalah :
a. Sonor (resonant), terjadi bila udara cukup banyak dalam jaringan (alveolus),
terdapat pada orang normal.
b. Pekak (dull) terjadi pada jaringan tanpa udara di dalamnya, misalnya tumor
paru, penebalan pleura.
c. Redup (stony-dull), bila bagian padat jaringan lebih banyak dari udara di
dalamnya, misalnya : infiltrat, konsolidasi, cariran di rongga pleura,
Yan Heine Tanawani 46

d. Hipersonor (hiperresonant) bila udara lebih banyak dari pada jaringan padat,
misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya di tepi
pneumotoraks, bula yang besar.

Bunyi timpani terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara di dalam
lambung. Dapat terdengar juga pada jaringan yang lain misalnya kelainan patologis
di daerah toraks. Perkusi- auskultasi termasuk perkusi lunak pada daerah sternum
dan secara bersama dilakukan auskultasi pada lapangan paru di bagian belakang
dada. Bila meningkat maka ini menunjukkan adanya sedikit konsolidasi, bunyi
sonor-timpani yang khas dapat didengar pada pneumotoraks bila perkusi dilakukan
pada dada dengan 2 uang logam (coin sound).

Disamping menentukan kelainan pada paru dengan perkusi dapat ditentukan


batas-batas paru dengan organ sekitarnya.
Batas paru jantung : (lihat pemeriksaan fisis jantung).
Batas paru-hati, bunyi sonor dari paru selanjutnya menjadi redup pada garis
midklavikula yaitu pada sela iga 6.
Peranjakan antara ekspirasi dan inspirasi dalam yang normal adalah 2 jari.
Batas paru lambung : perubahan sonor ke timpani pada garis aksilaris anterior,
biasanya pada sela iga 8, batas ini sangat tergantung dari ada tidaknya isi
lambung.
Batas paru belakang bawah ditentukan pada garis skapula. Biasanya setinggi
vertebra torakalis 10 untuk paru kiri, dan 1 jari lebih tinggi pada paru kanan.
Pada pemeriksaan perkusi terdapat hal-hal khusus seperti daerah Kronig yaitu
daerah supraskapula seluas 3 sampai 4 jari di pundak. Perkusi di daerah ini sonor.
Adanya bunyi selain sonor pada daerah ini menunjukkan kelainan apeks paru,
misalnya tumor paru, tuberkulosis paru.
Garis Ellis Damoiseau adalah garis lengkung konveks dengan puncak pada garis
aksilaris tengah, terdapat pada cairan pleura yang cukup banyak.
Segitiga Garland, yaitu daerah timpani yang dibatasi oleh vertebra torakalis, garis
Ellis Damoiseau dan garis horizontal yang melalui puncak cairan.
Segitiga Grocco, yaitu daerah redup kontralateral yang dibatasi oleh garis vertebra,
perpanjangan dari garis Ellis Damoiseau ke kontralateral dan batas paru belakang
bawah.
Garis Ellis Damoiseau, segitiga Garland yang timpani dan segitiga Grocco
yang redup dapat ditemukan bila terdapat cairan yang cukup banyak di dalam
rongga pleura.
Yan Heine Tanawani 47

Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi adalah pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan
fisis paru-paru. Aliran turbulensi udara terjadi pada trakea dan jalan udara yang
besar. Suara yang ditimbulkannya mempunyai nada yang keras, dinamakan suara
trakeal. Selanjutnya pada percabangan-percabangan bronkus yang besar, akan
terdengar suara bronkus vesikular (suara campuran antara bronkial dan vesikular).
Selanjutnya percabangan bronkus kecil (percabangan ke-15) sampai distal akan
memberikan nada yang lebih rendah karena adanya jaringan paru sebagai saringan
suara.
Suara napas dilukiskan sebagai normal atau menurun dalam kualitasnya.
Penyebab menurunnya suara napas terdapat pada penyakit emfisema paru,
pneumotoraks, penebalan pleura dan penebalan otot-otot dada/lemak pada obesitas.
Auskultasi dilakukan berurutan dengan selang-seling dada kiri dan kanan (zig-zag).
Termasuk diauskultasi juga daerah aksila selanjutnya berpindah ke bagian belakang
yang sama diauskultasi seperti bagian depan.

Pada auskultasi terdapat 2 bunyi :


A. Bunyi napas pokok :
1. Vesikular, terdapat pada paru normal, dimana suara inspirasi lebih keras dan
lebih tinggi nadanya serta 3 kali lebih panjang dari pada ekspirasi. Suara
vesikular diproduksi oleh udara jalan napas di alvenol. Suaranya menyerupai
tiupan angin di daun-daunan. Antara inspirasi dan ekspirasi, tidak ada bunyi
napas tambahan. Bunyi napas vesikular disertai ekspresi yang memanjang
dapat terjadi pada emfisema paru.
2. Bronkial, terdapat alveoli yang terisi eksudat atau konsolidasi tapi lumen
bronkus atau bronkial masih terbuka. Baik suara inspirasi maupun ekspirasi
sama atau lebih panjang dari inspirasi. Dalam keadaan normal dapat
terdengar di daerah konsolidasi atau di bagian atas daerah efusi pleura.

3. Bronkovesikular, bunyi yang terdengar antara vesikular dan bronkial di


mana ekspirasi menjadi lebih keras, lebih tinggi nadanya dan lebih
memanjang hingga hampir menyamai inspirasi. Terdapat pada penyakit paru
dengan infiltrat misalnya bronkopneumonia, tuberkulosis paru,
4. Amforik, didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer dan
berhubungan terbuka dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol
kosong.
Yan Heine Tanawani 48

Kadang-kadang kita perlu melakukan auskultasi di mana pasien mengucapkan


beberapa kata-kata seperti 77 atau 99. Pemeriksaan ini memberikan resonansi
vokal dan ini jelas memberikan perbedaan suara napas pada beberapa lapangan
paru.
B. Bunyi napas tambahan
Bunyi napas tambahan ini merupakan suara getaran (vibrasi) dari jaringan
paru yang sakit. Pada paru sehat suara tambahan ini tidak ditemukan. Bentuk
suara napas tambahan tersebut adalah :
1. Ronki kering, adalah bunyi yang terputus, terjadi oleh getaran dalam lumen
saluran napas akibat penyempitan. Kelainan ini terdapat pada mukosa atau
adanya sekret yang kental atau lengket. Terdengar lebih jelas pada ekspirasi
walaupun pada inspirasi sering terdengar. Dapat di dengar di semua bagian
bronkus, makin kecil diameter lumen, makin tinggi dan makin keras
nadanya. Wheezing adalah ronki kering yang tinggi nadanya dan panjang
yang biasa terdengar pada serangan asma.
2. Ronki basah (rales) adalah suara yang berbisik dan terputus akibat aliran
udara yang melewati cairan. Ronki basah halus, sedang atau kasar
tergantung besarnya bronkus yang terkena dan umumnya terdengar pada
inspirasi. Ronki basah halus biasanya terdapat pada bronkiale, sedangkan
yang lebih halus lagi berasal dari alveoli yang sering disebut krepitasi,
akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi. Krepitasi terutama terjadi
pada keadaan-keadaan seperti fibrosis paru, pleuritis. Sifat ronki basah ini
dapat nyaring (infiltrat) atau tidak nyaring (pada edema paru).
3. Bunyi gesekan pleura (P. Viseralis dan P. Parietalis) yang menebal atau
menjadi kasar karena peradangan. Biasanya terjadi karena peradangan dan
terdengar pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi,
4. Hippocrates succussion adalah suara cairan pada hidropneumotoraks yang
terdengar bila si pasien digoyang-goyangkan.

15. Pemeriksaan Abdomen (Samel M Baso)


Pemeriksaan fisis abdomen merupakan bagian dari pemeriksaan fisis
keseluruhan, yang dalam prakteknya merupakan lanjutan dari pemeriksaan fisis
umum, pemeriksaan fisis kepala, leher, toraks (dada), lalu pemeriksaan fisis
abdomen, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisis genitalia dan perineum (bila ada
indikasi), dan terakhir pemeriksaan ekstremitas.
Tujuan pemeriksaan abdomen adalah mendapatkan atau mengidentifikasi tanda
penyakit atau kelainan yang ada pada daerah abdomen, atau dengan perkataan lain
tujuan pemeriksaan fisis abdomen adalah menjawab pertanyaan apakah terdapat
kelainan organ yang terdapat pada daerah abdomen. Hal ini perlu ditegaskan karena
sering terdapat kesalah pahaman atau salah pengertian, yaitu abdomen diperiksa
bila ada keluhan yang bersangkutan dengan penyakit pada sistem gastrointestinal.
Justru pada penyakit traktus gastrointestinal riwayat penyakit yang didapat dari
anamnesis merupakan data klinik yang sangat menentukan.
Yang dimaksud abdomen adalah suatu rongga dalam badan di bawah diafragma
sampai dasar pelvis. Namun demikian yang dimaksud dengan pemeriksaan fisis
abdomen adalah pemeriksaan daerah abdomen di bawah arkus kosta kanan kiri
sampai daerah inguinal.
1. Dengan menarik garis tegak lurus terhadap garis median melalui umbilikus.
Dengan cara ini dinding depan abdomen terbagi atas 4 daerah atau lazim disebut
sebagai berikut.
a. Kuadran kanan atas
b. Kuadran kiri atas
c. Kuadran kiri bawah
d. Kuadran kanan bawah
Yan Heine Tanawani 49

Kepentingan pembagian ini adalah untuk menyederhanakan penulisan


laporan misalnya untuk kepentingan konsultasi atau pemeriksaan kelainan yang
mencakup daerah yang cukup luas.

2. Pembagian yang lebih rinci atau lebih spesifik yaitu dengan menarik dua garis
sejajar dengan garis median dan dua garis transversal yaitu yang
menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan satu lagi yang
menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS).
a. Garis medium
b. Antara SIAS kanan dan garis median
c. Antara SIAS kiri dan garis median
d. Pinggir dinding abdomen kanan
e. Pinggir dinding abdomen kiri
f. Antara 2 titik paling bawah arkus kosta
g. Antara SIAS kanan dan kiri

Berdasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan


abdomen terbagi atas 9 regio :
1. Regio epigastrium
2. Regio hipokondrium kanan
3. Regio hipokondrium kiri
4. Regio umbilikus
5. Regio lumbal kanan
6. Regio lumbal kiri
7. Regio hipogastrium atau regio suprapubik
8. Regio iliaka kanan
9. Regio iliaka kiri

Kepentingan pembagian yang lebih rinci tersebut adalah bila kita meminta
pasien untuk menunjukkan dengan tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan deskripsi
penjalaran rasa nyeri tersebut. Dalam hal ini sangat penting untuk membuat peta
lokasi rasa nyeri beserta penjalarannya, sebab sudah diketahui karakteristik dan
lokasi nyeri akibat kelainan masing-masing organ intraabdominal berdasarkan
hubungan persarafan viseral dan somatik.
Selain peta regional tersebut terdapat beberapa titik dan garis yang sudah
disepakati.
1. Titik Mc Burney
Yaitu titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang terletak pada 1/3
lateral dari garis yang menghubungkan SIAS dengan umbilikus. Titik Mc
Burney tersebut dianggap lokasi apendiks yang terasa nyeri tekan bila terdapat
apendisitis.
2. Garis Schuffner
Yaitu garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan umbilikus
(dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik
VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa.

Pemeriksaan Fisis Abdomen


Pemeriksaan ini dikerjakan dalam 4 tahap, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Ke empat tahap tersebut sama pentingnya untuk dilakukan dengan
seksama, meskipun informasi paling banyak didapat dengan palpasi dan perkusi.
Yan Heine Tanawani 50

Inspeksi
Yang dimaksud dengan inspeksi adalah melihat perut baik perut bagian depan
maupun bagian belakang yang dalam buku ini disebut pinggang. Inspeksi dilakukan
dengan penerangan yang cukup. Informasi yang perlu didapatkan adalah :
1. Simetris
2. Bentuk atau kontur
3. Ukuran
4. Kondisi dinding perut
Kelainan kulit
Vena
Umbilikus
Striae alba
5. Pergerakan dinding perut

Simetris
Dalam situasi normal dinding perut terlihat simetris dalam posisi terlentang.
Adanya tumor atau abses atau pelebaran setempat lumen usus membuat bentuk
perut tidak simetris. Pergerakan dinding perut akibat peristaltik dalam keadaan
normal atau fisiologis tidak terlihat. Bila terlihat adanya gerakan peristaltik usus
dapat dipastikan adanya hiperperistaltik dan dilatasi sebagai akibat obstruksi lumen
usus baik oleh tumor, perlengketan, strangulasi maupun hiperperistaltik sementara
akibat skibala.

Bentuk dan Ukuran


Bentuk dan ukuran perut dalam keadaan normal pun bervariasi tergantung dari
habitus, jaringan lemak subkutan atau intraabdomen dan akibat kondisi otot dinding
perut. Perut seorang atlit dengan berat badan ideal akan terlihat rata, kencang,
simetris, terlihat kontur otot rektus abdominalis dengan sangat jelas. Pada keadaan
starvasi bentuk dinding perut cekung dan tipis, disebut bentuk skopoit. Dalam
situasi ini bisa terlihat gerakan peristaltik usus. Abdomen yang membuncit dalam
keadaan normal dapat terjadi pada pasien yang gemuk, sedangkan situasi patologis
yang menyebabkan perut membuncit adalah ileus paralitik, meteorismus, asites,
kistoma ovarii dan graviditas. Tonjolan yang bersifat setempat dapat diartikan
sebagai kelainan organ yang dibawahnya, misalnya tonjolan yang simetris pada
regio suprapubis dapat terjadi karena retensi urin pada hipertrofi prostat pada laki-
laki tua atau kehamilan muda pada wanita. Sedangkan pembesaran uterus juga
mengakibatkan penonjolan pada daerah tersebut.

Kelainan Kulit
Perlu diperhatikan sikatriks akibat ulserasi pada kulit, atau akibat operasi atau
luka tusuk. Pada tempat insisi operasi sering terdapat hernia insisialis. Kadang-
kadang hernia insisialis begitu besar dan menonjol sampai terlihat peristaltik usus.
Yan Heine Tanawani 51
Yan Heine Tanawani 52

Adanya garis-garis putih sering disebut striae alba yang dapat terjadi setelah
kehamilan atau pada pasien yang mulanya gemuk atau bekas asites, dan terdapat
juga pada sindrom cushing. Pulsasi arteri pada dinding perut terlihat pada pasien
aneurisma aorta atau kadang-kadang pada pasien yang kurus, dan dapat terlihat
pulsasi pada epigastrium pada pasien insufisiensi katup trikuspidalis.

Pelebaran Vena
Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran di sekitar umbilikus
disebut kaput medusae yang terdapat pada sindrom Banti.
Pelebaran vena akibat obstruksi vena kava inferior terlihat sebagai pelebaran
vena dari daerah inguinal ke umbilikus, sedang akibat obstruksi vena kava superior
aliran vena ke distal. Pada keadaan normal, aliran vena dinding perut diatas
umbilikus ke kranial sedang dibawah umbilikus alirannya ke distal. Pada umumnya
mudah sekali menentukan arah aliran vena dinding perut diatas umbilikus ke
kranial.

Palpasi
Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan
dalam rongga abdomen. Perlu ditekankan disini bahwa palpasi merupakan lanjutan
dari anamnesis dan inspeksi . perlu sekali diperhatikan apakah pasien ada keluhan
nyeri atau rasa tidak enak pada daerah abdomen.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan palpasi :
1. Beritahu pasien bahwa dokter akan meraba dan menekan dinding perut.
2. minta pasien memberitahukan apabila terdapat rasa nyeri akibat penekanan
tersebut. Bila mungkin tanyalah seperti apa nyerinya apakah ringan, sedang,
atau seperti ditusuk jarum atau nyeri seperti kena pukul,
3. Perhatikan mimik pasien selama palpasi dilakukan serta perhatikan reaksi
dinding perut. Pada pasien yang sensitif (geli) akan timbul ketegangan pada
dinding perut dengan mimik pasien menahan tawa,
4. Bila hal ini terjadi palpasi dilakukan dengan halus dan pelan, serta pasien
memperhatikan/ memandang ke langit-langit, hindarkan pasien melihat perutnya
sendiri pada waktu dilakukan palpasi, bila perlu kaki ditekuk sedikit sejak awal
palpasi,
5. Palpasi dilakukan secara sistematis dan sedapat mungkin seluruh dinding perut
terpalpasi. Sering terjadi daerah tengah dilupakan pada palpasi sehingga
aneurisma atau tumor di daerah tersebut tidak terdeteksi,
6. Ingatlah akan lokasi nyeri yang dikeluhkan oleh pasien, sehingga kita akan lebih
hati-hati dalam melakukan palpasi,
7. Palpasi dilakukan dalam 2 tahap yaitu palpasi permukaan (superfisial) dan
palpasi dalam (deep palpation),
8. Palpasi dapat dilakukan dengan satu tangan dapat pula dua tangan (bimanual)
terutama pada pasien gemuk,
9. Biasakanlah palpasi yang seksama meskipun tidak ada keluhan yang
bersangkutan dengan penyakit straktus gastrointestinal,
10. Pasien dalam posisi supine/telantang dengan bantal secukupnya, kecuali bila
pasien sesak napas. Pemeriksa berdiri pada sebelah kanan pasien, kecuali pada
dokter yang kidal (left handed),

Palpasi Superfisial
Posisi tangan menempel pada dinding perut. Umumnya penekanan dilakukan
oleh ruas terakhir dan ruas tengah jari-jari, bukan dengan ujung jari.
Palpasi superfisial tersebut bisa juga disebut palpasi awal untuk orientasi
sekaligus memperkenalkan prosedur palpasi pada pasien. Perhatikan data yang
didapat dengan palpasi superfisial tersebut.
Yan Heine Tanawani 53

Palpasi Dalam
Palpasi dalam (deep palpation) dipakai untuk identifikasi kelainan/rasa nyeri
yang tidak didapatkan pada palpasi superfisial dan untuk lebih menegaskan kelainan
yang didapat pada palpasi superfisial dan yang terpenting adalah untuk palpasi
organ secara spesifik misalnya palpasi hati, limpa, ginjal. Palpasi dalam juga
penting pada pasien yang gemuk atau pasien dengan otot dinding yang tebal.

Perkusi
Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tak langsung, sama seperti perkusi di
rongga toraks tetapi dengan penekanan yang lebih ringan dan ketokan yang lebih
perlahan.
Perkusi abdomen mempunyai bebrapa tujuan :
1. Untuk konfirmasi pembesaran hati dan limpa,
2. Untuk menentukan ada tidaknya nyeri ketok,
3. Untuk diagnosis adanya cairan atau massa padat.

Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen


berisi lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara perkusi
abdomen adalah timpani, kecuali di daerah hati suara perkusinya adalah pekak.
Hilangnya sama sekali daerah pekak hati dan bertambahnya bunyi timpani di
seluruh abdomen harus dipikirkan akan kemungkinan adanya udara bebas di dalam
rongga perut, misalnya pada perforasi usus.
Dalam keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen, perkusi diatas
dinding perut mungkin timpani dan di sampingnya pekak. Dengan memiringkan
pasien ke satu sisi, suara pekak ini akan berpindah-pindah (shiffting dullnes).
Pemeriksaan shiffting dullnes sangat patognomis dan lebih dapat dipercaya dari
pada memeriksa adanya gelombang cairan. Suatu keadaan yang disebut fenomena
papan catur (chessboard phenomen) di mana pada perkusi dinding perut ditemukan
bunyi timpani dan redup yang berpindah-pindah, sering ditemukan pada pasien
peritonitis tuberkulosa.

Auskultasi
Urutan pemeriksaan fisis yang lazim adalah inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi, namun pada pemeriksaan fisis abdomen auskultasi sebaiknya dilakukan
lebih dahulu setelah atau bersamaan dengan inspeksi.
Auskultasi abdomen bertujuan untuk mendengarkan :
1. Suara peristaltik
2. Suara pembuluh darah

Suara peristaltik
Dalam keadaan normal, suara peristaltik usus kadang-kadang dapat didengar
tanpa menggunakan stetoskop, biasanya setelah makan atau dalam keadaan lapar.
Jika terdapat obstruksi usus, suara peristaltik usus ini akan meningkat, lebih lagi
pada saat timbul rasa sakit yang bersifat kolik. Peningkatan suara usus ini disebut
borborigmi. Pada keadaan kelumpuhan usus (paralisis) misalnya pada pasien pasca
operasi atau pada keadaan peritonitis umum, suara ini sangat lemah dan jarang
bahkan kadang-kadang menghilang. Keadaan ini juga bisa terjadi pada tahap lanjut
dari obstruksi usus dimana usus sangat melebar dan atoni. Dalam keadaan ini
kadang-kadang terdengar suara peristaltik dengan nada yang tinggi.
Yan Heine Tanawani 54

Suara pembuluh darah


Suara sistolik atau diastolik atau murmur mungkin dapat didengar pada
auskultasi abdomen. Bruit sistolik dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada
pembesaran hati karena hepatoma. Bising vena (venous hum) yang kadang-kadang
disertai dengan terabanya getaran (thrill), dapat didengar diantara umbilikus dan
epigastrium. Pada keadaan fistula arteriovenosa intraabdominal kadang-kadang
dapat didengar suara murmur.

Beberapa Cara Pemeriksaan Asites


a. Cara pemeriksaan gelombang cairan.
Cara ini dilakukan pada pasien dengan asites yang cukup banyak dan perut yang
agak tegang. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang dan tangan pemeriksa
diletakkan pada satu sisi sedangkan tangan lainnya mengetuk-ngetuk dinding
perut pada sisi lainnya. Sementara itu mencegah gerakan yang diteruskan
melalui dinding abdomen sendiri, maka tangan pemeriksa lainnya (dapat pula
dengan pertolongan tangan pasien sendiri) diletakkan ditengah-tengah perut
dengan sedikit tekanan.
b. Pemeriksaan menentukan adanya redup yang berpindah (shiffting dullness)
c. Untuk cairan yang lebih sdikit dan meragukan dapat dilakukan pemeriksaan
dengan posisi pasien tengkurap dan menungging (knee-chest position). Setelah
beberapa saat, pada perkusi daerah perut yang terendah jika terdapat cairan akan
didengar bunyi redup.
d. Pemeriksaan Puddle dign
Seperti pada posisi knee-chest dan dengan menggunakan stetoskop yang
diletakkan pada bagian perut terbawah didengar perbedaan suara yang
ditimbulkan karena ketukan jari-jari pada sisi perut sedangkan stetoskop
digeserkan melalui perut tersebut ke sisi lainnya.
e. Pasien pada posisi tegak maka suara perkusi redup didengar di bagian bawah.

Pemeriksaan Jasmani Organ Abdomen

Hati
Pada inspeksi harus diperhatikan apakah terdapat penonjolan pada regio
hipokondrium kanan. Pada keadaan pembesaran hati yang ekstrim (misalnya pada
tumor hati) akan terlihat permukaan abdomen yang asimetris antara daerah
hipokondrium kanan dan kiri.
Secara anatomis organ hati yang terletak di bawah diafragma kanan
danlengkung iga kanan akan bergerak ke bawah sesuai inspirasi, sehingga bila
ujung tepi hati melewati batas lengkung iga akan dapat diraba. Dikatakan hati
teraba bila ada sensasi sentuhan antara jari pemeriksa dengan pinggir hati.
Agar memudahkan perabaan diperlukan :
a. Dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk sudut
45-60 0.
b. Pasien diminta untuk menarik napas panjang
c. Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan ke bawah, kemudian pada awal
inspirasi jari bergerak ke kranial dalam arah parabolik.
d. Diharapkan, bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa
dengan hati pada saat inspirasi maksimal.

Sinkronisasi dari berbagai gerak tersebut memerlukan pemahaman yang


seksama dan latihan serta kebiasaan untuk selalu memeriksa secara benar dan
elegan atau dengan istilah lain dikerjakan secara lege artis yaitu harus rapi, tepat,
seksama,tanpa menimbulkan ketidak-nyamanan.
Yan Heine Tanawani 55

Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat agar
dinding abdomen lebih lentur. Palpasi dikerjakan dengan menggunakan sisi palmar
radial jari tangan kanan (bukan ujung jari) dengan posisi ibu jari terlipat di bawah
palmar manus. Lebih tegas lagi bila arah jari membentuk sudut 45 0 dengan garis
median, ujung jari terletak pada bagian lateral muskulus rektus abdominalis dan
kemudian pada garis median untuk memeriksa hati lobus kiri.
Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju ke tepi lengkung iga kanan.
Dinding abdomen ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga akan
dapat menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan berulang dan posisinya
digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga. Penekanan dilakukan pada saat pasien sedang
inspirasi.
Bila pada palpasi kita dapat meraba adanya pembesaran hati, maka harus dilakukan
deskripsi sebagai berikut :
Beberapa lebar jari tangan di bawah lengkung iga kanan?
Bagaimana keadaan tepi hati. Misalnya tajam pada hepatitis akut atau tumpul
pada tumor hati?
Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (konsistensi normal) atau keras
(pada tumor hati)?
Bagaimana permukaannya? Pada tumor hati permukaannya teraba berbenjol.
Apakah terdapat nyeri tekan. Hal ini dapat terjadi pada antara lain abses hati dan
tumor hati. Selain itu pada abses hati dapat dirasakan adanya fluktuasi.

Pada keadaan normal hati tidak akan teraba pada palpasi kecuali pada beberapa
pada kasus dengan tubuh yang kurus (sekitar 1 jari). Terabanya hati 1-2 jari di
bawah lengkung iga harus dikonfirmasi apakah hal tersebut memang suatu
pembesaran hati atau karena adanya perubahan bentuk diafragma (misalnya
emfisema paru). Untuk menilai adanya pembesaran lobus kiri hati dapat dilakukan
palpasi pada daerah garis tengah abdomen ke arah epigastrium. Bentuk tepi hati
yang teraba pada palpasi dapat ditelusuri mulai dari sisi lateral lengkung iga kanan
sampai dengan epigastrium, sehingga bentuk proyeksinya pada dinding abdomen
dapat digambar.
Batas atas hati sesuai dengan pemeriksaan perkusi batas paru hati (normal pada
sela iga 6). Pada beberapa keadaan patologis misalnya emfisema paru, batas ini
akan lebih rendah sehingga besar hati yang normal dapat teraba tepinya padawaktu
palpasi. Perkusi batas atas dan batas bawah hati (perubahan suara dari redup ke
timpani) berguna untuk menilai adanya pengecilan hati (misalnya pada sirosis hati).
Suara bruit dapat terdengar pada pembesaran hati akibat tumor hati yang besar.

Limpa
Teknik palpasi limpa tidak berbeda dengan palpasi hati. Pada keadaan normal
limpa tidak teraba. Limpa membesar mulai dari bawah lengkung iga kiri, melewati
umbilikus sampai regio iliaka kanan. Seperti halnya hati, limpa juga bergerak sesuai
inspirasi. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan, melewati umbilikus di garis
tengah abdomen, menuju ke lengkung iga kiri. Pembesaran limpa diukur dengan
menggunakan garis Schuffner, yaitu garis yang dimulai dari titik di lengkung iga
kiri menuju ke umbilikus dan diteruskan sampai di spina iliaka anterior superior
(SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama.
Palpasi limpa juga dapat dipermudah dengan memiringkan pasien 45 derajat ke arah
kanan ( ke arah pemeriksa).
Yan Heine Tanawani 56

Setelah tepi bawah limpa teraba, maka dilakukan deskripsi sebagai berikut :
Berapa jauh dari lengkung iga kiri pada garis Schuffner (S-I sampai dengan S-
VIII)?
Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (splenomegali karena hipertensi
portal) atau keras seperti pada malaria?

Untuk meyakinkan bahwa yang teraba itu adalah limpa, harus diusahakan
meraba insisuranya.

Ginjal
Ginjal terletak pada daerah retroperitoneal sehingga pemeriksaan harus dengan
cara bimanual. Tangan kiri diletakkan pada pinggang bagian belakang dan tangan
kanan pada dinding abdomen di ventralnya. Pembesaran ginjal (akibat tumor atau
hidroneposis) akan teraba diantara kedua tangan tersebut, dan bila salah satu tangan
digerakkan akan teraba benturannya di tangan lain. Fenomena ini dinamakan
ballotement positif. Pada keadaan normal ballotement negatif.

Abdomen Bagian Bawah


Adanya akumulasi gas pada saluran cerna dapat melihat dalam bentuk perut
yang membuncit dimana pada perkusi terdengar timpani. Kolon yang terisi feses
pada dapat teraba pada palpasi. Yang relatif mudah teraba pada palpasi adalah kolon
asenden dan desenden pada regio lumbal kanan dan kiri dan lebih mudah bila
diperiksa secara bimanual. Tumor kolon dapat teraba sebagai massa yang dapat
digerakkan relatif secara bebas.
Pada auskultasi harus dinilai bising usus yang ditimbulkan oleh gerakan udara
dan air dalam lumen akibat peristaltik. Dalam keadaan normal bising usus terdengar
lebih kurang 3x permenit. Pada keadaan inflamasi usus, bising usus akan lebih
sering terdengar. Pada keadaan ileus obstruksif, bising usus mempunyai nada yang
tinggi seperti bunyi metal. Sedangkan pada ileus paralitik, bising usus menjadi
jarang, lemah dan dapat menghilang sama sekali. Borboigmi adalah bising usus
yang sering dan tidak jarang dapat langsung didengar tanpa stetoskop.

Perineum
Pemeriksaan abdomen akan lengkap dengan pemeriksaan perinium dan colok
dubur. Untuk pemeriksaan ini penting dijelaskan terlebih dahulu pada pasien
tentang tujuan dan manfaatnya.
Pasien berbaring dalam posisi lateral dekubitus kiri dengan kedua lutut terlipat
kearah dada. Pemeriksaan memakai sarung tangan. Dengan menerangkan cahaya
yang adekuat, bokong kanan pasien ditarik keatas dengan menggunakan tangan kiri
pemeriksa sehingga kita dapat melakukan inspeksi perineum dengan baik. Adanya
hemoroid eksterna atau interna yang prolaps, fisura ani, ataupun tumor dapat dinilai
dengan baik.

Colok Dubur
Pasien dalam posisi miring lateral dekubitus kiri. Oleskan jari telunjuk tangan
kanan yang telah memakai sarung tangan dengan jeli atau vaselin dan juga oleskan
pada anus pasien. Beritahu pasien bahwa kita akan memasukkan jari ke dalam anus.
Letakkan bagian palmar ujung jari telunjuk kanan pada tepi anus dan secara
perlahan tekan agak memutar sehingga jari tangan masuk kedalam lumen anus.
Masukan lebih dalam secara perlahan-lahan sambil menilai apakah terdapat spasme
anus (misalnya pada fisura ani), massa tumor, rasa nyeri, mukosa yang teraba
ireguler, pembesaran prostat pada laki-laki atau penekanan dinding anterior oleh
vagina/rahim pada wanita. Pada waktu jari telunjuk dikeluarkan dari anus,
perhatikan pada sarung tangan apakah terdapat darah, lendir, ataupun bentuk feses
yang menempel. Pada akhir pemeriksaan colok dubur jangan lupa membersihkan
dubur pasien dari sisa jeli/kotoran dengan menggunakan kertas toilet.
Yan Heine Tanawani 57

16. Pemeriksaan Obstetri (Dr.Hermanus Suhartono, Sp.OG)


PENDAHULUAN
Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang khusus
mempelajari segala soal yang berhubungan dengan lahirnya bayi.Dengan demikian,
yang menjadi obyek ilmu ini ialah kehamilan, persalinan, nifas dan bayi yang baru
dilahirkan.
Ilmu Kebidanan menjadi dasar usaha-usaha yang dalam bahasa Inggris dinamakan
maternity care. Menurut definisi WHO Expert Committee on Maternity Care yang
kemudin diubah sedikit oleh WHO Expert Committee on the Midwife in Maternity
Care. Tujuan Maternity Care atau Pelayanan Kebidanan ialah menjamin , agar
setiap wanita hamil dan wanita yang menyusui bayinya dapat memelihara
kesehatannya sesempurna-sesempurnanya agar wanita hamil melahirkan bayi sehat
tanpa gangguan apa pun dan kemudian dapat merawat bayinya dengan baik .

Pelayanan Kebidanan dalam arti yang terbatas terdiri atas:


1. Pengawasan serta penanganan wanita dalam masa hamil dan pada waktu
persalinan;
2. Perawatan dan pemeriksaan wanita sesudah persalinan;
3. Perawatan bayi yang baru lahir; dan
4. Pemeriksaan laktasi.

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil
normal adalah 280 hari ( 40 minggu atau 9 bulan 7 hari ) dihitung dari hari pertama
haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai
dari konsepsi sampai 3 bulan , triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan ,
triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan.
Umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik-buruknya keadan pelayanan
kebidanan ( maternity care ) dalam suatu Negara ataudaerah ialah kematian mternal
(maternal mortality ). Menurut definisi WHO kematian maternal ialah kematian
seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh
sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk
mengakhiri kehamilan . Angka kematian maternal (maternal mortality rate ) ialah
jumlh kematian maternal diperhitungkan terhadap 1000 atau 10.000 kelahirn hidup,
kini dibeberapa negara malahan terhadap 100.000 kelahiran hidup.
Dengan tercapainya kematian maternal yang rendah, maka sekarang kematian
bayi dianggap sebagai ukuran yang lebih baik untuk menilai kualitas pelayanan
kebidanan. Untuk ini digunakan angka kematian perinatal ( perinatal mortality
rate ) yang terdiri atas jumlah anak yang tidak menunjukkan tanda-tanda hidup
waktu dilahirkan , ditambah dengn jumlah anak yang meninggal dalam minggu
pertama kehidupannya, untuk 1000 kelahiran.
Ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin
semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal.
Tujuan asuhan antental :
Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan tumbuh kembang bayi.
Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dn social ibu dan
bayi.
Mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
pembedahan.
Mempersiapkan persalinan cukup bulan , melahirkan dengan selamat, ibu dan
bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian asi eksklusif.
Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal.
Yan Heine Tanawani 58

Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan:


Satu kali pada triwulan pertama.
Satu kali pada triwulan kedua.
Dua kali pada triwulan ketiga.

Pelayanan / asuhan standar minimal termasuk 7 T :


(Timbang ) berat badan.
Ukur (Tekanan) darah.
Ukur (Tinggi) fundus uteri.
Pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap.
Pemberian (Tablet) zat besi, minimal 90 tablet selama hamil.
(Tes) terhadap penyakit menular seksual.
(Temu) wicara dalam rangka persiapan rujukan.

Penilaian Klinik

Penilaian klinik merupakan proses berkelanjutan yang dimulai pada kontak


pertama antara petugas kesehatan dengan ibu hamil dan secara optimal berakhir
pada pemeriksaan minggu setelah persalinan. Pada setiap kunjungan antenatal,
petugas mengumpulkan dan menganalisa data mengenai kondisi ibu melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk mendapatkan diagnosis kehamilan
intruterin, serta ada tidaknya komplikasi atau masalah.

ANAMNESIS.
Riwayat kehamilan ini :
Usia ibu hamil.
Hari pertama haid terakhir., siklus haid.
Perdarahan pervaginam.
Keputihan.
Mual dan muntah.
Masalah / kelainan pada kehamilan sekarang.
Pemakaian obat-obat ( termasuk jamu-jamuan ).

Riwayat obstetri lalu :


Jumlah kehamilan.
Jumlah persalinan.
Jumlah persalinan cukup bulan.
Jumlah persalinan premature.
Jumlah anak hidup.
Jumlah keguguran.
Jumlah aborsi.
Perdarahan pada kehamilan, persalinan, nifas terdahulu.
Adanya hipertensi dalam kehamilan pada kehamilan terdahulu.
Berat bayi < 2500 gram atau > 4000 gram.
Adanya masalah-masalah dalam kehamilan , persalinan, nifas terdahulu.

Riwayat penyakit :
Jantung.
Tekanan darh tinggi.
Diabetes mellitus.
TBC.
Yan Heine Tanawani 59

Pernah operasi.
Allergi obat / makanan.
Ginjal.
Asma.
Epilepsi.
Penyakit hati.
Pernah kecelakaan.

Riwayat sosial ekonomi ;


Status perkawinan.
Respon ibu terhadap kehamilan.
Jumlah keluarga di rumah yang membantu.
Siapa pembuat keputusan dalam keluarga.
Kebiasaan makan dan minum.
Kebiasaan merokok, menggunakan obat-obat dan alcohol.
Kehidupan seksual.
Pekerjaan dan aktifitas sehari-hari.
Pilihan tempat untuk melahirkan.
Pendidikan.
Penghasilan.

PEMERIKSAAN.
Fisik umum:
( Kunjungan pertama )
Tekanan darah.
Suhu badan.
Nadi.
Pernafasan.
Berat badan.
Tinggi badan.
Muka; edema, pucat.
Mulut dan gigi ; kebersihan, karang gigi.
Tiroid / gondok.
Tulang belakan / punggung ; scoliosis.
Payudara ; putting susu.
Abdomen ; bekas operasi.
Ekstremitas ; edema, varises, refleks patella.
Kulit; kebersihan / penyakit kulit.

( Kunjungan berikut )
Tekanan darah.
Berat badan.
Edema.
Masalah dari kunjungan pertama..

Pemeriksaan luar:
(Pada setiap kunjungan)
Mengukur tinggi fundus uteri.
Palpasi untuk menentukan letak janin (atau lebih 28 minggu), Dengan
pemeriksaan cara Leopold I,II,III,IV.
Auskultasi detak jantung janin.
Yan Heine Tanawani 60

Pemeriksaan dalam:
(Pada kunjungan pertama)
Pemeriksaan vulva / perineum untuk menilai ; varises, kondiloma, edema,
hemoroid, kelainan lain.
Pemeriksaan dengan speculum untuk menilai ; serviks, tanda-tanda infeksi,
pengeluaran cairan dari ostium uteri.
Pemeriksaan dalam untuk menilai ; serviks, uterus, adneksa, bartholin, skene,
uretra, luas panggul.

Laboratorium:
( Kunjungan pertama )
Darah ; hemoglobin.
Urin ; warna, bau, kejernihan, protein, glukosa.

Memantau tumbuh kembang janin ( nilai normal ):


Usia kehamilan 12 minggu ; tinggi fundus menggunakan penunjuk-penunjuk
badan hanya teraba diatas simfisis pubis.
Usia kehamilan 16 minggu : tinggi fundus menggunakan penunjuk-penunjuk
badan ditengah , antara simfisis pubis dan umbilicus.
Usia kehamilan 20 minggu ; tinggi fundus dalam cm adalah 20 cm,
menggunakan penunjuk-penunjuk badan pada umbilicus.
Usia kehamilan 28 minggu : tinggi fundus dalm cm adalah 28 cm,
menggunakan penunjuk-penunjuk badan ditengah , antara umbilicus dan
prosesus sifoideus.
Usia kehamilan 36 minggu : tinggi fundus dalam cm adalah 36 cm,
menggunakan penunjuk-penunjuk badan pada prosesus sifoideus.

DIAGNOSIS.

Diagnosis dibuat untuk menentukan hal-hal sebagai berikut :


Kehamilan normal ; mempunyai tanda-tanda positif yaitu perubahan warna pada
serviks, warna aerola lebih gelp, pembesaran payudara, pembesaran abdomen,
(+) detak jantung janin, ukuran uterus sama / sesuai usia kehamilan,
pemeriksaan fisik dan labortorium normal.
Kehamilan dengan masalah kesehatan yang membutuhkan rujukan untuk
konsultasi dan atau kerjasama penanganannya ; seperti hipertensi, anemia berat,
tumbuh kembang janin terhambat didalam uterus, infeksi saluran kemih,
penyakit kelamin atau kondisi lain-lain yang dapat memperburuk selama
kehamilan.

Jadwal kunjungan ulang :


Kunjungan I 16 minggu dilakukan untuk :
Penapisan dan pengobatan anemia.
Perencanaan persalinan.
Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan persalinan.
Kunjungan II 24-28 minggu dan kunjungan III 32 minggu, dilakukan untuk :
Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
Penapisan preeklampsi, gemelli, infeksi alak reproduksi dan saluran
perkemihan.
Mengulang perencanaan persalinan.
Kunjungan IV 36 minggu sampai lahir, dilakukan untuk :
Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III.
Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi.
Memantapkan rencana persalinan.
Mengenali tanda-tanda persalinan.
Yan Heine Tanawani 61

17. Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Pada Bayi Dan Anak


(Dr. Abdul Rohim SpA, Dr. Renny Bagus, SpA)

Pendahuluan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada anak memerlukan keterampilan
khusus. Dokter yang merawat pasien anak harus mengembangkan daya pengamatan
serta perasaannya. Seringkali penggabungan kedua daya tersebut dapat menuju
tercapainya diagnosis secara cepat dan tepat. Seorang Dokter harus berusaha
bersikap sabar, lembut dan menyenangkan. Sedapat mungkin dapat diciptakan
hubungan dokter, pasien dan keluarga yang baik sehingga akan timbul rasa percaya
dan yakin dari pasien dan keluarganya.
Pendekatan dalam pemeriksaan fisik tergantung kepada umur dan keadaan
anak. Pada umumnya bayi dan anak kecil akan merasa lebih aman dan berkurang
rasa takutnya dengan kehadiran orang tua, terutama ibu. Pemeriksaan fisik pada
umumnya sama dengan orang dewasa, dilakukan pada seluruh tubuh, namun pada
bayi dan anak tidak harus dengan urutan tertentu. Pemeriksaan yang menggunakan
alat seperti pemeriksaan tenggorok, mulut, telinga, suhu tubuh, tekanan darah dan
lain-lain sebaiknya dilakukan paling akhir, karena dengan melihat atau memakai
alat-alat, seorang anak dapat menjadi takut atau merasa tidak nyaman, sehingga
menolak diperiksa lebih lanjut.

Anamnesis
Dalam bidang ilmu kesehatan anak, aloanamnesis menduduki tempat yang
jauh lebih penting daripada autoanamnesis, karena bayi dan sebagian besar anak
belum dapat memberikan keterangan tentang penyakitnya.
Pada seorang pasien bayi dan anak, anamnesis merupakan bagian yang
sangat penting dan sangat menentukan dalam pemeriksaan klinis. Diperkirakan
tidak kurang dari 80% data yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis diperoleh
dari anamnesis. Bahkan dalam beberapa keadaan terentu, anamnesis merupakan
cara yang tercepat dan satu-satunya kunci menuju diagnosis.
Berdasarkan anamnesis sering dapat ditentukan sifat dan besarnya penyakit
serta terdapatnya faktor-faktor yang mungkin menjadi latar belakang penyakit, yang
semua berguna dalam menentukan sikap untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Hambatan langsung yang dijumpai pada pembuatan anamnesis pasien anak
adalah pada umumnya anamnesis berupa aloanamnesis (heteroanamnesis) dan
bukan autoanamnesis, sehingga pemeriksa harus waspada akan kemungkinan
terjadinya bias, karena data tentang keadaan pasien berdasarkan asumsi atau
persepsi orang tua atau pengantar. Keadaan ini sering berkaitan dengan
pengetahuan, adat, tradisi, kepercayaan, kebiasaan dan faktor budaya lainnya.
Dalam melakukan anamnesis pemeriksa harus memperhatikan keadaan
pasien. Pada kasus gawat darurat misalnya, anamnesis biasanya terbatas pada
keluhan utama dan hal-hal yang sangat penting untuk mengatasi keadaan
daruratnya. Pada kesempatan berikutnya yakni bila keadaan pasien sudah stabil
barulah anamnesis dilengkapi.

Langkah-langkah dalam pembuatan anamnesis pada anak


Salah satu sistematika yang lazim dilakukan dalam membuat anamnesis
pada anak adalah sebagai berikut :
Yan Heine Tanawani 62

1
3 2

4 5 6, 7, 8, 9

C B A
Lahir Awal timbulnya Saat
pembuatan
Gejala penyakit anamnesis

Setelah dipastikan identitas pasien dengan lengkap, tanyakan keluhan utama (1),
kemudian tanyakan lebih rinci tentang perjalanan penyakit (2) secara kronologis
yakni sejak pasien menunjukkan gejala pertama (B) sampai saat dilakukan
anamnesis (A), riwayat penyakit terdahulu, baik yang berkaitan dengan penyakit
sekarang maupun yang tidak (3), riwayat kehamilan ibu (4), riwayat kelahiran (5),
riwayat makanan (gizi) (6), riwayat imunisasi (7), riwayat tumbuh kembang anak
(8), serta riwayat keluarga (9)
Identitas Pasien : Diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-
benar anak yang dimaksud dan tidak keliru dengan anak lain. Meliputi : nama,
umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, umur, pendidikan dan pekerjaan
orang tua.
Riwayat kehamilan Ibu : Keadaan kesehatan Ibu saat hamil, ada atau tidak
adanya penyakit selama hamil, upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi
penyakit tersebut, berapa kali kunjungan anternatal dan kepada siapa (dukun,
perawat, bidan, dokter umum, dokter spesialis kebidanan), apakah mendapat
imunisasi toksoid tetanus (TT), obat-obat yang diminum selama kehamilan,
merokok atau minum minuman keras selama hamil serta makanan Ibu selama
hamil.
Riwayat kelahiran : Tanggal dan tempat kelahiran, Siapa yang menolong
(dukun, perawat, bidan, dokter umum, dokter spesialis kebidanan), cara kelahiran
(spontan, ekstrasi forcep, vakum, operasi sc), nilai agar, berat dan panjang lahir,
keadaan segera setelah lahir (langsung menangis, perlu nafas buatan dll), keadaan
bayi pada hari-hari pertama setelah lahir, masa kehamilan (cukup bulan, kurang
bulan, lewat bulan), catatan medik puskesmas atau rumah bersalin, kondisi bayi
yang berkaitan dengan kelahiran (asfiksia, trauma lahir, infeksi intrapartum,
ikterus dll)
Riwayat makanan : Makanan yang dikonsumsi anak beberapa waktu sebelum
sakit dan sejak bayi, baik dari segi jenis, kualitas (nilai gizi) dan kuantitas
(jumlahnya), pada bayi ditanya pemberian air susu ibu (ASI) atau pengganti ASI
(PASI) atau keduanya. Untuk PASI ditanya jenis dan merknya, takaran, frekuensi
dan jumlah sekali pemberian, makanan tambahan mulai umur berapa diberikan
serta jenis, jumlah dan penjadwalannya.
Riwayat imunisasi : Jenis imunisasi dasar dan ulangan (booster) yang sudah
diberikan, apakah sudah sesuai dengan jadwal yang diberikan. Jadwal pemberian
imunisasi dasar pada bayi adalah sebagai berikut :
Yan Heine Tanawani 63

Nama Imunisasi Umur pemberian Penyakit yang dicegah


BCG 0 2 bulan Tuberkulosis
Hepatitis 1 Saat lahir (0 bulan) Hepatitis B
Hepatitis 2 1 bulan
Hepatitis 3 6 bulan
Polio 0 Saat lahir (0 bulan) Poliomielitis
Polio 1 2 bulan
Polio 2 3 bulan
Polio 3 4 bulan
Polio ulangan (booster) 18 bulan
DPT 1 2 bulan Difteri, Pertusis, Tetanus
DPT 2 3 bulan
DPT 3 4 bulan
DPT ulangan (booster) 18 bulan
Campak 9 bulan Campak

Lebih baik lagi bila dibantu dengan catatan yang ada dikartu menuju sehat (KMS)
atau kartu kunjungan ke dokter serta tempat imunisasi diberikan.
Riwayat tumbuh kembang: Status pertumbuhan dapat ditelaah dari kurva berat
badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur dari KMS atau kartu
pemeriksaan kesehatan yang lain. Status perkembangan anak ditelaah apakah semua
tahapan perkembangan sudah sesuai dengan umur ataukah ada penyimpangan.
Adapun tahapan perkembangan yang normal anak usia 0 5 tahun adalah sebagai
berikut :

Usia Tahapan Perkembangan

~ Belajar mengangkat kepala


Usia 0 3 bulan
~ Mengikuti obyek dengan matanya
~ Melihat muka orang dan tersenyum
~ Bereaksi terhadap suara/bunyi
Usia 3 6 bulan ~ Mengangkat kepala 90o dan mengangkat dada dengan
bertopang tangan
~ Berusaha meraih benda-benda
~ Menaruh benda-benda dimulut
~ Tertawa atau menjerit bila diajak bermain
~ Berusaha mencari benda-benda yang hilang
Usia 6 9 bulan ~ Dapat tengkurap dan berbalik sendiri
~ Dapat duduk tanpa dibantu
~ Dapat merangkak
~ Memindah benda dari satu tangan ke tangan lain
~ Memegang benda kecil dengan ibu jari dan
telunjuk
~ Mengeluarkan kata tanpa arti
~ Takut kepada orang asing

Usia 9 12 bulan ~ Berdiri sendiri tanpa dibantu


~ Berjalan dituntun
~ Menirukan suara, belajar menyatakan 1 atau 2
Yan Heine Tanawani 64

kata
~ Mengerti perintah/larangan sederhana
~ Ingin memasukkan semua benda ke mulutnya
~ Berpartisipasi dalam permainan
~ Berdiri sendiri tanpa dibantu
~ Berjalan dituntun
~ Menirukan suara, belajar menyatakan 1 atau 2
kata
~ Mengerti perintah/larangan sederhana
~ Ingin memasukkan semua benda ke mulutnya
~ Berpartisipasi dalam permainan
Usia 12 18 bulan ~ Berjalan dan mengeksplorasi rumah dan
sekelilingnya
~ Menyusun 2 atau 3 kotak
~ Mengucapkan 5 10 kata
~ Memperlihatkan rasa cemburu dan bersaing
Usia 18 24 bulan ~ Naik turun tangga
~ Menyusun 6 kotak
~ Menunjuk mata dan hidungnya
~ Menyusun kalimat dengan 2 kata
~ Belajar makan sendiri
~ Belajar mengontrol buang air kecil/besar
~ Menaruh minat yang dikerjakan orang-orang
besar
~ Bermain dengan anak-anak lain.
Usia 2 3 tahun ~ Meloncat, memanjat
~ Membuat jembatan dengan 2 kotak
~ Mampu menyusun kalimat sederhana
~ Menggambar lingkaran
Usia 3 4 tahun ~ Berjalan sendiri mengunjungi rumah tetangga
~ Belajar memakai/membuka pakaian
~ Menggambar orang dengan kepala dan badan
~ Mengenal 2 atau 3 warna
~ Bicara dengan baik, menyebut nama, jenis
kelamin dan umurnya
~ Mengenal sisi atas, bawah, muka, belakang
Usia 4 5 tahun ~ Melompat, menari
~ Menggambar orang dengan kepala, lengan
badan
~ Menggambar segitiga dan segiempat
~ Menghitung jari-jari, menyebut hari dalam
seminggu
~ Mengenal 4 warna
~ Memperkirakan bentuk dan besar benda
~ Membedakan besar dan kecil benda
~ Menirukan aktivitas orang dewasa
Yan Heine Tanawani 65

Pada anak usia sekolah perkembangan secara kasar dapat diketahui dengan
menelaah prestasi belajar anak, sedangkan pada anak usia sekolah lanjut perlu
ditanya tentang umur pertama kali haid (perempuan). Ditanya juga ada tidaknya
kelainan tingkah laku dan emosi
Riwayat keluarga : Untuk memperoleh gambaran keadaan sosial, ekonomi,
budaya dan kesehatan keluarga pasien, adanya penyakit bawaan dan penyakit
keturunan. Kalau perlu dibuatkan pedigri terutama bila ditemukan kelainan
genetik herediter atau familial.
Corak reproduksi Ibu : Umur Ibu saat hamil/melahirkan, terutama yang
pertama, umur kakak adiknya sehingga dapat diketahui jarak (interval) kelahiran,
jumlah persalinan, termasuk aborsi

Pemeriksaan Fisik
Cara pemeriksaan fisik pada bayi dan anak pada umumnya sama dengan
cara pemeriksaan pada orang dewasa, yaitu dimulai dengan inspeksi (periksa lihat),
palpasi (periksa raba), perkusi (periksa ketuk), auskultasi (periksa dengar). Pada
keadaan tertentu urutan tidak harus demikian, misalnya auskultasi dikerjakan lebih
dulu setelah inspeksi umum sebelum anak terlanjur menangis dengan pertimbangan
bila anak menangis bising usus bisa meningkat dan bising jantung sulit dinilai.

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : yang dinilai meliputi kesan keadaan sakit, kesadaran, dan status
gizi. Kesadaran bisa dinilai secara kualitatif ataupun kuantitatif. Secara kualitatif
bisa komposmentis, apatis, somnolen, sopor atau koma. Secara kuantitatif kesadaran
ditentukan dengan Glasgow Coma Scale dan modifikasinya untuk penderita anak,
diantaranya adalah Blantyre Coma Scale sebagai berikut :

Penilaian Respon Nilai


Pergerakan mata Terarah (mengikuti perintah) 1
Tidak terarah 0
Respon verbal Menangis yang wajar 2
Menangis tidak wajar (merintih) 1
Tidak menangis 0
Rangsang Respon terhadap rangsang nyeri setempat 2
motorik Menarik tungkai dari rangsangan 1
Respon tidak spesifik atau tidak ada 0
Jumlah 0-5

Penilaian status gizi secara klinis dilakukan terutama dengan inspeksi dan
palpasi. Pada inspeksi dapat dilihat porporsi atau postur tubuhnya (baik, kurus,
gemuk) atau kelainan yang menyebabkan proporsi tubuh berubah (misalnya
hidrosefolus, edema anasarka, akondroplasia).
Tanda malnutrisi dapat dilihat dari penonjolan tulang, tulang keriput, perut
buncit atau justru cekung (skafoid) serta otot yang hipotrofik. Sebaliknya tanda gizi
lebih atau obesitas dapat dilihat dari wajah yang tampak membulat, dagu bersusun,
payudara besar. Dari palpasi dilakukan pemeriksaan cubit tebal untuk
Yan Heine Tanawani 66

menentukan tebal jaringan lemak subkutan dan keadaan otot terutama daerah
ekstremitas apakah eutrofi, atrofi, hipotrofi atau hipertrofi. Penilaian status gizi
dilengkapi dengan data antropometrik yang meliputi berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas, tebal lipatan kulit, lingkaran kepala, lingkaran dada, dan
lingkaran perut serta hasil pemeriksaan laboratorium.
Tanda tanda vital
Nadi : penilaian mencakup frekuensi, irama, isi dan ekualitas nadi. Nilai normal
frekuensi nadi pada bayi dan anak berdasarkan umur adalah sebagai berikut :

Frekuensi (kali/menit)
Umur Isyirahat tidur Istirahat
bangun
Baru lahir 50 75 30 45
1 minggu 3 bulan 60 90 40 70
3 bulan 2 tahun 75 100 50 75
2 tahun 10 tahun 80 115 50 75
> 10 tahun 85 125 50 80

Tekanan Darah :
Tekanan darah normal pada bayi dan anak sesuai umur adalah :
Umur Tekanan sistolik Tekanan diastolik
(mm Hg) (mm Hg)
0 1 bulan 50 75 30 45
1 12 bulan 60 90 40 70
1 3 tahun 75 100 50 75
4 8 tahun 80 115 50 75
9 15 tahun 85 125 50 80

Sedangkan ukuran manset sfigmomanometer sesuai umur adalah :


Umur Lebar manset (cm)

0 1 tahun 5,0
1 5 tahun 7,0
5 12 tahun 9,5
> 12 tahun 12,5
Yan Heine Tanawani 67

Pernapasan : penilaian mencakup frekuensi, kedalaman, irama dan tipe


pernapasan. Frekuensi pernapasan normal permenit pada bayi dan anak adalah
sebagai berikut :

Umur Frekuensi pernapasan per menit


Neonatus 40 60
1 bulan 1 tahun 30 60
1 tahun 2 tahun 25 50
3 tahun 4 tahun 20 30
5 tahun 9 tahun 15 30
10 tahun atau lebih 15 30

Suhu Tubuh : Pengukuran suhu dilakukan selama 3 menit. Pada umumnya yang
diukur adalah suhu aksila. Normal suhu aksila 36oC 37oC. Suhu oral 0,5oC lebih
tinggi dari suhu aksila.

Pemeriksaan Kepala Dan Leher


Bentuk dan ukuran : Pengukuran lingkaran kepala pada diameter frontooksipital
terbesar hendaknya rutin dilakukan sampai anak berusia 2 tahun.

Umur Ukuran Lingkaran kepala


Lahir 35 cm
6 bulan 43,5 cm
1 tahun 47 cm
6 tahun 53 cm

Dinamakan makrosefali bila lingkaran kepala yang lebih besar dari normal,
tersering disebabkan oleh hidrosefalus. Disebut mikrosefali bila lingkaran kepala
lebih kecil dari ukuran normal. Biasanya menyertai kelainan bawaan yang disertai
retardasi motorik dan mental.
Ubun-ubun (Fontanel) : Ubun-ubun kecil teraba sampai umur 4-8 minggu,
sedangkan ubun-ubun besar pada umur 18 bulan 2 tahun. Ubun-ubun terlambat
menutup pada hidrosefalus, hipotiroidisme, rubela kongenital, malnutrisi, sifilis,
sindrom Down, dll. Pada kraniosinostosis dan osteopetrosis ubun-ubun menutup
lebih dini. Ubun-ubun besar menonjol pada keadaan tekanan intrakranial yang
meningkat akibat perdarahan intraventrikular, meningitis, hidrosefalus, hematoma
subdural ataupun tumor intrakranial, sedangkan tampak cekung pada dehidrasi
dan malnutrisi.
Rambut : Rambut jarang, kemerahan seperti rambut jagung terdapat pada pasien
malnutrisi energi protein. Bayi baru lahir sering berambut lebat di bahu dan
punggung, biasanya hilang spontan dalam 3 bulan.
Mata : Bayi mulai dapat melihat benda sejak umur 1 bulan. Umur 2 bulan sudah
dapat mengikuti pergerakan jari-jari. Umur 6 bulan sudah dapat memfokuskan
pada obyek tertentu. Bayi lebih besar dan anak kecil dapat dinilai penglihatannya
Yan Heine Tanawani 68

dengan melihat reaksinya terhadap mainan atau keadaan sekitar. Flikten adalah
nodul kecil, banyak satu atau lebih warna abu-abu agak kuning, pada beberapa
bagian konjungtiva dan kornea. Bercak bitot merupakan bercak segitiga pada
kedua sisi kornea warna pucat keabu-abuan, berisi epitel yang kasar dan kerin
kadang-kadang juga mikroorganisme. Didapatkan pada avitaminosis A. Oftalmia
neonatorum paling sering ditemukan adalah konjungtivitis gonoroika.
Xeroftalmia merupakan keadaan lanjut akibat avitaminosis A. Kornea menjadi
kering, kesannya menjadi lunak.
Pendengaran : Neonatus sudah bereaksi terhadap suara. Pada bayi agak besar,
kesan ketajaman pendengaran dapat diambil dari reaksinya terhadap suara. Pada
anak besar biasanya uji pendengaran dilakukan dengan berbicara keras dan
berbisik, garpu penala, detak arloji atau audiometer. Normalnya detak jam masih
terdengar baik pada jarak kira-kira 12,5 37,5 cm.
Mulut dan tenggorokan : Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi, mencium bau
napas dan dengan bantuan alat (spatula lidah).
Selaput lendir : Stomatis, akibat infeksi
Salivasi : Hipersalivasi pada neonatus mencurigakan adanya atresia esofagus,
sedangkan pada anak yang lebih besar dapat terjadi bila gigi akan tumbuh,
stomatitis, keterbelakangan mental, epiglotitis akut atau pada peritonsilar abses.
Gigi susu mulai tumbuh pada usia 5 bulan dan ke 20 gigi sudah harus tumbuh
semua pada umur 3 tahun. Adapun rata-rata tumbuhnya gigi susu adalah sebagai
berikut :

Jenis gigi susu Umur tumbuh


2 Insisor sentral bawah 5- 10 bulan
2 Insisor sentral atas 8-12 bulan
2 Insisor lateral atas 9-13 bulan
2 Insisor lateral bawah 10-14 bulan
2 molar pertama bawah 13-16 bulan
2 molar pertama atas 13-17 bulan
4 kuspid 12- 22 bulan
4 molar kedua 24-30 bulan

Kelambatan pertumbuhan gigi antara lain terdapat pada hipertiroidisme dan


hipopituitarisme. Gigi susu yang pertama kali tanggal biasanya adalah insisor
sentral bawah dan gigi susu terakhir tanggal pada umur 12 tahun.

Faring. Perhatikan dinding posterior faring apakah terdapat hiperemia, edema,


membran, eksudat, abses atau post nasal drips. Infeksi difteria memberikan
bercak putih abu-abu yang sulit diangkat dan bila diangkat paksa akan mudah
berdarah, yang disebut pseudomembran. Besar tonsil dinyatakan dalam T0, T1,
T2 dan T3
Langit-langit. Palatoskisis : Celah pada garis tengah akibat kegagalan prosesus
palatum untuk saling bersatu, karenanya terdapat hubungan yang abnormal antara
hidung dengan rongga mulut. Torus palatinus : Adanya benjolan pada garis
tengah kadang-kadang bisa membesar seperti tumor.
Yan Heine Tanawani 69

Leher. Pada bayi leher tampak pendek, baru pada usia 3-4 tahun tampak
memanjang. Leher pendek abnormal terdapat pada sindrom Hunter, Nonan,
Turner, kondrodistrofi dan hipertiroidisme. Tortikolis adalah kelainan posisi
kepala miring kesatu sisi dan terputar kesisi yang lain akibat pemendekan m.
sternokleidomastoideus. Tortikolis bawaan terjadi akibat perdarahan pada m.
sternokleidomastoideus yang disebabkan trauma lahir, menyembuh dengan
fibrosis yang membesar dalam waktu 2-4 minggu dan mengecil kemudian
menghilang dalam waktu 4-8 bulan. Tortikolis didapat terjadi pada subluksasi
nontraumatik sendi atlantoaksial akibat proses peradangan di sekitar leher.
Kelenjar getah bening servikal merupakan massa yang paling sering dijumpai.
Bila diameternya lebih dari 1 cm berarti abnormal.

Pemeriksaan Dada
Inspeksi : bentuk dada, simetri dada, gerakan dada pada pernafasan, deformitas,
penonjolan, pembengkakan dll. Pemeriksaan jantung secara inspeksi bisa
diketahui denyut apeks jantung terutama pada anak yang kurus atau bila terdapat
pembesaran jantung.
Palpasi : Pemeriksaan paru secara palpasi dapat menemukan asimetri toraks,
fremitus suara atau adanya krepitasi subkutis. Sedangkan pada pemeriksaan
jantung dapat diraba getaran bising (thrill).
Perkusi : Suara perkusi paru normal adalah sonor. Suara perkusi yang abnormal
dapat berupa hipersonor atau timpani, redup atau pekak apabila terdapat
konsolidasi jaringan paru (pneumonia lobaris, atelektasis, tumor) dan cairan
dalam rongga pleura. Perkusi untuk menentukan batas paru-jantung sulit
dilakukan pada bayi dan anak kecil. Pada anak yang lebih besar perkusi yang
cermat dapat menentukan besarnya jantung.
Auskultasi : pada paru untuk mendeteksi suara napas dasar dan suara napas
tambahan. Suara napas dasar adalah Vesikular. Sedangkan suara nafas tambahan
berupa ronki basah (rales), ronki kering (rhonchi) dan wheezing (mengi).
Auskultasi jantung dimulai dengan memperhatikan bunyi jantung, kemudian
bising jantung.

Pemeriksaan Abdomen
Pada bayi dan anak kecil pemeriksaan abdomen seringkali didahulukan daripada
pemeriksaan bagian tubuh lainnya. Pemeriksaannya pun harus bertahap, terutama
pada keluhan kegawatan perut pemeriksaan harus berhati-hati.
Inspeksi. Karena otot abdomen anak masih tipis dan waktu berdiri anak kecil
cenderung menunjukan posisi lordosis, maka perut anak kecil tampak agak
membuncit ke depan (pot belly). Buncit yang simetris terdapat pada berbagai
keadaan, misalnya pada hipokalemia, hipotiroidea, penimbunan lemak dinding
perut, udara bebas di dalam rongga peritoneum (pneumoperitoneum) akibat
trauma atau perforasi usus, asites, atau pada ileus obstruktif letak rendah. Buncit
yang asimetris dapat disebabkan oleh otot perut yang paralitik misalnya pada
poliomyelitis, pembesaran organ intraabdominal, aerofagia akibat banyak
menangis atau kesalahan pemberian minum, konstipasi, ileus obstruksi tinggi
yang menyebabkan pembesaran perut di daerah epigastrium, duplikasi usus, dan
neoplasma atau kista intraabdominal. Karena bayi dan anak sampai umur 6-7
tahun lebih banyak menggunakan otot perut daripada otot dada untuk pernapasan,
maka setiap pembesaran perut pada umur ini akan memperberat keadaan bila ia
juga menderita kelainan paru. Bentuk perut yang cekung (skafoid) pada posisi
telentang tampak pada bayi baru lahir dengan hernia diafragmatika. Pada bayi
Yan Heine Tanawani 70

yang lebih besar dan anak, perut yang skafoid dapat dilihat pada pasien
malnutrisi, dehidrasi berat, ileus obstruksi tinggi, serta pneumotoraks.
Pada bayi dan anak normal umbilikus tampak tertutup dan berkerut. Hernia
umbilikalis dapat ditemukan pada anak sampai umur 2 tahun. Hernia umbilikalis
tampak lebih jelas bila anak menangis atau batuk. Gambaran vena dinding
abdomen dapat terlihat pada anak dengan gizi kurang atau buruk, gambaran vena
yang patologis dapat terlihat pada gagal jantung, peritonitis, atau obstruksi vena.
Omfalokel adalah kantong peritoneum dan selaput amnion yang berisikan organ
intraabdominal misalnya hati dan usus. Kelainan ini terjadi karena terdapat defek
pada cincin umbilikalis, besarnya bervariasi antara 5 sampai 10 cm. Gastroskisis
adalah eviserasi usus melalui defek pada otot rektrus abdominis di sebelah lateral
umbilicus. Urakus yang paten dapat menyebabkan urin keluar melalui umbilikus
terutama bila kandung kencing ditekan. Gerakan dinding perut.
Pada pernapasan bayi dan anak sampai umur 6-7 tahun, dinding abdomen lebih
banyak bergerak dibanding dengan dinding dada. Gerakan dinding abdomen ini
akan berkurang pada apendisitis, peritonitis, atau keadaan abdomen akut lainnya
akibat rasa nyeri, pada ileus paralitikus atau paralysis diafragma akibat paralysis,
dan pada asites yang sangat besar atau udara intraabdominal yang sangat banyak
sehingga timbul keterbatasan gerak. Sebaliknya bila gerakan dinding perut lebih
mencolok daripada gerakan dinding dada pada anak di atas usia 6-7 tahun harus
dicurigai adanya kelainan paru.
Auskultasi. Dalam keadaan normal suara peristaltik terdengar sebagai suara yang
intensitasnya rendah dan terdengar tiap 10-30 detik. Bila dinding perut diketuk
maka frekuensi dan intensitas peristaltik akan bertambah.
Perkusi. Perkusi abdomen terutama ditujukan untuk menentukan adanya cairan
bebas (asites) atau udara didalam rongga abdomen. Perkusi juga dapat dilakukan
untuk membantu menentukan batas hati, serta batas-batas massa intraabdominal.
Palpasi. Pemeriksaan palpasi merupakan bagian terpenting pemeriksaan
abdomen. Untuk ini diperlukan konsentrasi, kesabaran, latihan, serta pengalaman.
Apabila mungkin perhatian anak dialihkan selama pemeriksaan. Pada anak yang
sudah mengerti, dapat dilakukan pembicaraan dengan topik yang kira-kira disukai
anak. Anak yang kooperatif dapat diminta untuk menarik napas dalam disamping
menekuk lututnya dan berbaring dengan bantal tipis. Dengan cara ini otot perut
akan lemas, sehingga palpasi lebih mudah dilakukan. Anak yang belum dapat
berbicara dapat diperiksa saat ia minum susu botol atau sambil diperlihatkan
mainan. Pada anak yang menangis pun masih dapat dilakukan palpasi, oleh karena
otot perut akan relaksasi pada inspirasi. Sebelum melakukan palpasi kedua telapak
tangan harus saling digosokan untuk menghangatkannya. Dalam keadaan normal
pada anak Indonesia sampai umur 5-6 tahun hati masih dapat teraba sampai
berukuran 1/3-1/3 dengan tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, dan
tidak terdapat nyeri tekan.Pada neonatus, limpa mungkin masih teraba sampai 1-2
cm dibawah arkus kosta oleh karena proses hematopoesis ekstramedular yang
masih berlangsung sampai anak umur 3 bulan.
Anus dan rektum. Kelainan kongential di daerah anus yang terpenting ialah
tidak terbentuknya anus (anus imperforata, atresia ani), yang pada 50% kasus
disertai fistula rektovesikal, rektoperineal atau rektovaginal. Fisura ani sering
menyebabkan konstipasi pada anak sampai umur 2 tahun, dan mungkin dapat pula
menyebabkan kolik infantile. Polip rektum adalah benjolan berwarna merah
seperti buah cherry yang dapat menyebabkan perdarahan per anum. Investasi
cacing kremi dapat terjadi di lipatan mukosa rektum serta daerah perianal yang
menyebabkan rasa gatal. Diaper rash adalah erupsi berwarna kemerahan yang
dapat disertai vesikula serta papula di sekitar rectum, lipat paha, dan genitalia
eksterna. Kelainan ini dapat dipersulit oleh infeksi sekunder oleh streptokokus.
Yan Heine Tanawani 71

Genitalia. Pemeriksaan genitalis pada neonatus sangat penting untuk deteksi dini
beberapa kelainan bawaan seperti pseudohermafroditisme, hiperplasia korteks
kengential atau defek perkembangan lainnya. Pada keadaan normal, genitalia
eksterna wanita bayi prematur dan sebagian bayi cukup bulan belum tampak
berkembang dengan sempurna. Labia minoranya relatif menonjol serta berwarna
kemerahan; makin prematur bayi, makin menonjol labia minoranya. Sudut labia
minora pada bayi baru lahir berwarna gelap. Pada anak lelaki perhatikanlah
ukuran dan bentuk penis, testis dan terdapatnya kelainan perkembangan misalnya
hipospadia, epispadia atau fimosis serta kelainan lainnya seperti infeksi, ulserasi,
dan lain-lainnya.

Pemeriksaan Ekstremitas
Urutan pemeriksaan anggota gerak ini bergantung kepada umur serta koperasi
anak. Pada anak yang sudah berjalan, penilaian keadaan anggota gerak dapat
dilakukan sambil menilai bentuk tubuh, caranya berjalan, serta caranya
mengambil mainan atau barang lainnya. Pada bayi, pemeriksaan anggota gerak
dimulai dengan memperlihatkan sikap kedua lengannya. Bayi normal sampai
umur 6 bulan sering tampak terpaku melihat kesalah satu sisinya, atau dengan
tangan saling berpegangan pada posisi yang tidak biasa. Bila sikap ini terdapat
pada bayi lebih dari 6 bulan, mungkin memberi petunjuk terdapatnya spasme
infantil. Berbagai kelainan kongential dapat terjadi pada ekstremitas superior
maupun interior, diantaranya amelia (tidak terdapatnya semua anggota gerak),
ekstromelia (tidak ada salah satu anggota gerak), fokomelia (anggota gerak bagian
proksimal yang pendek), sindaktili (bergabungnya jari-jari), atau polidaktili
(jumlah jari lebih dari normal). Perhatikan apakah terdapat jari-jari tubuh
(clubbed fingers) pada tangan dan kaki. Tanda dini jari-jari tabuh adalah
menaiknya dasar kuku, yang pada stadium selanjutnya seluruh bagian distal jari
dan kuku mengembang dan membundar. Jari-jari tubuh ini dapat disebabkan oleh
setiap keadaan yang menyebabkan hipoksia kronik (penyakit jantung bawaan
sianotik, penyakit paru kronik), dan dapat pula disebabkan oleh penyakit lain
seperti penyakit hati kronik, endokarditis, dan beberapa keganasan. Gaya berjalan
seperti menggunting (scissors gait) dapat dilihat pada pasien palsi serebral tipe
spastik dan pasien defisiensi mental lain. Pemeriksaan dilakukan dengan
mengangkat anak pada ketiaknya dan membuatnya berjalan.

Tulang Belakang.
Pemeriksaan tulang belakang merupakan bagian integral pemeriksaan
pedriatik. Pada anak besar evaluasi sudah dapat dimulai dengan melihat postur
tubuh serta posisi anak pada waktu berjalan, berdiri, serta duduk. Pada bayi dan
anak kecil observasi dilakukan pada posisi telentang, tengkurap, serta duduk.
Dinilai postur pasien dengan memperhatikan adanya lordosis, kifosis, dan
skoliosis. Kifosis lokal yang seringkali bersudut tajam disebut gibus, yang
disebabkan destruksi 1 atau 2 korpus vertebra. Masa kecil di garis median yang
disertai kelompokan rambut biasanya merupakan petunjuk adanya spina bifida
atau kelainan ektodermal. Spina bifina okulta dapat dicari dengan sedikit menekan
daerah yang dicurigai, dan didapatkan cela di antara vertebra yang abnormal.
Yan Heine Tanawani 72

18. Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Pada Bayi Baru Lahir


(Neonatus)
Dr. Abdul Rohim SpA, Dr. Renny Bagus, SpA

Anamnesis
Sebelum melakukan pemeriksaan fisis pada neonatus, harus dilakukan
anamnesis yang cermat untuk mengetahui adanya riwayat terdapatnya penyakit
keturunan, riwayat kehamilan-kehamilan sebelumnya, riwayat kehamilan sekarang
dan riwayat persalinan sekarang. Informasi ini akan sangat membantu dalam
menilai kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisis.
Pemeriksaan bayi perlu dilakukan dalam keadaan telanjang di bawah lampu
yang terang, yang juga berfungsi sebagai pemanas untuk mencegah kehilangan
panas. Tangan serta alat yang dipergunakan untuk pemeriksaan fisis harus bersih
dan hangat. Pemeriksaan fisis pada neonatus dilakukan paling kurang 3 kali, yakni
(1) pada saat lahir; (2) pemeriksaan lanjutan yang dilakukan dalam 24 jam atau
pada hari berikutnya; (3) pemeriksaan pada waktu pulang.

Pemeriksaan Pada Saat Lahir


Tujuan pemeriksaan pada saat lahir adalah untuk menilai adaptasi neonatus dari
kehidupan intrauterin ke ekstrauterin dan mencari kelainan kongenital terutama
yang perlu penanganan segera
1. Penilaian adaptasi neonatus
Penilaian terhadap adaptasi neonatus dilakukan dengan cara menghitung
nilai Apgar (Apgar score). Cara ini telah digunakan secara luas di seluruh dunia.
Kriteria yang dinilai adalah (1) laju jantung, (2) usaha bernapas, (3) tonus otot,
(4) refleks terhadap rangsangan, dan (5) warna kulit. Setiap kriteria diberi nilai
0, 1 atau 2 sehingga neonatus dapat memperoleh nilai 0 sampai 10. Cara-cara
penilaian Apgar adalah sebagai berikut :

Tanda 0 1 2
Laju jantung Tidak ada <100 100
Usaha bernapas Tidak ada Lambat Menangis kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi Gerakan aktif
sedikit
Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan
Warna kulit Seluruh tubuh Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh
biru/pucat ektremitas biru kemerahan

Penilaian ini dilakukan pada menit pertama setelah lahir yang memberikan
petunjuk adaptasi neonatal. Neonatus yang beradaptasi dengan baik mempunyai
nilai Apgar antara 7 sampai 10. Nilai 4 sampai 6 menunjukkan keadaan asfiksia
ringan sampai sedang, sedangkan nilai 0-3 menunjukkan asfiksia yang berat.
Penilaian Apgar ini perlu diulangi setelah 5 menit untuk mengevaluasi apakah
tindakan resusitasi kita sudah adekuat. Nilai Apgar 5 menit ini mempunyai nilai
prognostik oleh karena berhubungan dengan morbiditas neonatal.
Yan Heine Tanawani 73

Mencari kelainan kongenital


Pada anamnesis perlu ditanyakan apakah ibu menggunakan obat-obat
teratogenik, terkena radiasi, atau infeksi virus pada trimester pertama. Juga
ditanyakan apakah ada kelainan bawaan pada keluarga. Di samping itu perlu
diketahui apakah ibu menderita penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan
janin, seperti misalnya diabetes melitus, asma bronkial dan sebagainya. Sebelum
memeriksa bayi perlu diperiksa cairan amnion, tali pusat dan plasenta.
Cairan amnion
Volume cairan perlu diukur atau diperkirakan. Bila volumenya lebih dari
2000ml disebut polihidramnion atau hidramnion saja, apabila kurang dari 500ml
disebut sebagai oligohidramnion. Polihidramnion biasa terdapat pada bayi dengan
obstruksi pada traktus intestinal bagian atas, anensefalus, bayi dari ibu diabetes atau
eklamsia. Oligohidramnion berhubungan dengan agenesis renal bilateral atau
sindrom Potter. Pada oligohidramnion perhatikan juga ekstremitas bawah akan
kemungkinan adanya pes equinovarus atau valgus kongenital
Plasenta
Plasenta harus ditimbang, dan perhatikanlah adanya perkapuran, nekrosis, dan
sebagainya. Pada bayi kembar harus diteliti apakah terdapat satu atau dua korion
( untuk menentukan kembar identik atau tidak ). Juga perlu diperhatikan adanya
anastomosis vaskular antara kedua amnion;bila ada perlu dipikirkan kemungkinan
terjadi transfusi feto-fetal.
Tali pusat
Perlu diperhatikan kesegaran tali pusat, ada tidaknya simpul pada tali pusat.
Pada potongan tali pusat diperhatikan apakah ada satu vena dan dua arteri. Kurang
lebih 1% dari neonatus hanya mempunyai satu arteri umbilikalis dan 15% dari
padanya mempunyai satu atau lebih kelainan kongenital terutama pada sistem
pencernaan, urogenital, respiratorik, atau kardiovaskular.
Setelah pemeriksaan cairan amnion, plasenta dan tali pusat kemudian dilakukan
pemeriksaan bayi secara cepat tetapi menyeluruh.
Berat lahir dan masa kehamilan
Kejadian kelainan kongenital pada bayi kurang bulan adalah 2 kali lebih banyak
dibanding pada bayi cukup bulan, dan pada bayi kecil untuk masa kehamilan
kejadian kelainan kongenital tersebut sampai 10 kali lebih besar.
Mulut
Pada pemeriksaan mulut perhatikan apakah terdapat labio-gnato-palatoskisis.
Juga harus diperhatikan apakah terdapat hipersalivasi yang mungkin disebabkan
oleh adanya atresia esofagus.
Anus
Perhatikannlah adanya anus imperforata dengan memasukkan termometer ke
dalam anus. Bila ada atresia perhatikan apakah ada fistula rekto vaginal.
Kelainan pada garis tengah
Perlu dicari kelainan pada garis tengah berupa spina bifida, meningomielokel,
sinus pilonidalis, genitalia yang ambigus, eksomfalus, dan lain lain.
Jenis kelamin
Biasanya orang tua ingin segera mengetahui jenis kelamin anaknya. Bila
terdapat keraguan, misalnya pembesaran klitoris pada bayi perempuan atau
terdapatnya hipospadia atau epispadia pada bayi lelaki, sebaiknya pemberitahuan
jenis kelamin ditunda sampai dilakukan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan
kromosom.
Yan Heine Tanawani 74

2. Pemeriksaan lanjutan.
Pemeriksaan lanjutan dilakukan setelah neonatus berada dalam keadaan stabil.
Warna kulit
Warna kulit neonatus normal adalah kemerahan, kadang kadang terlihat
sianosis pada ujung ujung jari pada hari pertama. Bila terdapat sianosis pada
seluruh tubuh pikirkan kemungkinan kelainan jantung bawaan sianotik atau
methemoglobinemia. Pada kulit yang pucat terdapat pada anemia berat atau
asfiksia palida. Pletora tampak pada polisitemia.
Warna kulit yang kuning disebabkan oleh kadar bilirubin yang tinggi dalam
serum darah, atau pewarnaan oleh mekonium. Pada neonatus yang berkulit
gelap, ikterus sebaiknya diperiksa pada mukosa. Pada kulit berwarna, dalam
keadaan normal dapat terlihat warna kebiruan pada punggung dan bokong yang
disebut Mongolian spots.
Keaktifan
Keaktifan neonatus dinilai dengan melihat posisi dan gerakan tungkai dan
lengan. Pada neonatus cukup bulan yang sehat, posisi ekstremitas adalah dalam
keadaan fleksi, sedang gerakan tungkai dan lengannya aktif dan simetris. Bila
ada asimetri pikirkan terdapat kelumpuhan atau patah tulang. Apabila neonatus
diam saja, mungkin terdapat depresi susunan saraf pusat atau akibat obat, akan
tetapi masih mungkin juga bayi dalam keadaan tidur nyenyak.
Tangisan bayi
Tangisan bayi dapat memberikan keterangan bayi, misalnya tangisan yang
melengking menunjukkan bayi dengan kelainan neurologis, sedangkan tangisan
yang lemah atau merintih terdapat pada bayi dengan kesukaran pernapasan.
Wajah neonatus
Wajah neonatus dapat menunjukkan kelainan yang khas misalnya wajah
pasien sindrom Down, sindram pierre-Robin, kretinisme, dan sebagainya.
Keadaan gizi
Keadaan gizi neonatus dinilai dari berat badan serta panjanga badannya
disesuaikan dengan masa kehamilan, tebal lapisan subkutan, serta kerutan pada
kulit.
Suhu
Suhu tubuh neonatus diukur pada rektum. Suhu neonatus normal adalah di
antara 36,5-37,5 derajat celsius. Suhu yang meninggi dapat ditemukan pada
dehidrasi, gangguan srebral, infeksi, atau kenaikan suhu lingkungan, apabila
ekstremitas dingin dan tubuh panas, kemungkinan besar disebabkan oleh sepsis.
Perlu diingat bahwa infeksi pada neonatuas (termasuk sepsis) dapat tidak
disertai kenaikan suhu tubuh, bahkan sering terjadi hipotermia.
Kulit
Kulit neonatus cukup bulan ditutup oleh zat yang bersifat seperti lemak yang
disebut verniks kaseosa, yang berfungsi sebagi pelumas serta isolasi panas.
Tebal jaringan sukutan pada neoinatus cukup bulan adalah sekitar 0,25 0,5 cm.
Lanugo, yaitu rambut halus yang terdapat pada punggung bayi, lebih banyak
terdapat pada bayi kurang bulan dan makin berkurang sampai hilang pada bayi
cukup bulan. Perhatikan terdapatnya petekie atau ekimosis yang dapat
disebabkan. Kadang didaerah sekitar dahi dan ketiak terlihat miliara kristalina
yaitu vesikular jernih yang disebabkan oleh retensi keringat akibat obstruksi
saluran keringat.
Kepala
Pada kelahiran spontan letak kepala, sering terlihat tulang kepala tumpang
tindih karena molding. Keadaan ini akan normal kembali setelah beberapa hari
sehingga ubun ubun besar dan kecil mudah diraba. Pada pemeriksaan ubun
ubun perlu diperhatikan ukuran dan keteganggannya. Perhatikan terdapatnya
kelainan yang disebabkan trauma lahir, seperti kaput suksedaneum, hematoma
sefal, poerdarahan subaponeurotik atau fraktur tulang tenggorak.lihat gambar
57.
Yan Heine Tanawani 75

Kaput suksadeneum adalah edema pada kulit kepala lunak tidak


berfluktuasi, batasnya tidak tegas dan menyeberangi sutura, dan akan hilang
dalam beberapa hari. Hematoma sefal tidak tampak pada hari pertama karena
tertutup oleh kaput suksedaneum. Konsistensi hematoma sefal ini lunak,
berfluktuasi, berbatas tegas pada tepi tulang tengkorak., jadi tidak menyeberangi
sutura. Bila hematoma sefal menyeberangi sutura berarti terdapat fraktur tulang
tengkorak. Hematoma sefal akan mengalami kalsifikaksi setelah beberapa hari,
dan akan menghilang sempurna dalam waktu 2-6 bulan. Perdarahan
subaponeurotik terjadi oleh karena pecahnya vena yang menghubungkan
jaringan di luar dengan sinus-sinus dalam tengkorak. Perdarahan ini dapat
terjadi pada tiap persalinan yang diakhiri dengan alat. Biasanya batasnya tidak
tegas sehingga bbentuk kepala dapat ta,mpak asimetrisi. Pada perabaan sering
ditemukan fluktuasi dan juga terdapat edema. Bila berat, kelainan ini dapat
mengakibatkan renjatan, anemia atau hiprbilirubinemia.
Wajah
Seringkali wajah neonatus tampak asimetris oleh karena posisi janin
intrauterin. Kelainan wajah yang khas terdapat pada beberapa sindrom seperti
sindrom Dowon atau sindrom Pierre-Robin yang mudah dikenal. Perhatikan
kelainan wajah akibat trauma lahir seperti laserasi, paresis N.fasialis atau patah
tulang zigomatikus.
Mata
Pemeriksaan mata neonatus seringkali sulit dilakukan karena biasanya mata
tertutup. Dengan menggoyangkan kepalanya secara perlahan lahan mata
neonatus akan terbuka sehingga dapat diperiksa. Mikroftalmia kongenital dapat
ditemukan dengan cara inspeksi dan palpasi. Glaukoma kongenital mulanya
terlihat sebagai pembesaran, kemudian sebagai kekeruhan kornea. Katarak
kongenital dapat mudah terlihat sebagai pupil yang berwarna putih. Trauma
pada mata terlihat sebagai edema palpebra, perdarahan konjungtiva atau retina.
Perhatikanlah adanya sekret mata. Konjungtivitis oleh kuman gonokok dapat
cepat menjadi panoftalmia dan menyebabkan kebutaan.
Telinga
Pada neonatus cukup bulan telah cukup terbentuk tulang rawan sehingga
bentuk telinga dapat dipertahankan. Perhatikanlah letak daun telinga. Daun
telinga yang letaknya rendah (low set ears) terdapat pada neonatus dengan
sindrom tertentu antara lain sindrom Pierre-Robin. Sinus yang terdapat di depan
telinga sisa dari branchial cleft. Kadang terlihat auricle tag. Karena sulit, ada
kecenderungan untuk tidak memeriksa membrana timpani pada neonatus,
padahal otitis media dapat ditemukan pada hari pertama dan dapat didiagnosis
dengan menggunakan otoskop.
Hidung
Neonatus bernafas melalui hidung; bila ia bernafas melalui mulut maka
harus dipikirkan kemungkinan terdapatnya obstruksi jalan nafas oleh karena
atresia koana bilateral atau fraktur tulang hidung atau ensefalokel yang
menonjol ke nasofaring. Pernafasan cuping hidung menunjukan adanya
gangguan paru.
Mulut
Pemerikasaan mulut dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Dengan
inspeksi dapat dilihat adanya labio dan gnatoskisis, adanya gigi atau ranula,
yaitu kista lunak yang berasal dari dasar mulut. Perhatikan lidah apakah
membesar pada sindrom Beckwith atau selalu bergerak seperti pada sindrom
Down. Neonatus dengan edema otak atau tekanan intrakranial meninggi sering
kali lidahnya keluar masuk (tanda foote). Secara palpasi dapat dideteksi
terdapatnya hight arch palate, palatoskisis, dan baik atau tidaknya refleks isap.
Sebelum bayi berumur 2 bulan salifa bayi sedikit. Bila terdapat
hipersalifasi pada neonatus perlu dipikirkan kemungkinan atresia esofagus
dengan atau tanpa fistula trakeo/esofagus.
Yan Heine Tanawani 76

Leher
Leher neonatus tampak pendek akan tetapi pergerakannya baik. Apabila
terdapat keterbatasan pergerakan perlu dipikirkan kelainan tulang leher. Tumor
di daerah leher seperti tiroid, hemangioma higroma kistik selain merupakan
masalah sendiri dapat juga menekan trakea sehingga memerlukan tindakan
segera.
Trauma leher dapat terjadi pada persalinan yang sulit. Trauma leher ini dapat
menyebabkan kerusakan pleksus brakialis sehingga terjadi paresis pada tangan,
lengan, atau diafragma. Dapat terjadi perdarahan m. sternokleidomastoideus
yang apabila tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan tortikolis.
Perhatikan pula terdapatnya webbed neck yang terdapat pada beberapa kelainan
kongenital antara lain pada sindrom Turner.
Dada
Inspeksi. Bentuk dada neonatus adalah seperti tong. Pektus ekskavatum atau
karinatum sering membuat orang tua khawatir, padahal biasanya tidak
mempunyai arti klinis. Pada respirasi normal dinding dada bergerak bersama
dengan dinding perut. Apabila terdapat gangguan pernafasan terlihat pernafasan
yang paradoksal dan retraksi pada inspirasi. Gerakan dinding dada harus
simetris; bila tidak, harus difikirkan kemungkinan pneumotoraks, parases
diafragma, atau hernia diafragmatika. Laju nafas normal neonatus berkisar
antara 40-60 kali permenit. Penghitungan harus dilakukan satu menit penuh,
oleh karena sering terdapat periodic breathing. Periodic breathing adalah pola
pernafasan pada neonatus, terutama prematur, yang ditandai dengan henti nafas
yang berlangsung kurang dari 20 detik, dan terjadi secara berkala. Kelenjar
payudara neonatus, baik pada wanita atau lelaki akibat pengaruh hormon pada
ibu kadang-kadang tampak membesar dan sering kali disertai dengan sekresi air
susu. Luas areola dan tebal jaringan payudara dipakai untuk menilai usia
kehamilan. Kadang ditemukan puting susu berlebih (supernumary nipples).

Palpasi. Dengan palpasi kita dapat menemukan klavikula serta iktus kordis
untuk menentukan posisi jantung (adanya dekstrokardia atau dekstroposisi).

Perkusi. Pada pemeriksaan neonatus jarang dilakukan perkusi dada.

Auskultasi. Laju jantung dihitung selama satu menit penuh dengan


menggunakan stetoskop. Laju jantung normal adalah 120-160 kali permenit dan
dipengaruhi oleh aktivitas bayi. Bising jantung biasanya terdengar pada
neonatus, tetapi ini belum berarti terdapat penyakit jantung bawaan. Sebaliknya
tidak terdengar bising, jantung tidak menyingkirkan kemungkinan terdapatnya
penyakit jantung bawaan. Bunyi nafas neonatus adalah bronkovesikular; kadang
dapat terdengar ronki pada akhir inspirasi panjang. Terdengarnya bising usus di
daerah dada menunjukkan adanya hernia diafragmatika.

Abnomen.

Dinding perut neonatus lebih datar daripada dinding dadanya. Bila perut
sangat cekung, pikirkan kemungkinan terdapatnya hernia diafragmatika.
Abnomen yang membucit mungkin disebabkan hepato-splenomegali atau tumor
lainnya ataupun cairan di dalam rongga perut. Bila perut bayi kembung harus
diteliti kemungkinan enterokolitis nekrotikans, perforasi usus atau ileus.
Perhatikan adanya gastroskisis. Akstrofia vesikalis, omfalokek, atau duktus
omfaloenterikus persisten, tumor lain pada dinding perut. Omfalokel perlu
dibedakan dari gastroskisis, yaitu kegagalan dinding perut untuk menutup akibat
defek pada muskulus rektus abdominis. Kelainan bawaan lain yang perlu
diperhatikan adalah sindrom prune belly. Hati biasanya teraba 2 sampai 3 cm di
bawah arkus kosta kanan. Limppa juga sering teraba 1 cm di bawah arkus kosta
kiri, karena masih terjadi hematopoesis ekstramedular.
Yan Heine Tanawani 77

Kadang-kadang hati dan limpa sedemikian besarnya sehingga batas


bawahnya berada di abdomen bagian bawah, misalnya pada eritroblastosis
fetalis. Dengan palpapsi yang dalm ginjal dapat diraba apabila posisi bayi bayi
telentang dan tungkai bayi dilipat agar otot-otot dinding perut dalam keadaan
relaksasi. Batas bawah ginjal dapat diraba setinggi umbilikus di antara garis
tengah dan tepi perut. Biasanya bagian ginjal yang dapat diraba sekitar 2-3 cm.
Pembesaran ginjal dapat disebabkan oleh neoplasma, kelainan bawaan, atau
trombosis vena renalis. Trauma pada abnomen oleh karena kelahiran yang
sukar, misalnya pada letak sungsang, dapat mengakibatkan perdarahan hati,
limpa atau kelenjar adrenal. Bila terdapat kecurigaan kelainan dalam perut,
pemeriksaan USG akan banyak membantu.

Genitalia eksterna

Pada bayi perempuan cukup bulan labia minora tertutup oleh labia mayora,
dan ini adalah satu kriteria untuk menilai usia kehamilan neonatus. Lubang
uretra terpisah dari lubang vagina, bila hanya terrdapat satu lubang berarti ada
kelainan. Kadang-kadang tampak sekret yang berdarah dari vagina, hal ini
disebabkan oleh pengaruh hormon ibu (wihdrawal bleeding). Pada bayi lelaki
sering terdapat fimosis. Ukuran penis bayi berkisar antara 3-4 cm (panjang) dan
1-1,3 cm (lebar). Hipospadia adalah kelainan yang tidak jarang ditemukan, yang
dapat berupa defek di bagian ventral ujung penis saja atau berupa defek
sepanjang penisnya. Epispadia yaitu defek pada dorsum penis lebih jarang
ditemukan, dan merupakan varian ekstrofia kandung kencng. Skrotum bayi
biasanya besar dan mempunyai banyak rugae. Hidrokel seringkali ditemukan
dan harus dibedakan dari hernia inguinalis. Testis biasanya sudah turun ke
dalam skrotum pada bayi cukup bulan; pada bayi kurang bulan tidak jarag
terdapat kriptorkismus (testis yang belum turun ke dalam kantong skrotum).
Torsi testis dapat terjadi in utero dan dapat dilihat pada saat lahir berupa testis
yang membesar dan keras. Kadang-kadang sulit menentukan jenis kelamin
neonatus, misalnya pada bayi perempuan terdapat klitoris yang sangat besar dan
labia mayoranya berfusi serta berpigmen banyak; atau pada bayi lelaki terdapat
penis kecil dengan hipospadia dan skrotum terpisah. Dalam keadaan ini perlu
pemeriksaan kromatin seks atau kromosom seks. Trauma di daerah genitalia
eksterna seringkali ditemukan pada kelahiran sungsang dan dapat berupa
perdarahan ke dalam rongga skrotum atau otot-oto pelvis.

Anus

Pemeriksaan anus bukan hanya untuk mengetahui ada atau tidaknya atresia
ani, melainkan juga untuk mengetahui posisinya. Kadang-kadang fistula yang
besar dapat dianggap sebagai anus yang normal, tetapi apabila diperhatikan
benar-benar maka akan kelihatan bahwa fistula terletak di depan atau di
belakang anus yang normal. Pengeluaran mekonium biasanya terjadi dalam 24
jam pertama. Bila setelah 48 jam belum juga keluar mekonium, perlu dipikirkan
kemungkinan mekonium plug syndrome, megakolon , atau obstruksi saluran
pencernaan. Mekonium yang keluar in utero pada bayi yang letak kepala adalah
salah satu tanda gawat janin. Bila terdapat darah dalam mekonium perlu
dibedakan apakah darah berasal dari bayi atau dari darah ibu yang tertelan. Cara
membedakannya adalah dengan uji Apt yaitu dengan meneteskan basa kuat
(NaOH atau KOH); darah ibu akan mengalami hemolisis sedangkan darah bayi
tidak oleh karena darah neonatus resisten terhadap alkali.
Yan Heine Tanawani 78

Tulang belakang dan ekstremitas

Untuk pemeriksaan tulang belakang, neonatus ddiletakkan dalam posisi


tengkurap. Tangan pemeriksa meraba sepanjang tulang belakang untuk mencari
terdapatnya skoliosis, meningokel, spina bifida okulta, atau sinus pilonidalis.
Perhatikan pergerakan ekstremitas. Apabila asimetri pikirkan kemungkinan
adanya patah tulang atau kelumpuhan saraf. Patah tulang yang multipel terdapat
pada osteogenesis imperfekta. Kelumpuhan pada lengan mungkin disebabkan
oleh fraktur humerus atau kelumpuhan Erb, yaitu kerusakan pada saraf servikal
5 dan 6. Kelumpuhan pada tangan dapat disebabkan oleh paralisis Klumpke
yaitu kerusakan pada saraf servikal 7 dan torakal I. Paralisis kedua tungkai
dapat disebabkan oleh trauma berat atau kelainan bawaan tulang belakang,
Tonus ekstremitas juga perlu diperhatikan. Hipotonia umum (floopy infant) biasa
disebabkan oleh kelainan susunan saraf pusat. Perhatikanlah posisi kedua kaki,
apakah ada pes equinovarus atau valgus. Juga keadaan jari-jari tangan dan kaki
apakah polidaktili, sindaktali, atau claw-hand atau claw-feet.

Pemeriksaan Refleks Neonatal Primer.

Refleks Moro.
Ini adalah suatu reaksi kejutan dengan menimbulkan perasaan jatuh pada
bayi. Bayi dalam posisi telentang, kemudian kepalanya dibiarkan jatuh dengan
cepat beberapa sentimeter dengan hati-hati ke tangan pemeriksa. Bayi akan
kaget dengan lengan direntangkan dalam posisi abduksi ekstensi dan tangan
terbuka disusul dengan gerakan lengan adduksidan fleksi. Kalau tidak ada reaksi
merentangkan lengan sama sekali berarti abnormal, demikian pula kalau
rentangan lengan asimetris. Refleks Moro menghilang umur 5-6 tahun.

Refleks Tonic Neck.


Bayi diletakkan Bayi diletakkan dalam posisi telentang, kepala digaris
tengah dan anggota gerak dalam posisi fleksi, kemudian kepala ditolehkan ke
kanan, maka akan terjadi ekstensi pada anggota gerak sebelah kanan, dan fleksi
pada anggota gerak sebelah kiri. Yang selalu terjadi adalah ekstensi lengan,
tungkai tidak selalu ekstensi, dan fleksi anggota gerak kontralateral juga tidak
selalu terjadi. Setelah selesai ganti kepala dipalingkan ke kiri. Tonus eksterior
meninggi pada anggota gerak arah muka berpaling. Tonus fleksor anggota gerak
kontralateral meninggi. Refleks ini menghilangkan pada umur 5-6 bulan.

Refleks Withdrawl
Caranya dengan jarum merangsang telapak kaki, maka akan terjadi fleksi
pada tungkai yang dirangsang dan ekstensi pada tungkai kontralatera, tetapi
ekstensi tungkai kontralateral tidak selalu ada.

Refleks Plantar Grasp


Caranya dengan meletakkan sesuatu (misalnya jari pemeriksa) pada
telapak kaki pasien, maka akan terjadi fleksi jari-jari kaki.Refleks Palmar Grasp.
Dengan meletakkan sesuatu pada telapak tangan bayi, terjadi fleksi jari-jari
tangan. Refleks ini menghilang pada umur 6 bulan.
Yan Heine Tanawani 79

Ukuran antropometrik

Neonatus cukup bulan yang sesuai untuk masa kehamilannya mempunyai


ukuran badan sebagai berikut:

Berat antara 2500 sampai 4000 gram

Panjang 45 sampai 54 cm

Lingkaran kepala 33 sampai 37 cm

Lingkaran dada biasanya 2 cm lebih kecil dari lingkaran kepala.

Pemeriksaan usia kehamilan

Usia kehamilan neonatus dapat dinilai dengan beberapa cara, termasuk dengan
menghitungnya dari hari pertama haid terakhir sampai saat kelahiran, atau dengan
cara ultrasonografi. Yang sering dipakai sekarang adalah pemeriksaan menurut
Dubowitz yang menilai 11 kriteria klinis dan 10 kriteria neurologis. Namun cara
pemeriksaan ini kurang praktis untuk digunakan di lapangan dan mengganggu
neonatus yang sakit. Ballard mengajukan penyederhanaan prosedur tersebut yaitu
dengan hanya menilai 6 kriteria klinis dan kriteria neurologis. Mengetahui usia
kehamilan dan keadaan gizi neonatus sangat penting untuk dapat
mengkategorikan neonatus apakah cukup bulan, kurang bulan, atau lebih bulan
dan apakah sesuai, lebih kecil, atau lebih besar untuk usia kehamilannya.

Pemeriksaan pada waktu memulangkan

Pada waktu memulangkan dilakukan lagi pemeriksaan untuk meyakinkan


bahwa tidak ada kelainan kongenital atau kelainan akibat trauma yang
terliwatkan. Perlu diperhatikan: Susunan saraf pusat (aktivitas bayi, ketegangan
ubun-ubun), kulit ( ikterus, piodermia), jantung (adanya bising yang baru timbul
kemudiaan), abdomen (tumor yang tidak terdeteksi sebelumnya), tali pusat
(infeksi)

Disamping itu perlu diperhatikan apakah bayi sudah pandai menyusu dan ibu
sudah mengerti cara pemberian ASI yang benar.
Yan Heine Tanawani 80

19. Fisis Diagnosik Bedah : Payudara


(Dr. ALBAN DIEN SpB.K.Onk)

Anamnesis :
Pencatatan identitas lengkap, diikuti keluhan utama penderita yang dapat berupa :
- Masa tumor di payudara
- Rasa sakit
- Cairan dari putting susu
- Retraksi putting susu
- Eksema disekitar putting/areola
- Keluhan kulit berupa dimpling, kemerahan, ulserasi atau adanya peau dorange
atau keluhan berupa pembesaran kelenjar getah bening aksila, supraclavicula
sesuai sisi bagian payudara yang terkena atau tanda metastasis jauh seperti
batuk-batuk, sesak, nyeri pada tulang terutama tulang belakang maupun tulang
lainnya, abdomen berupa masa di perut kanan atas (liver) .
- Menentukan tumor sejak berapa lama, cepat membesar, disertai rasa nyeri . Jika
tumor dalam stadium lanjut akan dijumpai tanda-tanda kriteria operabilitas
Haagensen .
Anamnesis lain dapat berupa :
- Siklus menstruasi yang berpengaruh pada besarnya tumor, kawin atau tidak,
jumlah anak, diberikan ASI atau tidak, riwayat kanker dalam keluarga, obat
hormonal , operasi pada payudara ataupun obstetric-ginekologi .
- Faktor-faktor lain yang meningkatkan terjadinya kanker payudara : umur > 30
tahun, anak pertama lahir pada usia ibu > 35 tahun (2X), tidak kawin ( 2-4 X),
menarche< 12 tahun, menopause terlambat >55 tahun, pernah operasi tumor
jinak payudara, mendapat terapi hormonal yang lama, kanker payudara
kontralateral, operasi ginekologi, radiasi dada, riwayat keluarga .

Pemeriksaan Fisik :
Sebaiknya dilakukan pada waktu pengaruh hormonal yang terendah yaitu setelah
1- 2 minggu setelah hari pertama menstruasi . Dengan pemeriksaan fisik yang baik,
akurasi diagnosis kanker payudara secara klinis cukup tinggi .

Teknik pemeriksaan :
1. Penderita diperiksa dengan badan bagian atas terbuka :
2. Posisi tegak/duduk
Posisi tangan bebas ke samping, pemeriksa berdiri didepan dalam posisi yang
lebih kurang sama/sejajar . Inspeksi dilihat simetri payudara kiri dan kanan,
kalainan papilla, letak dan bentuknya, ada/tidaknya retraksi putting susu,
kelainan kulit, tanda radang, peau dorange, dimpling, ulserasi dikulit dan lain-
lain .
3. Posisi berbaring
Diusahkan agar payudara jatuh tersebar rata diatas lapangan dada, lebih baik
lagi bahu/punggung diganjal dengan bantal kecil pada panderita dengan
payudara besar . Palpasi dilakukan dengan falang distal dan falang medial jari
II, III, IV dikerjakan secara sistematis mulai dari cranial setinggi iga ke 2
sampai kedistal setinggi iga ke-6, dan jangan dilupakan pemeriksaan daerah
sentral subareolar dan papil . Terakhir dilakukan penekanan sekitar papil untuk
melihat adanya cairan keluar dari papil. Dengan pemeriksaan tekanan yang
halus dapat lebih teliti dari pada dengan tekanan yang keras, sehingga dapat
membedakan kepadatan masa payudara .
Yan Heine Tanawani 81

4. Menetapkan keadaan tumornya .


Lokasi tumor menurut kuadran payudara atau terletak di sentral/areola/
subareola . Payudara dibagi atas empat kuadran : lateral atas, lateral bawah,
medial atas, medial bawah dan satu daerah sentral .
Ukuran tumor, konsistensi, batas-batas tumor, tegas atau tidak tegas serta
mobilitas tumor terhadap kulit dan m.pektoralis atau dinding dada .
Apabila lengket pada kulit akan kelihatan adanya cekungan pada posisi diam
dalam posisi kontraksi m.pektoralis diperiksa dengan menekankan tangan pada
Krista iliaka, jika tumor terfiksasi pada pectoral yang berkontraksi akan
kelihatan bergerak dengan gerakan pectoral, berarti tumor melekat pada
m.pektoral atau pada fasia m.pektoralis .
5. Memeriksa kelenjar getah bening regional
a. aksila :
Dalam posisi duduk, karena fossa aksilaris akan jatuh kebawah sehingga
mudah diperiksa dan lebih banyak yang dicapai . Pemeriksaan aksila
kanantangan kanan penderita diletakkan/jatuhkan lemas ditangan
kanan/bahu pemeriksa dan aksila diperiksa dengan tangan kiri pemeriksa .
Yang diraba kelompok kelenjar getah bening :
- Mamaria eksterna, dibagian anterior dan dibawah tepi m.pektoral Aksila
- Subskapularis diposterior aksila
- Sentral di bagian pusat aksila
- Apikal di ujung atas fossa aksilaris
Pada perabaan ditentukan besar, konsistensi, jumlah, apakah terfiksasi satu
sama lain .
6. Organ lain yang ikut diperiksa adalah hepar, lien, untuk mencari metastasis jauh,
tulang-tulang utama dan tulang belakang .

Pemeriksaan fisis Payudara


Yan Heine Tanawani 82

Pemeriksaan fisis Kel limfe axilla

20. Leher (dr. Alban Dien, SpB.K.Onk)

Anamnesis :
Anamnesis umum biasanya dilakukan seperti pada pemeriksaan sebelumnya,
lebih ditekankan disini adalah anamnesis khusus .
Anamnesis khusus dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap
tentang penyakit yang diidap pasien saat ini . Informasi yang penting dan khusus
yang harus ditelusuri antara lain saat dimulainya keluhan, lamanya keluhan
berlangsung, saat timbulnya, kebiasaan makan, olahraga, atau kebiasaan hidup lain ,
sifat pertumbuhannya ( cepat/lambat) keluhan penekanan pada jaringan sekitarnya
( pembuluh darah, saraf, gangguan gerakan).
Perlu ditanyakan juga nodul dileher terutama bagian depan yang terdapat pada
usia dibawah 20 tahun dan diatas 50 tahun, jenis kelamin laki-laki mempunyai
resiko malignansi lebih tinggi , pengaruh radiasi didaerah leher dan kepala terutama
pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan malignansi pada tiroid 33 37 % .
Nodul yang disertai gangguan menelan, perasaan sesak nafas, perubahan suara dan
nyeri dapat terjadi akibat desakan dan atau infiltrasi tumor .
Apabila disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, mungkin saja suatu
metastasis yang dapat berasal dari organ sekitarnya seperti tiroid, paratiroid, organ
didalam mulut, oesofagus ,faring, laring, trachea, kelainan pada jaringan
lunak/keras kepala , hidung, mata, telinga maupun paru-paru .
Adanya penonjolan tulang tengkorak, sesak dan batuk-batuk yang disertai dahak
berdarah mungkin juga merupakan metastasis .

Pemeriksaan Fisik .
Pemeriksaan leher didasarkan pada susunan anatomi topografis dengan
memperhatikan titik orientasi tertentu. Leher dibatasi dikranial oleh tepi rahang
bawah, dikaudal oleh kedua tulang selangka/clavicula dan tepi cranial sternum,
dilateral oleh pinggir depan m.trapezius kiri dan kanan . Kedua
m.sternokleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan pada garis tengah dari cranial ke
kaudal terdapat os hyoid, kartilago tiroid, krikoid dan trakea .
Palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau berbaring . Pada sikap
duduk dapat dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita maupun dari depan .
Yan Heine Tanawani 83

Umumnya regangan otot pita leher (m.sternohyoideus dan m.sternotiroideus)


akan mengganggu palpasi, maka pemeriksaan leher harus dilakukan dengan kepala
dalam sikap fleksi ringan . Pada sikap berbaring sebaiknya digunakan bantal tipis
dibawah kepala .
Segitiga yang dibatasi olehtulang hyoid dan batas bawah rahang mengandung
kelenjar limfe dan kelenjar liur submandibular . Dalam simpai kelenjar
submandibular terdapat beberapa kelenjar limfe . Oleh karena itu pembesaran
kelenjar limfe akibat radang atau tumor sukar dibedakan dari pembesaran kelenjar
liurnya sendiri .
Tulang hioid, rawan /kartilago tiroid dan krikoid sampai cincin kedua trakea
biasanya mudah diraba digaris tengah . Cincin trakea yang lebih kaudal makin sukar
diraba karena trakea mengarah ke dorsal . Pada gerakan menelan, seluruh trakea
bergerak naik turun . Satu-satunya struktur lain yang turut dengan gerakan ini
adalah kelenjar tiroid atau sesuatu yang berasal dari kelenjar tiroid . Arteri karotis
bagian cranial dapat diraba dorsokaudal kornu hyoid tepat lateral rawan tiroid .
Kelenjar limfe disini dapat diraba bila membesar .
Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising arteri juga bising tiroid yang
menunjukkan hipertiroid .
Yan Heine Tanawani 84

21. Pemeriksaan Bedah (dr.Gde Tirtayasa, Sp.B)

Anamnesis
o Hendaknya dimulai dengan cara yang sopan yaitu dokter memperkenalkan diri
terlebih dahulu.
o Tujuan utama adalah untuk memperoleh gambaran kesehatan penderita secara
umum.
o Dalam keadaan tertentu data tidak dapat diperoleh dari pasien itu sendiri
misalnya pasien dalam keadaan tidak sadar, pasien dengan keadaan bisu atau
tuli.atau mengalami gangguan jiwa, sehingga data diperoleh dari keluarga atau
pengantar pasien.(alloanamnesa)
o Bagian terpenting dari anamnesis adalah : keluhan utama adalah keluhan yang
paling mendasari dan menyebabkan pasien minta pertolongan kerumah sakit
atau pasien mencari pertolongan dokter.
o Keluhan penderita harus dinyatakan dalam bentuk gejala (simtom) penyakit
bukan nama penyakit.
o Keluhan utama dicatat secara khusus dalam kolom rekaman medik, sebagai acuan
untuk menelusuri lebih jauh keadaan penderita.
o Sebagai pedoman dalam mengajukan pertanyaan mahasiswa harus mempunyai
tingkat pengetahuan dalam hal gambaran klinis & gejala dari berbagi macam
penyakit. Materi telah diberikan pada kuliah terdahulu.
o Untuk mendapatkan arahan yang jelas dan gambaran yang lebih mungkin tentang
penyakit yang diidap pasien saat ini harus ditelusuri lebih lanjut dalam
anamnesa tentang onset atau saat dimulainya keluhan utama dan lama keluhan
tersebut telah berlangsung.
o Apakah keluhan tersebut ada hubungannya dengan alergi terhadap sesuatu
makanan atau obat-obatan tertentu, minum obat yang terakhir kalinya kapan,
penyakit penyerta lainnya selain yang dikeluhkan ini atau sakit terakhir yg
diderita, makan atau minum terakhir kali sebelum ke dokter, adakah hubungan
keluhan dengan lingkungan musim / iklim / cuaca / keadaan tempat kerja /olah
raga atau keadaan /even / kejadian tertentu.
o Apakah ada penyakit keturunan yang diderita dalam keluarga atau anggota
keluarga terdekat.
Yan Heine Tanawani 85

o Anamnesis berikutnya tentang : sistem organ dalam tubuh dan fungsi organ tubuh
yang dikeluhkan pasien atau yang menyertai keluhan tersebut, meliputi : sistem
kardiovaskuler / sistem pernapasan / sitem pencernaan / sistem muskulo-skeletal
/ sistem saraf / sistem urogenital.
o Untuk pasien trauma perlu ditanyakan adakah mekanisme trauma atau kejadian
trauma tersebut oleh karena dapat memberi gambarkan pola & jenis perlukaan
yg diakibatkannya, apakah disebabkan benda tumpul atau benda tajam, dan
daerah tubuh mana yang terkena, apakah perlukaan oleh karena termal atau suhu
panas / suhu dingin, juga ditanyakan tentang Hazmat, Hazardous Material
(apakah bahan kimia, toksin atau radiasi ).

Pemeriksaan fisis
A. Pemeriksaan fisis umum
o Dari anamnesa telah diperoleh gambaran umum tentang sistem organ tubuh
dan fungsi organ tubuh yang menderita kelainan atau sakit sehingga
memberikan gejala atau keluhan seperti yang disampaikan oleh pasien.
Disamping itu juga diperoleh gambaran tentang jenis pathologisnya atau
penyebabnya apakah itu trauma atau kecelakaan, kelainan bawaan, kelainan
karena infeksi dan keradangan, karena neoplasma / keganasan atau kelainan
degenerative.
o Tidak semua organ harus tubuh harus diperiksa, sesuai urutan pemeriksaan
fisik. Jenis pemeriksaan hendaknya dipilih dan disesuaikan dengan jenis
kelainan yang telah diperkirakan dan harus dihubungkan dengan informasi
apa yang kita inginkan.
o Pemeriksaan fisik pasien mempunyai 2 tujuan utama yaitu : Pertama
memeriksa secara teliti organ yang sakit, sehubungan dengan keluhan pasien.
Kedua memeriksa organ-organ tubuh yang lain sehubungan dengan kelainan
fungsi sistem yang masih terkait organ utama, atau memeriksa komplikasi
yang ditimbulkan.
o Atas dasar keadaan diatas pemeriksaan fisik di bagi dalam Status Generalis
dan Status Lokalis.
o Pada umumnya pemeriksaan fisik meliputi : Inspeksi, Auskultasi Palpasi dan
Perkusi.
o Inspeksi : dengan mengamati secara seksama keadaan pasien, secara umum
diperoleh gambaran menyeluruh tentang keadaan penderita, mulai dari apakah
tidak tampak sakit, apakah sakit ringan , apakah sakit sedang dan sakit berat
bahkan sakit jiwa. Juga gambaran tentang kesadaran penderita apakah sadar
(CM) atau tidak sadar dinyatakan dalam GCS, turgaor kulit dan status gizi
penderita, apakah gizi cukup, gizi kurang atau gizi buruk. Inspeksi pada
pasien dengan gerakan aktif atau gerakan pasif dapat memberikan gambaran
keadaan adakah nyeri gerak, adakah kelainan fungsi motorik. Misalnya pada
patah tulang.
o Palpasi : pemeriksaan dengan melakukan penekanan secara khusus pada
tubuh penderita, harus dilakukan secara hati-hati oleh karena dapat
menimbulkan rasa sakit. Pemeriksaan ini harus didasari oleh pengetahuan
anatomi tubuh, organ dan topografi yang baik. Perbedaan suhu dari satu
bagian tubuh dengan sekitarnya perlu dicatat, kelainan bentuk organ, kelainan
fungsi gerak, dan hubungan satu struktur dengan struktur lainnya perlu dicatat.
Cara pemeriksaan dilakukan dengan daerah volar jari tangan kanan , tekanan
yang diberikan harus ringan sehingga bisa diraba-rasakan , harus dapat
memberikan informasi tentang konsistensi struktur apakah padat, kenyal atau
seperti kantongan cairan. Dapat memberikan gambaran tentang tahanan
Yan Heine Tanawani 86

dalam keadaan relaksasi atau dalam keadaan kontraksi. Dapat memberikan


gambaran tentang mobilitas organ tersebut terhadap struktur sekitarnya
apakah mobile atau bebas bergerak atau terfiksir. Dapat memberikan
gambaran tentang adanya fluktuasi atau gerakan perpindahan cairan. Dapat
juga memberikan gambaran krepitasi atau perpindahan udara bebas, atau gas
didalam.
o Perkusi : Pemeriksaan ini didasarkan atas jaringan dari satu tempat ketempat
lainnya. Hantaran atau pantulan suara atau getar gelombang, terutama
ditujukan untuk mendeteksi adanya kelainan pada organ yang jauh berada
didalam rongga badan, pemeriksaan ini dapat memberikan interpretasi dan
informasi yang dapat menggambarkan batas-batas organ yang diperiksa
sehingga diperoleh informasi tentang besarnya organ tersebut adakah
membesar yang sifatnya noram atau abnormal, adakah komponen udara pada
organ dalam yang diperiksa , adakah cairan bebas di dalam oragan yang
diperiksa apakah rongga cairan tersebut exudat, transudat atau nanah.
o Auskultasi : Pemeriksaan ini pada umumnya dilakukan dengan alat
stetoskop, menilai bunyi / suara di dalam organ tubuh, misalnya : suara
napas, suara jantung, dan suara gerakan peristaltik usus. Pemeriksaan ini harus
dapat memberikan informasi tentang suara tersebut normal dan abnormal. Mis
fistel arteriovena ada suara khusus yang ditimbulkan oleh keadaan pathologis
yaitu suara bising yang didapat baik sewaktu sistole dan diastole atau thrill
atau bruit , hal ini didapat pada penyempitan lumen arteri.

B. Pemeriksaan fisik khusus


o Pemeriksaan kepala : Pada keadaan trauma kepala dilihat : Kulit kepala
adakah benjolan haematom, sebut lokasinya dimana, jenis luka dan apakah
ada fraktur tulang kepala. Mata : ukuran pupil apakah simetris mata kiri dan
mata kanan ataukah ada anisokor pupil, perhatikan adakah perdarahan
konjungtiva bulbi, adakah luka di bola mata mata, adakah dislokatio lentis,
atau adakah jepitan bola mata. Juga diperiksa tentang gerakan bola mata,
adakah strabnismus gerakan bola mata yang tidak simetris.
o Pemeriksaan maksilo-facial : adakah fraktur tulang-tulang wajah / lamina
kribrosa / tentang os nasalis adakah asimetri, keadaan zygomatikus dan rima
orbita
o Pemeriksaan vertebra servikalis dan leher: Pada pasien dengan trauma kepala
yang adequat dan disertai adanya trauma pada maksilo-fasial harus
diperlakukan sebagai pasien dengan frakatur / patah tulang cervical sampai
terbukti tidak. Deviasi tyrachea, emphysema subcutis. Palpasi & auskultasi
a.karotis.
o Thoraks, inspeksi adakah flail chest / open pneumothorax . Palpasi iga dan
clacikula , nyeri penekan sternum pd keadaan separation. Bising napas. Bunyi
jantung yang dalam nadi kecil kemungkinan tamponade jantung. Atau tention
pneumothorax.. Melemahnya suara napas, / hypersonor pada perkusi paru
&shok mungkin ada tention pneumothorax .
o Abdomen, cari indikasi operasi, defance musculer mungkin peritonitis atau
chemical iritasi. Adanya hypotensi dengan abdomen distensi mungkin suatu
internal bledding. Palpasi pelvis memperlihatkan fraktur disertai shok.
o Perineum/ rectum/ vagina, ada kontutio, haematomlaserasi. RT sebelum
pemasangan catheter. Adakah perdarahan, dll.
o Muskulo skeletal adakah deformitas, gerakan abnormal, krepitasi. Adakah
gangguan vasculer penilaian pulsasi. Hilangnya sensasi / refleks gangguan
saraf
o Pemeriksaan neurologis GCS, Pupil, sensorik / motorik adanya paralisis atau
paresis hemiplegia/ para parese.
Yan Heine Tanawani 87

BAB VI
MEMBUAT DIAGNOSIS
(dr. Samuel Maripadang Baso, Sp.PD)

Untuk membuat suatu diagnosis, mungkin Mahasiswa semester VII, masih sulit
menganalisis data baik dari anamnesis dan pemeriksaan fisis, namun berkat pengetahuan
Fisiologi, anatomi dan patofisiologi dan bimbingan pembimbing (Tutor), diharapkan
dapat menganalisis, membuat hipotesis sehingga dapat membuat suatu diagnosis kerja.
Dalam kurikulum KKD ini, tujuan utama adalah mempersiapkan mahasiswa bila masuk
kepanitraan klinik sudah tidak kaku, oleh karena telah mengadakan kontak/pengalaman
berhadapan dan melakukan pemeriksaan fisis dengan pasien, sehingga mempermudah
pendidikan selanjutnya.
Pengumpulan data dari anamnesis (data subjektif), dimulai dari keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat sosial, riwayat keluarga serta
pemeriksaan fisis umum dan khusus (data objektif), kita dapat menganalisis data,
membuat hipotesis, membuat diagnosis banding serta merencanakan pemeriksaan
penunjang untuk menetapkan suatu diagnosis. Bila memulai melakukan pengkajian pada
pasien, pertama-tama arahkanlah perhatian anda pada keluhan yang membawa pasien
datang mencari pertolongan, selanjutnya dikembangkan, dicari hubungannya dengan
penyakit dahulu. Kadang kita lupa melakukan anamnesis sistem sehingga penyakit lain
tidak dapat diketahui. Hindari pengkajian yang terpisah pisah, tetapi harus berpikir
holistik (menyeluruh oleh tubuh kita merupakan sesuatu kesatuan yang utuh. Catatlah
semua penemuan-penemuan anda dengan baik dan sistematis, baik dari anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Untuk mempermudah dan membiasakan akan disiapkan catatan medik
penderita (Medical record=MR). Isilah MR ini dengan baik dan benar, kalau tidak
mengerti tanyakan pada pembimbing bagaimana mengisi MR tersebut. Ingat bahwa MR
adalah sangat rahasia. Lihat Alur Proses Diagnosis dibawah ini :

Anamnesis Data

Pemeriksaan fisis
Data
Pemeriksaan
Penunjang
Data

Analisis Data

Evaluasi
Hipotesis Masalah

Tindak lanjut Pengkajian

Rencana Terapi Kesimpulan


Yan Heine Tanawani 88

Merencanakan pemeriksaan penunjang perlu pengetahuan klinik yang cukup,


namun dalan KKD ini belum terlalu dituntut, namun kalau dapat/bisa, apalagi dengan
bantuan pembimbing dapat membantu. Dalam KKD nanti sesudah melakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisis akan dilanjutkan diskusi yang disebut pembelajaran aktif ( PBL =
Problem basic learning = Active learnig). Diharapkan segala kekurangan ini dapat teratasi
dalam PBL nanti.
Untuk rencana pengobatan belum perlu dipikirkan, namun dalam diskusi nanti dapat
diutarakan sehingga dapat menjadi pengalaman tersendiri dari mahasiswa.
Yan Heine Tanawani 89

PENUTUP

Buku KKD ini jauh dari kesempurnaan, namun dengan bantuan Teman sejawat
yang telah membuat KKD ini, sebagai koordinator mengucapkan banyak terima kasih.
Tujuan utama KKD PPD Uncen ialah memperkenalkan secara dini kepada mahasiswa
untuk melakukan kontak dengan penderita, sehingga bila masuk dalam klinik tidak
banyak mengalami kesulitan. KKD ini memang belum banyak diterapkan di Fakultas
Kedokteran yang lain, namun dari pengalaman FKUI sebagai pelopor KKD sangat
banyak membantu mahasiswa.
Sebagai kata akhir terimakasih kepada semua penyumbang tulisan, kritik dan saran
serta dr. Singgih yang banyak membantu kami akhirnya buku ini kami dapat susun.

Jayapura 29 Agustus 2005


Kordinator/Editor

dr. SAMUEL. M. BASO, Sp.PD


NIP. 140 134 994

Takut akan Tuhan itulah permulaan segala


pengetahuan
(Amsal 1 :7a)

Anda mungkin juga menyukai