PENDAHULUAN
kuman tuberkulosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh
biasanya melalui saluran nafas yaitu melalui droplet yang dihasilkan oleh pasien
A. Epidemiologi
sebanyak 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%)
adalah pasien dengan HIV positif. Sekitar 75% dari total berada di wilayah
Afrika. Pada tahun 2012 juga telah diperkirakan sebanyak 450.000 orang
dengan data tahun 1990. Angka prevalensi TB pada tahun 2015 ditargetkan
1
menjadi 280 per 100.000 penduduk, hal ini diharapkan dapat menurun
paru positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas sebesar 257
(Kemenkes, 2016).
1. Etiologi
a. M. tuberculosae
b. Varian Asian
c. Varian African I
d. Varian African II
e. M.bovis
kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri
tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
2
kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat
mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal
paru-paru lebih tinggi dari bagian lain. Sehingga bagian apikal ini
2. Patogenesis
a. Tuberkulosis Primer
pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer
ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan
3
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami
integrum)
4
milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy.
dengan:
(2) Meninggal.
b. Tuberkulosis Postprimer
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil.
Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:
5
2) Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
disebutkan di atas
tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti
lagi
6
3. Faktor Predisposisi atau Faktor Resiko
a. Faktor host
lebih banyak terjadi pada orang tua daripada dewasa dan anak-
7
b. Faktor lingkungan
positif. Berarti bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif
2009).
8
4. Klasifikasi
antara para klinikus, ahli radiologi, ahli patologi, mikrobiologi, dan ahli
1) Tuberkulosis primer
2) Tuberkulosis postprimer
1) Tuberkulosis minimal
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat
bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya
9
3) Far advanced tuberculosis
advanced tuberculosis.
a. Tuberkulosis paru
tuberkulosis aktif
tuberkulosis aktif
10
(2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif
a) Kasus baru
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
dicurigai lesi aktif atau perburukan dan terdapat gejala klinis maka
keganasan dll)
11
d) Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
e) Kasus kronik
f) Kasus bekas TB
mendukung
organ tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput
didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi.
12
Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen
ekstraparu aktif.
C. Manifestasi Klinis
1. Batuk kronis
2. Produksi sputum
5. Demam
6. Keringat malam
7. Hemoptisis
gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
1. Gejala respiratorik
a. Batuk 2 minggu
b. Batuk darah
c. Sesak napas
d. Nyeri dada
13
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam
proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Malaise
c. Keringat malam
d. Anoreksia
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi
14
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bakteriologik
a. Bahan pemeriksaan
b. Cara pengumpulan
atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor.
15
2) 1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali dan lakukan foto
rontgen
3) Bila 1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali dan lakukan
foto rontgen
2. Pemeriksaan radiologik
16
b. Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
1) Fibrotik
2) Kalsifikasi
obat.
> 3 %.
a. Pasien baru atau riwayat OAT dengan apusan dahak BTA tetap positif
pada akhir fase intensif maka sebaiknya melakukan apusan dahak BTA
17
pada bulan berikutnya. Jika apusan BTA tersebut masih positif maka
kasus sebesar 10% dibandingkan media padat, selain itu juga lebih cepat
media padat.
definitif TB pada pasien dengan apusan BTA negatif dan uji resistensi
18
BAB II
TATA LAKSANA
tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
a. INH
b. Rifampisin
c. Pirazinamid
d. Streptomisin
e. Etambutol
a. Kanamisin
b. Amikasin
c. Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat.
19
Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain:
a. Kapreomisin
b. Sikloserino
KDT pasien tidak dapat memilih obat yang diminum, jumlah butir obat yang
harus diminum lebih sedikit sehingga dapat meningkatkan ketaatan pasien dan
kesalahan resep oleh dokter juga diperkecil karena berdasarkan berat badan.
badan, yaitu 30-37 kg BB, 38-54 kg BB, dan > 70 kg BB (Kemenkes, 2014).
20
Tabel 2.1 Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa
(Kemenkes, 2014)
Dosis Rekomendasi
Obat Anti Harian 3 kali per minggu
Tuberkulosis Dosis Maksimum Dosis Maksimum
(mg/kgBB) (BB) (mg/kgBB) (BB)
Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) -
Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -
Streptomisin 15 (12-18) - 15 (12-18 1000
2006):
1. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks terdapat lesi
luas
c. 2 RHZE / 4R3H3
2. TB paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks terdapat lesi
minimal
b. 6 RHE, atau
21
c. 2 RHZE / 4R3H3
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil
yang optimal
a. Berobat 4 bulan
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan
22
lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
diteruskan
OAT.
a. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan
hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif)
23
b. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
penyembuhan.
jangka waktu yang lama meskipun dalam dosis yang sesuai dengan anjuran
beberapa efek samping yang tidak diinginkan. Efek samping pada OAT dapat
diklasifikasikan mayor dan minor. Pada pasien yang mengalami efek samping
simptomatik, tetapi pada pasien yang mengalami efek samping mayor maka
24
nistagmus)
Jaundice (penyebab lain Isoniazid, Hentikan OAT
disingkirkan), hepatitis pirazinamid,
rifampisin
Bingung (curigai gagal Sebagian besar OAT Hentikan OAT
hati akut terinduksi obat
bila terdapat jaundice)
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol
(singkirkan penyebab
lainnya)
Syok, purpura, gagal ginjal Streptomisin Hentikan streptomisin
akut
Minor Lanjutkan OAT dan cek dosis
OAT
Anoreksia, mual, nyeri Pirazinamid, Berikan obat dengan bantuan
perut rifampisin, isoniazid sedikit makanan atau menelan
OAT sebelum tidur, dan
sarankan untuk menelan pil
secara lambat dengan sedikit air.
Bila gejala menetap atau
memburuk, atau muntah
berkepanjangan atau terdapat
tanda-tanda perdarahan,
pertimbangkan kemungkinan
ETD mayor dan rujuk ke dokter
ahli segera
Nyeri sendi Isoniazid Aspirin atau obat antiinflamasi
nonsteroid, atau parasetamol
Rasa terbakar, kebas, atau Isoniazid Piridoksin 50-75 mg/hari
kesemutan di tangan dan
kaki
Rasa mengantuk Isoniazid Pastikan memberi obat sebelum
tidur
Air kencing berwarna Rifampisin Pastikan pasien diberitahukan
kemerahan sebelum mulai minum obat dan
bila hal ini terjadi adalah normal
Sindrom flu (demam, Pemberian Ubah pemberian rifampisin
menggigil, malaise, sakit rifampisin intermitten menjadi setiap hari
kepala, nyer tulang) intermitten
25
BAB III
A. Komplikasi
dikategorikan menjadi:
1. Lesi parenkim
c. Aspergilloma.
d. Karsinoma bronkogenik.
a. Bronkiektasis.
b. Stenosis trakeobronkial.
c. Bronkolitiasis
3. Komplikasi vaskular
c. Aneurisma rassmussen.
4. Lesi mediastinum
26
b. Fistula esofagomediastinal.
c. Tuberkulosis perikarditis.
5. Lesi pleura
b. Fistula bronkopleura.
c. Pneumotoraks.
a. TB kosta.
b. Tuberculous spondylitis.
B. Prognosis
tahun tanpa pengobatan, hasil dari smear-positive (BTA positif) TB Paru pada
Dengan pengobatan yang adekuat, Case Fatality Rate (CFR) sering menurun
27
yang tidakdiobati pada penderita infeksi HIV (tanpa antiretroviral) hampir
selalu fatal. Bahkan dengan retroviral pun, CFR-nya selalu lebih tinggi dari
28
BAB IV
PENCEGAHAN
penularan terputus. Tiga topik dibawah ini merupakan topik yang penting untuk
pencegahan TB:
TB dan ruang rawat, dimana staf medis dan pasien lain mendapat paparan
berulang dari pasien yang terkena TB. Ada beberapa faktor yang dapat
1. Cara batuk
Cara ini merupakan cara yang sederhana, murah, dan efektif dalam
tangan untuk menutupi mulut dan hidung, sehingga saat batuk atau bersin
Sinar matahari dapat membunuh kuman TB dan ventilasi yang baik dapat
29
b. Filtrasi
tersedia.
c. Radiasi UV bakterisidal
bronkoskopi.
3. Masker
dapat dihindari.
a. Segera rawat inap pasien dengan TB paru BTA (+) untuk pengobatan fase
lain.
masker.
30
d. Pasien yang dicurigai atau dikonfirmasi terinfeksi TB sebaiknya tidak
BCG merupakan vaksin hidup yang berasal dari M.bovis. Fungsi BCG adalah
paru pada dewasa. BCG diberikan secara intradermal kepada populasi yang
belum terinfeksi.
1. Tes tuberkulin
Neonatus dan bayi hingga berusia 3 bulan tanpa adanya riwayat kontak
dengan TB, dapat diberikan vaksinasi BCG tanpa tes tuberkulin sebelumnya.
2. Vaksinasi rutin
pemberian vaksinasi BCG sedini mungkin, terutama saat baru lahir. Pada
bayi baru lahir hingga usia 3 bulan, dosisnya adalah 0,05 ml sedangkan
C. Terapi pencegahan
karena penyakit TB dapat timbul pada 10 % orang yang mengalami infeksi TB.
Kemoprofilaksis dapat diberikan bila ada riwayat kontak dengan tes tuberkulin
positif tetapi tidak ada gejala atau bukti radiologis TB. Obat yang digunakan
31
biasanya adalah isoniazid (5 mg/kg) selama 6 bulan. Jika memungkinkan,
yaitu:
Bayi yang sedang mendapat ASI dari ibu dengan TB paru, sebaiknya
tuberkulin. Jika hasil negatif maka diberikan vaksinasi, jika positif maka
2. Anak dengan riwayat kontak, tuberkulin negatif, tampak sehat, tanpa riwayat
pengobatan TB.
profilaksis isoniazid
32
BAB V
PENUTUP
paru. Kuman M. tuberculosis merupakan bakteri tahan asam (BTA), dapat hidup pada
udara kering maupun dalam keadaan dingin. Tuberkulosis itu sendiri dibagi menjadi
sendiri ada faktor host dan faktor lingkungan. Untuk menegakkan diagnosis dari TB,
perlu dilakukan pemeriksaan dahak atau sputum dan juga pemeriksaan radiologik.
Obat lini pertama yang biasanya digunakan dalam pengobatan paru antara lain: INH,
yang ke parenkim, saluran nafas, vaskular, mediastinum, pleura, serta dinding dada,
untuk prognosis dari TB sendiri adalah dubia ad bonam dengan pengobatan yang
rutin dan teratur. TB sendiri dapat dicegah yaitu dengan proteksi terhadap paparan
33
DAFTAR PUSTAKA
Mario, C.R.& Richard, J.O. (2003) Tuberculosis. Dalam: Kasper, D., L., et al.
Harrison Principles of Internal Medikine. Ed 16. Mc Graw-Hill.
Varaine F & Rich ML. (2014) Tuberculosis: Practical guide for clinicians,
nurses,laboratory technicians and medical auxiliaries 2014 edition. Medecins
Sans Frontieres and Partners In Health
34
Wieslaw, J.,et al, (2001) TB Manual National Tuberculosis Programme Guidelines.
Copenhagen: Health Documentation Service WHO
35