Anda di halaman 1dari 30

PRESENTASI KASUS

Hipertrofi Pylorus Stenosis


Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik
di Bagian Stase Radiologi RSUD Panembahan Senopati Bantul

Ontivia Setiani Wahana


20164011027

Pembimbing
dr. Rofi Siswanto, M. Sc, Sp. Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
SMF ILMU KEDOKTERAN RADIOLOGI
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Hipertrofi Pylorus Stenosis

Disusun oleh:

Ontivia Setiani Wahana


20164011027

Disetujui dan disahkan pada tanggal

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

dr. Rofi Siswanto, M. Sc, Sp. Rad

i
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................... 3
A. Identitas Pasien ............................................................................................ 3
B. Anamnesa .................................................................................................... 3
C. Pemeriksaan Fisik ....................................................................................... 5
D. Pemeriksaan Laboratorium ......................................................................... 7
E. Diagnosis Banding ...................................................................................... 7
F. Pemeriksaan Penunjang............................................................................... 8
G. Diagnosis ................................................................................................... 10
H. Penatalaksanaan ........................................................................................ 10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 11
A. Anatomi Lambung..................................................................................... 11
B. Definisi Hipertrofi Pylorus Stenosis ......................................................... 13
C. Epidemiologi Hipertrofi Pylorus Stenosis ................................................. 13
D. Patogenesis Hipertrofi Pylorus Stenosis ................................................... 14
E. Diagnosis Hipertrofi Pylorus Stenosis ...................................................... 15
F. Penatalaksanaan Hipertrofi Pylorus Stenosis ............................................ 20
G. Prognosis Hipertrofi Pylorus Stenosis....................................................... 21
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 23
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

Muntah pada bayi dan anak merupakan hal yang sering dikeluhkan oleh orang

tua bila berkunjung ke dokter. Muntah atau regurgitasi pada bayi bisa merupakan

suatu kelainan bisa juga tidak. Sampai usia 1 tahun muntah atau regurgitasi

sebenarnya masih merupakan hal yang normal asalkan bayi tidak menolak minum

susu atau ASI dan berat badan bayi tetap naik (IDAI, 2014). Salah satu penyebab

muntah yang paling sering terjadi pada bayi muda adalah penyakit hipertrofi pyloric

stenosis.

Hipertrofi pyloric stenosis merupakan penyebab muntah paling umum dan

penyebab gangguan gastrointestinal yang sering terjadi pada awal bulan kehidupan.

Insidennya adalah 3 per 1.000 kelahiran hidup per tahun (Panteli C, 2009). Penyakit

ini biasanya muncul antara minggu kedua dan ke enam kehidupan dan lebih umum

terjadi pada populasi kulit putih dengan rasio laki-laki lebih tinggi daripada

perempuan dengan perbandingan (rasio pria : wanita = 4:1). Demografi

menunjukkan bahwa hipertrofi pyloric stenosis lebih banyak terjadi pada anak yang

lahir pertama (Chandran L, 2008).

Penegakan diagnosis hipertrofi pyloric stenosis detegakkan dengan

anannesis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang berupa dengan

kontras barium maupun dengan USG. Pada HPS terjadi penebalan muskulus

sirkuler antropilus dan menyebabkan konstriksi dan obstruksi di gastric outlet.

1
Obstruksi gastric outlet dapat menyebabkan muntah proyektil dan non billous,

hilangnya asam klorida, berkembang menjadi asidosis metabolik dan dapat

menyebabkan dehidrasi (Croteau L dkk, 2007).

2
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : An. A

TTL : Bantul, 03-6-2017

Usia : 2 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Seloharjo, Pundong, Bantul

No CM : 558419

Tanggal MRS : 5-8-2017

B. Anamnesa

Keluhan Utama

Muntah setiap habis minum ASI

Riwayat Penyakit Sekarang

Alloanamnesis dengan ibu kandung pasien didapatkan keluhan muntah setiap

setelah minum ASI. Pasien memuntahkan asi yang telah diminum, darah (-), warna

kehijauan (-). Pasien sering muntah sejak usia 1 bulan dan memberat 2 hari SMRS.

Demam (-), batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-), BAB terakhir 1 hari SMRS, BAK

3 kali, keluhan bengkak (-), riwayat kejang (-), gerak masih aktif (+), mulai jarang

menangis, ASI eksklusif (+). Keluhan lain (-).

3
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit sesak nafas (-)

Riwayat asfiksia (-)

Riwayat kejang (-)

Riwayat diare (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa pada keluarga (-)

Riwayat penyakit hipertensi (-)

Riwayat penyakit gula (-)

Riwayat penyakit asma (-)

Riwayat operasi pada keluarga (-)

Riwayat penyakit keganasan (-)

Riwayat Kehamilan, Persalinan, Postnatal dan Makanan

Riwayat kehamilan

ANC 4x bidan, 2x Sp.OG. Riwayat TD rendah/ tinggi (-), infeksi (-), perdarahan

(-), mual muntah (+) TM 1. BB naik sesuai UK, TFU sesuai UK, presentasi janin

prekep diakhir masa kehamilan, imunisasi TT 3x, konsumsi Fe, asam folat pada

TM 1,2,3 dan kalsium pada TM 2,3.

Riwayat persalinan

P1A0 Secara Spontan UK 38 Mg, Ak jernih, KPD (-), perdarahan (-), meco (+),

BAK (+), Apgar Score 7/9 persalinan dibantu oleh bidan di puskesmas.

4
Riwayat postnatal

BB 3200 Gr PB 49 Cm, LK 35 cm, LD 33 cm LLA 10 cm. IMD (+). Anak menangis

kuat, gerak aktif, menetek kuat, kulit kemerahan.

Riwayat Makanan

Diit dengan ASI eksklusif, formula (-), MPASI (-)

C. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : tampak lemah

Vital Sign

TD : 120/80 mmHg

S : 36.7 C

N : 120 x/menit reguler

R : 30 x/menit reguler normal

Antroprometri

BB : 4500 gr

PB : 55 cm

BMI : 16.66 (normal)

Kepala : LK 48 cm normocephal, UUB belum menutup, ubun-ubun

cekung (-)

Mata : conjungtiva anemis (-/-), cekung (+/+)

Hidung : deviasi (-), discharge (-), pendarahan (-), nafas cuping hidung (-)

Telinga : otorhea (-)

5
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)

Mulut : mukosa bibir kering (+), lidah tremor (-), tonsil T0-T0, faring

hiperemis (-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tak tampak pada sela iga V

Palpasi : ictus cordis teraba pada sela iga V

Perkusi : pekak

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, bising jantung (-)

Paru-paru

Inspeksi : simetris, retraksi (-), bantuan otot pernafasan (-)

Palpasi : vokal fremitus kanan kiri sama, daya kembang paru

simetris, ketinggalan gerak nafas (-)

Perkusi : sonor (+/+)

Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : dinding dada lebih rendah dari dinding perut, distensi (+)

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : timpani (+)

Palpasi : supel (+), TE <2 detik, hepar lien tidak teraba membesar,

teraba benjolan regio epigastrica, mobile, batas tegas ukuran 1 cm x 1 cm

Ektremitas

Superior : Akral hangat (+ /+), nadi kuat (+ /+), CRT < 2 dtk

Inferior : Akral hangat (+ /+), nadi kuat (+ /+), CRT < 2 dtk

6
D. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hematologi

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


Darah Lengkap
Hb 15.5 gr% 14.0-18.0 g/dl
AL 11.73 ribu/ul 4.00-11.00
AE 4.57 juta/ul 4.50-5.50
AT 371 ribu/ul 150-450
Hmt 39.9 % 36.0-46.0
Hitung Jenis
Eosinofil 2% 2-4
Basofil 1% 0-1
Batang 2% 2-5
Segmen 60 % 40-60
Limfosit 29 % 45-65
Monosit 6% 2-8
Diabetes
GDS 102 80 200
Elektrolit
Natrium 159.9 137.0 145.0
Kalium 3.27 3.50 5.10
Klorida 97.8 98.0 107.0

E. Diagnosis Banding

Diagnosis : Observasi vomitus profus dd Hipertrofi pilorus stenosis,

GERD, pylorospasm, atresia duodeni, midgut volvulus

Diagnosis penyerta : Dehidrasi ringan

7
F. Pemeriksaan Penunjang

Foto Thorax/ Babygram, AP, didapatkan:


Thorax :
Pengembangan kedua paru cukup

Corakan bronkovasular normal

Kedua diafragma intak

Besar cor normal CTR <5

8
Abdomen :

Tampak distensi abdomen

Peritoneal fat line jelas

Tampak distensi gaster dengan gambaran udara usus minimal di distal gaster,

single bubble (+)

Sistema tulang intak

Kesan :

Thorax : pulmo dan besar cor dalam batas normal

Abdomen : menyokong gambaran HPS

Pemeriksaan USG

9
Hasil USG upper & lower abdomen :

Hepar : ukuran dan echostruktur normal, permukaan licin, tak tampak massa

Lien, vesica felea, pankreas, ren dextra &sinistra : dalam batas normal

Gaster : tampak gambaran pylorus, target sign (+), tebal dinding 4.7 mm, panjang

saluran pylorus 19 mm.

Kesan mengarah gambaran hipertensi pylorus stenosis

G. Diagnosis

Diagnosis Utama : Hipertrofi pylorus stenosis dengan dehidrasi ringan

H. Penatalaksanaan

MRS

Pasang NGT

Koreksi dehidrasi infus NaCl (KC 450 cc/kgBB/jam =19 tpm mikro)

Profilaksis inj ceftriaxone 100 mg/ 12 jam

Konsul Bedah

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Lambung

Lambung merupakan organ berbentuk kantong seperti huruf J, dengan

volume pada orang dewasa 1200-1500cc pada saat berdilatasi. Sedang lambung

bayi baru lahir mempunyai kapasitas 10-20cc, bayi usia 1 minggu 30-90cc, bayi

usia 2-3 minggu 75-100cc, bayi usia 1 bulan 90-150cc, bayi usia 3 bulan 90-150cc,

dan bayi usia 1 tahun 210-360cc. Pada bagian superior, lambung berbatasan dengan

bagian distal esofagus, sedangkan bagian inferior berbatasan dengan duodenum.

Lambung terletak pada daerah epigastrium dan meluas ke hipokhondrium kiri.

Kecembungan lambung yang meluas ke gastroesofageal junction disebut kurvatura

mayor. Kelengkungan lambung bagian kanan disebut kurvatura minor, dengan

ukuran dari panjang kurvatura mayor. Seluruh dari organ lambung terdapat di

dalam rongga peritoneum dan ditutupi oleh omentum (FKUI, 2008).

11
Secara anatomi terbagi atas 5 daerah yaitu: (1) Kardia, daerah yang kecil

terdapat pada bagian superior di dekat gastroesofageal junction; (2) Fundus, bagian

berbentuk kubah yang berlokasi pada bagian kiri dari kardia dan meluas ke superior

melebihi tinggi gastroesofageal junction; (3) Korpus, merupakan 2/3 bagian dari

lambung dan berada di bawah fundus sampai ke bagian paling bawah yang

melengkung ke kanan membentuk huruf J(4) Antrum pilori, adalah bagian 1/3

bagian distal dari lambung. Keberadaannya secara horizontal meluas dari korpus

hingga ke sphincter pilori (5) Sphincter pilori, merupakan bagian tubulus yang

paling distal dari lambung. Bagian ini secara kelesuluruhan dikelilingi oleh lapisan

otot yang tebal dan berfungsi mengontrol lewatnya makanan ke duodenum.

Permukaan fundus dan korpus banyak dijumpai lipatan rugae lambung. Pembuluh

darah yang mensuplai lambung merupakan percabangan dari arteri celiac, hepatik

dan splenik. Aliran pembuluh vena lambung dapat secara langsung masuk ke sistem

portal atau secara tidak langsung melalui vena splenik dan vena mesenterika

superior. Nervus vagus mensuplai persyarafan parasimpatik ke lambung dan

pleksus celiac merupakan inervasi simpatik. Banyak ditemukan pleksus saluran

limfatik dan kelenjar getah bening lainnya (FKUI, 2008).

Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa,

submukosa, muskularis eksterna (propria) dan serosa. Permukaan mukosa dilapisi

oleh sel epitel kolumnar penghasil mukus dan meluas ke sebagian foveolar atau pit.

Lapisa mukosa terbagi atas dua lapisan yaitu lamina propria dan lapisan muskularis

mukosa. Pada lapisan muskularis mukosa, terdapat lapisan otot sirkuler pada bagian

dalam dan lapisan otot longitudinal pada bagian luarnya. Otot-otot ini berkelanjutan

12
membentuk kelompokan kecil (fascia) otot polos yang tipis menuju ke bagian

dalam lamina propria hingga ke permukaan epitel. Pada lapisan sub-mukosa,

jaringannya longgar dan mengandung sejumlah jaringan ikat elastik, terdapat

pleksus arteri, vena, pembuluh limfe dan pleksus nervus Meissner. Muskularis

eksterna terdiri dari tiga lapisan yaitu longitudinal luar (outer longitudinal), sirkuler

dalam (inner sirkuler) dan oblik yang paling dalam (innermost oblique). Lapisan

sirkuler sphincter pilorik pada gastroesofageal junction. Pleksus Auerbach

(myenteric) berlokasi pada daerah di antara lapisan sirkular dan longitudinal dari

muskularis eksterna (FKUI, 2008).

B. Definisi Hipertrofi Pylorus Stenosis

Hipertropi pyloric stenosis (HPS) merupakan suatu kondisi yang terjadi pada

bayi dengan lambung bagian pilorus mengalami penebalan yang abnormal sehingga

terjadi penyempitan ekstrim lumen pilorus dan lewatnya makanan terhambat

sehingga terjadi muntah-muntah hebat.

C. Epidemiologi Hipertrofi Pylorus Stenosis

Bayi laki-laki lebih banyak terkena dari pada perempuan dengan

perbandingan 4:1. Alasan kenapa lebih banyak pada laki-laki tidak diketahui.

Terdapat beberapa eviden kejadian HPS meningkat pada kelahiran anak pertama

dan 7% terjadi pada keluarga yang mempunyai riwayat serupa. HPS lebih sering

terjadi pada bayi yang mendapatkan minum dari botol pada populasi pedesaan

13
(Aspelund G, 2007). Resiko yang rendah terjadi pada umur ibu yang lebih tua,

pendidikan ibu yang tinggi, dan berat badan lahir rendah (Al-alawee MS, 2006).

D. Patogenesis Hipertrofi Pylorus Stenosis

Perkembangan terbaru patogenesis HPS pada bayi antara lain:(1) Adanya

bukti menunjukkan sel-sel otot polos di HPS pada bayi tidak mempunyai inervasi

yang baik. (2) Karena non-adrenergik, saraf non-kolinergik merupakan mediator

relaksasi otot halus, sehingga terdapat kemungkinan tidak adanya saraf ini di otot

pilorus menyebabkan kontraksi berlebihan dan terjadi hipertrofik otot pilorus

sirkuler. (3) Terdapat sejumlah protein matriks ekstraseluler yang abnormal dalam

otot pilorus hipertrofik. Sel otot sirkuler pada HPS secara aktif mensintesis kolagen

dan hal ini bertanggung jawab tehadap karakter dari tumor pilorus. (4) Peningkatan

ekspresi insulin-like growth factor-I, transforming growth factor- beta 1, dan

plateletderived growth factor-BB dan reseptor otot hipertrofik pilorus

menunjukkan peningkatan sintesis lokal dari faktor pertumbuhan dan mungkin

memainkan peran penting dalam hipertrofi otot polos HPS (Oshiro K, 2008).

Teori lain yang menyebabkan terjadinya HPS pada bayi antara lain teori

abnormalitas genetik, teori kausa infeksi dan teori hiperasiditas. Selain itu defisiensi

lokal dari neuronal nitric oxide synthase di pylorus bertanggung jawab terhadap

manifestasi klinis dari HPS. Defisiensi neuronal nitric oxide menyebabkan

kurangnya oksidasi nitrat dan menyebabkan relaksasi otot sehinggga terjadi

obstruksi pilorus (Mulholland MW dkk, 2010).

14
Peningkatan asam akan merangsang saraf kolinergik dan saraf simpatik.

Perangsangan terhadap saraf kolinergik akan meningkatkan motilitas sehingga

menimbulkan rasa nyeri, sedangkan rangsangan terhadap saraf simpatik akan

menyebabkan reflek spasmeesophageal sehingga muncul regurgitasi asam dan

menyebabkan nyeri. Selain spasmeesophageal juga terjadi pilorospasme yang

berlanjut menjadi pilorostenosis sehingga makanan dari lambung tidak bisa masuk

ke usus.

E. Diagnosis Hipertrofi Pylorus Stenosis

Diagnosis hipertrofi pylorus stenosis ditegakkan mulai dari anamnesis

maupun alloanamnesis didapatkan gejala awal muntah proyektil non billous (tidak

berwarna hijau) yang bersifat progressif dan terjadi setelah minum susu atau ASI

atau setelah makan.

Tiga gejala pokok yang penting :

1. Muntah proyektil, muntah non billous (tidak berwarna hijau), dapat

bercampur dengan darah akibat pecahnya pembuluh darah kapiler lambung.

2. Kegagalan pertumbuhan dan kehilangan berat badan, hal ini disebabkan

karena masuknya minuman atau makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan

karena muntah yang terus terjadi.

3. Obstipasi, yakni karena intake makanan dan minuman yang kurang dan

sedikitnya makanan yang masuk ke usus.

15
Tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik:

1. Kontour dan peristaltik lambung meningkat terlihat pada abdomen bagian

atas / epigastrica.

2. Pada palpasi teraba tumor di daerah epigastrium atau hipokrondriaca

dextra, massa ini dapat digerakkan/ mobile, berbentuk bulat telur yang disebut

sebagai olive sign. Tanda olive sign dianggap menjadi hallmark diagnosis HPS.

Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang bervariasi. Bayi datang

ke klinisi bisa masih dalam hidrasi baik maupun sudah mengalami dehidrasi berat.

Namun bayi sering datang dengan tanda dehidrasi berupa berat badan rendah dan

nafsu makan yang tak terpuaskan sehingga tampak kening muka berkerut dan

keriput. Pada beberapa bayi, didapatkan perut buncit di hipokondrium, dan tampak

aktivitas peristaltik meningkat di dinding perut yang tipis. Pada palpasi tampak

masa bentuk bulat telur, mobile, yang teraba di epigastrium atau di kuadran kanan

dan disebut sebagai olive sign. Tanda tersebut diaggap menjadi hallmark diagnostik

HPS. Pada beberapa penelitian 70% pasien HPS mempunyai tanda olive sign (+)

dan dengan gelombang peristaltik yang meningkat. Namun sensitivitas temuan

olive sign pada HPS 75%-85% (Katami A dkk, 2009).

Foto polos radiografi

Foto polos radiografi tidak mempunyai peran penting dalam penentuan

diagnosis HPS. Distensi lambung masif (diameter > 7cm) dengan isi cairan atau

udara dengan gambaran gas di intestinal minimal yang disebut sebagai single

bubble umumnya mendukung diagnosis HPS. Namun temuan tersebut tidak

16
spesifik. Karena jika sebelum dilakukan foto polos pasien muntah, lambung tampak

tidak terlalu distensi. Selain itu tampak gambaran caterpillar yang merupakan tanda

peningkatan gelombang peristaltik di gaster (Frkovi M dkk, 2011).

Pemeriksaan Ultrasonografi

USG menjadi modalitas pilihan untuk diagnosis HPS. Selain sensitifitas dan

spesifitas yang tinggi, sonografi bebas dari radiasi dan dapat mengikuti visualisasi

dari muskulus pilorus secara langsung. Pemeriksaan menggunakan transduser

linear 5-7,5 MHz. Transduser sampai 10 MHz dapat digunakan tergantung ukuran

bayi dan dalamnya pilorus (Croteau L, 2007).

Gambaran klasik sonografi HPS adalah lingkaran hipoekoik muskulus pilorus

yang hipertropi yang mengelilingi mukosa yang ekogen di tengahnya pada

potongan melintang dan disebut sebagai doughnut sign atau bulls eye atau target

sign. Muskulus biasanya tampak hipoekoik tetapi kadang-kadang membentuk pola

yang tidak seragam. Tampak muskulus lebih ekoik di banding area dekatnya namun

kurang ekoik di sisi yang lain. Hal itu disebabkan karena efek anisotropik yang

berhubungan dengan tranduser USG dan pada serabut silindris muskulus pilorus

(Frkovi M dkk, 2011). Pada potongan longitudinal muskulus silindris relatif lebih

hipoekoik dibanding hepar (Chirdan LB, 2008). Diameter pilorus pada potongan

melintang (meliputi lumen dan kedua dinding pilorus) jarang di ukur. Panjang

saluran pilorus (struktur ekogenik) dapat diukur namun lebih pendek dibanding

panjang muskulus pilorus (struktur hipoekoik). Terdapat beberapa perbedaan

kriteria indeks ukuran sebagai indikator HPS. Menurut Dahnert dalam Radiol

17
Oncol 2011 oleh Frkovic M et al menyebutkan kriteria HPS jika tebal muskulus

pilorus 3mm pada potongan melintang, diameter pilorus potongan transversal

13 mm dan panjang saluran pilorus 17mm. Sedang kriteria HPS pada USG

menurut al-alawee MS et al. adalah: a) adanya penebalan muskulus pilorus pada

potongan melintang dan longitudinal 4-7 mm, b) adanya saluran pilorus yang

mengalami elongasi (lebih dari 14 mm) atau disebut sebagai cervix sign dan c)

adanya obstruksi gastric outlet (misalnya saluran pilorus tidak pernah membuka

secara normal). Batas ini lebih rendah pada bayi umur kurang dari 30 hari. Menurut

Chan et al, pada bayi kurang dari 21 hari menggunakan cut off tebal muskulus

pylorus 3,5 mm (Frkovi M, 2011).

Gambaran cervix sign disebabkan karena indentasi masa muskulus di antrum

yang terisi oleh cairan pada potongan longitudinal. Gambaran antral nipple sign

yang merupakan gambaran mukosa saluran pilorus yang redundant dan mengalami

protusio masuk kedalam antrum lambung. Diagnosis HPS dengan USG

mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang tinggi (96% dan 100%) serta positive

predictive value lebih besar dari 90% (Frkovi M, 2011).

Saat relaksasi sering HPS pada bayi sulit dibedakan dengan pilorospasme.

Pilorospasme di hipotesakan sebagai suatu stadium awal dari HPS, tetapi hal itu

belum terbukti (Chirdan LB).

Pemeriksaan gastrointestinal bagian atas dengan kontras

Sebelum sonografi popular digunakan, pemeriksaan UGI dengan kontras

menjadi andalan diagnosis gangguan gastric outlet obstruction selama bertahun

18
tahun. Pemeriksaan UGI dengan kontras pada HPS menunjukkan tanda tidak

langsung berupa adanya efek pilorus pada lumen. Pada kasus-kasus yang

meragukan pada pemeriksaan USG diperlukan pemeriksaan UGI dengan kontras

untuk memastikan diagnosis.

Selama pemeriksaan UGI dengan kontras lambung harus dikosongkan

melalui selang naso gastric tube (NGT) sebelum dan sesudah dilakukan

pemeriksaan agar tidak terjadi refluks dari isi lambung.

Kriteria primer diagnosis HPS pada pemeriksaan UGI dengan kontras

adalahadanya penyempitan saluran pilorus, elongasi saluran pilorus dengan efek

masa pilorus ke lambung dan duodenum. Bahan kontras yang melalui saluran

pilorus menyebabkan lumen kanal terurai, pada beberapa kasus bahan kontras

terlihat melalui lebih dari satu saluran dengan lipatan mukosa, yang dikenal sebagai

double atau riple track sign. Gambaran lain yang ditemukan adalah string sign yang

disebabkan karena penyempitan saluran pilorus menyebabkan kontras yang lewat

hanya sedikit dan shoulder sign yang disebabkan karena adanya efek masa dari

pilorus yang mengalami hipertropi pada antrum. Gambaran teat sign merupakan

puncak dari kontras di sisi curvatura minor antrum akibat adanya peristaltik sedang

gambaran beak sign merupakan gambaran puncak kontras yang masuk ke dalam

saluran pylorus yang menyempit. Dasar dari bulbus terindentasi oleh penebalan

muskulus pilorus menimbulkan gambaran mushroom sign/umbrella Sign. Temuan

tambahan yang lain adalah adanya hiperperistaltik lambung (caterpillar sign),

volume residu lambung yang besar dan pengosongan lambung yang terlambat.

Namun pengosongan lambung yang terlambat bukan indikator HPS karena dapat

19
terjadi pada kasus pylorospasme, hipotonia lambung, sepsis dan terjadinya ileus

(Chirdan LB, 2008).

F. Penatalaksanaan Hipertrofi Pylorus Stenosis

1. Koreksi elektrolit dan rehidrasi

Pasien dengan HPS biasanya mengalami gangguan elektrolit.

Gangguan elektrolit ringan dapat dikoreksi dengan 0.45% salin dan 5%

dextrose sebelum dilakukan tindakan operasi. Gangguan elektrolit berat

dikoreksi dengan 0.9% salin dalam 5% dextrose. Kalium ditambahkan

jika diperlukan (Chindran LB, 2008).

2. Dekompresi Naso Gastrik

Setelah diagnosis HPS ditegakkan, semua makanan di berhentikan dan

dilakukan aspirasi semua isi lambung melalui pipa NGT. Biasanya isi

lambung berupa susu yang telah menggumpal sehingga dilakukan

lavage dengan saline sampai evakuasi lambung adekuat. Setelah isi

lambung kosong, pipa naso gastrik dikeluarkan untuk mencegah

perburukan gangguan elektrolit karena aspirasi dari isi lambung

(Chindran LB, 2008).

3. Pembedahan

Pembedahan dilakukan jika sudah tidak didapatkan keadaan darurat.

Standart operasi pada pasien HPS adalah Ramstedt pyloromyotomy.

Secara klasik operasi dilakukan dengan insisi di perur kuadran kanan

atas atau insisi secara melintang di daerah supra umbulikal. Insisi secara

20
vertikal di buat di permukaan mid anterior muskulus superfisial dan

serosa, 1- 2 mm dari pyloroduodenal junction sampai 0.5 cm ke antrum

bagian bawah. Serabut dibawahnya dibagi dengan diseksi tumpul dan

penjepit. Dilakukan perawatan untuk mencegah perforsi mukosa

terutama dibagian bawah insisi. Tampak portusio dari mukosa gaster

mengindikasikan adanya obstruksi. Perforasi mukosa biasanya terjadi

di duodenal end dan terindikasi dengan adanya cairan empedu. Namun

ketika hal itu terjadi, perbaikan dilakukan dengan menggunakan sutura

monofilamen absorbable jangka panjang dan ditempatkan melintang

serta ditutup dengan omentum. Selanjutnya udara dimasukkan melalui

pipa naso gastrik untuk mengevaluasi integritas dari mukosa duodenal

(Chindran LB, 2008).

G. Prognosis Hipertrofi Pylorus Stenosis

Sebagian besar bayi membaik setelah operasi dan tidak memerlukan

tambahan intervensi medis lebih jauh. Setelah pembedahn pyloromyotomi

muskulus pylorus menjadi ke ukuran normal dan ketika dilihat selama operasi

hanya tampak garis halus diatas pilorus di sisi myotomi (Chirdan LB, 2008).

Beberapa kasus tetap HPS bisa tetap menebal setelah pembedahan dan bisa sampai

5 bulan untuk kembali ke ketebalan normal. Pada minggu pertama setelah operasi,

ketebalan muskulus bisa sama atau bahkan lebih tebal dari sebelum operasi dan

secara bertahap dapat kembali normal. Bagian anterior muskulus cenderung untu

normal lebih dahulu dan biasanya berkurang 3 mm selama 3 bulan. Bagian posterior

21
merupakan bagian yang terakhir untuk menjadi normal, biasanya terjadi setelah 5

bulan (Dias SC, 2012).

Pyloromyotomi inkomplet dapat terjadi namun sulit dinilai selama fase awal

paska operasi. Pencitraan pasca operasi biasanya sulit di interpretasi dan tidak

membantu. Namun, jika terjadi obstruksi gastric outlet komplet maka diperlukan

pyloromyotomi ulang. Mortalitas jarang terjadi dan jika terjadi biasanya disebabkan

karena dehidrasi atau hilangnya elektrolit (Chirdan LB, 2008).

22
BAB IV

PEMBAHASAN

Bayi berusia 2 bulan selalu mengalami muntah setiap setelah minum ASI.

Muntah progresif non billous memberat sejak 2 hari SMRS. Pasien mulai sering

mengalami muntah sejak usia 1 bulan. Keluhan lain disangkal. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah dengan vital sign dbn. Pada

pemeriksaan mata didapatkan mata cekung (+/+) dan terlihat mukosa bibir yang

kering, sedangkan pada pemeriksaan lain, ubun-ubun cekung (-), pada abdomen

turgor elastisitas < 2 detik dan capilarry refill time < 2 detik. Hal ini menunjukkan

adanya 2 dari 5 tanda dehidrasi sehingga termasuk dalam dehidrasi ringan. Ini

terjadi karena gejala muntah yang terus terjadi sehingga tidak adanya cairan yang

masuk kedalam tubuh. Pada pemeriksaan inspeksi abdomen terlihat dinding dada

lebih rendah daripada dinding perut dan distensi abdomen, saat dilakukan palpasi

didapatkan benjolan pada regio epigastrica, mobile, ukuran sekitar 1 cm yang

mengarah pada olive sign. Kemudian dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk

mengetahui adanya kenaikan limfosit sebagai tanda infeksi, GDS untuk mengecek

terjadinya hipoglikemia, dan elektrolit untuk mengetahui potensi terjadinya

ketidakseimbangan elektrolit. Hasilnya didapatkan limfosit pada darah lengkap

meningkat 11.73, GDS dalam batas normal sedangkan nilai elektrolit tidak normal.

Penegakkan diagnosis lebih lanjut dengan pemeriksaan foto upper gastro intestinal

dengan kontras dan USG.

23
Pada pemeriksaan foto babygram didapatkan hasil : Thorax : Pengembangan

kedua paru cukup, corakan bronkovasular normal, kedua diafragma intak, Besar cor

normal CTR <5. Abdomen : tampak distensi abdomen , peritoneal fat line jelas,

tampak distensi gaster dengan gambaran udara usus minimal di distal gaster, single

bubble (+), sistema tulang intak. Kesan thorax: pulmo dan besar cor dalam batas

normal. Abdomen: menyokong gambaran HPS.

Pada pemeriksaan USG untuk mendapatkan gambaran panjang sluran pilorus,

ketebalan dan diameter muskulus. Hasil USG yang didapatkan yakni Hepar:

ukuran dan echostruktur normal, permukaan licin, tak tampak massa. Lien, vesica

felea, pankreas, ren dextra &sinistra : dalam batas normal. Gaster : tampak

gambaran pylorus, target sign (+), tebal dinding 4.7 mm, panjang saluran pylorus

19 mm. Kesan mengarah gambaran hipertensi pylorus stenosis.

Mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang diagnosa mengarah

ke penyakit hipertrofi pylorus stenosis. Pasien dipondokkan dan mendapatkan

terapi non farmakologi dengan pemasangan NGT untuk aspirasi isi lambung, terapi

farmakologi berupa infus NaCl 19 tpm mikro untuk mengatasi gangguan elektrolit

dan profilaksis antibiotik dengan ceftriaxone 100 mg/ 12 jam. Rencana selanjutnya

yakni dikonsulkan bedah.

24
BAB V

KESIMPULAN

Hipertrofi pylorus stenosis merupakan salah satu penyakit dengan manifestasi

klinis muntah yang progressif pada anak. Pada hipertrofi pylorus stenosis terjadi

hipertrofi atau penebalan pada lambung bagian pylorus dan menyebabkan

terjadinya penyempitan pada gastric outlet yang dapat dilihat dengan pemeriksaan

penunjang USG. Penatalaksanaan pada hipertrofi pylorus stenosis yakni dengan

mengatasi dehidrasi jika terjadi dehidrasi dan koreksi elektrolit. Kemudian

dilakukan aspirasi semua isi lambung melalui naso gastric tube. Pembedahan

dilakukan setelah tidak ada keadaan darurat pada pasien yakni dengan operasi

Ramstedt pyloromyotomi.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Aspelund G, Jacob C, Langer. Current management of hypertrophic

pyloric stenosis. Seminars in pediatric surgery. 2007; 16: 27-33.

2. Al-alawee MS, Zangana AF, Almishhadany SS. The role of ultrasonography

in infantile hypertrophied pyloric stenosis. The iraqi postgraduate medical

journal. 2006; 5(1): 1-6.

3. Chandran L, Chitkara M. (2008). Vomiting in children: reassurance, red flag,

or referral? Pediatr Rev 29:183192.

4. Chirdan LB, Ameh EA, Thomas AH. Infantile hypertrophic pyloric stenosis.J

Pediatr Surg; 2008: 43: 1227-29.

5. Croteau L, Arkovitz M, Berlin R, Josephs M, Kotagal U, Reeves S, et

al. Hypertrophic pyloric stenosis: evidence based clinical practice

guideline for hypertrophic pyloric stenosis. Children's Hospital Medical

Center Cincinnati. 2007.

6. Dias SC, Swinson S, Torrao H, Goncalves L, Kurochka S, Vaz CP, et al.

Hypertrophic pyloric stenosis: tip and trick for ultrasound diagnosis. Insight

imaging. 2012; 3: 247-50.

7. Frkovi M, Kuhar MA, Perho E, Babi VB, Molnar M, Vukovi J.

Diagnostic imaging of hypertrophic pyloric stenosis (HPS). Radiol Oncol.

2011; 35(1): 11-6.

8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2014).

26
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/muntah-pada-anak

berbahayakah.

9. Katami A, Ghoroubi G, Imanzadeh F, Attaran M, Mehrafarin M, Sohrabi MR.

Olive palpation, sonography and barium study in the diagnosis of

hypertrophic pyloric stenosis: decline in physicians art barium. Iran J

Radiol 2009; 6(2): 87-90.

10. Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Maier RV, Simeone DM,

Upchurch R. Greenfields surgery: scientific principles and practice, 5th

edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2010.

11. Ohshiro K, Puri P. Pathogenesis of infantile hypertrophic pyloric stenosis:

recent progress. Pediatr Surg Int. April, 2008; 13(4): 243-52.

12. Panteli C. (2009). New insights into the pathogenesis of infantile pyloric

stenosis. Pediatr Surg Int 25:10431052.

13. Staf Pengajar FKUI. 2008. Stenosis Pyloric Hipertrofi. Dalam : Kumpulan

kuliah ilmu bedah. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta :

FKUI. Hal 95-96.

27

Anda mungkin juga menyukai