Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

STRUKTUR PERKEMBANGAN HEWAN


Kemunculan Kokon Dan Klitelum Pada lumbricus sp
(cacing tanah)

Disusun oleh
Marina andriani : (063244214)
Galis diaz : (063244217)
Hafifa yuliasari : (063244228)
Zakaria pratama : (063244232)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan individu pada suatu populasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang sangat kompleks, misalnya kondisi fisik lingkungan dan ketersediaan makanan.
Cacing tanah adalah hewan hermaprodit, yang ditandai organ kelamin jantan dan
betina terdapat dalam satu tubuh. Proses perkawinan cacing tanah dengan
menggunakan fertilisasi silang. Pertemuan ovum dan spermatozoa terjadi di luar
tubuh, yaitu disekitar bagian spermateka dan klitelum.

Klitelum pada saat perkawinan silang akan mengeluarkan sekret yang


mamapu menempelkan tubuh kedua cacing. lubang kelamin akan muncul terlebih
dahulu dibanding klitelum. Beberapa saat setelah kemunculan lubang kelamin akan di
lanjutkan dengan kemunculan klitelum. Setelah keduanya berkembang sempurna,
maka cacing tanah sudah di anggap matang atau dewasa dan siap bereproduksi. Selain
membantu proses perkawinan klitelim juga berfungsi untuk menyelubungi sel telur
dan spermatozoa yang telah menjadi zigot, sehingga terbentuklah kokon.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengamati kemunculan lubang kelamin dan klitelium cacing
tanah?
2. Bagaimana mengamati letak lubang kealmin dan klitelium saat pertama
kali muncul ?
3. Bagaimana mengamati luas klitelum pertama kali muncul ?
4. Bagaimana perkembangan klitelum dari milai muncul sampai tebentuknya
kokon cacing ?
5. Bagaimana penetasan kokon cacing ?
6. Bagaimana membuat skema sederhana tentang siklus reproduksi cacing
tanah ?
Tujuan
1. Untuk mengamati waktu kemunculan lubang kelamin dan klitelium cacing
tanah
2. Untuk mengamati letak lubang kealmin dan klitelium saat pertama kali
muncul
3. Untuk mengamati luas klitelum pertama kali muncul
4. Untuk mengamati perkembangan klitelum dari milai muncul sampai
tebentuknya kokon cacing.
5. Untuk mengamati penetasan kokon cacing
6. Untuk dapat membuat skema sederhana tentang siklus reproduksi cacing tanah
BAB II
DASAR TEORI

Pada umumnya cacing tanah hidup bebas di alam, ada yang hidup dalam liang,
beberapa bersifat komensal pada hewan-hewan aquatis, dan ada juga yang bersifat
parasit pada vertebrata. Tubuh cacing bersegmen dan dan memiliki sistem
nervosum. Sistem cardiovasculare tertutup, dan sudah ada rongga tubuh (coelom).
Tubuhnya bilateral simetris, panjang, tubuh tertutup oleh kutikula yang licin yang
terletak diatas epithelium yang berifat glanduler. Dinding tubuh dan saluran
pencernaan dengan lapisan-lapisan otot sirkuler dan longitudinal. Saluran
pencernaan lengkap, tubuler, memanjang sesuai dengan sumbu tubuh. Sistem
cardiovasculare adalah sistem tertutup, pembuluh-pembuluh darah membujur
dengan cabang-cabang kecil (kapiler) pada tiap segmen, plasma darah
mengandung haemoglobin. Respirasi cacing melalui kulit. Organ ekskresi terdiri
atas sepasang nephridia pada tiap segmen. Berkembang biak secara seksual dan
aseksual. Sistem saraf terdiri atas sepasang ganglia cerebrales pada ujung dorsal
otak, yang berhubungan dengan berkas saraf medio-ventral yang memanjang
sepanjang tubuh, dengan ganglia pada tiap segmen. Secara khusus ciri-ciri cacing
tanah sebagai berikut :
1). Anatomi :
Tubuh panjang silindris, bersegmen-segmen.
Warna tubuh : permukaan atas berwarna merah sampai biru kehijau-
hijauan, permukaan bawah pada umumnya lebih pucat kadang-kadang
putih.
Mulut terdapat diujung anterior.
Anus terletak pada ujung segmen yang terakhir.
Pada segmen ke 32 37 terdapat penebalan kulit (clitelium).
Terdapat beberapa lubang pada permukaan tubuhnya : mulut, anus, muara
keluar spermaticus/ vas deferens, muara keluar oviduk, muara keluar
reptaculum seminalis, muara keluar coelom dan muara keluar dari saluran
ekskresi.
Terdapat rongga tubuh/coelom jika tubuh cacing tanah dipotong membujur
melalui dinding tubuh bagian dorsal.
Coelom diisi oleh cairan yang tidak berwarna dan mengalir dari satu
segmen ke segmen yang lain.
Saluran pencernaan lurus dan menembus septa.
2. Fisiologi
Sistem gerak
Dinding tubuh cacing tanah mempunyai dua lapis otot yaitu stratum
circulare adalah lapisan otot sebelah luar dan stratum longitudinal lapisan
otot sebelah dalam. Jika otot ini berkontraksi akan menimbulkan gerakan
menggelombang sehingga dapat bergerak. Dinding intesin juga
mempunyai lapisan otot yaitu stratum longitudinal, jika berkontraksi akan
menimbulkan gerak peristaltik yang dapat mendorong makanan dalam
saluran pencernaan dan mendorong keluar sisa-sisa pencernaan.
Sistem respirasi
Cacing tanah bernafas dengan kulitnya, karena kulinya bersifat lembab,
tipis, banyak mengandung kapiler-kapiler darah.
Sistem pencernaan makanan
Saluran pencernaan makanan cacing tanah sudah lengkap dan sudah
terpisah dari sitem cariovasculare. Saluran pencernaan ini terdiri atas
mulut, pharinx, esophagus, ventriculus, intestin, dan anus. Makanan cacing
tanah terdiri atas sisa-sisa hewan dan tanaman.
Sistem sirkulasi
Sistem sirkulasi cacing tanah adalah sistem peredaran tertutup yang
meliputi darah, pembuluh-pembuluh darah, peredaran darah, dan limpha.
Sistem ekskresi
Sistem ekskresi cacing tanah berupa nephridia (nephridios=ginjal). Pada
tiap segmen tubuh terdapat sepasang nephridia, kecuali 3 segmen yang
pertama dan segmen yang terakhir tidak ada. Tiap nephridium terdiri atas
suatu bangunan berbentuk corong dan bersilia yang disebut nephrostoma
dan saluran atau pipa yang berkelok-kelok.
Sistem saraf
Sistem saraf cacing tanah terletak disebelah dorsal pharynx didalam
segmen yang ke-3 dan terdiri dari ganglion cerebrale, berkas saraf
ventralis dengan cabang-cabangnya.
Organ sensoris
Cacing tanah tidak mempunyai mata, tetapi pada kulit tubuhnya terdapat
sel-sel saraf tertentu yang peka terhadap sinar.
Sistem reproduksi
Cacing tanah bersifat hermaphrodit tetapi tidak terjadi autofertilisasi.
Sepasang ovarium menghasilkan ovum dan terletak didalam segmen ke-
13. spermatozoa yang telah meninggalkan testis akan masuk ke dalam
vesicula seminalis dan selanjutnya tersimpan didalamnya.
Cara kopulasi
Dua ekor cacing tanah saling berdekatan, kemudian saling merapatkan diri
pada bagian ventral segmen-segmen ke-9 sampai ke-11. Dalam keadaan
ini cacing membentuk pipa lendir dan tiap-tiap cacing itu mengeluarkan
spermatozoa dari vesicula seminalisnya. Spermatozoa dari cacing pertama
melalui pipa lendir tadi masuk ke dalam receptaculum seminalis cacing
kedua dan begitu juga sebaliknya. Kemudian masing-masing cacing tadi
saling memisahkan diri dengan tetap membawa pipa lendirnya. Didalam
pipa lendir ini, cacing mengeluarkan suatu substansi yang kemudian
membentuk cocon. Cocon ini kemudian tergelincir diatas segmen ke-14
dan menerima ovum. Selanjutnya diatas segmen 9-11 menerima
spermatozoa. Akhirnya cocon tergelincir diatas kepala cacing dan
mengeras. Didalam cocon ini, spermatozoa membuahi ovum. Ovum yang
telah dibuahi ini, lama kelamaan akan mengalami perkembangan lebih
lanjut, sehingga nanti jika sudah menetas akan keluarlah cacing-cacing
muda.
Regenerasi
Bila seekor cacing tanah dipotong menjadi dua bagian, maka pada
potongan bagian anterior akan segera terbentuk ekor baru, sedangkan pada
potongan bagian posterior akan terbentuk kepala baru, tetapi prosesnya
lebih lambat
3. Habitat
Cacing tanah hidup didalam liang dalam tanah yang lembab, subur dan
suhunya tidak rendah. Cacing ini keluar ke permukaan hanya pada saat-saat
tertentu saja. Pada siang hari, cacing tidak pernah keluar ke permukaan tanah,
kecuali jika pada saat itu hujan yang cukup menggenangi liang itu. Cacing akan
keluar terutama pada pagi hari setelah hujan. Dalam keadaan normal, cacing akan
pergi ke permukaan tanah pada malam hari. Dalam keadaan yang sangat dingin
atau kering mereka masuk dalam liang, seringkali sampai kedalaman 8 kaki (240
cm), dan dalam keadaan itu beberapa cacing seringkali terdapat melingkar
bersama-sama dengan diatasnya terdapat lapisan tanah yang bercampur dengan
lendirnya (Kastawi, 2005).

Tersedianya makanan yang cukup sangat menentukan pertumbuhan populasi


cacing tanah. Cacing tanah sebagai hewan yang ikut berperan dalam proses
dekomposisi memakan sisa tanaman, sedangkan bagian yang tidak terserap
dikeluarkan berupa material yang lumat. Cacing tanah tidak menyukai semua jenis
serasah daun. Hewan tanah ini memilih serasah yang banyak di tanah. Tingkat
pemilihan itu tidak sama. Bila ada beberapa macam serasah daun maka cacing
tanah memilih makanan yang baik baginya. Umumnya makanan yang
mengandung tanin tidak disenanginya. Tingkat pemilihan makanan ini jelas dapat
diperhatikan bila serasah daun diletakkan berdekatan, maka akan tampak daun
yang dipilihnya terlebih dahulu. (Muhammad,2003).
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Percobaan ini termasuk jenis eksperimental

Variabel Penelitian
Variabel Manipulasi : komposisi media
Variabel Kontrol : suhu, kelembaban, jumlah cacing
Variabel Respon : kemunculan lubang kelamin, klitelum, kokon

Alat dan Bahan


Pot anggrek hitam dengan diameter 10 15 cm 6 buah
(lubang air di tutup dengan lem / lilin)
Plastik kg dan karet sebagai penutup pot 6 buah
Media cacing
1. tanah aerosol 15 gram
2. kotoran sapi 15 gram
3. seresah daun 15 gram
4. ampas kelapa 15 gram
Bibit cacing @ 5 x 3 15 ekor
Cacing dewasa @ 5 x 3 15 ekor
Sendok plastic, kayu bambu tipis 1 buah
Semprotan air 1 buah
Kapur semut 1 buah
Kertas millimeter blok, dan kertas label. Secukupnya

Prosedur Kerja
1. Persiapkan pakan cacing 1-2 minggu sebelumnya. (kotoran sapi harus di
fermentasi terlebih dahulu, dengan cara menyiramkan air dan membiarkannya
hingga suhu 280 C.
2. Buat tambahan media yang berupa ampas kelapa ataupun seresah daun yang
telah di potong kecil kecil. Timbang berat kering sesuai kebutuhan.
3. Tanah aerosol di tumbuk, dan di ayak, kemudian ditimbang sesuai kebutuhan.
4. Persiapkan alat dan wadah yang lain serta bahan lain yang telah di campur,
semprot dengan air. (media harus memenuhi syarat hidup cacing, yaitu
kelembaban 40%, suhu 28 30 0C dan pH 6,8)
5. Masukkan masing masing 5 ekor cacing kedalam wadah peliharaan sehingga
terdapat pengulangan 6 kali dengan 30 ekor cacing dalam 6 wadah.tutup pot
tersebut dengan plastic yang telah dilubangi, ikat rapat plastik pada pot dengan
karet gelang.
6. Pelihara cacing dengan menyemprot air setiap hari agar kelembaban tetap
terjaga, letakkan pot terhindar dari cahaya matahari atau lampu serta hama
pengganggu.
7. Periksa keadaan cacing tiap hari hingga muncul klitelum. Tulis waktu
kemunculannya, hitung luas klitelum.
8. catat kapan ditemukan kokon pertama kali muncul dan penetasan kokon
terjadi. Hitung jumlah kokon dan anak cacing yang di hasilkan.
BAB IV
DATA DAN ANALISA
DATA
Tabel Kemunculan Klitelum Pada Cacing Tanah
Hari, Jenis Komposisi Panjang Panjang Pertambahan Kemuncula Keterangan
Tangg Pot Pot Awal(cm) Akhir(cm) panjang(cm) n klitelum
al
Senin, A + - Tanah 5 - - -
03 - Serasah 4 - - -
maret Daun 3 - - -
2008 1:1 3,5 - - -
5 - - -
B+ - tanah 2 - - -
- kotoran 4 - - -
Sapi 6 - - -
1:1 8 - - -
7 - - -
C+ - tanah 5,9 - - -
- ampas 13 - - -
Kelapa 6,4 - - -
1:1 14 - - -
5 - - -
Kami A+ - 6 - - Mati 2
s - 5 - -
06 3 3 - -
Maret 3,5 3,5 - -
2008 5 5 - -
B+ 2 2 - - Hilang 1
4 4 - - Mati 2
- 5 - -
- 9 - -
- 7 - -
C+ 5,9 6 0,1 - Mati 2
13 13 - -
6,4 6,5 0,1 -
14 14 - -
- 5,5 - -
Senin A+ 6 6 - 15 18
10 5 6 1 -
Maret 3 3,5 0,5 -
2008 3,5 4,5 1 -
5 5 - -

B+ 5 5 - 17 19 Hilang 3
9 9 - -
- 7 - -
- 8 - -
- 5 - -
C+ 6,5 8 1,5 - Hillang 4
- 3 -
- 5 -
- 9 -
- 6 -
Kami A+ 4,5 4,5 - -
s 3,5 3,5 - -
13 5 5 - -
Maret 6 6,5 0,5 -
2008 6 6 - 15-19
B+ 8 8 - - Hilang 2
5 5,5 0,5 17 - 19
7 7 -
- 5 -
- 4 -
C+ 8 8 - - Hilang 3
5 6 1 -
- 5 - -
- 4,5 - -
- 6 - -

Senin A+ 3,5 3,6 0,1 -


17 5 5 - -
Maret 6,5 6,5 - -
2008 6 6,1 0,1 15 20
4,5 4,5 - -
B+ 8 8 - - Mati 2
7 7,5 0,3 -
5 5 - -
- 6 - -
- 6,5 - -
C+ 6 6 - - Mati 1
5 5,2 0,2 - Hilang 1
4,5 4,5 - -
- 5 - -
- 5,5 - -
Kami A+ 3,6 4 0,4 - Mati 1
s 5 5,1 0,1 -
20 6,5 6,5 - -
Maret 6,1 6,3 0,2 15 21
2008 - 5 - -
B+ 8 8,3 0,3 -
7,3 7,5 0,2 -
5 5 - -
6 6 - 17 19
6,5 6,6 0,1 -
C+ 6 6,5 0,5 - Hilang 1
5,2 5,5 0,3 -
4,5 4,5 - -
5 5 - -
- 4 - -
Senin A+ 4 4 - -
24 5,1 5,5 0,4 16 17
Maret 6,5 6,5 - -
2008 6,3 6,4 0,1 15 22
5 5 - -
B+ 8,3 8,3 - - Mati 1
7,5 7,5 - -
5 5,5 0,5 -
6 6 - 17 20
- - - -
C+ 5,5 5,5 - - Hilang 1
6,5 6,5 - - Mati 1
4 4 - -
5 5 - -
- - - -

Tabel kemunculan kokon


Hari, Jenis Komposisi Panjang Panjang Pertambahan Kemuncula Keterangan
Tangg Pot Pot Awal (cm) Akhir(cm) Panjang(cm) n
al Kokon
Senin A* - tanah 20 - - -
03 - ampas 11,5 - - -
Maret Kelapa 9,9 - - -
2008 1:1 9 - - -
7 - - -
B* - tanah 9 - - -
- serasah 8,5 - - -
Daun 10 - - -
1:1 10,3 - - -
7 - - -
C+ - tanah 10
- kotoran 15
sapi 16
1:1 12,5
13
Kami A* 20 20 - - Mati 2
s 11,5 11,5 - -
06 9,9 10 0,1 -
Maret 9 9 - -
2008 - 7,5 - -
B* 9 9 - -
8,5 8,5 - -
10 10 - -
10,3 10,5 0,2 -
7 7 - -
C* - 14 - -
- 16 - -
- 16 - -
- 12,5 - -
- 13 - -
Senin A* 10 13 3 - Hilang 3
10 11,5 14 2,5 -
Maret - 12 - -
2008 - 18 - -
- 17 - -
B* 10 11 0,5 -
10,5 11,5 1 -
9 10 1 -
8,5 10 1,5 -
7 10 3 -
C+ 13 13 - - Hilang 4
- 12 - -
- 14 - -
- 16 - -
- 12 - -
Kami A* 18 23 5 - Hilang 4
s - 16 - -
13 - 14 - -
Maret - 16,5 - -
2008 - 15 - -
B* 11,5 12 0,5 -
11 11,2 0,2 -
10 10,5 0,5 -
10 10,3 0,3 -
10 10 - -
C* 13 13 - - Hilang 2
12 12 - - Mati 1
- 11 - -
- 13,5 - -
- 11,5 - -
Senin A* 23 24 0,1 -
17 15 15 - -
Maret 14 14 - -
2008 - 17 - -
- 18 - -
B* 12 12,5 0,5 - Hilang 1
10,5 10,5 - -
11,2 11,5 0,3 -
10 10 - -
- 11 - -
C* 13 13,5 0,5 - Mati 2
11 11 - -
12 12,5 0,5 -
- 14 - -
- 13 - -
Kami A* 15 15,5 0,5 - Hilang 1
s 24 24 - -
20 17 17,5 0,5 -
Maret 18 18 - -
2008 - 16 - -
B* 11 11,5 0,5 - Mati 2
12,5 12,8 0,3 -
10 10 - -
- 11 - -
- 12 - -
C* 11 11 - -
14 14,5 0,5 -
13,5 13,5 - -
- 14 - -
- 10 - -
Senin A* 16 16,5 0,5 - Hilang 1
24 18 18 - -
Maret 17,5 17,5 - -
2008 24 24,3 0,3 -
- - - -
B* 10 10,5 0,5 -
11 11 - -
12 12,5 0,5 -
12,8 13 0,2 -
11,5 11,5 - -
C* 11 11,5 0,5 - Mati 1
14,5 14,5 - -
13,5 13,5 - -
14 14 - -
- - - -

Analisa
Pada tanggal 3 Maret 2008 pada pot A+ (yang isinya tanah 15gr, seresah
daun 15gr) di letakkan cacing muda, panjang cacing masing-masing 5; 4; 3; 3,5; 5 cm.
Pada pot B+ (tanah 15gr, kotoran sapi 15gr)juga di letakkan cacing muda, panjang
cacing masing-masing 2; 4; 6; 8; 7 cm. Pada pot C+( tanah 15gr, ampas kelapa 15gr),
juga diletakkan cacing muda, panjang cacing masing-masing 5,9; 13; 6,4; 14; 5cm.
Pada tanggal 6 Maret 2008 pot A+, cacing dengan panjang awal 3; 3,5; 5;
tidak mengalami pertambahan panjang dan ditambah 2 cacing baru (kerena mati)
dengan panjang masing-masing 6 dan 5 cm sehingga pada pot A+ terdapat cacing
dengan pannjang masing-masing 6; 5; 3; 3,5; dan 5 cm. Pada pot B+ cacing dengan
panjang awal masing-masing 2 dan 4 cm tidak mengalami pertambahan panjanng dan
ditamabah 3 cacing baru (dikarenakan 2 cacing hilang dan 1 mati), sehingga pada pot
B+ terdapat cacing dengan panjang cacing masing-masing 2; 4; 5; 9; 7. Pada pot C+
cacing dengan panjang awal 5,9; 13; 6,4; 14 mengalami pertambahan panjang dari 6,4
menjadi 6,5 dan 5,9 menjadi 6 sehingga pada pot C+ terdapat cacing dengan panjang
masing-masing 6; 13; 6,5; 14; 5,5.
Pada tanggal 10 Maret 2008 pada pot A+ terjadi pertambahan panjang yaitu
1; 0,5; 1 cm dan terjadi kemunculan klitellum pada segmen ke 15-18. Pada pot B+
tidak terjadi pertambahan panjang dan hilang 3 dan terjadi kemunculan klitellum pada
segmen ke 17-18. Pada pot C+ terjadi pertambahan panjang sepanjang 1,5 dan cacing
hilang 4.
Pada tanggal 13 Maret 2008 pada pot A+ terjadi pertambahan panjang 0,5cm
dan terjadi kemunculan klitellum pada segmen ke 15-19. Pada pot B+ mengalami
pertambahan panjang 0,5 cm dan terjadi kemunculan klitelum pada segmen ke 17-19,
cacing hilang 2. Pada pot C+ terjadi pertambahan panjang 1 cm, tidak terjadi
kemunculan klitelum dan cacing hilang 3.
Pada tanggal 17 Maret 2008 pada pot A+ mengalami pertambahan panjang
0,1 cm dan 0,1 cm, kemunculan klitelum pada segmen ke 15-20. Pada pot B+
mengalami pertambahan panjang 0,3 cm, tidak terjadi kemunculan klitelum dan
cacing mati 2. Padaberisi pot C+ mengalami pertambahan panjang 0,2 cm, cacing
mati 1 dan hilang 1.
Pada tanggal 20 Maret 2008 pengamatan ini pada cacing belum muncul
klitellum (kurang dari 50%).
Pada tanggal 24 Maret 2008 pengamatan pada cacing belum muncul
klitellum (kurang dari 50%).
Pada tanggal 3 Maret 2008 pada pot A* berisi tanah 15 gr, ampas kelapa 15
gr, dan kotoran sapi 15 gr dengan panjang awal cacing yang masing-masing 20; 11,5;
9,9; 9; 7 yang dimana pada tubuh cacing terdapat klitellum dan belum menghasilkan
kokon. Pada pot B* berisi tanah 15 gr, serasah daun15 gr dan kotoran sapi 15 gr
dengan panjang awal cacing 9; 8,5; 10; 10,3; 7 yang dimana pada tubuh cacing
terdapat klitellum dan belum menghasilkan kokon. Pada pada tubuh cacing terdapat
klitellum dan belum menghasilkan kokon. Pot C* berisi tanah 15 gr dan kotoran sapi
30 gr dengan panjang awal cacing 10; 15; 16; 12,5; 13 pada tubuh cacing terdapat
klitellum dan belum menghasilkan kokon.
Pada tanggal 6 Maret 2008 pada pot A* terjadi pertambahan panjang 0,1 cm
pada satu cacing dan terdapat satu cacing yang mati. Pada pot B* hanya terjadi
pertambahan panjang o,2 cm. Pada pot C* tidak tterjadi pertambahan panjang
dikarenakan 3 cacing mati dan 2 cacing hilang sehingga harus diganti cacing baru.
Pada tanggal 10 Maret 2008 pada pot A* terjadi pertambahan panjang 3 dan
2,5 cm, cacing hilang tiga. Pada pot B* terjadi pertambahan panjang masing-masing
0,5; 1; 1; 1,5;3 cm. Pada pot C* tidak terjadi pertambahan panjang sama sekali dan
cacing hilang empat.
Pada tanggal 13 Maret 2008 pada pot A* terjadi pertambahan panjang 5 cm
dan cacing hilang empat. Pada pot B* terjadi pertambahan panjang 0,5; 0,2; 0,5; 0,3
dan pada pot C* tidak terjadi pertambahan panjang, cacing hilang dua dan mati satu.
Pada tanggal 17 Maret 2008 pada pot A* hanya terjadi pertambahan
panjang 0,1 cm. Pada pot B* terjadi pertambahan panjang 0,5 dan 0,3 cm, cacing
hilang satu, dan cacing hilang satu. Pada pot C* terjadi pertambahan panjang 0,5; 0,5
cm dan cacing mati dua.
Pada tanggal 20 Maret 2008 pada pot A* terjadi pertambahan panjang 0,5
dan 0,5 cm. Pada pot B* terjadi pertambahan panjang 0,5 dan 0,3 cm, dan cacing mati
2. Pada pot C* terjadi pertambahan panjang 0,5 cm, cacing hilang satu dan mati satu.
Pada tanggal 24 Maret 2008 pada pot A* terjadi pertambahan panjang yaitu
0,5 dan 0,3 sedangkan cacaing hilang satu. Pada pot B* banyak terjadi pertambahan
panjang yaitu 0,5; 0,5; dan 0,2. Pada pot C* hanya terjadi satu pertambahan panjang
satu yaitu 0,5 dan cacing mati satu.
Dari pengamatan yang dilakukan pada cacing yang sudah berkklitelum tapi
belum menghasilkan kokon didapatkan bahwa selama 21 hari cacing tidak
menghasilkan kokon.

Pembahasan
Dari data dan analisa yang kami lakukan diketahui bahwa dari pengamatan
pertama sampai terakhir terlihat kemunculan klitelum, namun belum di temukan
adanya kokon. kemunculan keduanya di pengaruhi oleh suhu, kelembaban, pH, ke
matangan seksual dan bertumbuhnya organisme lain (bakteri). Kami tidak bisa
mengukur kelembaban yang pas untuk tempat hidup cacing, apabila kondisi terlalu
lembab maka jamur dan bakteri lembab yang tumbuh. Sebaliknya apabila kelembaban
kurang, cacing tidak bisa bertahan hidup lama.
Dari 3 pot bertanda ( + ) cacing yang tumbuh subur dan membentuk klitelum
terdapat pada pot yang berisi media tanah yang di tambah serasah daun. Hal ini di
karenakan serasah daun mengandung bahan organik yang dapat menyuburkan tanah,
sehingga cacing dapat bertahan hidup dan bereproduksi dengan optimal.
Pada 3 pot bertanda ( * ) cacing tidak tumbuh subur dan tidak menghasilkan kokon.
Hal ini di karenakan kelembaban pada media terlalu tinggi. Kelembaban media yang
terlalu tinggi tidak hanya menghambat pembentukan kokon, tetapi juga
menumbuhkan bakteri yang menyebabkan cacing menjadi mati.

Kegagalan yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh media yang kami
berikan. Misalnya seperti ampas kelapa yang kurang kering menyebabkan tumbuhnya
belatung, tanah yang kurang kering, di karenakan tersiram air hujan, dan kebersihan
media yang kurang.

BAB V
SIMPULAN
Dari perobaan di atas di lakukan dapat di simpulkan bahwa :
Cacing dapat tumbuh subur dan membentuk klitelum terdapat pada media
tanah yang di tambahkan serasah daun.
Cacing membutuhkan media / lingkungan yang pas untuk menghasilkan
kokon.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Ir. Kemas Ali Hanafiah, M.S. ; Dr. Ir. A. Napoleon, M.S ; Dr. Ir. Nuni Ghofar, M.
Si. 2005. Biologi Tanah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mukayat Djarubito Brotowidjoyo. 1994. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai