Anda di halaman 1dari 19

TUGAS CASE INDIVIDU :

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny S.S


DENGAN DIAGNOSA MEDIS Meningitis TB Grade ii
DI RUANG azalea DI RSUP DR HASAN SADIKIN

Dibuat oleh :

Yeni Yulianti

NIM 2201200150047

PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PASCASARJANA MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
TAHUN 2016
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny S.S
DENGAN DIAGNOSA MEDIS MENINGITIS TB GRADE II
DI RUANG AZALEA
TANGAL 17 NOVEMBER 2016

I. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny S. S
Umur : 32 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku Bangsa : Sunda
Alamat : Sari jadi
Tanggal Masuk : 01November 2016
No. Register : 16071406
Diagnosa Medis : Meningitis TB Grade II

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn H P
Umur : 40 Tahun
Hub. Dengan Pasien : Suami
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Sarijadi
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Klien mengalami penurunan keasadaran
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Sejak 3 hari sebelum masuk RS klien mengeluh lemah anggota gerak kanan, saat
bangun tidur, lengan kanan masih dapat diangkat, bicara rero, mulut mencong
kekiri, mengeluhkan sakit kepala dirasakan sudah 4 hari, mata dan kulit tampak
ikterik menurut keluarga hal ini sudah terjadi 1 bulan yang lalu. Kemudian klien
dirawat di ruang Flamboyan dari tanggal 08 Oktober 01 November 2016 (23
hari), lalu dipindahkan ke Ruang Azalea dari tanggal 01 November sampai dengan
sekarang. Selama di Ruang Flamboyan kondisi pasien memburuk sampai
mengalami penurunan kesadaran, sesat pernah membaik tetapi kemudian tidak
sadar lagi sehingga akhirnya sekarang pasien dirawat di ruang Azalea dengan
kondisi masih penurunan kesadaran.
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Keluarga pernah menghentikan pengobatan OAT (obat anti TBC), karena dianggap
obat tersebut meracuni pasien, karena selama mengkonsumsi obat tersebut pasien
mengeluh nyeri ulu hati, sehingga berpindah pada pengobatan herbal seperti
rebusan daun sirsak, kulit manggis, dan minum milagros untuk proses
penyembuhan penyakit pasien
b. Satus Kesehatan Masa Lalu
1) Penyakit yang pernah dialami
Menurut penuturan suami klien, tidak pernah mempunyai riwayat penyakit batuk,
pilek yang memanjang, penyakit yang diderita sama seperti kebanyakan karena
pengaruh cuaca, tidak ada penyakit yang serius sebelum pasien mengalami
perawatan selama 10 hari Di RSHS

2) Pernah dirawat
Klien pernah dirawat di RSHS selama 10 hari karena didiagnosa menderita
meningitis TB. Selama dirawat klien menjalani pengobatan OAT selama 5 hari
kemudian , setelah post rawat kemudian kontrol ke RSHS diganti oleh obat suntik.
Selama pengobatan rawat jalan klien sering mengeluhkan nyeri pada ulu hati
sehingga keluarga memutuskan untuk menjalani pengobatan herbal. Menurut
keluarga pada saat dirawat di ruang Flamboyan kulit dan skelra pasien menjadi
kuning.

3) Alergi
Tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, tetapi pada saat menjalani pengobatan
OAT pasien mengeluhkan nyeri pada ulu hati

c. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat penyakit TB ataupun penyakit pernafasan lainnya pada keluarga klien,
tetapi menurut suami rumah yang ditinggali oleh keluarga kurang layak, rumahnya tidak
begitu luas dan kurang tersinari matahari sehingga lembab. Setelah suaminya mengalami
masalah dalam bisnisnya, klien dan keluarga tinggal bersama di rumah orang tua klien.
Klien memiliki anak yang masih kecil.

3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


b. Pola Nutrisi-Metabolik
Tinggi Badan 160 cm, BB 50 Kg
Nilai BMI = Berat Badan / (Tinggi Badan * Tinggi Badan)
BMI Pasien = 50/1,6x 1,6
= 19,53
Interpretasi Nilai BMI
Nilai BMI Kategori
< 17 Kurus
17 23 Normal
23 27 Kegemukan
> 27 Obesitas
Hasil penghitungan Ny SS termasuk normal
4. Pengkajian Fisik

1). Keadaan umum : Somnolen


GCS : verbal: Terpasang OFA Psikomotor: Mata : 2 M = 4
2). Tanda-tanda Vital : Nadi = 107 , Suhu = 35, 4. , TD = 116/82 RR = 25 x/mnt
3). Keadaan fisik
a. Kepala dan leher :
Konjungtiva anemis, sklera ikterikm (-), terpasang NGT untuk pemberian
nutrisi dan oksigen nasal canule 3 ltr/mnt.
b. Dada :
Paru
Tampak ada lecet pada kulit sekita payu dara, suara nafas ronchi (+),
terdegar gurgling, palpasi tidak ada krepitasi, perkusi sonor. Terpasang O2
Via nasal canule.
Jantung
Tidak ada peningkatan JVP, terpasang CVP = 12 , tampak adanya edema
pada bagian ekstremitas + 1 , CRT < 2 detik
d. abdomen :
Tidak ada penumpukan cairan pada abdomen, pada saat palpasi tidak ada
distensi abdomen
e. Genetalia :
Terpasang kateter dengan keluaran urine bewarna merah, tampak bersih, tidak
ada lesi pada tanggal 22 Nov 2016 kateter harus diganti.
f. Integumen :
Kulit tampak kering, turgor kulit cepat kembali., kulit teraba hangat, kulit
pada area bokong tampak kemerahan karena penekanan, tempat tidur pasien
dilapisi oleh matras udara.
Skreening Resiko dekubitus = 11 (Resiko Tinggi)
g. Ekstremitas :
Klien mengalami tetraparese
Atas
Pada tangan terpasang infus , kekuatan otot 2 / 2 tampak tidak ada
pergerakan karena pasien somnolen, lingkar lengan atas 26 cm
Bawah
Terdapat luka dekubitus pada area bokong, kekuatan otot 2 / 2

h. Neurologis :
Pengkajian saraf kranial :
Tidak terkaji
Pemeriksaan refleks :
Refleks babinski - /-
Adanya refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.
Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan
2. Pemeriksaan radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi tgl 07 Oktober 2016 (di IGD RSHS)
1. Foto kurang inspirasi
2. Cor membesar kearah lateral kiri dengan apeks tertanam pada diafragma , pinggang
jantung normal.
3. Corakan bronkovaskuler normal
4. Tampak perselubungan opek homogen di lapang atas dan bawah kanan.
5. Tampak bercak lunak dilapang atas sampai tengah paru kanan
6. Kranilisasi (-)
Kesan =
Efusi pleura kanan
TBC paru aktif
Kardiomegali tanda bendungan jantung

Hasil CT Scan tanggal 07 oktober 2016


Meningeal enhacement berlebih didaaerah tentorium cerebelli bilateral dan fisura
interhemisfer disertai hidrochephalus kommunikan = menyokong suatu meningitis
Infark lama di daerah ganglia basalis

Hasil Radiologi tanggal 12 Oktober 2016


Effusi pleura bilateral belum jelas perbaikan

5. ANALISA DATA
A. Tabel Analisa Data
DATA Etiologi MASALAH
DS = - Penurunan kesadaran Ketidakefektifan bersihan
DO = jalan nafas
Pasien penurunan
kesadaran Menurunnya refleks batuk
Pasien batuk berdahak
Terdengar suara
gurgling Penumpukan sekret pada
saluran nafas

Ketidakefektifan bersihan jalan


nafas

DS = - Efusi pleura kanan dan tirah Ketidakefektifan pola


DO = baring nafas
Ada riwayat effusi
pleura kanan
Pasien tampak sesak
Terpasang O2 nasal Membatasi pengembangan
canule 3 ltr/mnt paru
Ketidakefektifan pola nafas

DS = - Pembuluh darah yg mengalami Resiko ketidakefektifan


DO = inflamasi di dalam area sekitar perfusi jaringan ke otak
Pasien dirawat dengan otak mengeluarkan cairan
meningitis sebagai respon permeabilitas
Terjadi penurunan sel
kesadaran

Cairan serebrospinal
mengalami kekeruhan,
terbentuk eksudat

Eksudat yang purulen


menginfiltrasi saraf kranial
dan membloks fleksus koroid
dan villi arakhnoid.

Eksudat menyebabkan
inflamasi dan edema lebih
lanjut sel meningeal

Pembesaran pembuluh darah,


eksudat, gangguan aliran CSF
dan edema sel meningeal
menyebabkan peningkatan TIK

Dengan peningkatan TIK,


maka perfusi serebral menurun
dan kehilangan autoregulasi
serebal
DS = menurut suami pasien, Bakteri masuk kemeningen Ketidakefektifan
suhu tubuh pasien termoregulasi
turun naik, kadang
demam atau
hipothermia Peningkatan permeabilitas
DO = kapiler
Hasil CT scan menyatakan
pasien + meningitis TB
Paru Kebocoran cairan dari
intravaskular

Peningkatan volume darah di


interstisial

Edema serebral

Penekanan pada hipothalamus

Penigkatan rangsangan pada


hipofise posterior

Fluktuasi suhu tubuh

Ketidakefektifan termoregulasi
DS - Irah baring lama Resiko dekubitus

DO =
Pasien tirah baring
Kmerah-merahan pada Penekanan pada bagian tubuh
kulit bokong, ada luka terutama area yang menonjol
dekubitus pada kaki
bagian atas pasien
Hasil skrening = 11
Luka dekubitus
Intervensi Keperawatan dan kriteria hasil

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas
Nursing Outcome
Intervensi
( Tujuan dan Kriteria Evaluasi )
NOC : NIC
Respiratory status : Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
Respiratory status : Airways 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
Kriteria Hasil : suctioning
Menunjukkan jalan nafas yang 3. Informasikan pada keluarga tentang cara
paten (klien tidak merasa suctioning
tercekik, irama nafas, frekuensi 4. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
pernafasan dalam rentang memfasilitasi suction nasotrakheal
normal, tidak ada suara nafas 5. Gunakan alat steril setiap melakukan tindakan
abnormal 6. Monitor status oksigen pasien
Mampu mengidentifikasikan dan 7. Kelola pemberian bronkodilator : pemberian
mencegah factor yang dapat combiven dengan cara nebulizer
menghambat jalan nafas 8. Posisikan klien semifowler
9. Lakukan tindakan suction pada saat klien mulai
batuk-batuk berdahak
10. Monitor status pernafasan pasien

Ketidakefektifan pola nafas


Definisi : inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat
Nursing Outcome
Intervensi
( Tujuan dan Kriteria Evaluasi )
Status pernafasan : pertukaran gas 1. Monitor aliran pemberian oksigen
Status pernafasan : Ventilasi 2. Monitor efektifitas terapi oksigen seperti
Kriteria hasil : oksimetri dan AGD
pH arteri, saturasi oksigen, dalam 3. Observasi adanya tanda-tanda
batas normal hipoventilasi
Tidak terjadi sianosis 4. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
Frekuensi pernafasan, irama 5. Monitor suara paru
pernafasan, kedalaman inspirasi dalam 6. Monitor pola pernafasan abnormal
batas normal 7. Monitor sianosis perifer
Klien bernafas tanpa menggunakan
otot bantu nafas dan retraksi dinding
dada, tidak ada suara nafas tambahan
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan ke otak
Definisi : rentan mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu
kesehatan
Nursing Outcome
Intervensi
( Tujuan dan Kriteria Evaluasi )
Perfusi jaringan serebral 1. mempertahankan parameter hemodinamik
Kriteria hasil : dan mempertahankan parameter
Tidak terjadi peningkatan tekanan hemodinamik dan
intrakranial mempertahankan/mengoptimalkan
Tekanan darah sistolik, tekanan darah tekanan perfusi serebral
diastolik, nilai rata-rata tekanan darah 2. Monitor TIK pasien dan respon
dalam batas normal neurologis terhadap aktivitas perawatan
Tidak ada keluhan sakit kepala, 3. Monitor CVP
kegelisahan, agitasi, muntah, dan 4. Monitor tanda tanda kelebihan cairan
refleks saraf terganggu (misalnya, ronkhi, distensi vena jugularis,
edema dan peningkatan sekresi pulmonar
5. Monitor intake dan output

Ketidakefektifan termoregulasi
Definisi : fluktuasi suhu diantara hipotermia dan hipertermia
Nursing Outcome
Intervensi
( Tujuan dan Kriteria Evaluasi )
Termoregulasi 1. Monitor IWL
Kriteria hasil : 2. Monitor warna dan suhu kulit
Suhu tubuh dalam rentang normal 3. Berikan antipiretik pada saat demam
Nadi dan RR dalam rentang normal 4. Selimuti pasien dengan selimut tipis pada
Tidak ada perubahan warna kulit dan saat demam
tidak ada pusing 5. Pertahankan pemberian cairan intravena
6. Kompres pada lipatan paha dan aksila

Risiko Dekubitus
Definisi Rentan terhadap cedera lokal pada kulit atau jaringan di bawahnya biasanya di atas
penonjolan tulang sebagai akibat tekanan, atau tekanan sebagai kombinasi dengan gesekan
Nursing Outcome
Intervensi
( Tujuan dan Kriteria Evaluasi )
Integritas jaringan kulit dan membran 1. Gunakan alat pengkajian luka
mukosa tekan/dekubitus yang tepat untuk
Kriteria hasil : mengkaji risiko pada pasien
Suhu kulit, sensasi, elasitas, hidrasi 2. Monitor ketat area yang mengalami
dan integritas kulit dalam kondisi baik kemerahan
Tidak terjadi pengelupasan kulit, 3. Hindari kulit dari kelembaban berlebihan
penebalan kulit, eritema pada berasal dari keringat, cairan luka, dan
integumen inkotinensia fekal dan BAK
4. Berikan perlindungan pada kulit seperti
krim pelembab, minyak VCO
5. Ubah posisi setiap 1-2 jam sekali
6. Ubah posisi dengan teknik yang benar
(misalnya menghindari menggeser pasien
untuk mencegah trauma)
7. Pasang jadual perubahan posisi didekat
tempat tidur pasien
8. Inspeksi kulit diarea tempat menonjol
dan area tekan
9. Pertahankan penggunaan kasur anti
dekubitus
10. Lembabkan kulit yang kering
11. Pasang bantalan pada siku dan tumit jika
dibutuhkan
12. Lakukan perawatan luka pada bagian
tubuh yang sudah terkena dekubitus

CATATAN TINDAKAN KEPERWATAN


NO Tgl/Jam Implementasi Respon Paraf
DX
1 17 Nov
2016 Suara nafas grgling
Pk 10.00 1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal
suctioning Pada saat nebu diberikan
5. Kelola pemberian bronkodilator : obat combiven sebanyak 1
pemberian combiven dengan cara ampul
nebulizer
Ronkhi (+)
Pk 10.00 2. Auskultasi suara nafas sebelum
dan sesudah suctioning
Keluarga mengatakan
Pk 10.00 3. Informasikan pada keluarga bahwa telah diajarkan cara
tentang cara suctioning suction oleh perawat

RR 25x/mnt
Pk 10.15 4. Monitor status oksigen pasien

Pk 10.15 6. Posisikan klien semifowler

II 17 Nov
2016
Pk 10.00 1. Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD baru diusulkan
AGD

Pk 10.00 5. Monitor sianosis perifer Tampak pucat


III 17 Nov
2016
Pk 10.00 1. mempertahankan parameter Pasien diobservasi
hemodinamik dan menggunakan lembar EWS
mempertahankan parameter
hemodinamik dan
mempertahankan/mengoptimalka
n tekanan perfusi serebral

Pk 10.15 2. Monitor TIK pasien dan respon Nadi = 107 , Suhu = 35, 4. ,
neurologis terhadap aktivitas TD = 116/82
perawatan

Pk 13.00 3. Monitor CVP Nilai 12

Pk 13.00 4. Monitor tanda tanda kelebihan Tidak tampak terjadi


cairan (misalnya, ronkhi, distensi peningkatan JVP
vena jugularis, edema dan
peningkatan sekresi pulmonar

Pk 14.00 5. Monitor intake dan output I = 1050


O = 1040

IV 17 Nov
2016

Pk 10.00 1. Monitor IWL Mengukur IWL Normal


karena saat itu tidak ada
kenaikan suhu =
IWL = 15 x BB
24
= 31 ml/jam

Pk 10.00 2. Monitor warna dan suhu kulit Suhu afebris


Demam menurut suami
sering terjadi pada saat
malam hari
V 17 Nov
2016
Pk 10.00 1. Gunakan alat pengkajian luka Berdasarkan penilaian
tekan/dekubitus yang tepat skrening dekubitus hasilnya
untuk mengkaji risiko pada 11 ( resiko tinggi)
pasien

Pk 10.00 2. Monitor ketat area yang Pada bokong sudah timbul


mengalami kemerahan adanya luka

Pk 10.30 3. Ubah posisi setiap 1-2 jam Sudah terpangpang anjurkan


sekali mika miki tiap 2 jam
didinding kamar tidur
pasien

Pk 13.00 4. Pertahankan penggunaan kasur Posisi diperbaiki supaya


anti dekubitus tidak merolot kebawah

Pk 14.00 5. Pasang bantalan pada siku dan Pada kaki yg sering


tumit jika dibutuhkan mengalami penekanan
dialasi sarung tangan yang
diisi air

CATATAN PERKEMBANGAN I

DX Tanggal/ SOAP PARAF


Jam
1 22 Nov
2016
Ds = klien mengatakan sesak sedikit berkurang
Pk 07.15 Do =
Pasien penurunan kesadaran
Pasien batuk berdahak
Terdengar suara gurgling
A = Masalah teratasi sebagian
P = Intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dilnjutkan
I=

08.00 Monitor frekuensi, irama nafas klien


R/
R4 = 23x/mnt
Masih tampak sesak

09.00 Kelola pemberian bronkodilator : pemberian combiven dengan cara


nebulizer pada saat pasien batuk berdahak

09.30 Lakukan tindakan suction saat terdengar gurgling

13.00 Lakukan tindakan suctioning

13.15 Posisikan semifowler


2 22 Nov Do = Klien masih tampak sesak
2016 A = Masalah belum teratasi
P = Intervensi no 1,2,3,4,5 dilanjutkan
I=
Pk 08.30 Monitor aliran pemberian oksigen
R/ Oksigen masker rebrething masih terpasang 8 lt/mnt

Pk 10.00
Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
R/ pasien bernafas cepat dan dangkal

3 22 Nov 2016 DS =
DO =
Pasien dirawat dengan meningitis
Terjadi penurunan kesadaran
A = Masalah teratasi sebagian
P = Intervensi no 4, 6 dilanjutkan
I =

Pk 10.00 Mempertahankan parameter hemodinamik dan


mempertahankan parameter hemodinamik dan
mempertahankan/mengoptimalkan tekanan perfusi serebral
R/ CVP 12

Pk 13.00 Monitor tanda tanda kelebihan cairan (misalnya, ronkhi,


distensi vena jugularis, edema dan peningkatan sekresi
pulmonar
R/ JVP tidak kenaikan

Pk 14.00 Monitor intake dan output


I = 900
O =700

5 22 Nov DS =
2016 DO =
Pasien masih tirah baring
A = Masalah teratasi sebagian
P = Intervensi no 4, 6 dilanjutkan
I =

Pk 08.00 Ubah posisi dengan teknik yang benar (misalnya menghindari


menggeser pasien untuk mencegah trauma pada saat
mengganti sprei )
R/ Kulit tidak ada yg lecet

Pk 08.00 Berikan perlindungan pada kulit seperti krim pelembab,


minyak VCO setelah pasien dimandikan
R/ Kulit teraba lembab
Pk 09.00
Ubah posisi setiap 1-2 jam sekali
R/ suami klien tiap 2 jam merubah posisi sesuai yg dianjurkan
dengan kemiringan 30 derajat
Pk 10.00
Pertahankan penggunaan kasur anti dekubitus dengan
memperbaiki pada saat posisi kasur melorot
PEMBAHASAN EBP MENINGITIS TB
Pasien meningitis TB beresiko mengalami kondisi hepatitis akibat obat anti

tuberkulosis (OAT) merupakan ancaman yang serius terhadap pengendalian penyakit

tuberkulosis. Namun belum ada data yang representatif mengenai hal tersebut dalam suatu

populasi. Berdasarkan Penelitian Rifai, dkk (2015) bertujuan untuk mengevaluasi efek dari

terapi obat anti tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang pada

tahun 2013. Penelitian melibatkan sebanyak 460 pasien tuberkulosis (TB) yang menerima

directly observed treatment strategy (DOTS). Dari hasil penelitian diperoleh 25 pasien yang

mengalami hepatitis akibat OAT dengan nilai insiden sebesar 5,4%. Gejala-gejala yang

paling sering timbul adalah rasa mual dan muntah (48%). Terjadi hepatitis ringan (20%),

sedang (48%), berat (4%), dan sengat berat (4%). Sebanyak 60% tanpa penyakit penyerta.

Efek Hepatitis yang menyebabkan pemberhentian OAT sementara sebesar 56% kasus dan

yang tetap meneruskan OAT sebesar 44% kasus, rata-rata durasi terapi hepatitis akibat Obat

Anti Tuberkulosis adalah 18 hari. Hepatitis akibat OAT dapat mempengaruhi angka

keberhasilan (outcome) terapi. Adanya insiden hepatitis akibat OAT dan besarnya populasi

Hepatitis tersebut di Rumah Sakit Saiful Anwar menunjukkan bahwa mendeteksi efek negatif

dari terapi OAT sangatlah penting. Adanya ATLI pada pasien TB akan kemungkinan

penurunan kepatuhan pasien dalam terapi. Menurut penelitian Azahari (2015) keadaan

kurang gizi pada pasien TB, akan meningkatkan resiko hepatotoksik karena kurang gizi

tersebut mengakibatkan hepar menjadi lebih lambat dalam proses metabolisme OAT,

kemudian toksisitas meningkat.

Tanda dan gejala dili yang harus diwaspadai adalah Malaise, kehilangan nafsu makan,

mual, muntah dan nyeri pada perut kuadran kanan atas, jaundice, disertai tanda-tanda drudgs

hipersensitivi seperti kemerahan pada kulit dan demam. Pada Dili yang diakibatkan oleh Obat

TB yang paling banyak bersifat hepatotoksik penyebabnya adalah isoniazid, rifampicin and
pyrazinamide yang ditandai adanya kenaikan serum aminotransferase levels ( Chughlay &

Cohen, 2015 dan Sharma, 2015).

Pada pasien meningitis TB sering dibawa ke rumah sakit dalam keadaan penurunan

kesadaran yang beresiko mengalami dekubitus jika tidak dilakukan mobilisasi. Berdasarkan

penelitian Handayani dkk (2011) dengan penelitian menggunakan metode Quasi-

experimental dengan post-test only. Populasi penelitian adalah semua klien penurunan

kesadaran yang berisiko mengalami luka tekan di tiga ruangan pada Unit Bedah Rumah

Sakit AB Propinsi Lampung yaitu Ruang Mawar, Ruang Kutilang, dan Ruang Gelatik.

Sampel berjumlah 33 orang Kelompok perlakuan diberi perawatan pencegahan standar yaitu

miring kiri kanan 30 derajat tiap dua jam, mandi 2 kali sehari dan VCO dengan pijat ringan

berupa efflurage 4 5 menit efektif dalam pencegahan luka tekan grade I pada klien yang

berisiko mengalami luka tekan di Rumah Sakit AB Provinsi Lampung. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kejadian luka tekan grade I

antara responden yang diberikan perawatan pencegahan menggunakan VCO dengan pijat dan

tanpa VCO (p= 0,033; = 0,05; RR= 0,733; 95% CI 0,540 0,995). Dengan demikian artinya

responden yang diberi perawatan dengan VCO terlindungi sebesar 0,733 kali dari kejadian

luka tekan grade I dibandingkan dengan responden yang dirawat tanpa menggunakan VCO.

Hasil Fatonah (2016). penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan

terhadap penurunan skor bates jensen pada pasien yang dirawat dengan VCO dibandingkan

dengan minyak kelapa biasa (p-v =0,000). Analisis multivariat menunjukkan faktor kadar

albumin mempengaruhi selisih skor bates jensen pada pasien yang dirawat dengan VCO.

Peneliti menyarankan untuk menggunakan VCO pada perawatan luka tekan grade I dan II

pada pasien dengan luka tekan di RSUDAM Abdul Moeloek Propinsi Lampung.
Penelitian yang dilakukan oleh Young,T (2004) tentang perbandingan posisi miring

30 derajat dengan miring 90 derajat pada 46 pasien. Intervensi yang dilakukan adalah

dengan memberikan posisi miring pada 23 pasien dengan posisi miring 30 derajat dan 23

pasien lainnya dengan posisi miring 90 derajat. Yang dilakukan untuk mencegah luka tekan

Gr I (non blancakble Erythema). Hasil dari penelitian ini adalah bahwa posisi miring 30

derajat lebih efektif.

Penelitian Ana (2016) dilakukan di RSUD Jawa Timur. Dengan jumlah sampel

terdiri dari 20 kejadian pressure ulcer dengan teknik Consecutive sampling. Data dianalisis

dengan menggunakan uji statistik yaitu wilcoxon dan Mann Whitney Test dengan signifikasi

< 0,05.Hasil penelitian ini menunjukkan pengaturan posisi miring 30 derajat berpengaruh

terhadap penurunan kejadianpressure ulcer dari hasil analisis menunjukan sig 0,008, mean

1,50 dan standar deviasi 0,535. Intervensi Pemberian pengaturan posisi miring 30 derajat

efektif terhadap penurunan kejadian pressure ulcer.


DAFTAR PUSTKA

Ana, K. D. (2016). Pengaturan Posisi Miring 30 Derajat Dengan Kejadian Pressure Ulcer.
Adi Husada Nursing Journal, 2(1).

AZHARI, M. R. (2015). Hubungan Antara Pengobatan Tuberkulosis Pada Pasien


Tuberkulosis Dengan Gizi Kurang Terhadap Kejadian Hepatitis Imbas Obat Di Balai
Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).

Chughlay, M. F., Blockman, M., & Cohen, K. (2015). A CLINICAL APPROACH TO


DRUG-INDUCED LIVER INJURY. Current Allergy & Clinical Immunology, 28(4),
252.

Fatonah, S., Hrp, A. K., & Dewi, R. (2016). Efektifitas Penggunaan Virgin Coconut Oil
(Vco) Secara Topikal Untuk Mengatasi Luka Tekan (Dekubitus) Grade I Dan II.
Jurnal Kesehatan, 4(1).

Handayani, R. S., Irawaty, D., & Panjaitan, R. U. (2011). Pencegahan Luka Tekan Melalui
Pijat Menggunakan Virgin Coconut Oil. Jurnal Keperawatan Indonesia, 14(3), 141-
148.

Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan definisi &klasifikasi 2015-2017 Editor T


Heather, Shigemi Mamitsuru . Alih Bahasa Budi Anna Keliat et.al

Nursing Intervention Classification (NIC). 2013. Editor Gloria M, Bulechek, Howard K,


Butcher, Joanne M. Doctermann, Alih Bahasa Intansari Nurjannah, Roxsana Devi
Tumangor. Elsevier

Nursing Outcome Classification (NOC). 2013. Editor Gloria M, Bulechek, Howard K,


Butcher, Joanne M. Doctermann, Alih Bahasa Intansari Nurjannah, Roxsana Devi
Tumangor. Elsevier

Rifai, A., Herlianto, B., Mustika, S., Pratomo, B., & Supriono, S. (2015). Insiden dan
Gambaran Klinis Hepatitis Akibat Obat Anti Tuberkulosis di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Saiful Anwar Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(3), 238-241.

Sharma, P., Tyagi, P., Singla, V., Bansal, N., Kumar, A., & Arora, A. (2015). Clinical and
Biochemical Profile of Tuberculosis in Patients with Liver Cirrhosis. Journal of
clinical and experimental hepatology, 5(1), 8-13.

Young. (2004). The 30 tilt position vs the 90 lateral and supine positions in reducing the
incidence of non blanching erythema in a hospital inpatient population. Journal of
tissue viability. Volume: 14 Number: 3 Retrieved from http://www.
ebscohost.com/uph.edu .on February 2, 2010

Anda mungkin juga menyukai