Anda di halaman 1dari 19

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN

PENGEMIS DI KABUPATEN DEMAK BERDASARKAN PERATURAN


DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2015

Welda Damayanti
14010113140123
Ilmu Pemerintahan Universitas Diponegoro

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dan menganalisis implementasi
kebijakan penanggulangan gelandangan dan pengemis di Kabupaten Demak
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2015. Dan berupaya menemukan
faktor-faktor/elemen krusial yang mempengaruhi jalannya implementasi
kebijakan berdasarkan teori George Edwards III dan Mazmanian dan Sabatier
Fakta-fakta dilapangan dikumpulkan dengan metode kualitatif- deskriptif,
yang dilakukan dengan wawancara langsung, analisis data sekunder dan
pengamatan lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan kebijakan yang digunakan untuk menangani
gelandangan dan pengemis di Kabupaten Demak sebangun dengan penanganan
Tuna Sosial/PMKS pada umumnya. Dilakukan melalui dua pendekatan,yakni
kelembagaan dan non-kelembagaan. Pemerintah juga meningkatkan pembinaan
PMKS dan memberikan program PKH, P2FM dan UEP Melalui KUBE untuk
memberdayakan gelandangan dan pengemis purna bina. Selain itu faktor penting
George Edward III juga, sadar atau tidak sadar, telah terpenuhi oleh Pemerintah
Kabupaten Demak meskipun belum sempurna. Sedangkan dari variabel
Mazmanian dan Sabatier, kendala dapat ditemukan di beberapa indikator setiap
variabel. Ketidaksempurnaan menyebabkan belum berhasilnya kebijakan ini
dilaksanakan di Kabupaten Demak dalam rangka menyelesaikan masalah
gelandangan dan pengemis. Dalam menganalisa kebijakan ini, model Mazmanian
dan Sabatier lebih menjawab permasalahan dibandingkan model milik Edwards
III, hal tersebut tak lain karena penyertaan unsur eksternal oleh Mazmanian dan
Sabatier.
Tindakan yang disarankan untuk menyelesaikan masalah kegelandangan
adalah membuat kebijakan dan melakukan tindakan (pelaksanaan) dengan
memperhitungkan elemen eksternal, terutama masalah penyebab kegelandangan
itu sendiri dengan pendekatan ekonomi-politik-struktural. Serta membuat program
pemberdayaan purna bina yang berorientasi pada productive value, dan tidak
sekedar exchangeable value.
Kata Kunci : Kebijakan Publik,Penanggulangan, Gelandangan dan Pengemis

1
Pendahuluan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
Permasalahan mengenai ikut melaksanakan ketertiban dunia
kesejahteraan sosial memang pekerjaan berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
rumahyang tak kunjung abadi dan keadilan sosial. Pembangunan
terselesaikanbagi Pemerintahan kesejahteraan sosial, negara
periode kapan pun baik di dunia maupun menyelenggarakan pelayanan dan
di Indonesia. Sebagai negara yang pengembangan kesejahteraan sosial
dikategorikan sebagai negara secara terarah dan berkelanjutan.
berkembang, Indonesia memiliki Hal ini dapat dilihat dari ketentuan
masyarakat dengan permasalahan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 34 sebagai
kesejahteraan sosial yang cukup tinggi. berikut: (a) Pasal 27 ayat (2) Tiap-tiap
Masalah kesejahteraan sering kali warga negara berhak atas pekerjaaan dan
menjadi fokus utama pemerintah dalam penghidupan yang layak bagi
pembangunan dengan membuat berbagai kemanusiaan. (b) Pasal 34 : Fakir
program untuk masyarakat. miskin dan anak-anak terlantar
Menyelesaikan permasalahan dipelihara oleh negara. Penjelasan dari
sosial memang sangat kompleks, kedua ketentuan tersebut sudah cukup
dibutuhkan kerjasama yang serius antara jelas bahwa negara bertanggung jawab
Pemerintah Pusat dan Pemerintah atas penanganan permasalahan sosial
Daerah, baik Provinsi maupun dan kesejahteraan sosial dikenal dengan
Kabupaten/Kota. Bagi Pemerintah istilah penyandang cacat sosial.
mewujudkan kesejahteraan sosial Penanganan permasalahan sosial
merupakan suatu realisasi dari tujuan yang tidak tuntas dapat memunculkan
bangsa yang tertera dalam UUD Negara masalah kesejahteraan sosial yang
Republik Indonesia Tahun 1945 yang semakin kompleks, telihat dari
mengamanatkan Negara untuk banyaknya Penyandang Masalah
melindungi segenap bangsa Indonesia Kesejahteraan Sosial (PMKS).
dan seluruh tumpah darah Indonesia, Permasalahan mengenai kesejahteraan
memajukan kesejahteraan umum, sosial yang masih tinggi dan

2
menimbulkan dampak negatif, salah dikategorikan sebagai perilaku
satunya ialah dengan adanya devian/menyimpang, yaitu orang tertentu
Gelandangan dan Pengemis. dengan perilaku menyimpang.
Pemerintah telah mencanangkan Pemerintah mengkategorikan
berbagai kebijakan untuk mengentaskan geladangan dan pengemis sebagai
problema tersebut,baik dari Pemerintah kelompok Penyandang Masyalah
Pusat sampai ke tingkat daerah. Hal itu Kesejahteraan Sosial (PMKS).
dapat dilihat dari kenyataan bahwa Setelah pembuatan kebijakan,
hampir seluruh kabupaten atau kota di proses terpenting ialah bagaimana
Indonesia memiliki kebijakan terkait mengimplementasikan kebijakan
dengan Gelandangan dan Pengemis, tersebut. Proses ini akan menjadi
termasuk Kabupaten Demak. Dimana parameter apakah kebijakan tersebut
kebijakan tersebut berbentuk Peraturan berhasil atau tidak. Untuk itulah peran
Daerah Nomor 2 Tahun 2015 Tentang dari implementer sangat mempengaruhi
Penanggulangan Penyakit Masyarakat, output dan outcome dari sebuah
salah satunya yaitu penanggulangan penerapan kebijakan.
Gelandangan dan Pengemis. Hal tersebut
Berangkat dari latar belakang tersebut
tertera dalam Pasal 8, yang berbunyi :
diatas, Peneliti tertarik untuk

Barang siapa yang melakukan mengangkat sebuah judul skripsi yaitu,

kegiatan menggelandang atau Implementasi Kebijakan

mengemis di Kabupaten Demak Penanggulangan Gelandangan dan

diancam hukuman sebagaimana diatur Pengemis di Kabupaten Demak

dalam Peraturan Daerah ini. Berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun

Dalam relasi kekuasaan, 2015

ketidaksesuaian antara perilaku Rumusan Masalah

gelandangan dengan perilaku dan norma 1. Bagaimana implementasi kebijakan

yang berlaku dalam masyarakat, penanggulangan gelandangan dan

menjadikan geladangan dan pengemis pengemis di Kabupaten Demak?

3
2. Adakah faktor-faktor yang pendapat, maupun ungkapan
menghambat dalam narasumber; bahkan terlibat langsung
mengimplementasikan kebijakan dalam berbagai subyek penelitian.
tersebut? Instrumen Penelitian
Metode Penelitian Dalam penelitian kualitatif, yang
Penelitian ini menggunakan menjadi instrumen atau alat penelitian
pendekatan kualitatif di mana kerangka adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena
konsep teoritik ke arah pengembangan itu peneliti sebagai instrumen juga harus
strategi dikaji dan dianalisis melalui divalidasi seberapa jauh peneliti
studi eksplorasi terhadap obyek kualitatif siap melakukan penelitian yang
penelitian. selanjutnya terjun ke lapangan.
Melalui penelitian kualitatif ini Validasi terhadap peneliti sebagai
dapat digambarkan kondisi faktual instrumen meliputi validasi terhadapan
dalam pelaksanaan Penanggulangan pemahaman metode penelitian kualitatif,
Gepeng di Kabupaten Demak, yaitu, penguasaan wawasan terhadap bidang
kondisi objektif dan kondisi subjektif. yang diteliti, kesiapan peneliti untuk
Kondisi objektif adalah peraturan- memasuki obyek penelitian, baik secara
peraturan dan ketentuan perundang- akademik maupun logistiknya.
undangan yang berlaku yang merupakan Subyek Penelitian
kebijakan pemerintah baik ditingkat Terdapat empat unsur pihak yang
pusat maupun daerah, dalam hal ini diharaokan dapat berperan sebagai
yang menjadi kondisi objektif penelitian informan atau narasumber dalam
ialah pelaksanaan kebijakan penelitian mengenai implementasi
penanggulangan gelandangan dan kebijakan penanggulangan gelandangan
pengemis di Kabupaten Demak. dan pengemis, yaitu :
Fakta-fakta dilapangan a. Pejabat atau pegawai pelayanan
dikumpulkan dengan metode kualitatif, publik yang bernaung dibawah
khususnya mengadopsi metode etnografi Dinas Sosial
pencatatan terhadap penilaian,

4
b. Pejabat atau pegawai pelayanan dapat digunakan untuk menguji,
publik yang terkait dengan menafsirkan atau bahkan
penanganan gelandangan dan meramalkan. Dokumentasi yang
pengemis ( misalnya. Kasie dimanfaatkan dapat berasal dari
Rehabilitasi Tuna Sosial dan Satpol mana saja sepanjang berhubungan
PP ) dengan fokus penelitian, berupa
c. Gelandangan/PGOT arsip-arsip dan laporan pada
d. Masyarakat setempat. pemerintah terkait.
Teknik Pengumpulan dan Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan
Data Implementasi Kebijakan
Dalam penelitian ini, peneliti Penanggulangan Gelandangan dan
mengumpulkan data melalui : Pengemis di Kabupaten Demak
Salah satu peraturan yang menjadi
a. Observasi, yaitu pengumpulan data
acuan dasar dalam penanganan
yang dilakukan secara sistematis
gelandangan dan pengemis di Kabupaten
melalui pengamatan terhadap
Demak adalah Perda No. 2 Tahun 2015
kenyataan-kenyataan yang terlihat
tentang Penanggulangan Penyakit
dan terdengar menganai objek
Masyarakat. Perda ini disahkan oleh
penelitian.
Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat
b. Wawancara, dilakukan secara face
Daerah Kabupaten Demak pada 4 Maret
to face terhadap responden,
2015. Peraturan Daerah No. 2 Tahun
dimaksudkan untuk mencari fakta-
2015 ini merupakan pengganti Perda No.
fakta atau informasi yang belum
9 Tahun 2001 tentang Penanggulangan
terungkap sehingga suatu fenomena
Gelandangan dan Pengemis. Selain itu,
sosial dapat dipahami.
Perda ini merupakan peraturan baru yang
c. Studi Dokumentasi, dilakukan
menyatukan beberapa Perda terdahulu
dengan cara mengumpulkan data
seperti Perda No. 1 Tahun 2000 tentang
setiap bahan tertulis. Pada dasarnya
Larangan Minuman Keras, Perda No. 10
dokumen sebagai sumber data yang
Tahun 2001 tentang Larangan Pelacuran

5
dan Perda No. 33 Tahun 2002 tentang (1) Upaya penyuluhan,
pembinaan dan rehabilitasi
Larangan Perjudian. Pembentukan Perda
sebagaimana dimaksud dalam
baru tersebut dikarenakan Perda-perda Pasal 10 dilakukan oleh
Pemerintah Daerah.
yang lama diangga sudah tidak sesuai
(2) Masyarakat dapat berperan
dengan keadaan terkini Kabupaten serta untuk melakukan
penyuluhan, pembinaan dan
Demak
rehabilitasi.
Berikut kutipan pasal/ayat yang
Pasal 12
berkenaan dengan gelandangan dalam Selain upaya preventif dapat pula
dilakukan upaya represif dengan
Perda No. 2 Tahun 2015. mengambil tindakan berdasarkan
ketentuan dan prosedur hukum yang
Pasal 8 berlaku.
Barang siapa yang melakukan Salah satu kritik yang ditujukan
kegiatan menggelandang atau terhadap Perda Pekat penyakit
mengemis di Kabupaten Demak
diancam hukuman sebagaimana masyarakat ini adalah bahwa Perda
diatur dalam Peraturan Daerah ini. bersangkutan menempatkan gelandangan
Pasal 9
sebagai pelaku kriminal; dan kegiatan
Barang siapa yang mengkoordinasi
menggelandang sebagai tindakan
atau menyediakan sarana dan
prasarana yang digunakan sebagai kriminal. Padahal jika ditelaah lebih
tempat untuk menampung dalam dan dilihat dari kacamata sosial,
gelandangan atau pengemis dengan
maksud untuk mengeksploitasi atau sebenarnya
mengkaryakan diancam hukuman gelandangan/menggelandang, tidaklah
sebagaimana diatur dalam Peraturan bersifat mala in se; gelandangan bukan
Daerah ini.
Pasal 10 tindakan yang hakikatnya tercela (mala

Untuk menanggulangi, mencegah pro hibita). Gelandangan menjadi


serta mengurangi kegiatan sebuah tindakan tercela (atau bahkan
gelandangan dan pengemis
kriminal) karena pembuat kebijakan
dilakukan upaya pencegahan berupa
penyuluhan, pembinaan dan menginginkan seperti itu.
rehabilitasi. Berdasarkan keterangan di
Pasal 11
lapangan yang diperoleh dari Dinas

6
Sosial Kabupaten Demak, kebijakan dan pengemis lalu menyerahkannya ke
penanganan gelandangan tidak bisa panti sosial yang kemudian (panti sosial
dipisahkan dari penanganan PMKS/Tuna bersangkutan) akan melakukan
Sosial pada umumnya. Dengan pembinaan, pelayanan, rehabilitasi,
demikian, menjelaskan mengenai pembinaan lanjutan dan terminasi.
penanganan gelandangan adalah Sistem non panti sosial melakukan
sebangun dengan menjelaskan mengenai alur yang berbeda dari sistem panti
penanganan tuna sosial. Penanganan sosial. Dalam sistem non-panti,
PMKS/Tuna Sosial menjadi urusan keterlibatan aparat pemerintahan sangat
pemerintah Kabupaten Demak di bidang kecil. Peranan utama dalam penanganan
sosial. jenis ini dipegang oleh masyarakat
Dari pengaturan pelaksanaannya, setempat (yayasan individu). Namun
penanganan gelandangan dan pengemis minimalisasi keterlibatan aparat
dibagi dalam dua kategori, yaitu pemerintahan tidak lantas menjadikan
penanganan terorganisir dan sistem ini tidak terorganisir.
penanganan tidak terorganisir. Yang Pengorganisasian kegiatan menurut
dimaksud penanganan terorganisir sistem ini dilakukan oleh
adalah penanganan yang dilakukan oleh pemilik/masyarakat (donatur).
aparat pemerintahan secara Contohnya adalah rumah singgah yang
berkelanjutan, meliputi dua sistem yaitu dibiayai secara swadaya oleh masyarakat
sistem panti dan sistem non-panti sosial. atau modal swasta. Penanganan non-
Sistem panti sosial adalah sistem panti ini mengedepankan tindakan-
penanganan yang ujung dari alur tindakan yang bersifat altruisme.
penanganannya berupa diterima dan Dari segi kedalaman penanganan,
dibinanya gelandangan dan pengemis di dapat disebut dua tipikal kedalaman
panti sosial. penanganan, yaitu penanganan yang
Sistem ini melibatkan aparat bersifat mendasar dan penanganan
pemerintahan (Dinas Sosial dan Satpol yang hanya bersifat dangkal.
PP) dalam penjemputan gelandangan Penanganan yang bersifat mendasar

7
merupakan penanganan yang dilakukan d. Pemberdayaan PMKS Tuna Sosial
secara total, terpadu dan menyeluruh. melalui Usaha Ekonomi Produktif
Artinya, penanganan yang diarahkan (UEP) dan Kelompok Usaha
untuk menghilangkan penyebab dan Bersama (KUBE); dan
gejala (gelandangan dan pengemis). e. Pemantauan Lokasi Rawan Tuna
Sehingga pendekatan yang dilakukan Sosial.
lebih komprehensif; meliputi berbagai Skema Penanganan Gelandangan
bidang sekaligus. Misalnya pengadaan dan Pengemis
sarana dan prasarana yang diperlukan
Secara garis besar, dalam
gelandangan dan pengemis; penguatan
penanganan gelandangan dan pengemis
posisi administratif kependudukan;
(PMKS pada umumnya) di Kabupaten
penguatan mental spiritual dan lain
Demak, terdapat 2 (dua) model
sebagainya. Tujuan dari dilakukannya
pendekatan yaitu pendekatan berbasis
penanganan mendasar adalah untuk
kelembagaan dan berbasis non-
memberdayakan atau mengentaaskan
kelembagaan. Pertama adalah
tunas sosial (gelandangan dan pengemis)
penanganan berbasis komunitas
/ PMKS pada umumnya agar tidak lagi
masyarakat/yayasan/LSM atau non-
turun ke jalanan.
kelembagaan. Disini masyarakat
Bentuk pelaksanaan kebijakan
berperan aktif dengan cara memberikan
penanggulangan gelandangan dan
bantuan secara langsung kepada
pengemis yang pernah dilakukan
gelandangan dan pengemis. Misalnya
Pemerintah Kabupaten Demak antara
dengan memberikan bantuan secara
lain:
langsung baik berupa uang, barang, atau
a. Operasi Penertiban Sosial (razia)
modal untuk gelandangan yang memiliki
b. Gerakan Penanggulangan Penyakit
cukup bekal pengetahuan dan
Sosial
keterampilan dan fasilitas kesehatan.
c. Bimbingan Dan Latihan
Bentuk kepedulian lain adalah
Kemandirian Tuna Sosial;
memberikan santunan atau donasi

8
kepada lembaga-lembaga pemberdayaan gelandangan dan pengemis yang
masyarakat miskin. Sedangkan, bersangkutan. Tanggung jawab
penanganan kelembagaan adalah pembinaan dan pasca-pembinaan berada
penaganan yang dilakukan oleh panti ditangan Panti Sosial dan Dinas Sosial.
sosial atau pemerintah. Di wilayah Penjemputan oleh Dinas Sosial
Kabupaten Demak terdapat 4 (empat) ataupun Satpol PP mengutamakan
panti sosial yang menangani penertiban kepada gelandangan dan
gelandangan dan pengemis (atau PMKS pengemis yang berada dijalanan dan
pada umumnya), yaitu Balai Pelayanan tempat-tempat umum. Sementara
Sosial Asuhan Anak Kasih Mesra, gelandangan yang menduduki wilayah
Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak tertentu (kampung gelandangan) akan
Pamardi Putra, Panti Asuhan dibiarkan. Pertimbangan tersebut
Patiunus dan Panti Lansia Bintoro diambil berdasarkan alasan:
Demak. a. Lokasi gelandangan tersebut lebih
Operasi Penjemputan Gelandangan mudah diawasi dibandingan
Alur pertanggungjawaban diatas dengan gelandangan yang
merupakan alur koordinasi yang diolah tersebar/tidak menetap (sporadis).
berdasarkan hasil wawancara dengan b. Tidak seperti gelandangan
Kasie. Rehabilitasi Sosial Bpk. Bukhori dijalanan dan tempat-tempat
S.sos dan Kasie. Penyelenggaraan umum, gelandangan di kampung
Ketentraman dan Ketertiban Bpk. gelandangan tidak langsung
Sugiyono. Berdasarkan bagan diatas, bersentuhan dengan masyarakat
penanganan gelandangan dan pengemis umum. Oleh karena itu, kadar
sedikit berbeda. Perbedaannya adalah, gangguan kampung gelandangan
setelah gelandangan dan pengemis terhadap masyarakat umum relatif
diserahkan kepada Panti Sosial, kecil; atau gelandangan secara
dibuktikan dengan berita acara/surat nyata tidak mengganggu ketertiban
rekomendasi instansi. Satpol PP tidak umum.
lagi bertanggung jawab terhadap

9
Penampungan, Pemilahan dan atau pemikiran untuk maju, bahkan tak
Pembinaan Gelandangan jarang untuk PMKS jalanan yang
Pemilahan sebenarnya terjadi di penyandang cacat, ada yang tinggal
semua fase/tahapan tindakan yang bertahun-tahun dilapangan. tidak sedikit
dilakukan oleh aparat pelaksana pula yang memiliki motivasi untuk maju
kebijakan. Pada fase/tahap penjemputan sehingga mampu memahami pelatihan di
di jalanan, aparat Dinas Sosial dan panti rehabilitasi sosial, sehingga ketika
Satpol PP akan menertibkan semua keluar dari panti akan sanggup menjalani
PMKS yang ada dijalanan. Setelah hidup yang lebih baik. Namun, tak
dilakukan pendataan, barulah diputuskan sedikit pula PMKS Jalanan (khususnya
apakah PMKS terus perlu pembinaan. pengemis) yang memilih untuk kembali
Sebagian gelandangan akan dibawa ke mengemis karena lebih mudah
panti sosial, dan sebagian yang lain akan mendapatkan uang dibanding beralih
dilepaskan kembali (dikembalikan ke profesi, atau menjalankan usaha mandiri
keluarga). seperti yang diprogramkan pemerintah.
Adapun permasalahan lain, yakni Untuk mengatasi permasalahan
keterbatasan daya tampung PMKS Jalanan, Pemerintah Kabupaten
penampungan. Keterbatasan ini akan Demak juga mengadakan Usaha
menyebabkan ketidakjelasan kriteria Rehabilitasi Sosial sebagai upaya
gelandangan yang akan di bina dan penanganannya. Metode rehabilitasi
tidak. banyak juga ditemukan bahwa sosial tersebut diaplikasikan dalam
sebagian gelandangan hasil razia yang berbagai bentuk kegiatan antara lain:
sejatinya perlu dibina akhirnya di lepas bimbingan mental-spiritual; bimbingan
karena tidak tercukupinya daya tampung fisik; bimbingan sosial; pelayanan
panti sosial. aksesibilitas dan asistensi sosial;
Permasalahan pembinaan juga bimbingan resosialisasi; bimbingan
terkait dengan kemampuan mencerna lanjut dan rujukan.
informasi para PMKS jalanan. Sebagian pola penanganan yang berbeda
dari mereka belum memiliki inisiatif untuk gelandangan dan pengemis yang

10
memiliki kesehatan fisik dan mental, dan pengemis telah efektif. Kebijakan
ataupun yang menyandang cacat (fisik) penanggulangan gelandangan dan
tetapi masih sanggup beraktivitas. pengemispenyakit masyarakat pada
Setelah pembinaan, gelandangan dan umumnyadibuat pemerintah, yaitu
pengemis tersebut nantinya akan Bupati dan disetujui DPRD Kabupaten
diberdayakan melalui program Demak. Pelaksana kebijakan
pemerintah (yang juga masuk ke dalam penanggulangan gelandangan dan
RENSTRA Kabupaten Demak) yaitu pengemis adalah Dinas Sosial dan Satpol
Program Keluarga harapan (PKH). PP. Sedangkan obyek yang diatur adalah
Selain PKH, pemerintah Kabupaten Gelandangan dan Pengemis (atau PMKS
Demak juga melaksanakan program Pada umumnya) dan lingkungan di
pengentasan kemiskinan lain seperti, wilayah Demak.
Program Pemberdayaan Fakir Miskin Komunikasi yang terjalin dalam
(P2FM), Komunitas Adat Terpencil pelaksanaan kebijakan ini, setidaknya
(KAT). terdapat tiga arus komunikasi, yakni
Faktor-Faktor Penting yang (i) komunikasi yang terjadi antara
Mempengaruhi Proses Implementasi pembuat kebijakan antara lain Bupati
Kebijakan dan DPRD kabupaten Demak dengan
faktor-faktor penting implementasi pelaksana kebijakan Dinas Sosial dan
diadopsi dari gagasan George Edwards Satpol PP; (ii) komunikasi yang terjadi
III, antara lain Komunikasi antara pelaksana kebijakan dengan
communications, Sumber daya gelandangan dan pengemis; serta (iii)
resources, disposisi dispositions, dan pada saat yang bersamaan terjadi
struktur birokrasi bureaucratic komunikasi antara pembuat kebijakan
structure. dan gepeng sebagai obyek kebijkan.
Komunikasi Ketiga pihak tersebut saling
Dari unsur ini akan terlihat apakah berhubungan secara sirkular dalam
dari sisi komunikasi, implementasi menciptakan kebijakan publik. Pertama,
kebijakan penanggulangan gelandangan kebijakan publik diawali dari

11
penyerapan aspirasi masyarakat oleh juga memiliki potensi kegagalan yang
pejabat dan adminitrator. Kedua, pejabat besar. Pihak aparat pelaksana yang
dan administrator meneruskan (dengan memiliki kewenangan untuk melakukan
pedalamaman) aspirasi masyarakat raziabahkan tak jarang terlihat seperti
kepada elit penguasa. Ketiga, elit kekerasanatas nama ketertiban
membuat suatu kebijakan yang pro- masyarakat akan menjadikan bad
masyarakat. Keempat, kebijakan elit opinion bagi kelompok sasaran.
diturunkan kepada pejabat dan Sehingga bagi mereka razia merupakan
administrator agar dilaksanakan. Kelima, upaya penertiban paksadisertai
pejabat dan adminitrator melaksanakan kekerasan verbal-nonverbalyang
kebijakan tersebut. Dan yang terakhir, membuat mereka marah dan memiliki
masyarkat merasakan dampak sentimen negatif terhadap pemerintah.
pelaksanaan kebijakan. Dengan situasi yang seperti itu,
Sebagian besar hasil dari kebijakan menjadikan pesan yang ingin
penanggulangan gelandangan dan disampaikan dalam kebijakan
pengemis di Kabupaten Demak adalah penanggulangan gelandangan dan
sebatas menekan laju pertambahan pengemis hanya sebatas; (i) gelandangan
jumlah gelandangan dan pengemis di dan pengemis jangan berada di
jalanan, namun tidak berhasil ruang/tempat publik; (ii) gelandangan
menghapus penyebab utama ke- dan pengemis yang ada mencari mata
gelandang-an tersebut yaitu kemiskinan. pencaharian lain; jika tidak maka (iii)
Hal ini didukung pernyataan dari Dinas gelandangan dan pengemis harus
Sosial bahwa terdapat gelandangan yang bersedia dibina di panti rehabilitasi
kembali turun ke jalanan beberapa sosial untuk kelak dikembalikan kepada
hari/minggu/bulan setelah direhabilitasi. masyarakat sebagai warga normal,
Kemudian, untuk komunikasi yang atau dikenal dengan istilah
kedua antara pelaksana kebijakan memanusiakan manusia.
dengan kelompok sasaran (gelandangan,
pengemis, dan PMKS pada umumnya),

12
Sumber Daya 2) Informasi
George Edwards III menjelaskan hal ini hampir sama seperti penjelasan
mengenai sumber daya yang dimaksud dalam elemen komunkasi tadi. Sehingga
ialah berhubungan dengan staf staff , tidak akan dibahas untuk mencegah
informasi information, kewenangan pengulangan penjelasan.
authority dan fasilitas facilities. 3) Kewenangan
Keempat hal tersebut disebut Edwards Authority atau kewenangan ini diartikan
III sangat berpengaruh terhadap sebagai hak dan kekuasaan untuk
keberhasilan implementasi kebijakan. bertindak; kekuasaan untuk membuat
Tanpa sumber daya yang memadai, keputusan, memerintah dan
tujuan kebijakan yang telah melimpahkan tanggung jawab kepada
direncanakan tidak akan sama dengan orang lain. Dinas Sosial diberi
apa yang akhirnya diterapkan. kewenangan untuk melakukan
1) Staf penertibanpenjemputan gelandangan
Menurut pengamatan peneliti ketika dan pengemisdari jalanan yang
menjalani kuliah praktik di Dinas Sosial berkoordinasi dengan Satpol PP, yang
Desember lalu, tugas yang ditangani selanjutnya untuk dilakukan pembinaan
bidang tersebut tidak terlalu padat, dan di rehabilitasi sosial. Setelah
artinya untuk menangani gelandangan dilakukan pendataan dan lain
dan pengemis di Kabupaten Demak tidak sebagainya.
masalah dengan jumlah 8 pegawaibisa Dinas Sosial juga memiliki kewenangan
dikatakan lebih dari cukup. Dalam untuk memonitoring kegiatan
melaksanakan penertiban, biasanya purnabina, gelandangan dan pengemis
pihak dinas sosial juga berkoordinasi yang telah di rehabilitasi sosial akan
dengan Satpol PP (Satuan Polisi Pamong dikembalikan ke masyarakat, dan
Praja). Sehingga semakin melimpah diberikan stimulan modal untuk usaha
sumber daya dari sisi staf ini. mandiri, dimana Dinas Sosial akan
melakukan pengawasan secara berkala.

13
4) Fasilitas Membahas tentang ideologi
Berdasarkan pengamatan peneliti, (dalam konteks pandangan/perspektif),
fasilitas untuk menangani gelandangan dewasa ini ideologi yang banyak dianut
dan pengemis di Kabupaten Demak, oleh sebagian besar masyarakat
sudah memadai. Demak sebagai wilayah indonesia ialah ideologi keagamaan.
kecil tidak memerlukan banyak mobil Begitu pula Kabupaten Demak, ada
untuk penertibanyang banyak, karena beberapa poin yang akan peneliti
cakupan wilayahnya yang kecil. Dengan tekankan disini: (i) Sebagian masyarakat
alur koordinas Dinas Sosial-Satpol PP, (termasuk aparat pemerintahan)
mobil penjeputan di bawah fasilitas Kabupaten Demak ialah seorang muslim,
Satpol PP. sehingga Dinas tidak (terlalu) jelas diajarkan dalam islam
membutuhkan mobil penjemputan habluminannas, dimana membantu dan
sendiri. mengasihi sesama (manusia) adalah
Dan untuk fasilitas lain, seperti balai ibadah. Dalam konsep ini dipakai untuk
resos (rehabilitasi sosial), Kabupaten menyejahterakan masyarakat miskin
Demak setidaknya punya beberapa resos, (PGOT) untuk mendapat kehidupan
misalnya untuk gelandangan psikotik yang layak memanusiakan manusia
akan dititipkan di Panti Rehabilitasi merupakan ibadah dalam mengamalkan
Ponpes Nurussalam Sayung Demak. ajaran agama (islam ataupun non-islam
Sehingga tidak ada masalah. semua memiliki pandangan bahwa
Disposisi menolong sesama adalah bentuk
Berdasarkan pengamatan peneliti, kebajikan); (ii) menekan kemiskinan dan
disposisi dalam penanggulangan kesenjangan sosial social gap dalam
gelandangan dan pengemis di Kabupaten rangka pembangunan daerah. (iii)
Demak tidak dipegaruhi oleh faktor ketertiban umum adalah hak semua
ideologis, dalam artian tidak ada masyarakat, sehingga keberadaan
perbedaan pandangan antara pembuat gelandangan dan pengemis yang
dan pelaksana kebijakan. terkadang meresahkan mereka

14
membuat tidak nyaman masyarakat lebih fleksibel karena selalu terbuka
harus di selesaikan. kemungkinan untuk melakukan
Berdasarkan poin-poin diatas perubahan aturan sewaktu-waktu.
maka dapat dikatakan bahwa disposisi Fleksibilitas ini kecil kemungkinannya
bisa dihilangkan dari daftar masalah apabila ada aturan/petunjuk teknis
penghambat pelaksanaan kebijakan. (tertulis/formal).
Struktur Birokrasi Kaitannya dengan konsep
George Edwards III, berpendapat fragmentation yang di gagas Edwards
bahwa hal penting yang harus ada ketika III, terlihat bahwa pelaksanaan
membahas struktur birokrasi dalam penanganan gelandangan dan pengemis
pelaksanaan kebijakan adalah standart di Kabupaten Demak tidak mengalami
operating procedure (SOP) dan fragmentation. Dalam pelaksanaan
fragmentation. Secara formal, Dinas kebijakan tersebut tidak terjadi
Sosial Kabupaten Demak tidak memiliki pemecahan koordinasi pelaksanaan
SOP. Untuk memberikan petunjuk kebijakan ataupun pemecahan
penanganan bagi petugas seksi pertanggung jawaban.
rehabilitasi sosial, pihak dinas sosial Dengan demikian, setelah
hanya mengembangkan tata-cara tidak pemaparan satu-per-satu faktor yang
tertulis, hanya disampaikan secara lisan mempengaruhi implementasi. Dapat kita
dalam briefing tim. Dapat juga dikatakan bandingkan kenyataan implementasi
bahwa panduan kerja Dinas Sosial kebijakan penanggulangan gelandangan
adalah konvensi/kesepakatan bersama. dan pengemis di Kabupaten Demak
Tidak adanya petunjuk baku dengan prasyarat implmentasi kebijakan
mengenai penanganan gelandangan dan publik milik George C. Edwards III.
pengemis ini disatu sisi memiliki akibat Peneliti mendapatkan 2 (dua)
positif. Dimana cara penanganan bisa kesimpulan sementara mengenai faktor
disesuaikan dengan kondisir real di penghambat impelmentasi kebijakan,.
lapangan (yang akan dihadapi). Diantaranya berikut ini:
Penjemputan gelandangan juga akan

15
- Poin Pertama, bahwa masih ada Jenjang birokrasi masih bisa
prasyarat yang digagas Edwards III disebut cukup. Apalagi,
yang belum dipenuhi oleh berdasarkan pengamatan lapangan,
Pemerintah Kabupaten Demak, penanganan gelandangan dan
yaitu Komunikasi. Komunikasi pengemis oleh Dinas Sosial, Satpol
disini tidak (setidaknya belum) PP dan Panti Rehabilitasi tidak
sempurna. Komunikasi tiga pihak terjadi fragmentasi dan
masih terkendala. Seperti yang sebagainya. Sehingga pertanggung
dijelaskan di sub-bab sebelumnya. jawaban dan koordinasi masih
Dalam komunikasi ini, error terlaksana dengan baik. Serta cara
terjadi bukan pada proses pandang aktor pelaksana terhadap
penyampaian kebijakan, tetapi gelandangan yang positif ini
lebih ke substansi pesannya. membawa atmosfir baik dalam
Dari sumber daya, disini tidak mengimplementasikan kebijakan
menjadi masalah, hanya perlu ini.
dimaksimalkan lagi. Sehingga - Poin Kedua, berdasarkan
banyaknya anggota/staf/pegawai pengamatan peneliti di lapangan,
tidak berakhir percuma. dapat dikatakan bahwa apabila
Peningkatan kinerja diperlukan. semua prasyarat/indikator dari
Dari sisi disposisi, tidak ada Edwards III ini telah dipenuhi
masalah bahkan bisa dihilangkan semua, penanganan gelandangan
dari daftar faktor penghambat dan pengemis ini belum tentu
implementasi. Karena memang di mencapai titik maksimal
Kabupaten Demak tidak ada (menghasilkan perubahan yang
pemikir kritis yang saling diinginkan). Karena terdapat
bersinggungan terkait beberapa faktor lain di luar prasyarat
ideologi/pandangan. Edwards III, yang dimungkinkan
Terakhir dari sisi struktur birokrasi mempengaruhi keberhasilan
juga tidak terlihat ada masalah. implementasi ini, yaitu, (i)

16
pemahaman masyarakat (dan aparat) program CCT (Conditional Transfer
terhadap gelandangan; (ii) faktor Cash) atau program tunai bersyarat.
internal dari gelandangan yang tidak PKH ini juga diintervensikan
disertakan, berpotensi kebijakan dengan Rutilahu (Rumah Tidak
tidak sesuai dengan kebutuhan Layak Huni) bagi gelandangan agar
masyarakat (semu). memiliki tempat tinggal layak.
Kesimpulan dan Saran P2FM (Program Pemberdayaan
A. Kesimpulan Fakir Miskin) juga digol-kan
1. Penanganan gelandangan dan pemkab Demak untuk menangani
pengemis di Kabupaten Demak PMKS, disini Pemerintah
terbagi menjadi dua kategori, yaitu memberikan dana UEP melalui
penanganan secara terorganisir KUBE untuk membangun ekonomi
dan penanganan tidak masyarakat yang mandiri.
terorganisir. Sedangkat KAT adalah upaya
2. Dari segi kedalaman penanganan, di pemerintah untuk memenuhi
Kabupaten Demak, setidaknya ada kebutuhan sosial dasar masyarakat
dua jenis penanganan, yakni terpencil.
penanganan bersifat mendasar 4. Terkait dengan faktor penting dalam
dan penanganan bersifat dangkal. mengimplementasikan kebijakan
3. Bagi gelandangan dan pengemis penanggulangan gelandangan dan
potensial, lepas dari pembinaan pengemis, George Edwards III
(purna bina) akan diberdayakan, menggagas 4 critical factors yang
Pemerintah Kabupaten Demak dianggap berpengaruh signifikan
membuat kebijakan bagi PMKS terhadap implementasi kebijakan,
pada umumnya, berupa Program yaitu (i) Komunikasi; (ii) Sumber
Keluarga Harapan, P2FM dan KAT Daya; (iii) Disposisi dan (iv)
(Komunitas Adat Terpencil). PKH struktur birokrasi. Secara umum,
merupakan program nasional oleh implementasi kebijakan di
departemen sosial, PKH merupakan Kabupaten Demak telah berada pada

17
jalurnya. Artinya, dengan atau tanpa menyingkirkan gelandangan dari
sengaja, empat elemen Edwards III area/tempat publik.
telah dipenuhi oleh Pemerintah B. Saran
Kabupaten Demak, meskipun tidak 1. Peraturan Daerah Nomer 2 Tahun
cukup sempurna. 2015 menempatkan gepeng sebagai
Ketidaksempurnaan ini dikarenakan mala in se padahal hakikatnya
dari segi komunikasi masih error, gepeng itu tidak tercela (mala pro
error disini tidak pada proses hibita), sehingga perda ini
penyampaiannya namun lebih ke cenderung mengkriminalisasi
substansi yang disampaikan dari gelandangan dan pengemis. Untuk
pelaksana kebijakan kepada sasaran. itu disarankan (bagi pemerintah
5. Hasil penelitian menunjukkan kabupaten demak) untuk
bahwa Pemerintah Kabupaten (setidaknya) mengembalikan
Demak menerapkan kebijakan peraturan daerah lama (Perda No. 9
penanggulangan gelandangan dan Th 2001) tentang gepeng atau
pengemis dengan menggunakan membentuk peraturan baru yang
pendekatan problem-oriented lebih mewakili keberadaan
teknokratis. Yaitu pendekatan yang gelandangan dan pengemis.
berusaha mengoptimalkan peran 2. Untuk menyelesaikan masalah
lembaga-lembaga pemerintah dalam kegelandangan, pembuat kebijakan
mengatasi masalah yang muncul. dan pelaksana kebijakan harus mulai
Pendekatan ini terlihat dari memperhitungkan elemen eksternal,
peraturan daerah yang terkait terutama masalah penyebab
gelandangan dan pengemis yang kegelandangan itu sendiri dengan
bersifat reaktif, yakni pendekatan ekonomi-politik-
menitikberatkan pada kriminalisasi struktural.
gelandangan dan pengeis; serta 3. Mempermudah (dan mengusahakan)
tindakan-tindakan on the spot pemberian KTP (atau tanda bukti
(operasi langsung) yang terkesan identitas lainnya) kepada

18
gelandangan dan masyarakat miskin A.G, Subarsono. 2006. Analisis
lainnya, serta pemanfaatan program Kebijakan Publik : Konsep, Teori,dan
Rutilahu agar gelandangan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
mendapat tempat tinggal yang jelas, Creswell, John W. 2015. Penelitian
hal tersebut dimaksudkan agar Kualitatif & Desain Riset. Edisi ketiga.
gelandangan (atau PMKS pada Yogyakarta: Pustaka Pelajar
umumnya) dapat dijagkau program- Dunn, William N.1999. Analisis
program kesejahteraan sosial dari Kebijakan Publik. Gadjah Mada
negara seperti KIS dan lainnya. University Press, Yogyakarta.
4. Menerapkan pendidikan penyadaran Edwards III, Geroge C. 1980.
sebagai salah satu materi pelatihan Impleenting Public Policy. Washington
(pemberdayaan) gelandangan dan D.C : Congressional Quarterly Inc. Hal.
pengemis di panti Sosial. Serta 26
membuat program pelatihan yang Arsip
berorientasi productive value, dan UPPKH Pusat. 2007. Pedoman Umum
bukan sekedar exchangeable value. PKH. Jakarta
Daftar Pustaka Pusdiklat Kessos. 2007. Modul Diklat
Abdul Wahab, Solichin. 2002. Analisis TOT PKH. Jakarta
Kebijakan, Dari Formulasi ke Peraturan Bupati Nomor 22 Tahun 2015.
Implementasi Kebijakan Negara, Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Jakarta: Bumi Aksara. Kabupaten Demak 2016.
Abidin, Said Zainal. 2004. Kebijakan Peraturan Bupati Nomor 14 Tahun 2017
Publik. Edisi Revisi Cetakan Keuda. Penetapan Indikator Kinerja Utama
Jakarta: Pancur Siwah Pemerintah Kabupaten Demak.
Agus P., Erwan dan Dyah Ratih S. 2012.
Implementasi Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Gava Media

19

Anda mungkin juga menyukai