Pembimbing :
dr. Tiara Paramita, M.Sc, Sp.PD
Disusun Oleh :
M. Angga Kurniawan (G4A016070)
Yunandhika Rizki Widodo (G4A016072)
2017
1
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS KECIL
GASTROENTERITIS AKUT
Oleh:
M. Angga Kurniawan (G4A016070)
Yunandhika Rizki Widodo (G4A016072)
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Mengetahui,
Dokter Pembimbing
2
I. PENDAHULUAN
Faktor utama tingginya kejadian dan tingkat kematian karena gastroenteritis adalah
karena penggunan air yang tidak bersih, sanitasi yang tidak memenuhi sehingga
memungkinkan penyebaran agen penginfeksi, dan/ atau kondisi fisiologis seperti malnutrisi
yang menebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga memudahkan proses infeksi
oleh agen penginfeksi (Simadibrata, 2010).
Diseluruh dunia, pengobatan yang tidak memadai bagi penderita membunuh 5 sampai
8 juta orang per tahun dan menjadi penyebab utama kematian bayi dan anak dibawah umur.
Setidaknya 50% kasis gastroenteritis yang penyebarannya melalui makanan disebabkan
karena infeksi norovirus. Sedangkan 20% nya pada anak-anak disebabkan oleh rotavirus
(Simadibrata, 2010).
3
II. LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Usia : 53 Tahun
Alamat : Jatisaba Rt 09/12 Cilongok
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Tanggal masuk : 15 September 2017
Tanggal periksa : 18 September 2017
No. CM : 02021927
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Mual muntah
2. Keluhan Tambahan
Demam, sakit perut, BAB lembek 3 kali
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Margono Soekarjo (RSMS) pada tanggal 15 September
2017 diantar oleh keluarga dengan keluhan mual, muntah, badan menggigil, BAB
lembek 3 kali dalam sehari, dan badan terasa panas. Pasien mengaku saat ini (tanggal
18 september 2017) nyeri perut sebelah kiri yang menjalar ke pinggang kiri. Nyeri
dirasakan semakin membaik jika dibandingkan dengan hari pertama saat masuk IGD.
Pasien juga mengeluhkan gatal-gatal pada badan. Saat ini pasien tidak mengeluhkan
mual (-), muntah (-), pusing (-), BAB (+) lancar warna kuning kecoklatan, BAK lancar,
batuk (-), sesak nafas (-), nyeri dada (-).
Pasien sudah pernah mengalami gejala muntah dan nyeri perut kurang lebih 1
tahun yang lalu. Menurut pasien pasien tidak kuat untuk makan makanan pedas.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa : diakui ( 1 tahun yang lalu)
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
4
e. Riwayat kencing manis : disangkal
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
g. Riwayat asma : disangkal
h. Riwayat alergi : disangkal
i. Riwayat penyakit saraf : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat kencing manis : disangkal
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
g. Riwayat asma : disangkal
h. Riwayat alergi : disangkal
i. Riwayat stroke : disangkal
6. Riwayat Sosial dan Exposure
a. Community
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan yang keluarga
yang lain (anak) berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga
dekat baik. Pasien tidak begitu aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
b. Home
Pasien tinggal dirumah seorang diri kadang ikut dengan anak-anaknya. Suami pasien
adalah sudah meninggal. Pasien memiliki 2 anak yang sudah berkelurga. Hubungan
antara pasien dengan keluarga baik.
c. Occupational
Pasien bekerja sebagai Buruh perumahan (tukang cuci), Dirumah Pasien biasa
melakukan pekerjaan rumah tangga dan aktivitas lainnya.
d. Diet
Sehari-hari pasien makan 3 kali sehari dengan lauk pauk seadanya.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
5
Nadi : 81 kali per menit
Suhu : 36.7oC
RR : 22 kali per menit
4. Status Generalis
a. Pemeriksaan Kepala
Bentuk : mesocephal, simetris, venektasi temporal (-)
Mata :conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),edema palpebra (-/-),
reflex cahaya (+/+) normal, pupil bulat isokor,
Hidung : Sekret (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)
Leher : deviasi trakea (-), JVP 5+2 cm, KGB (-)
b. Pemeriksaan Dada
Paru
Inspeksi : Dada simetris (+), retraksi dinding dada (-)
Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis (-)
Palpasi : ictus cordis teraba di linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung dbn
Auskultasi : S1>S2, murmur (-), gallop (-)
c. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut tampak sedikit cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) di regio lumbal sinistra
Perkusi : Pekak alih (-), Pekak sisi (-), undulasi (-)
Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba pembesaran
6
d. Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas
Ekstremitas inferior
superior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Akral hangat + + + +
Reflek
+ + + +
fisiologis
Reflek patologis - - - -
Tabel 2.1. Pemeriksaan Ekstremitas
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Darah Lengkap (15/09/2017)
Hemoglobin : 12.8 g/dL
Leukosit : 4820 10^3/ul
Hematokrit : 41 %
Eritrosit : 4,8 10^6/ul
Trombosit : 149.000 /ul
MCV : 84,7 fL
MCH : 26.8 pg
MCHC : 31.6 g/dL (L)
RDW : 13.8 %
MPV : 11.4 fL
Basofil : 2.7 % (H)
Eosinofil : 1.5 % (L)
Batang : 1.0 % (L)
Segmen : 66.2 % (H)
Limfosit : 7.1 % (L)
Monosit : 1.5 % (L)
Kimia Klinik
GDS : 97 mg/dL
Ureum : 69.4 (H)
Creatinin : 2.43 (H)
7
Elektrolit
Natrium : 143 mmol/dL
Kalium : 3.8 mmol/dL
Klorida : 109 mmol/dL (H)
E. Diagnosis
GEA
ISK
F. Tatalaksana
1. Non Farmakologi
Istirahat
Hindari makanan pedas
2. Farmakologi
IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
Inj. Ranitidin 2x1 A
Inj. Ondansentron 1 A/8 jam
Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
Po parasetamol 500mg 3x1
Po. Antasid syr 3x1 cth
Po. New diatab 3x2 tab
G. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
8
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa saluran
pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan atau usus besar. Gastroenteritis ditandai
dengan gejala utamanya yaitu diare, muntah, mual dan kadang disertai demam dan nyeri
abdomen (Beers & Powel. et. al, 2003). Sekiranya tidak ditangani segera dapat
mengakibatkan kehilangan cairan (dehidrasi) dan gangguan keseimbangan elektrolit
sehingga dapat menyebabkan kematian terutama pada anak. Kebanyakan kasus
gastroenteritis bersifat infeksius, namun dapat juga terjadi akibat konsumsi obat-obatan
dan bahan-bahan toksik. Penularan gastroenteritis dapat melalui rute fekal-oral dari
orang ke orang atau melalui air dan makanan yang terkontaminasi.
Menurut Depkes RI (2005), diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi
(buang air besar) lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja
(menjadi cair) dengan atau tanpa darah maupun lendir. Diare akut diberi batasan sebagai
meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang
dikeluarkan dan berlangsung tidak lebih dari dua minggu (14 hari). Apabila diare
berlangsung lebih dari 14 hari maka hal tersebut dikatakan sebagai diare kronik.
B. ETIOLOGI
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi
diare akut dibagi menjadi 4 penyebab : bakteri, virus, parasit dan non infeksi seperti
dalam tabel 1. Pada diare akut lebih dari 90% disebabkan oleh infeksi disertai dengan
mual, muntah, demam, dan nyeri pada abdomen. Sedangkan 10% sisanya disebabkan
oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. Pada diare kronis biasanya
disebabkan non infeksi. Berdasarkan data Depkes RI tahun 2000, penyebab diare akut
adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E.coli dan Entamoeba histolytica.
Sedangkan pada anak, infeksi rotavirus merupakan penyebab tersering dengan persentase
sekitar 40-60% (Farthing, 2013).
9
Tabel 3.1. Penyebab penyakit diare
C. EPIDEMIOLOGI
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari
tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR
(incidence rate) penyakit diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000
penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi
411/1000 penduduk. Berdasarkan SDKI tahun 2002 didapatkan insidens diare sebesar 11
%, 55 % dari kejadian diare terjadi pada golongan balita dengan angka kematian diare
pada balita sebesar 2,5 per 1000 balita. Berdasarkan data riskesdas 2013, Insiden dan
period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5 persen
dan 7,0 persen. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR
yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus
8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24
Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%),
sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204
dengan kematian 73 orang (CFR 1,64 %) dengan penyebab utama kematian akibat diare
adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan
(Simadibrata, 2010).
10
Tabel 3.2. Epidemiologi diare akut di negara maju dibandingkan negara berkembang
D. FAKTOR RISIKO
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
diare akut pada seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : (Simadibrata,
2010).
1. Baru saja bepergian ke daerah tropis, negara berkembang, kelompok perdamaian
dan sering berkemah.
2. Makanan atau keadaaan makanan yang tidak biasa : makanan laut dan shell fish,
terutama yang mentah, restoran fast food, tempat piknik.
3. Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, resiko infeksi HIV/AIDS.
4. Baru saja menggunakan obat anti mikroba pada institusi kejiwaan dan rumah sakit.
E. PATOGENESIS
Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor
kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh
untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut,
terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna yaitu
keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga lingkungan mikroflora usus. Faktor
kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi
toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman. Patogenesis
diare karena infeksi bakteri / parasit terdiri atas: (Ahlquist, 2000)
Diare karena bakteri non invasif (enterotoksigenik). Bakteri yang tidak merusak
mukosa misal V.cholerae Eltor, Enterotoxigenic E.coli (ETEC) dan C. Perfringens, V.
Cholerae eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit
11
sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan
nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar
adenosine 3,5-siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi
aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation
natrium dan kalium (Ahlquist, 2000).
12
cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi
tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak (Ahlquist, 2000).
Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. Karena
kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang
mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang
sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus
ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut (Ahlquist, 2000).
F. PATOFISIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi sebagai berikut: 1)
Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik, 2) Sekresi cairan dan
elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik, 3) Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi
lemak, 4) Defek sistem pertukaran anion/ transport elektrolit aktif di enterosit, 5)
Motilitas dan waktu transit usus abnormal, 6) Gangguan permeabilitas usus, 7) Inflamasi
dinding usus, disebut diare inflamatorik, 8) Infeksi dinding usus disebut diare infeksi.
13
Diare osmotik, diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik
intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/ zat kimia yang hiperosmotik
( MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus missal
pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2010).
Diare sekretorik, diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan
elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis
ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap
berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini
antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli,
reseksi ileum (gangguang absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl
sodium sulfosuksinat dll).
Malabsorbsi asam empedu atau malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada
gangguan pembentukan/produksi empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati.
Defek sistem pertukaran anion/traspor elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini
disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+, K+, ATPase di enterosit
dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal (Simadibrata, 2010).
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan
hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang
abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus,
pasca vagotomi, hipertiroid (Simadibrata, 2010).
Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang
abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus
halus. Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya
kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang
berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorpsi air-
elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau
non infeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Crohn).
Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari
sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif (tidak merusak mukosa),
dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non invasif menyebabkan diare karena toksin
yang disekresikan oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare
toksigenik adalah kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholera merupakan
protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosine
monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion
14
klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme
absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu
keluarnya ion klorida diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium dapat dikompensasi
oleh meningginya absorpi ion natrium diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat
dan klorida. Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang
diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-
oral dari satu klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen
dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi (Simadibrata, 2010).
G. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaaan penunjang. Dalam menganamnesis pasien diare akut perlu ditanyakan
mengenai onset, lama gejala, frekuensi, serta kuantitas dan karakteristik feses. Feses
dapat mengandung darah atau mukus. Adanya demam merupakan temuan diagnostik
yang penting karena menandakan adanya infeksi bakteri invasif virus enterik, atau suatu
patogen sitotoksik seperti, C. difficile dan E. Histolytica (Hendarwanto, 2000).
Adanya feses yang berdarah mengarahkan kemungkinan infeksi oleh patogen
invasif dan yang melepaskan sitotoksin; infeksi EHEC bila tidak terdapat leukosit pada
feses; serta bukan infeksi virus atau bakteri yang melepaskan enterotoksin. Muntah
sering terjadi pada diare yang disebabkan oleh infeksi virus atau toksin bakteri misalnya
S. aureus. Tenesmus merupakan penanda dari diare inflamasi. Walaupun demikian,
tidaklah mudah untuk mengenali patogen spesifik penyebab diare hanya berdasarkan
gambaran klinisnya semata karena beberapa patogen dapat menunjukkan gambaran
klinis yang sama (Hendarwanto, 2000).
Untuk mengidentifikasi penyebab diare diperlukan juga data tambahan
mengenai masa inkubasi, riwayat perjalanan sebelumnya, riwayat mengkonsumsi
makanan tertentu, risiko pekerjaan, penggunaan antibiotik dalam 2 bulan terakhir,
riwayat perawatan, binatang peliharaan, serta risiko terinfeksi HIV. Waktu timbulnya
gejala setelah paparan terhadap makanan yang dicurigai juga dapat mengarahkan
penyebab infeksi, seperti berikut ini: (Hendarwanto, 2000).
1. Gejala yang timbul dalam waktu < 6 jam kemungkinan disebabkan oleh toksin bakteri
Staphylococcus aureus atau Bacillus cereus.
2. Gejala yang timbul sesudah 6-24 jam kemungkinan disebabkan oleh toksin bakteri
Clostridium perfringens atau Bacillus cereus.
15
3. Gejala yang timbul lebih dari 16-72 jam mengarahkan infeksi oleh virus, terutama
bila muntah merupakan gejala yang paling prominen; atau kontaminasi bakterial dari
makanan oleh enterotoxigenic/enterohemorrhagic E. coli, Norovirus, Vibrio,
Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Giardia, Cyclospora, atau
Cryptosporidium.
Berbagai patogen spesifik dapat menimbulkan diare akut. Berikut ini akan
dibahas secara garis besar : (Simadibrata, 2010)
Shigella. Shigella merupakan penyebab klasik diare inflamasi atau disentri dan
penyebab ke-2 tersering penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) di
Amerika Serikat, serta sampai saat ini masih menjadi problem utama di pusat perawatan
harian atau institusi. Di Indonesia, Shigella spp merupakan penyebab tersering ke-2 dari
diare yang dirawat di rumah sakit, yakni sebesar 27,3%. Dari keseluruhan Shigella spp
tersebut, 82,8% merupakan S. flexneri; 15,0% adalah S. sonnei; dan 2,2% merupakan S.
dysenteriae. Hanya dibutuhkan 10 kuman untuk menginisiasi timbulnya penyakit ini dan
penyebaran dari orang ke orang amat mudah terjadi. Infeksi S. sonnei adalah yang
teringan. Paling sering terjadi di negara-negara industri. Infeksi S. flexneri akan
menimbulkan gejala disentri dan diare persisten. Paling sering terjadi di negara-negara
berkembang. S. dysenteriae tipe 1 (Sd1) menghasilkan toksin Shiga, sehingga dapat
menimbulkan epidemi diare berdarah (bloody diarrhea) dengan case fatality rate yang
tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Tengah. Infeksi Shigella dapat menimbulkan
komplikasi hemolytic-uremic syndrome (HUS) dan thrombotic thrombocytopenic
purpura (TTP).
16
Salmonella. Salmonellosis merupakan penyebab utama foodborne disease di
Amerika Serikat. Di Indonesia, Salmonella spp merupakan penyebab tersering ke-3 dari
diare yang dirawat di rumah sakit, yakni sebesar 17,7%. Terdapat lebih dari 2000
serotype Salmonella dan semuanya patogenik bagi manusia. Bayi dan orang tua paling
rentan terinfeksi. Hewan merupakan reservoir utama bagi kuman ini. Gejala salmonellosis
umumnya berupa diare noninflamasi. Akan tetapi, dapat juga berupa diare inflamatif atau
disentri (bloody diarrhea).
17
rotavirus, human calicivirus, enteric adenovirus, astrovirus, cytomegalovirus,
coronavirus, dan herpes simplex virus. Rotavirus sering menimbulkan diare pada bayi,
namun relatif jarang pada anak-anak dan dewasa karena telah mempunyai antibodi
protektif. Rotavirus dapat menimbulkan gastroenteritis berat. Hampir semua anak-anak di
negara-negara industri dan negara-negara berkembang telah terinfeksi pada usia 35
tahun. Human calicivirus (HuCV) termasuk ke dalam famili Caliciviridae, terdiri dari
norovirus dan sapovirus. Sebelumnya dinamakan Norwalk-like virus dan Sapporo-like
virus. Norovirus merupakan penyebab tersering kejadian luar biasa gastroenteritis pada
semua kelompok umur. Sapovirus lebih sering mengenai anak-anak. Beberapa serotype
adenovirus juga dapat menimbulkan diare akut, akan tetapi lebih sering pada anak-anak.
Parasit. Berbagai spesies protozoa dan cacing dapat menimbulkan diare akut.
Di negara-negara maju, parasit jarang menjadi penyebab diare akut, kecuali pada
wisatawan. Giardia intestinalis, Cryptosporidium parvum, Entamoeba histolytica, dan
Cyclospora cayetanensis paling sering menimbulkan diare akut pada anak-anak.
18
infeksi Microsporidium biasanya lebih ringan dibandingkan pada diare yang disebabkan
oleh Cryptosporidium. Gejala inflamasi, seperti perut kembung, kram, dan banyak flatus
biasa dijumpai. Microsporidium jarang menyebabkan diare pada pejamu yang
immunocompetent.
19
Tabel 3.5. Gejala klinis diare berdasarkan sumber infeksi (Source: WHO guideline
practice guidelines)
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas
sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan
pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,
turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air
mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang ( 2 detik) dengan kulit yang
dingin yang dingin dan pucat.
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya
pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah,
hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan
ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu
minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian
kapiler sangat memanjang ( 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai keadaan umum, kesadaran, berat badan,
temperatur, frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan darah, turgor kulit, kelopak mata, serta
mukosa lidah. Selain itu, perlu dicari tanda-tanda dehidrasi dan kontraksi volume
ekstraseluler, seperti denyut nadi >90 kali/menit dan lemah, hipotensi postural/ortostatik,
lidah kering, kelopak mata cekung, serta kulit yang dingin dan lembab. Pemeriksaan
20
abdomen merupakan sesuatu yang sangat penting pada kasus diare. Kualitas bising usus
dan ada tidaknya distensi abdomen serta nyeri tekan dapat membantu klinisi dalam
menentukan etiologi. Tanda-tanda peritonitis juga perlu dicari karena merupakan petunjuk
adanya infeksi oleh patogen enterik invasif (Farrar, 2013).
Pada pasien yang mengalami dehidrasi, toksisitas atau diare yang berlangsung
selama beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
darah tepi lengkap, kadar elektrolit, ureum dan creatinin, feses lengkap dan terkadang
ELISA untuk mendeteksi giardiasis dan tes serologi amebiasis serta x-ray abdomen
(Farrar, 2013).
21
3. Mendiagnosis adanya infeksi oportunistik (seperti, cytomegalovirus) pada pasien
immunocompromise.
4. Mendiagnosis adanya iskemia pada pasien kolitis yang dicurigai namun diagnosisnya
masih belum jelas sesudah pemeriksaan klinis dan radiologis.
H. PENATALAKSANAAN
Dalam penanganan diare terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan,
diantaranya: pencegahan, rehidrasi, diet, obat antidiare dan antibiotika.
1. Pencegahan
Menurut dinas kesehatan tahun 2004, terdapat 3 cara yang dapat dilakukan
untuk mencegah diare trutama pada anak yaitu: (Powel, 2003)
a. Minumlah air yang direbus hingga mendidih dan makanan yang sudah dimasak
hingga matang.
b. Susuilah atau beri ASI anak anda selama mungkin, disamping makanan lainnya
yang dapat diberikan sesuai dengan umur si kecil agar jika anak sudah besar
memiliki daya taha tubuh yang kuat.
c. Tetaplah memberikan ASI walaupun anak anda menderita diare.
Selain hal di atas, menyediakan sanitas dasar yang sehat seperti air bersih, jamban
yang representatif, mencuci tangan dengan sabun antiseptik akan mengurangi insiden
penyakit diare.
2. Rehidrasi
Hal utama yang perlu ditangani pada pasien gastroenteritis adalah dehidrasi.
Kebanyakan kasus gastroenteritis yang menyebabkan kematian adalah disebabkan
hidrasi yang tidak ditangani secepatnya (Burkhart M., 1999). Upaya Rehidrasi Oral
(URO) merupakan cara administrasi cairan secara oral untuk mencegah atau
mengkoreksi dehidrasi yang merupakan komplikasi diare. Dengan adanya URO dapat
menurunkan biaya dan meningkatkan efikasi terapi gastroenteritis akut. Oralit dengan
osmolaritas yang rendah berhubungan dengan penurunan gejala muntah, BAB yang cair
serta menurunkan kebutuhan pasien akan pemberian cairan secara intravena
dibandingkan dengan oralit standar. Cairan URS-WHO juga direkomendasikan sebagai
cairan rehidrasi pada dewasa dan anak dengan kolera. Dalam memberikan URO pada
pasien harus dinilai terlebih dahulu derajat dehidrasi pasien. Prinsip dalam menentukan
22
jumlah cairan harus disesuaikan dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Terdapat
beberapa macam perhitungan kehilangan cairan, diantaranya: (Simadibrata, 2010)
a. BJ plasma dengan rumus :
23
Bila skor kurang dari 3 dan tidak terdapat tanda syok, maka hanya diberikan
cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama
dengan 3 disertai syok maka diberikan cairan secara intravena.
Pada kasus diare sedang/berat pasien sebaiknya diberikan cairan secara
intravena. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang dapat diterapi dengan pemberian URO
secara oral atau melalui selang nasogastrik (NGT). Pemberian cairan rehidrasi terbagi
atas:
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi awal) : jumlah total kebutuhan cairan menurut BJ
atau Daldiyono diberikan langsung agar tercapai rehidrasi optimal secepat
mungkin.
b. Satu jam berikutnya (tahap 2) pemberian diberikan atas kehilangan cairan selama 2
jam tahap rehidrasi awal. Bila tidak terjadi syok atau skor Daldiyono < 3 dapat
diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja dan
IWL.
3. Diet
Pasien dengan gastroenteritis akut dianjurkan minum-minuman sari buah, teh,
makanan yang mudah dicerna seperti pisang, nasi dan sup, kecuali pasien muntah
hebat. Pemberian makanan sebaiknya diberikan setelah 4 jam URO atau cairan
intravena. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang
disebabkan oleh infeksi vrus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol harus
dhindarkan karena akan meningkatkan motilitas dan sekresi usus (Simadibrata, 2010)
4. Obat Antidiare
Penggunaan obat antidiare tidak membunuh kausa dari diare. Pada anak,
penggunakan obat initidak memiliki manfaat secara klinis. Beberapa obat yang dapat
digunakan diantaranya: (Simadibrata, 2010)
a. Antimotilitas.
Loperamide merupakan agen pilihan pertama (pada dewasa 4-6 mg/hari, dan 2-4
mg/hari pada anak > 8 tahun). Obat ini merupakan derivat opioid yang tidak
adiktif dan memiliki efek samping paling kecil dibandingkan dengan tinktur
maupun difenoksilat-atropin. Obat ini merupakan pilihan pertama pada diare pada
traveler dengan dehidrasi ringan sedang tanpa gejala klinis yang mengarah ke
24
diare invasif. Obat ini bekerja dengan cara menginhibisi pengeluaran acetilkolin
melalui reseptor opioid prasinaps di usus sehingga mengakibatkan penurunan
peristaltik usus dan efek memiliki antisecretory yang ringan. Sebaiknya dihindari
penggunaannya pada bloody/mucoid diarrhea atau suspek inflamasi (dengan
demam). Nyeri abdomen hebat yang mengarahkan suatu diare inflamatif
termasuk kontraindikasi untuk pemberian loperamide.
b. Antisekretory.
Bistmuth subsalicylate bisa menurunkan pengeluaran BAB pada anak atau gejala
seperti diare, mual dan nyeri abdomen diare pada traveler. Bistmuth subsalisilat
30 ml atau 2 tablet tiap 30 menit sebanyak 8 dosis bermanfaat pada beberapa
pasien.
c. Adsorbent.
Agen seperti kaolin-pectin, arang aktif , dan attapulgite bekrja dengan cara
mengabsorbsi air dan senyawa dari larutan dan kemngkinan mengikat bahan yang
berpotensi toksik pada usus. Menurut WHO efikasi pengobatan diare dengan
agen ini masih diragukan.
d. Probiotik.
Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah yang
adekuat akan menguntungkan bagi kesehatan pejamu. Berbagai penelitian
menunjukkan manfaat probiotik dalam pengobatan diare infeksi dan diare akibat
pemberian antibiotik. Probiotik akan berkompetisi dengan bakteri patogen pada
tempat menempelnya bakteri di mukosa usus dan memodulasi sistem imun
pejamu. Terdapat beberapa spesies yang telah diteliti dan digunakan sebagai
probiotik, yakni Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophilus,
Lactobacillus casei, Lactobacillus GG, Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium
longum, Streptococcus thermophilus, Enterococcus faecium, dan Saccharomyces
boulardi. Yang umum digunakan adalah kelompok laktobasilus dan
bifidobakteria.
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis yang tepat,
25
jangka waktu pemberian serta bentuk sediaan yang ideal agar probiotik yang
diberikan dapat efektif sesuai dengan yang diharapkan.
e. Antibiotika
26
Tabel 3.6. Penggunaan antibiotika dalam terapi diare (dosis dewasa). Sumber:
PAPDI
27
KESIMPULAN
Gastroenteritis adalah radang pada lambung dan usus yang memberikan gejala
diare, dengan atau tanpa disertai muntah, dan sering kali disertai peningkatan suhu tubuh.
28
DAFTAR PUSTAKA
29