Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS KECIL

GASTROENTERITIS AKUT (GEA)

Pembimbing :
dr. Tiara Paramita, M.Sc, Sp.PD

Disusun Oleh :
M. Angga Kurniawan (G4A016070)
Yunandhika Rizki Widodo (G4A016072)

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2017

1
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS KECIL
GASTROENTERITIS AKUT

Oleh:
M. Angga Kurniawan (G4A016070)
Yunandhika Rizki Widodo (G4A016072)

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal: September 2017

Mengetahui,
Dokter Pembimbing

dr. Tiara Paramita, M.Sc, Sp.PD

2
I. PENDAHULUAN

Gastroenteritis akut merupakan salah satu penyebab umum kematian di dunia.


Perkiraan terdahulu menempatkan diare sebagai penyebab kematian lima teratas di dunia
yang sering terjadi pada anak-anak. Gastroenteritis disebabkan oleh banyak hal meliputi
bakteri, virus, parasit, toksin, dan obat. Penyebab utama yang paling umum adalah virus dan
bakteri. Virus dan bakteri sangat mudah menyebar melalui makanan dan air yang telah
terkontaminasi. Dalam 50% kasus diare, tidak ditemukan penyebab yang spesifik. Virus
menjadi penyebab kasus kematian denna persentasi yang signifikan pada semua umur
(Simadibrata, 2010).

Faktor utama tingginya kejadian dan tingkat kematian karena gastroenteritis adalah
karena penggunan air yang tidak bersih, sanitasi yang tidak memenuhi sehingga
memungkinkan penyebaran agen penginfeksi, dan/ atau kondisi fisiologis seperti malnutrisi
yang menebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga memudahkan proses infeksi
oleh agen penginfeksi (Simadibrata, 2010).

Diseluruh dunia, pengobatan yang tidak memadai bagi penderita membunuh 5 sampai
8 juta orang per tahun dan menjadi penyebab utama kematian bayi dan anak dibawah umur.
Setidaknya 50% kasis gastroenteritis yang penyebarannya melalui makanan disebabkan
karena infeksi norovirus. Sedangkan 20% nya pada anak-anak disebabkan oleh rotavirus
(Simadibrata, 2010).

3
II. LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Usia : 53 Tahun
Alamat : Jatisaba Rt 09/12 Cilongok
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Tanggal masuk : 15 September 2017
Tanggal periksa : 18 September 2017
No. CM : 02021927

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Mual muntah
2. Keluhan Tambahan
Demam, sakit perut, BAB lembek 3 kali
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Margono Soekarjo (RSMS) pada tanggal 15 September
2017 diantar oleh keluarga dengan keluhan mual, muntah, badan menggigil, BAB
lembek 3 kali dalam sehari, dan badan terasa panas. Pasien mengaku saat ini (tanggal
18 september 2017) nyeri perut sebelah kiri yang menjalar ke pinggang kiri. Nyeri
dirasakan semakin membaik jika dibandingkan dengan hari pertama saat masuk IGD.
Pasien juga mengeluhkan gatal-gatal pada badan. Saat ini pasien tidak mengeluhkan
mual (-), muntah (-), pusing (-), BAB (+) lancar warna kuning kecoklatan, BAK lancar,
batuk (-), sesak nafas (-), nyeri dada (-).
Pasien sudah pernah mengalami gejala muntah dan nyeri perut kurang lebih 1
tahun yang lalu. Menurut pasien pasien tidak kuat untuk makan makanan pedas.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa : diakui ( 1 tahun yang lalu)
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal

4
e. Riwayat kencing manis : disangkal
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
g. Riwayat asma : disangkal
h. Riwayat alergi : disangkal
i. Riwayat penyakit saraf : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat kencing manis : disangkal
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
g. Riwayat asma : disangkal
h. Riwayat alergi : disangkal
i. Riwayat stroke : disangkal
6. Riwayat Sosial dan Exposure
a. Community
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan yang keluarga
yang lain (anak) berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga
dekat baik. Pasien tidak begitu aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
b. Home
Pasien tinggal dirumah seorang diri kadang ikut dengan anak-anaknya. Suami pasien
adalah sudah meninggal. Pasien memiliki 2 anak yang sudah berkelurga. Hubungan
antara pasien dengan keluarga baik.
c. Occupational
Pasien bekerja sebagai Buruh perumahan (tukang cuci), Dirumah Pasien biasa
melakukan pekerjaan rumah tangga dan aktivitas lainnya.
d. Diet
Sehari-hari pasien makan 3 kali sehari dengan lauk pauk seadanya.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg

5
Nadi : 81 kali per menit
Suhu : 36.7oC
RR : 22 kali per menit
4. Status Generalis
a. Pemeriksaan Kepala
Bentuk : mesocephal, simetris, venektasi temporal (-)
Mata :conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),edema palpebra (-/-),
reflex cahaya (+/+) normal, pupil bulat isokor,
Hidung : Sekret (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)
Leher : deviasi trakea (-), JVP 5+2 cm, KGB (-)
b. Pemeriksaan Dada
Paru
Inspeksi : Dada simetris (+), retraksi dinding dada (-)
Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis (-)
Palpasi : ictus cordis teraba di linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung dbn
Auskultasi : S1>S2, murmur (-), gallop (-)
c. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut tampak sedikit cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) di regio lumbal sinistra
Perkusi : Pekak alih (-), Pekak sisi (-), undulasi (-)
Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba pembesaran

6
d. Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas
Ekstremitas inferior
superior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Akral hangat + + + +
Reflek
+ + + +
fisiologis
Reflek patologis - - - -
Tabel 2.1. Pemeriksaan Ekstremitas

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Darah Lengkap (15/09/2017)
Hemoglobin : 12.8 g/dL
Leukosit : 4820 10^3/ul
Hematokrit : 41 %
Eritrosit : 4,8 10^6/ul
Trombosit : 149.000 /ul
MCV : 84,7 fL
MCH : 26.8 pg
MCHC : 31.6 g/dL (L)
RDW : 13.8 %
MPV : 11.4 fL
Basofil : 2.7 % (H)
Eosinofil : 1.5 % (L)
Batang : 1.0 % (L)
Segmen : 66.2 % (H)
Limfosit : 7.1 % (L)
Monosit : 1.5 % (L)
Kimia Klinik
GDS : 97 mg/dL
Ureum : 69.4 (H)
Creatinin : 2.43 (H)

7
Elektrolit
Natrium : 143 mmol/dL
Kalium : 3.8 mmol/dL
Klorida : 109 mmol/dL (H)

E. Diagnosis
GEA
ISK

F. Tatalaksana
1. Non Farmakologi
Istirahat
Hindari makanan pedas
2. Farmakologi
IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
Inj. Ranitidin 2x1 A
Inj. Ondansentron 1 A/8 jam
Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
Po parasetamol 500mg 3x1
Po. Antasid syr 3x1 cth
Po. New diatab 3x2 tab

G. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam

8
III. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa saluran
pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan atau usus besar. Gastroenteritis ditandai
dengan gejala utamanya yaitu diare, muntah, mual dan kadang disertai demam dan nyeri
abdomen (Beers & Powel. et. al, 2003). Sekiranya tidak ditangani segera dapat
mengakibatkan kehilangan cairan (dehidrasi) dan gangguan keseimbangan elektrolit
sehingga dapat menyebabkan kematian terutama pada anak. Kebanyakan kasus
gastroenteritis bersifat infeksius, namun dapat juga terjadi akibat konsumsi obat-obatan
dan bahan-bahan toksik. Penularan gastroenteritis dapat melalui rute fekal-oral dari
orang ke orang atau melalui air dan makanan yang terkontaminasi.
Menurut Depkes RI (2005), diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi
(buang air besar) lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja
(menjadi cair) dengan atau tanpa darah maupun lendir. Diare akut diberi batasan sebagai
meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang
dikeluarkan dan berlangsung tidak lebih dari dua minggu (14 hari). Apabila diare
berlangsung lebih dari 14 hari maka hal tersebut dikatakan sebagai diare kronik.

B. ETIOLOGI
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi
diare akut dibagi menjadi 4 penyebab : bakteri, virus, parasit dan non infeksi seperti
dalam tabel 1. Pada diare akut lebih dari 90% disebabkan oleh infeksi disertai dengan
mual, muntah, demam, dan nyeri pada abdomen. Sedangkan 10% sisanya disebabkan
oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. Pada diare kronis biasanya
disebabkan non infeksi. Berdasarkan data Depkes RI tahun 2000, penyebab diare akut
adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E.coli dan Entamoeba histolytica.
Sedangkan pada anak, infeksi rotavirus merupakan penyebab tersering dengan persentase
sekitar 40-60% (Farthing, 2013).

9
Tabel 3.1. Penyebab penyakit diare
C. EPIDEMIOLOGI
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari
tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR
(incidence rate) penyakit diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000
penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi
411/1000 penduduk. Berdasarkan SDKI tahun 2002 didapatkan insidens diare sebesar 11
%, 55 % dari kejadian diare terjadi pada golongan balita dengan angka kematian diare
pada balita sebesar 2,5 per 1000 balita. Berdasarkan data riskesdas 2013, Insiden dan
period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5 persen
dan 7,0 persen. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR
yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus
8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24
Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%),
sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204
dengan kematian 73 orang (CFR 1,64 %) dengan penyebab utama kematian akibat diare
adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan
(Simadibrata, 2010).

10
Tabel 3.2. Epidemiologi diare akut di negara maju dibandingkan negara berkembang

D. FAKTOR RISIKO
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
diare akut pada seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : (Simadibrata,
2010).
1. Baru saja bepergian ke daerah tropis, negara berkembang, kelompok perdamaian
dan sering berkemah.
2. Makanan atau keadaaan makanan yang tidak biasa : makanan laut dan shell fish,
terutama yang mentah, restoran fast food, tempat piknik.
3. Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, resiko infeksi HIV/AIDS.
4. Baru saja menggunakan obat anti mikroba pada institusi kejiwaan dan rumah sakit.

E. PATOGENESIS
Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor
kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh
untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut,
terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna yaitu
keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga lingkungan mikroflora usus. Faktor
kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi
toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman. Patogenesis
diare karena infeksi bakteri / parasit terdiri atas: (Ahlquist, 2000)
Diare karena bakteri non invasif (enterotoksigenik). Bakteri yang tidak merusak
mukosa misal V.cholerae Eltor, Enterotoxigenic E.coli (ETEC) dan C. Perfringens, V.
Cholerae eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit

11
sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan
nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar
adenosine 3,5-siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi
aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation
natrium dan kalium (Ahlquist, 2000).

Tabel 3.3. Perbedaan diare inflamasi dengan non inflamasi


Diare karena bakteri/parasit invasive (enterovasif). Bakteri yang merusak antara
lain Enteroinvasive E.Coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C.perfrinen tipe C.
diare disebabkan oleh kerusaan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya
sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lender dan darah. Walau demikian
infeksi kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare koleformis. Kuman
Salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B, Styphimurium, S.
enterriditis, S. choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E. histolitika dan
G.lambia (Ahlquist, 2000).
Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang
adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau
gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Pasien yang kekurangan

12
cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi
tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak (Ahlquist, 2000).
Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. Karena
kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang
mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang
sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus
ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut (Ahlquist, 2000).

Tabel 3.4. Korelasi patogenesis dan gejala diare

F. PATOFISIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi sebagai berikut: 1)
Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik, 2) Sekresi cairan dan
elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik, 3) Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi
lemak, 4) Defek sistem pertukaran anion/ transport elektrolit aktif di enterosit, 5)
Motilitas dan waktu transit usus abnormal, 6) Gangguan permeabilitas usus, 7) Inflamasi
dinding usus, disebut diare inflamatorik, 8) Infeksi dinding usus disebut diare infeksi.

13
Diare osmotik, diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik
intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/ zat kimia yang hiperosmotik
( MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus missal
pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2010).
Diare sekretorik, diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan
elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis
ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap
berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini
antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli,
reseksi ileum (gangguang absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl
sodium sulfosuksinat dll).
Malabsorbsi asam empedu atau malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada
gangguan pembentukan/produksi empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati.
Defek sistem pertukaran anion/traspor elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini
disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+, K+, ATPase di enterosit
dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal (Simadibrata, 2010).
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan
hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang
abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus,
pasca vagotomi, hipertiroid (Simadibrata, 2010).
Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang
abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus
halus. Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya
kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang
berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorpsi air-
elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau
non infeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Crohn).
Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari
sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif (tidak merusak mukosa),
dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non invasif menyebabkan diare karena toksin
yang disekresikan oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare
toksigenik adalah kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholera merupakan
protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosine
monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion

14
klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme
absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu
keluarnya ion klorida diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium dapat dikompensasi
oleh meningginya absorpi ion natrium diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat
dan klorida. Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang
diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-
oral dari satu klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen
dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi (Simadibrata, 2010).
G. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaaan penunjang. Dalam menganamnesis pasien diare akut perlu ditanyakan
mengenai onset, lama gejala, frekuensi, serta kuantitas dan karakteristik feses. Feses
dapat mengandung darah atau mukus. Adanya demam merupakan temuan diagnostik
yang penting karena menandakan adanya infeksi bakteri invasif virus enterik, atau suatu
patogen sitotoksik seperti, C. difficile dan E. Histolytica (Hendarwanto, 2000).
Adanya feses yang berdarah mengarahkan kemungkinan infeksi oleh patogen
invasif dan yang melepaskan sitotoksin; infeksi EHEC bila tidak terdapat leukosit pada
feses; serta bukan infeksi virus atau bakteri yang melepaskan enterotoksin. Muntah
sering terjadi pada diare yang disebabkan oleh infeksi virus atau toksin bakteri misalnya
S. aureus. Tenesmus merupakan penanda dari diare inflamasi. Walaupun demikian,
tidaklah mudah untuk mengenali patogen spesifik penyebab diare hanya berdasarkan
gambaran klinisnya semata karena beberapa patogen dapat menunjukkan gambaran
klinis yang sama (Hendarwanto, 2000).
Untuk mengidentifikasi penyebab diare diperlukan juga data tambahan
mengenai masa inkubasi, riwayat perjalanan sebelumnya, riwayat mengkonsumsi
makanan tertentu, risiko pekerjaan, penggunaan antibiotik dalam 2 bulan terakhir,
riwayat perawatan, binatang peliharaan, serta risiko terinfeksi HIV. Waktu timbulnya
gejala setelah paparan terhadap makanan yang dicurigai juga dapat mengarahkan
penyebab infeksi, seperti berikut ini: (Hendarwanto, 2000).
1. Gejala yang timbul dalam waktu < 6 jam kemungkinan disebabkan oleh toksin bakteri
Staphylococcus aureus atau Bacillus cereus.
2. Gejala yang timbul sesudah 6-24 jam kemungkinan disebabkan oleh toksin bakteri
Clostridium perfringens atau Bacillus cereus.

15
3. Gejala yang timbul lebih dari 16-72 jam mengarahkan infeksi oleh virus, terutama
bila muntah merupakan gejala yang paling prominen; atau kontaminasi bakterial dari
makanan oleh enterotoxigenic/enterohemorrhagic E. coli, Norovirus, Vibrio,
Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Giardia, Cyclospora, atau
Cryptosporidium.

Berbagai patogen spesifik dapat menimbulkan diare akut. Berikut ini akan
dibahas secara garis besar : (Simadibrata, 2010)

Vibrio. Terdapat banyak spesies Vibrio yang menimbulkan diare di negara-


negara berkembang. Vibrio cholerae dapat menimbulkan diare noninflamasi. Organisme
ini termasuk koloni patogen klasik. V. cholerae serogrup O1 dan O139 dapat
menyebabkan deplesi volume yang cepat dan berat. Tanpa rehidrasi yang cepat dan
adekuat, syok hipovolemik dan kematian dapat terjadi dalam 12-18 jam sesudah pertama
kali timbul gejala. Feses biasanya encer, jernih, disertai bercak-bercak mukus. Muntah
biasa terjadi, tetapi jarang terdapat demam. Vibrio nonkolera, seperti Vibrio
parahemolyticus juga dapat menyebabkan diare. V. cholerae O1, V. parahemolyticus, dan
V. cholerae non-O1 merupakan penyebab tersering pertama, ke-4, dan ke-7 dari diare
yang dirawat di rumah sakit di Indonesia, masing-masing sebesar 37,1%; 7,35; dan 2,4%.

Shigella. Shigella merupakan penyebab klasik diare inflamasi atau disentri dan
penyebab ke-2 tersering penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) di
Amerika Serikat, serta sampai saat ini masih menjadi problem utama di pusat perawatan
harian atau institusi. Di Indonesia, Shigella spp merupakan penyebab tersering ke-2 dari
diare yang dirawat di rumah sakit, yakni sebesar 27,3%. Dari keseluruhan Shigella spp
tersebut, 82,8% merupakan S. flexneri; 15,0% adalah S. sonnei; dan 2,2% merupakan S.
dysenteriae. Hanya dibutuhkan 10 kuman untuk menginisiasi timbulnya penyakit ini dan
penyebaran dari orang ke orang amat mudah terjadi. Infeksi S. sonnei adalah yang
teringan. Paling sering terjadi di negara-negara industri. Infeksi S. flexneri akan
menimbulkan gejala disentri dan diare persisten. Paling sering terjadi di negara-negara
berkembang. S. dysenteriae tipe 1 (Sd1) menghasilkan toksin Shiga, sehingga dapat
menimbulkan epidemi diare berdarah (bloody diarrhea) dengan case fatality rate yang
tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Tengah. Infeksi Shigella dapat menimbulkan
komplikasi hemolytic-uremic syndrome (HUS) dan thrombotic thrombocytopenic
purpura (TTP).

16
Salmonella. Salmonellosis merupakan penyebab utama foodborne disease di
Amerika Serikat. Di Indonesia, Salmonella spp merupakan penyebab tersering ke-3 dari
diare yang dirawat di rumah sakit, yakni sebesar 17,7%. Terdapat lebih dari 2000
serotype Salmonella dan semuanya patogenik bagi manusia. Bayi dan orang tua paling
rentan terinfeksi. Hewan merupakan reservoir utama bagi kuman ini. Gejala salmonellosis
umumnya berupa diare noninflamasi. Akan tetapi, dapat juga berupa diare inflamatif atau
disentri (bloody diarrhea).

Campylobacter. Organisme ini dapat menimbulkan watery ataupun bloody


diarrhea. Meskipun jarang, Campylobacter juga dapat menimbulkan sindrom Guillain-
Barr. Infeksi asimtomatik sering terjadi di negara-negara berkembang akibat kontak erat
dengan hewan ternak. Campylobacter jejuni merupakan penyebab tersering ke-6 dari
diare yang dirawat di rumah sakit di Indonesia, yakni sebesar 3,6%.

Escherichia coli diarrheogenic. Semua jenis E. coli diarrheogenic dapat


menimbulkan penyakit di negara-negara berkembang. Akan tetapi, infeksi
enterohemorrhagic E. coli (EHEC), termasuk E. coli O157:H7 lebih sering terjadi di
negara-negara industri. Enterotoxigenic E. coli (ETEC) dapat menimbulkan diare pada
wisatawan. Enteropathogenic E. coli (EPEC) jarang menyerang orang dewasa.
Enteroinvasive E. coli (EIEC) dapat menimbulkan diare lendir dan berdarah, biasanya
disertai demam. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) dapat menimbulkan bloody diarrhea,
dan Enteroaggregative E. coli (EAggEC) dapat menimbulkan diare persisten pada pasien
dengan human immunodeficiency virus (HIV).

Enterohemorrhagic E. coli (EHEC), terutama Escherichia coli 0157:H7,


merupakan penyebab tersering kolitis infektif di negara-negara industri. EHEC dapat
memproduksi suatu sitotoksin, seperti verotoksin (Shiga-like toxin) yang menyebabkan
bloody diarrhea. EHEC dapat menimbulkan komplikasi HUS dan TTP. Kolitis hemoragik
berat dengan HUS dilaporkan terjadi pada 68% pasien. Tidak mudah untuk
mengidentifikasi kuman ini karena media agar MacConkey-Sorbitol untuk
membiakannya tidak tersedia di semua laboratorium. Selain itu, laboratorium juga tidak
secara rutin mengidentifikasi nonserogroup O157:H7 EHEC yang sama manifestasi
klinisnya dengan serogrup O157:H7.

Virus. Virus merupakan merupakan penyebab utama diare akut di negara-


negara industri. Berbagai virus dapat menimbulkan diare akut pada manusia, di antaranya

17
rotavirus, human calicivirus, enteric adenovirus, astrovirus, cytomegalovirus,
coronavirus, dan herpes simplex virus. Rotavirus sering menimbulkan diare pada bayi,
namun relatif jarang pada anak-anak dan dewasa karena telah mempunyai antibodi
protektif. Rotavirus dapat menimbulkan gastroenteritis berat. Hampir semua anak-anak di
negara-negara industri dan negara-negara berkembang telah terinfeksi pada usia 35
tahun. Human calicivirus (HuCV) termasuk ke dalam famili Caliciviridae, terdiri dari
norovirus dan sapovirus. Sebelumnya dinamakan Norwalk-like virus dan Sapporo-like
virus. Norovirus merupakan penyebab tersering kejadian luar biasa gastroenteritis pada
semua kelompok umur. Sapovirus lebih sering mengenai anak-anak. Beberapa serotype
adenovirus juga dapat menimbulkan diare akut, akan tetapi lebih sering pada anak-anak.

Parasit. Berbagai spesies protozoa dan cacing dapat menimbulkan diare akut.
Di negara-negara maju, parasit jarang menjadi penyebab diare akut, kecuali pada
wisatawan. Giardia intestinalis, Cryptosporidium parvum, Entamoeba histolytica, dan
Cyclospora cayetanensis paling sering menimbulkan diare akut pada anak-anak.

Diare pada pasien immunocompromise. Individu dengan penyakit


immunocompromise, seperti limfoma, transplantasi sumsum tulang, atau infeksi HIV
berisiko lebih tinggi untuk mengalami infeksi yang disebabkan oleh patogen usus
dibandingkan individu sehat. Diare dilaporkan terjadi pada 60% dari pasien dengan
acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) di negara-negara industri dan 95% pasien
AIDS di negara-negara berkembang. Patogen yang paling sering dijumpai adalah
Cryptosporidium parvum, Isospora belli, Cyclospora, Microsporidium, Salmonella
enteritidis, Campylobacter, Shigella spp, Mycobacterium avium complex,
Cytomegalovirus, Herpes simplex, dan Adenovirus. Prevalensi diare akibat berbagai
patogen tersebut pada pasien AIDS dilaporkan terus menurun dengan semakin luasnya
pemberian terapi antiretroviral, walaupun diare masih sering dijumpai pada kelompok
pasien tersebut.

Infeksi oleh Cryptosporidium tampil sebagai penyakit diare dengan dehidrasi


berat, namun dapat sembuh sendiri pada pasien dengan hitung CD4 >150 sel/mm3 sama
seperti pada individu dengan fungsi imun yang normal. Sebaliknya, pada pasien HIV
dengan fungsi imun yang lebih buruk terjadi penyakit yang lebih berat dan tidak dapat
mengalami remisi. Cyclospora dan Microsporidium merupakan patogen usus kecil.
Gambaran klinis diare yang disebabkan oleh Cyclospora khas dengan lamanya yang
rerata >3 minggu, disertai rasa letih dan lemah yang kuat. Dehidrasi pada diare akibat

18
infeksi Microsporidium biasanya lebih ringan dibandingkan pada diare yang disebabkan
oleh Cryptosporidium. Gejala inflamasi, seperti perut kembung, kram, dan banyak flatus
biasa dijumpai. Microsporidium jarang menyebabkan diare pada pejamu yang
immunocompetent.

Diare Nosokomial. Diare nosokomial didefinisikan sebagai penyakit diare


dengan onset >72 jam sesudah masuk rumah sakit. Penyakit ini dapat menambah lama
perawatan di rumah sakit pada orang dewasa sampai >1 minggu, dan pada usia lanjut
sampai >1 bulan. Insiden dan mortalitas tertinggi dijumpai kelompok pasien yang berusia
>70 tahun. Diare nosokomial dapat disebabkan oleh infeksi ataupun noninfeksi. Akan
tetapi, diare nosokomial lebih sering disebabkan oleh penyebab noninfeksi yang multipel,
seperti penggunaan tube feeding atau obat-obatan yang dapat menimbulkan diare.
Penyebab infeksi tersering adalah Clostridium difficile. Kolitis pseudomembranosa
hampir selalu disebabkan oleh C. difficile. Organisme ini juga menjadi penyebab dari
20% diare tanpa kolitis akibat pemakaian antibiotik. Kolitis pseudomembranosa berkisar
dari diare ringan-sedang hingga kolitis berat. Sebenarnya semua antibiotik telah
dihubungkan dengan infeksi C. difficile, akan tetapi penyebab tersering adalah golongan
penisilin berspektrum luas, cephalosporin, dan clindamycin. Sebagian besar pasien
mengalami gejala selagi masih memakai antibiotik, tetapi diare dapat juga baru timbul 1-
3 minggu sesudah antibiotik dihentikan. Infeksi C. difficile juga dapat timbul pada
pasien-pasien yang mendapat kemoterapi.

19
Tabel 3.5. Gejala klinis diare berdasarkan sumber infeksi (Source: WHO guideline
practice guidelines)

Berdasarkan Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa


berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi
menjadi :

Diare tanpa dehidrasi

Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.

Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)

Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas
sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan
pemeriksaan fisik dalam batas normal.

Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)

Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,
turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air
mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang ( 2 detik) dengan kulit yang
dingin yang dingin dan pucat.

Diare dengan dehidrasi berat (>10%)

Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya
pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah,
hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan
ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu
minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian
kapiler sangat memanjang ( 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.

Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai keadaan umum, kesadaran, berat badan,
temperatur, frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan darah, turgor kulit, kelopak mata, serta
mukosa lidah. Selain itu, perlu dicari tanda-tanda dehidrasi dan kontraksi volume
ekstraseluler, seperti denyut nadi >90 kali/menit dan lemah, hipotensi postural/ortostatik,
lidah kering, kelopak mata cekung, serta kulit yang dingin dan lembab. Pemeriksaan

20
abdomen merupakan sesuatu yang sangat penting pada kasus diare. Kualitas bising usus
dan ada tidaknya distensi abdomen serta nyeri tekan dapat membantu klinisi dalam
menentukan etiologi. Tanda-tanda peritonitis juga perlu dicari karena merupakan petunjuk
adanya infeksi oleh patogen enterik invasif (Farrar, 2013).

Pada pasien yang mengalami dehidrasi, toksisitas atau diare yang berlangsung
selama beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
darah tepi lengkap, kadar elektrolit, ureum dan creatinin, feses lengkap dan terkadang
ELISA untuk mendeteksi giardiasis dan tes serologi amebiasis serta x-ray abdomen
(Farrar, 2013).

Pasien dengan kecurigaan infeksi virus biasanya akan memperlihatkan jumlam


dan hitung leukosit yang normal atau limfositosis. Pada infeksi bakteri, terutama pada
infeksi bakteri yang ivasif ke mukosa akan memperlihatkan leukosistosis dengan tingakat
blast yang lebih tinggi. Neutropenia dapat timbul pada infeksi salmonella (Farrar, 2013).

Pemeriksaan ureum dan creatinin diperiksa untuk menilai adanya kekurangan


volume cairan dan mineral pada tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan unuk melihat adanya
leukosit pada tinja yang kemungkinanan mengarahkan kepada infeksi bakteri, adanya telur
cacing dan parasit dewasa dengan hasil meta-analisis tentang pemeriksaan ini
menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas hanya sebesar 70% dan 50%. Akan tetapi,
adanya darah samar dan leukosit pada feses mendukung diagnosis diare akibat infeksi
bakteri. Pada pasien yang mendapatkan pengobatan antibiotik dalam 3 bulan terakhir atau
yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya dilakukan pemeriksaan tinja untuk
pengukuran toksin Clostridium difficile. Kultur tinja untuk memastikan kausa diare namun
pemeriksaan ini biasanya hanya dikerjakan pada pasien diare > 72 jam, diare akut setelah
perawatan di rumah sakit, dan pasien dengan imunocompromised. Pemeriksaan lain
seperti endoskopi umumnya tidak dibutuhkan dalam mendiagnosis diare akut. Akan tetapi,
pemeriksaan ini dapat digunakan untuk: (Farrar, 2013).

1. Membedakan inflammatory bowel disease dari diare akibat infeksi.

2. Mendiagnosis infeksi C. difficile dan menemukan pseudomembran pada pasien yang


toksik sambil menunggu hasil pemeriksaan kultur jaringan. Namun, saat ini
pemeriksaan enzyme linked immunosorbent assays (ELISA) dari feses untuk toksin A
telah mempersingkat waktu untuk mendiagnosis infeksi C. difficile dan mengurangi
kebutuhan pemeriksaan endoskopi pada kasus-kasus tersebut.

21
3. Mendiagnosis adanya infeksi oportunistik (seperti, cytomegalovirus) pada pasien
immunocompromise.

4. Mendiagnosis adanya iskemia pada pasien kolitis yang dicurigai namun diagnosisnya
masih belum jelas sesudah pemeriksaan klinis dan radiologis.

H. PENATALAKSANAAN
Dalam penanganan diare terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan,
diantaranya: pencegahan, rehidrasi, diet, obat antidiare dan antibiotika.
1. Pencegahan
Menurut dinas kesehatan tahun 2004, terdapat 3 cara yang dapat dilakukan
untuk mencegah diare trutama pada anak yaitu: (Powel, 2003)

a. Minumlah air yang direbus hingga mendidih dan makanan yang sudah dimasak
hingga matang.
b. Susuilah atau beri ASI anak anda selama mungkin, disamping makanan lainnya
yang dapat diberikan sesuai dengan umur si kecil agar jika anak sudah besar
memiliki daya taha tubuh yang kuat.
c. Tetaplah memberikan ASI walaupun anak anda menderita diare.
Selain hal di atas, menyediakan sanitas dasar yang sehat seperti air bersih, jamban
yang representatif, mencuci tangan dengan sabun antiseptik akan mengurangi insiden
penyakit diare.
2. Rehidrasi
Hal utama yang perlu ditangani pada pasien gastroenteritis adalah dehidrasi.
Kebanyakan kasus gastroenteritis yang menyebabkan kematian adalah disebabkan
hidrasi yang tidak ditangani secepatnya (Burkhart M., 1999). Upaya Rehidrasi Oral
(URO) merupakan cara administrasi cairan secara oral untuk mencegah atau
mengkoreksi dehidrasi yang merupakan komplikasi diare. Dengan adanya URO dapat
menurunkan biaya dan meningkatkan efikasi terapi gastroenteritis akut. Oralit dengan
osmolaritas yang rendah berhubungan dengan penurunan gejala muntah, BAB yang cair
serta menurunkan kebutuhan pasien akan pemberian cairan secara intravena
dibandingkan dengan oralit standar. Cairan URS-WHO juga direkomendasikan sebagai
cairan rehidrasi pada dewasa dan anak dengan kolera. Dalam memberikan URO pada
pasien harus dinilai terlebih dahulu derajat dehidrasi pasien. Prinsip dalam menentukan

22
jumlah cairan harus disesuaikan dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Terdapat
beberapa macam perhitungan kehilangan cairan, diantaranya: (Simadibrata, 2010)
a. BJ plasma dengan rumus :

b. Metode Pierce berdasarkan klinis


- Dehidrasi Ringan : 5% x BB (kg)
- Dehidrasi Sedang: 8% x BB (kg)
- Dehidrasi berat : 10% x BB (kg)
c. Metode Daldiyono berdasarkan skor

Tabel 5. Skor penilaian Klinis Dehidrasi


Klinis Skor
Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 kali/menit 1
Kesadaran apati 1
Kesadaran somnolen, spoor atau 2
koma
Frekuensi napas > 30 kali/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer womans hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2

23
Bila skor kurang dari 3 dan tidak terdapat tanda syok, maka hanya diberikan
cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama
dengan 3 disertai syok maka diberikan cairan secara intravena.
Pada kasus diare sedang/berat pasien sebaiknya diberikan cairan secara
intravena. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang dapat diterapi dengan pemberian URO
secara oral atau melalui selang nasogastrik (NGT). Pemberian cairan rehidrasi terbagi
atas:
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi awal) : jumlah total kebutuhan cairan menurut BJ
atau Daldiyono diberikan langsung agar tercapai rehidrasi optimal secepat
mungkin.
b. Satu jam berikutnya (tahap 2) pemberian diberikan atas kehilangan cairan selama 2
jam tahap rehidrasi awal. Bila tidak terjadi syok atau skor Daldiyono < 3 dapat
diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja dan
IWL.
3. Diet
Pasien dengan gastroenteritis akut dianjurkan minum-minuman sari buah, teh,
makanan yang mudah dicerna seperti pisang, nasi dan sup, kecuali pasien muntah
hebat. Pemberian makanan sebaiknya diberikan setelah 4 jam URO atau cairan
intravena. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang
disebabkan oleh infeksi vrus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol harus
dhindarkan karena akan meningkatkan motilitas dan sekresi usus (Simadibrata, 2010)

4. Obat Antidiare

Penggunaan obat antidiare tidak membunuh kausa dari diare. Pada anak,
penggunakan obat initidak memiliki manfaat secara klinis. Beberapa obat yang dapat
digunakan diantaranya: (Simadibrata, 2010)

a. Antimotilitas.

Loperamide merupakan agen pilihan pertama (pada dewasa 4-6 mg/hari, dan 2-4
mg/hari pada anak > 8 tahun). Obat ini merupakan derivat opioid yang tidak
adiktif dan memiliki efek samping paling kecil dibandingkan dengan tinktur
maupun difenoksilat-atropin. Obat ini merupakan pilihan pertama pada diare pada
traveler dengan dehidrasi ringan sedang tanpa gejala klinis yang mengarah ke

24
diare invasif. Obat ini bekerja dengan cara menginhibisi pengeluaran acetilkolin
melalui reseptor opioid prasinaps di usus sehingga mengakibatkan penurunan
peristaltik usus dan efek memiliki antisecretory yang ringan. Sebaiknya dihindari
penggunaannya pada bloody/mucoid diarrhea atau suspek inflamasi (dengan
demam). Nyeri abdomen hebat yang mengarahkan suatu diare inflamatif
termasuk kontraindikasi untuk pemberian loperamide.

b. Antisekretory.

Bistmuth subsalicylate bisa menurunkan pengeluaran BAB pada anak atau gejala
seperti diare, mual dan nyeri abdomen diare pada traveler. Bistmuth subsalisilat
30 ml atau 2 tablet tiap 30 menit sebanyak 8 dosis bermanfaat pada beberapa
pasien.

Racecadotril merupakan enkepalinase inhibitor (nonopiat) dengan aktivitas


antisekresi yang telah mendapatkan lisensi diberbagai negara diberikan dengan
dosis 3 x 100mg terutama pada diare anak dan kolera dewasa.

c. Adsorbent.

Agen seperti kaolin-pectin, arang aktif , dan attapulgite bekrja dengan cara
mengabsorbsi air dan senyawa dari larutan dan kemngkinan mengikat bahan yang
berpotensi toksik pada usus. Menurut WHO efikasi pengobatan diare dengan
agen ini masih diragukan.

d. Probiotik.

Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah yang
adekuat akan menguntungkan bagi kesehatan pejamu. Berbagai penelitian
menunjukkan manfaat probiotik dalam pengobatan diare infeksi dan diare akibat
pemberian antibiotik. Probiotik akan berkompetisi dengan bakteri patogen pada
tempat menempelnya bakteri di mukosa usus dan memodulasi sistem imun
pejamu. Terdapat beberapa spesies yang telah diteliti dan digunakan sebagai
probiotik, yakni Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophilus,
Lactobacillus casei, Lactobacillus GG, Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium
longum, Streptococcus thermophilus, Enterococcus faecium, dan Saccharomyces
boulardi. Yang umum digunakan adalah kelompok laktobasilus dan
bifidobakteria.
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis yang tepat,
25
jangka waktu pemberian serta bentuk sediaan yang ideal agar probiotik yang
diberikan dapat efektif sesuai dengan yang diharapkan.

e. Antibiotika

Kebanyakan pasien memiliki gejala penyakit yang ringan, self limited


disease karena virus atau bakteri noninvasif, sehingga pengobatan empiris tidak
dianjurkan pada semua pasien diare. Pengobatan empiric diindikasikan pada
pasien-pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasive (feses
berdarah/mucoid, terdapat darah samar atauleukosit pada feses), diare turis
(travelers diarrhea) atau imunosupresif. Obat pilihan yaitu kuinolon
(siprofloksasin 500 mg 2 x/hari selama 5-7 hari). Obat ini baik terhadap bakteri
pathogen invarsif termasuk Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan
Aeromonas species. Sebagai alternative yaitu kotrimoksazol
(trimetropin/sulfametoksazol), 160/800 mg/hari, atau erotromisin 250-500 mg 4
x/hari selama 7 hari diberikan bagi yang dicurigai giardiasis, tetracyclin
(doksisiklin 2 x 100 mg) pada kecurigaan kolera, serta pada amebiasis dapat
digunakan tetraciclin atau metronidazole.

Untuk turis tertentu yang berpergian ke daerah resiko tinggi, kuinolon


(misal siprofloksasin 500 mg/hari) dapat dipakai sebagai profilaktik yang
memberikan perlindungan sekitar 90%. Obat profilaktik lain termasuk
trimetropim-sulfametoksazol dan bismuth subsalisilat. Pathogen spesifik yang
harus diobati adalah Vibro cholera, Clostridium difficile, parasit, travelers
diarrhea, dan infeksi karena penyakit seksual (gonorrhea, sifilis, klamidiosis, and
herpes simpleks). Pathogen yang mungkin di obati termasuk Vibro non kolera,
Yersinia, dan Camphylobacter, dan bila gejala lebih lama pada infeksi
aeromonas, Plesiomonas dan E coli enteropathologenic. Obat pilihan bagi diare
karena Clostridium difficile yaitu metonidazol oral 25-500 mg 4 x/hari selama 7-
10 hari. Vankomisin merupakan obat alternative, tetapi bila diberikan secara
parenteral. Metronidazol intravena diberikan pada pasien yang tidak dapat
mentoleransi pemberian per oral. Obat antimikroba dapat dilihat pada Tabel 4.

26
Tabel 3.6. Penggunaan antibiotika dalam terapi diare (dosis dewasa). Sumber:
PAPDI

27
KESIMPULAN

Gastroenteritis adalah radang pada lambung dan usus yang memberikan gejala
diare, dengan atau tanpa disertai muntah, dan sering kali disertai peningkatan suhu tubuh.

Penyebabnya terjadi karena tiga faktor berikut (Mansjoer Arief, 2000) :


1. Faktor infeksi
a. Infeksi Internal: infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
gastroenteritis
b. Infeksi parenteral: merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan gastroenteritis
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Gastroenteritis dapat
terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis
makanan tertentu.
3. Faktor Psikologis
4. Higienitas
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik dengan morbiditas dan
mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas terutama pada
anak-anak dan pada lanjut usia.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ahlquist David A, Camilleri M. Harrisons Principles of Internal Medicine. 15th edition.


Braunwald, Fauci, Kasper et all (Editor). 2001.
Farrar J, Hotez FJ, Junghanss T, Kang G, Lalloo D, White N. Acute diarrhea. Mansons
Tropical Diseases. Elsevier; 2013.
Farthing M, Salam MA, Lindberg G, Dite P, Khalif I, Salazar-Lindo E, et al. Acute diarrhea
in adults and children: A global perspective. World Gastroenterology Organisation
Global Guidelines. J Clin Gastroenterol. 2013; 47(1): 12-20.
Hendarwanto. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sarwono WP (Editor), Balai Penerbit UI,
2000.
Powel Don W: Approach to the patient with diarrhea. Dalam buku: Text book of
Gastroenterology, 4th edition. Yamada T (Editor). Limphicot Williams & Wiekeins
Philadelphia. USA. 2003.
Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing;
2010. p.548-56.
Zein U. Diare akut infeksius pada dewasa. e-USU Repository [Internet]. 2004. Available
from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3388/1/penydalam-umar4.pdf

29

Anda mungkin juga menyukai