Anda di halaman 1dari 7

AUDITING : Memahami Sampling Audit

13.1. Definisi Sampling dalam Audit

Standar audit (SA 530) mendefinisikan sampling audit sebagai penerapan standar audit terhadap
kurang dari 100% unsur dalam suatu populasi audit yang relevan sedemikian rupa sehingga semua
unit sampling memiliki peluang yang sama dipilih untuk memberikan basis memadai bagi auditor
untuk menarik kesimpulan tentang populasi secara keseluruhan.

Sampling audit dapat diterapkan baik untuk melakukan pengujian pengendalian maupun pengujian
substantif. Meskipun demikian, auditor biasanya tidak menerapkan sampling audit dalam prosedur
pengujian yang berupa pengajuan pertanyaan atau tanya jawab, observasi, dan prosedur analitis.
Sampling audit banyak dipakai dalam pengujian berupa prosedur pencocokkan ke dokumen
(vouching), konfirmasi, dan penelusuran (tracing). Sampling audit, jika diterapkan dengan
semestinya akan dapat menghasilkan bukti audit yang cukup, sesuai dengan yang diinginkan standar
pekerjaan lapangan yang ketiga.

13.1.1. Perlunya Sampling Audit

Dalam setiap pelaksanaan audit baik keuangan maupun operasional, auditor selalu dihadapkan
dengan banyaknya bukti-bukti transaksi yang harus diaudit dengan waktu audit yang sangat
terbatas. Sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, auditor berkepentingan dengan keabsahan
simpulan dan pendapatnya terhadap keseluruhan isi laporan dan/atau kegiatan yang diauditnya.
Mengingat tanggung jawab ini, maka auditor hanya akan dapat menerbitkan laporan yang
sepenuhnya benar, jika dia memeriksa seluruh bukti transaksi. Namun demikian, hal ini tidak
mungkin dilakukan. Pertama, dari segi waktu dan biaya hal ini akan memerlukan sumberdaya yang
sangat besar. Kedua, dari segi konsep, audit memang tidak dirancang untuk memberikan jaminan
mutlak bahwa hasil audit 100% sesuai dengan kondisinya. Karena itulah sampling perlu dilakukan
agar dapat menghemat biaya dan memudahkan auditor melakukan pekerjaan.

13.1.2 Sampel Representatif, Risiko Sampling dan Non-Risiko Sampling

Sampel represetatif adalah sampel yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan populasi.
Hal ini berarti bahwa unsur sampel serupa dengan unsur yang tidak diikut sertakan dalam sampel.
Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah suatu sampel representatif atau tidak adalah dengan
melakukan audit terhadap keseluruhan populasi. Suatu hasil sampel bisa menjadi tidak representatif
karena kesalahan non-sampling dan kesalahan sampling. Risiko dari terjadinya kedua jenis kesalahan
ini disebut resiko non-sampling dan resiko sampling.

Resiko non-sampling adalah resiko bahwa suatu pengujian audit tidak dapat mengungkapkan adanya
penyimpangan dalam sampel. Dua penyebab risiko non-sampling adalah: auditor gagal untuk
mengetahui adanya penyimpangan dan tidak tepat atau tidak efektifnya prosedur audit.

Risiko sampling adalah risiko auditor mencapai suatu kesimpulan yang keliru karena sampel tidak
mencermikan populasi. Risiko sampling adalah bagian inheren dari sampling yang disebabkan karena
pengujian tidak dilakukan terhadap keseluruhan populasi.

13.1.3. Sampling Statistik dan Sampling Non-Statistik


Tujuan perencanaan sampel adalah untuk memastikan bahwa pengujian audit dilaksanakan
sedemikian rupa sehingga menghindari risiko sampling yang mungkin terjadi dan meminimumkan
kemungkinan terjadinya kesalahan nonsampling. Teknik sampling dalam audit dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu: menggunakan Metode Statistik atau disebut "sampling statistik" dan Tanpa
Menggunakan Metode Statistik atau disebut "sampling non statistik". Sampling statistik berbeda dari
sampling non statistik. Dalam sampling metoda statistik, dengan menerapkan aturan matematika,
auditor dapat mengkuantifikasi risiko sampling dalam perencanaan sampel, dan mengevaluasi hasil.
Dalam sampling non-statistik, auditor tidak mengkuantifikasi risiko sampling. Auditor memilih unsur-
unsur sampel yang diyakininya akan memberi informasi yang paling bermanfaat dalam situasi yang
dihadapi dan mencapai kesimpulan tentang populasi berdasarkan hasil pertimbangannya. Karena
alasan tersebut, penggunaan sampling non-stastistik sering disebut judgemental sampling.

Apabila auditor menggunakan pemilihan sampel probabilistik, auditor memilih unsur-unsur sampel
secara acak yang setiap unsur populasinya memiliki probabilitas yang diketahui untuk dimasukkan
dalam sampel. Standar auditing memberi kebebasan kepada auditor untuk menggunakan metoda
sampling statistic atau metoda sampling non-statistik. Apabila digunakan digunakan sampling
statistic, sampel hendaknya yang probabilistik dan harus digunakan metoda evaluasi statistic yang
tepat terhadap hasil sampel untuk menghitung besarnya risiko sampling.

13.2. Pemilihan Sampel Untuk Tingkat Penyimpangan

Auditor menggunakan sampel dalam pengendalian dan pengujian substantive transaksi untuk
menaksir persentase unsur-unsur alam suatu populasi yang berisi suatu karakteristik atau atribut.
Persentase ini disebut ingkat keterjadian atau tingkat penyimpangan. Auditor menaruh perhatian
pada jenis-jenis penyimpanagna dalam populasi data akuntansi berikut: a. Penyimpangan dari
pengendalian yang ditetapkan klien; b. kesalahan penyajian rupiah dalam populasi transaksi; c.
kesalahan penyajian rupiah dalam populasi detil saldo akun. Dalam penggunaan sampling audit
untuk tingkat penyimpangan, auditor ingin mengetahui tnggkat penyimpangan yang paling mungkin,
dan bukan lebarnya interval keyakinan. Oleh krena itu auditor fokus pada batas atas dari taksiran
itervval yang disebut taksiran atau computed upper exception rate dalam pengujian pengendalian
dan pengujian sustantif transaksi.

13.3. Penerapan Pemilihan Sampel Audit Non-Statistik

Auditor harus melakukan langkah demi langkah dengan cermat untuk mencapai penerapan yang
tepat baik dari segi auditing maupun persyaratan sampling. Adapun langkah-langkah tersebut yaitu;

A. Merencanakan Sampel, terdiri dari:

i. Menetapkan tujuan pengujian audit

Tujuan pengujia harus ditetapkan sesuai dengan siklus transaksi yang akan diuji.biasanya auditor
merumuskan tujuan pengujian pengendalian dan pengujian sbstatif transaksi sebagai berikut:
menguji efektifitas operasi pengendalian dan menentukanapakah transasksi berisi kesalahan
penyajian rupiah. Tujuan pengujian ini dalam siklus penjualan dan pengumpulan piutang biasanya
adalah untuk menguji efekivitas pengendalian intern.

ii. Menentukan apakakah audit sampling bisa diterapkan


Audit sampling bisa diterapkan apabila auditor merecanakan untuk memperoleh kesimpulan tentang
populasi berdasarkan suatu sampel. Auditor harus melihat keprogram audit da memilih
prosedurmana yang bisa diterapkan dengan menggunakan sampling audit.

iii. Merumuskan atribut dan kondisi penyimpangan

Apabia akan menggunakan sampling audit, auditor harus merumuskan karakteristik atau atribut
yang akan diuji dan kondisi-kondisi penyimpangan. Apabila atribut tidak dirumuskan di muka denga
cermat, para staf audit yang melaksanakan prosedur audit tidak memiliki pegangan untuk
mengidentifikasi penyimpangan.

iv. Merumuskan populasi

Populasi adalah unsur-unsur yang ingin digeneralisasi oleh auditor. Auditor bisa merumuskan
populasi untuk mengikutsertakan setap unsur yang diinginkan, tetapi ketika mereka menarik sampel,
unsur tersebut harus terpiih dari keseluruhan populasi sebagaimana yang telah dirumuskan. Auditor
harus menguji kelngkapan populasi dan detil keterkaitan sebelum suatu sampel ditarik untuk
memastikan bahwa semua unsur populasi memiliki kesempatan untuk dipilih. Auditor hanya bisa
melakukan generalisasi tentang populasi yang telah disampel. Sebagai contoh, ketika melaksanakan
pengujian pengendalian dan pengujian substantive transaksi penjualan, biasanya yang dirumuskan
auditor sebagai populasi adalah semua faktur yang telah dicatat selama tahun diaudit. Apabila
auditor hanya mengambil sampel dari satu bulan transaksi, menjadi tidak valid untuk mengambil
kesimpulan tentang faktur untuk keseluruhan tahun. Auditor juga harus dengan cermat
merumuskan populasi dimuka dan harus konsisten dengan tujuan audit.

v. Merumuskan unit sampling

Unit sampling dirumuskan oleh auditor berdasarkan definisi tentang populasi dan tujuan pengujian
audit. unit sampling adalah unit fisik yang berkaitan dengan nomor-nomor acak yang akan
digeneralisasi oleh auditor. Unit sampling adalah langkah awal dalam melakukan pengujian audit.
untuk siklus penjualan dan pengumpulan piutang, unit sampling biasanya adalah nomor-nomor fatur
penjualan dan dokumen pengiriman barang.

vi. Menetapkan tingkat penyimpangan yang bisa ditoleransi

Penetapan tingkat penyimpangan bisa ditoleransi atau tolerable exception rate (TER) untuk setiap
atribut membutuhkan pertimbangan professional auditor.seberapa besar TER yang dipandang
memadai,berkaitan dengan materialitas dan oleh karena itu dipengaruhi oleh perumusan atribut
dan artinya atribut dalam perencanaan audit. TER akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadapa
ukuran sampel. Ukuran sampel yang lebih besar akan dibutuhkan untuk TER yang rendah
dibandingkan denga TER yang tinggi.

vii. Risiko penetapan risiko pengendalian terlalu rendah yang bisa diterima

Untuk sampling audit dalam pengujian pengendalian dan pengujian substantive transaksi, risiko
tersebut disebut risiko yang bisa diterima untuk penetapa risiko pengendalian terlalu rendah atau
acceptable risk of assessing control risk too low (ARACR). ARACR mengukur risiko yang bisa diterima
auditor untuk menerima bahwa pengendalian efektif padahal tingkat penyimpangan populasi yang
sesungguhnya lebih besar dari TER. ARACR yang tinggi berarti bahwa auditor bersedia untuk
mengambil risiko yang substansial dengan menimpulakan bahwa pengendalian efektif setelah semua
pengujian selesai.

viii.Menaksir tingkat penyimpangan populasi


Auditor harus menaksir dimuka tingkat penyimpangan populasi untuk merencanakan ukuran sampel
yang tepat. Apabila taksiran tingkat penyimpangan populasi atau estimated population exception
rate (EPER) rendah, maka ukuran sampel relative kecil akan memuaskan tingkat penyimpangan yang
bisa ditolerasi sebagaimana yang ditetapkan auditor, karena hanya diperlukan suatu tingkat
ketepata taksiran yang redah. Auditor sering menggunakan hasil audit tahun sebelumnya untuk
menaksir EPER. Jika hasil adit tahun lalu tidak tersedia, auditor bisa mengambil suatu sampel
pendahuluan yang kecil dari populasi tahun ini untuk tujuan audit tahun ini. Tidak menjadi masalah
apakah taksiran akan tepat, karena tingkat penyimpangan sampel tahun ini akhirnya akan digunakan
untuk menaksir karakteristik populasi. Apabila digunakan sampel pendahuluan, sampel tersebut bisa
diikut sertakan dalam total sampel, asalkan diikuti prosedur pemilihan yang tepat.

ix. Menentukan ukuran sampel awal

Ada empat factor yang menentukan ukuran sampel awal untuk sampling udit, yaitu: ukuran
populasi, TER, ARACR dan EPER.ukuran populasi bukan factor yang signifikan dan biasanya bisa
diabaikan, terutama apabila populasinya besar. Auditor mengungkapkan sampling non-statistik
dalam penentuan ukuran sampel apabila ia bermaksud akan menggunakan pertimbangan
professional, tidak menggunakan formula statistil. Setelah ketiga factor yang memengaruhi ukuran
sampel ditentukan, auditor dapat memutuskan ukuran sampel awal. Disebut ukuran sampe awal
karena penyimpangan dalam sampel yang sesungguhnya harus dievaluasi sebelum auditor
memutuskan apakah sampel cukup besar untuk mencapai tujuan pengujian.

Tabel 12-6 Pengaruh Perubahan Faktor Penentu Terhadap Ukuran Sampel

Jenis Perubahan

Pengaruh Terhadap Ukuran Sampel Awal

Kenaikan risiko bisa diterima untuk penetapan risiko pengendalian terlalu rendah

Turun

Kenaikan tingkat penyimpangan bisa ditoleransi

Turun

Kenaikan taksiran tingkat penyimpangan populasi

Naik

Kenaikan ukuran populasi

Naik (pengaruhnya kecil)

Kombinasi dua faktor akan berpengaruh besar terhadap ukuran sampel: TER dikurangi EPER. Selisih
antara kedua faktor adalah presisi sampe awal. Presisi yang lebih kecil, yang biasanya disebut
taksiran lebih perish, memerlukan sampel yang lebih besar. Pada suatu ekstrim tertentu, misalkan
saja TER 4% dan EPER 3%. Dalam situasi ini, presisi adalah 1% yang akan berakibat sampel yang
besar. Sekarang Dimisalkan TER 8% dan EPER adalah nol sehingga presisi sama dengan 8%. Dalam
situasi ini ukuran sampel akan menjadi kecil dan masih membe
.bfhhri keyakinan pada auditor bahwa tingkat penyimpangan sesungguhnya adalah lebih kecil dari
8% dengan asumsi bahwa tidak dijumpai penyimpangan ketika dilakukan pengauditan terhadap
sampel.

Memilih Sampel dan Melaksanakan Prosedur Audit, terdiri dari:

i. Memilih sampel

Setelah auditor menentukan ukuran sampel awal untuk penerapan sampling audit, auditor harus
memilih unsur unsur dalam populasi yang akan diikut sertakan dalam sampel. Auditor dapet
melakukan pemilihan sampel dengan metoda probabilistic atau non probabilistic.

ii. Melaksanakan prosedur audit

Auditor melaksanakan prosedur audit dengan memeriksa unsur unsur dalam sampel untuk
menentukan apakah unsur tersebut konsisten dengan definisi dari atribut dan dengan mencatat
semua penyimpangan yang ditemukan. Apabila prosedur audit telah selesai diterapkan pada sampel
auditor telah memiliki suatu ukuran sampel dan sejumlah penyimpangan untuk setiap atribut.
Untuk mendokumentasikan pengujian dan memberi informasi untuk keperluan review, auditor
biasanya membuat suatu daftar hasil.

C. Mengevaluasi Hasil, terdiri dari:

i. Melakukan generalisasi dari sampel ke populasi

Untuk metoda non statistik, auditor bisa menggunakan dua cara untuk melakukan generalisasi dari
sampel ke populasi. (1) Tambahkan suatu taksiran kesalahan sampling (estimated sampling error) ke
SER sehingga diperoleh tingkat batas atas penyimpangan terhitung (computed upper exception
rate/CUER) untuk suatu ARACR tertentu. (2) Kurangnya suatu tingkat penyimpangan sampel dari
tingkat penyimpangan bisa ditoleransi sehingga bisa diketahui kesalahan sampling terhitung
(calculated sampling error) : (TER SER), dan evaluasi apakah cukup besar untuk mengambil
kesimpulan bahwa tingkat penyimpangan populasi sesungguhnya bisa diterima

ii. Melakukan analisis penyimpanagan

Auditor harus menganalisis penyimpangan individual untuk menentukan titik lemah dalam
pengendalian interen yang memungkinkan terjadinya penyimpangan. Penyimpangan bisa
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti misalnya kecerobohan pegawai, salah pengertian intruksi,
atau kesalahan yang memang disengaja dalam melaksanakan prosedur.

13.4. Sampling Audit Statistik

Metoda sampling statistik yang paling umum digunakan untuk pengujian pengendalian dan
pengujian substantive transaksi adalah sampling atribut. (sampling atribut yang dimaksud dalam hal
ini adalah sampling atribut statistik. Sampling non statistik juga mempunyai atribut, yaitu:
karakteristik dalam populasi yang akan diuji, tetapi istilah sampling atribut hanya digunakan dalam
sampling statistik).

Penerapan sampling atribut untuk pengujian pengendalian dan pengujian substantif transaksi lebih
banyak persamaannya dengan sampling non statistik di bandingkan dengan perbedaannya.
13.5. Menentukan Ukuran Sampling

Faktor dalam menentukan ukuran sampel :

1. Risiko penetapan risiko pengendalian terlalu rendah.

Dalam sampling atribut, risiko penetapan risiko pengendalian terlalu rendah harus ditetapkan secara
aksplisit. Contoh tingkat risiko yang disesuaikan dengan tingkat risiko yang direncanakan :

Risiko pengendalian direncanakan

Tingkat deviasi bias ditoleransi

Rendah

Moderat

10

Tinggi

15

2. Tingkat deviasi bias ditoleransi.

Tingkat deviasi bisa diterima adalah tingkat deviasi maksimum dari suatu pengendalian yang akan
diterima oleh auditor dan masih menggunakan risiko pengendalian direncanakan. Pedoman untuk
mengkuantifikasi suatu rentang tingkat deviasi yang bisa ditoleransi:

Risiko pengendalian direncanakan

Tingkat deviasi bias ditoleransi rentang (%)

Rendah

2-7

Moderat

6-12

Tinggi

11-20

3. Tingkat deviasi populasi diharapkan.


Auditor menggunakan satu atau lebih hal dibawah ini untuk menaksir tingkat deviasi populasi
diharapkan untuk masing-masing pengendalian : (a)Tingkat deviasi sampel tahun lalu, disesuaikan
dengan perimbanngan auditor untuk perubahan dalam efektivitas pengendalian tahun ini.
(b)Estimasi semata-mata didasarkan pada penilaian auditor atas pengendalian tahun ini. (c) Tingkat
tertentu yang diperoleh pada pendahuluan kurang lebih 50 unsur.

Faktor

Hubungan terhadap ukuran sampel

Risiko penetapan risiko pengendalian terlalu rendah

Terbalik

Tingkat deviasi bias ditoleransi

Terbalik

Tingkat deviasi populasi diharapkan

Langsung

Ukuran populasi

5000 unit keatas

Tidak berpengaruh

Lebih dari 5000 unit

langsung

KESIMPULAN

Sampling audit dapat diterapkan baik untuk melakukan pengujian pengendalian maupun pengujian
substantif. Sampling audit banyak dipakai dalam pengujian berupa prosedur pencocokkan ke
dokumen (vouching), konfirmasi, dan penelusuran (tracing). Suatu hasil sampel bisa menjadi tidak
representatif karena kesalahan non-sampling dan kesalahan sampling. Risiko dari terjadinya kedua
jenis kesalahan ini disebut resiko non-sampling dan resiko sampling.

Resiko non-sampling adalah resiko bahwa suatu pengujian audit tidak dapat mengungkapkan adanya
penyimpangan dalam sampel. Risiko sampling adalah risiko auditor mencapai suatu kesimpulan yang
keliru karena sampel tidak mencermikan populasi. Teknik sampling dalam audit dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu: menggunakan Metode Statistik atau disebut "sampling statistik" dan Tanpa
Menggunakan Metode Statistik atau disebut "sampling non statistik".

Anda mungkin juga menyukai