Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn. A

Umur : 16 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

RM : 110940

Suku : Makassar

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Antang

Tgl Pemeriksaan : 30 September 2017

Rumah Sakit : Balai Kesehatan Mata Masyarakat

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Mata merah


2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM)
dengan keluhan kedua mata merah sejak 4 hari yang lalu, yang dirasakan semakin
memberat sejak 1 hari sebelum datang ke poliklinik mata. Sehari sebelum pasien
mengeluhkan matanya merah, pasien mengendarai motor dan merasa ada yang
memasuki matanya, akan tetapi pasien belum ada keluhan matanya merah pada
saat itu. Mata merah disadari pasien pada saat bangun tidur yang dirasakan terus-
menerus dan sedikit nyeri. Rasa nyeri apabila ditekan pada sekitar mata, nyeri

1
dirasakan tidak menjalar ke dahi dan alis. Selain mata merah, pada kedua mata
tampak seperti ada benjolan yang muncul sehari setelah pasien mengeluh kedua
matanya merah, awalnya muncul benjolan pada mata kiri yang berukuran kurang
lebih 1 x 1 mm yang semakin membesar dengan ukuran kurang lebih 2 x 3 mm
sedangkan pada mata kanan awalnya ukuran benjolan kurang lebih 0,5 x 1 mm
yang semakin membesar dengan ukuran kurang lebih 1,5 x 2 mm dan benjolan
tersebut terasa mengganjal pada mata. Penurunan penglihatan tidak ada, air mata
dan kotoran mata berlebih tidak ada. Keluhan gatal pada mata tidak ada, sakit
kepala tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Pasien belum pernah memberikan
obat apapun dan tidak memeriksakan sakitnya ke dokter.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :


- Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama seperti ini sebelumnya
- Riwayat alergi tidak ada
- Riwayat penggunaan kacamata tidak ada
- Riwayat trauma tidak ada
- Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus tidak ada
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak terdapat anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama
dengan pasien.

III. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Sakit sedang, gizi cukup, Composmentis


Tanda vital : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,3 C

2
IV. FOTO KLINIS

Oculus Dextra Oculus Sinistra

Oculi bilateral
V. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Inspeksi
Oculus Bilateral
Pemeriksaan OD OS

Palpebra Edema tidak ada Edema tidak ada


Hiperemis tidak ada Hiperemis tidak ada

Apparatus lakrimalis Hiperlakrimasi ada Hiperlakrimasi ada

Silia Sekret tidak ada Sekret tidak ada

Konjungtiva Hiperemis minimal, mix Hiperemis minimal, mix


injeksio positif injeksio positif

Sklera Nodul ada, batas tegas, Nodul ada, batas tegas,


ukuran kurang lebih 1,5 x ukuran kurang lebih 2 x 3
2 mm. mm.

Bola Mata Normal Normal

3
Mekanisme muscular

Bergerak ke segala arah, Bergerak ke segala arah,


nyeri pada pergerakan nyeri pada pergerakan
bola mata tidak ada bola mata tidak ada

Kornea Jernih, fluoresens negative Jernih, fluoresens negatif

Bilik Mata Depan Normal Normal

Iris Coklat, kripte positif Coklat, kripte positif

Pupil Bulat, sentral, Refleks Bulat, sentral, Refleks


Cahaya positif Cahaya positif

Lensa Jernih Jernih

Palpasi
Palpasi OD OS

Tensi okuler Kesan Tn Kesan Tn

Nyeri Tekan Ada Ada

Massa Tumo/nodul Ada, batas tegas, Ada, batas tegas,


Konsistensi lunak dan Konsistensi lunak dan
terfiksasi. terfiksasi.

Glandula Preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

VI. NON-CONTACT TONOMETRI


Tidak dilakukan pemeriksaan

4
VII. PEMERIKSAAN VISUS
Pemeriksaan OD OS
Visus 20/20 F 20/25 F

VIII. PENYINARAN OBLIK


Pemeriksaan OD OS

Konjungtiva Hiperemis minimal, mix Hiperemis minimal, mix


injeksio positif injeksio positif

Kornea Jernih Jernih

Bilik Mata Depan Normal Normal

Iris Coklat, kripte positif Coklat, kripte positif

Pupil Bulat, sentral, reflex Bulat, sentral, reflex


cahaya positif cahaya positif

Lensa jernih Jernih

IX. COLOR SENSE


Tidak dilakukan pemeriksaan
X. LIGHT SENSE
Tidak dilakukan pemeriksaan.
XI. CAMPUS VISUAL
Tidak dilakukan pemeriksaan.
XII. SLIT LAMP
SLOD : konjungtiva hiperemis minimal dan mix injeksio positif, kornea jernih,
bilik mata depan VH4, iris coklat kripte positif, pupil bulat, sentral, reflex
cahaya positif, lensa jernih

5
SLOS : konjungtiva hiperemis minimal dan mix injeksio positif, kornea jernih,
bilik mata depan VH4, iris coklat kripte positif, pupil bulat, sentral, reflex
cahaya positif, lensa jernih
XIII. FUNDUSKOPI
Tidak dilakukan pemeriksaan

XIV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Tidak dilakukan pemeriksaan
XV. RESUME
Tn. A umur 16 tahun datang ke Poliklinik Balai Kesehatan Mata Masyarakat
(BKMM) dengan keluhan Oculi dextra dan sinistra merah sejak 4 hari yang lalu,
yang dirasakan semakin memberat sejak 1 hari sebelum datang ke poliklinik mata.
Mata merah dirasakan terus-menerus, nyeri ada dirasakan tidak menjalar ke dahi
dan alis, muncul nodul pada kedua mata, awalnya nodul muncul pada okulus
sinistra yang berukuran kurang lebih 1 x 1 mm yang semakin membesar dengan
ukuran kurang lebih 2 x 3 mm sedangkan pada okulus dextra awalnya ukuran
nodul kurang lebih 0,5 x 1 mm yang semakin membesar dengan ukuran kurang
lebih 1,5 x 2 mm dan nodul tersebut terasa mengganjal pada mata. Penurunan visus
tidak ada, hiperlakrimasi dan kotoran mata berlebih tidak ada. Keluhan gatal pada
mata tidak ada, sakit kepala tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Pasien belum
pernah memberikan obat apapun dan tidak memeriksakan sakitnya ke dokter.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan status generalis dalam batas normal. Pada
status oftalmologi, didapatkan konjungtiva hiperemis minimal dan mix injeksio
serta terdapat nodul di sklera pada oculi dextra dan sinistra, Nyeri tekan ada.pada
daerah mata yang terdapat nodul. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD : 20/20
F, VOS : 20/25F. SLOD : konjungtiva hiperemis minimal dan mix injeksio positif.
SLOS : konjungtiva hiperemis minimal dan mix injeksio positif, kornea jernih,
Status oftalmologi lainnya dalam batas normal.

6
XVI. DIAGNOSIS KERJA
Oculi Dextra Sinitra Episkleritis Nodosa

XVII. DIAGNOSIS BANDING


Konjungtivitis
Skleritis
XVIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari fakor etiologi sistemik
Tes alergi/ Prick Test untuk mencari factor risiko episkleritis nodosa
XIX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa : C. Polynel eye drop 4 dd gtt 1 ODS
Artificial tears eye drop 4 dd gtt 1 ODS
Non Medikamentosa :
Hindari mengucek mata
Mencari factor pencetus
Paparan debu/memakai pelindung mata

XX. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
XXI. DISKUSI
Pasien didiagnosa Episkleritis Nodosa berdasarkan :
Dari anamnesis, didapatkan keluhan kedua mata merah sejak 4 hari yang
lalu,. Keluhan mata merah disertai rasa mengganjal. Keluhan tersebut
disebabkan adanya peradangan pada daerah antara kenjungtiva dan sklera
yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah setempat yang biasanya
paling sering ditemukan pada penyakit sistemik, namun pada pasien belum
dapat ditentukan fakor risiko atau penyakit sistemik yang mendasari. Hal

7
ini diperberat oleh tumbuhnya nodul pada kedua mata karena iritasi kronis
pada mata sehingga menimbulkan keluhan mata mengganjal selain karena
adanya penebalan konjungtiva yang juga ditemukan pada kedua mata
pasien. Adanya penebalan juga menandakan adanya paparan terus menerus
dalam waktu lama terhadap mata sehingga menyebabkan jaringan
konjungtiva menebal karena iritasi kronis baik oleh debu atau angin. Pada
kasus ini perlu dilakukan penelusuran terhadap fakor risiko atau etiologi
yang mungkin, dengan melakukan pemeriksaan penunjang lain misalnya
pemeriksaan darah lengkap dan lain-lain.

8
EPISKLERITIS
I. PENDAHULUAN

Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar. Jaringan ini
padat dan berwarna putih serta bersambungan dengan kornea di sebelah anterior
dan duramater nervus optikus di belakang. Permukaan luar sklera anterior
dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan elastik halus, episklera
mengandung banyak pembuluh darah. Episkleritis adalah suatu peradangan pada
episklera. Sklera terdiri dari serat-serat jaringan ikat yang membentuk dinding putih
mata yang kuat. Sklera dibungkus oleh episklera yang merupakan jaringan tipis
yang banyak mengandung pembuluh darah untuk memberi makan sklera. Di bagian
depan mata, episklera terbungkus oleh konjungtiva.

II. ANATOMI DAN HISTOLOGI


Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola mata, merupakan kelanjutan
dari kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya, kecuali di
bagian depan bersifat transparan yang disebut kornea. Sklera merupakan
dinding bola mata yang paling keras dengan jaringan pengikat yang tebal, yang
tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan proteoglikan dengan berbagai
ukuran. Pada anak-anak, sklera lebih tipis dan menunjukkan sejumlah pigmen,
yang tampak sebagai warna biru. Sedangkan pada dewasa karena terdapatnya
deposit lemak, sklera tampak sebagai garis kuning.1

Gambar 1. Anatomi Mata 9


Sklera dimulai dari limbus, dimana berlanjut dengan kornea dan berakhir
pada kanalis optikus. Enam otot ekstraokular disisipkan ke dalam sklera.
Jaringan sklera menerima rangsangan sensoris dari nervus siliaris posterior.
Sklera merupakan organ tanpa vaskularisasi, menerima rangsangan tersebut
dari jaringan pembuluh darah yang berdekatan. Pleksus koroidalis
terdapat di bawah sklera dan pleksus episkleral di atasnya. Episklera
mempunyai dua cabang, yang pertama pada permukaan dimana pembuluh
darah tersusun melingkar, dan yang satunya lagi yang lebih di dalam, terdapat
pembuluh darah yang melekat pada sklera.1

Sklera membentuk 5/6 bagian dari pembungkus jaringan pengikat


pada bola mata posterior. Sklera kemudian dilanjutkan oleh duramater dan
kornea, untuk menentukan bentuk bola mata, penahan terhadap tekanan dari
luar dan menyediakan kebutuhan bagi penempatan otot-otot ekstra okular.
Sklera ditembus oleh banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati foramen
skleralis posterior. Pada cakram optikus, 2/3 bagian sklera berlanjut menjadi
sarung dural, sedangkan 1/3 lainnya berlanjut dengan beberapa jaringan
koroidalis yang membentuk suatu penampang yakni lamina kribrosa yang
melewati nervus optikus yang keluar melalui serat optikus atau fasikulus.
Kedalaman sklera bervariasi mulai dari 1 mm pada kutub posterior hingga
0,3 mm pada penyisipan muskulus rektus atau akuator.1,2

Sklera mempunyai 2 lubang utama yaitu:3

Foramen sklerasis anterior, yang berdekatan dengan kornea dan


merupakan tempat meletaknya kornea pada sklera.
Foramen sklerasis posterior atau kanalis sklerasis, merupakan pintu keluar nervus
optikus. Pada foramen ini terdapat lamina kribosa yang terdiri dari sejumlah
membran seperti saringan yang tersusun transversal melintas foramen sklerasis
posterior. Serabut saraf optikus lewat lubang ini untuk menuju ke otak.

10
Gambar 2. Struktur Sklera

Secara histologis, sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan
berkas-berkas jaringan fibrosa yang teranyam, yang masing-masing mempunyai tebal
10-16 m dan lebar 100-140 m, yakni episklera, stroma, lamina fuska dan endotelium.
Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur korn

Gambar 3. Histologi Sklera

III. FISIOLOGI SKLERA


Sklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen intra
okular. Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan pergerakan bola
mata tanpa menimbulkan deformitas otot-otot penggeraknya. Pendukung dasar dari sklera
adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan vaskularisasi yang baik pada sklera dan
koroid. Hidrasi yang terlalu tinggi pada sclera menyebabkan kekeruhan pada jaringan

11
sklera. Jaringan kolagen sklera dan jaringan pendukungnya berperan seperti cairan
sinovial yang memungkinkan. perbandingan yang normal sehingga terjadi hubungan
antara bola mata dan socket. Perbandingan ini sering terganggu sehingga
menyebabkan beberapa penyakit yang mengenai struktur artikular sampai
pembungkus sklera dan episklera.1

IV. DEFINISI
Episkleritis didefinisikan sebagai peradangan lokal sklera yang relatif
sering dijumpai. Kelainan ini bersifat unilateral pada dua-pertiga kasus, dan
insidens pada kedua jenis kelamin wanita tiga kali lebih sering dibanding pria.
Episklera dapat tumbuh di tempat yang sama atau di dekatnya di jaringan palpebra.
Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara
konjungtiva dan permukaan sklera. Perjalanan penyakit mulai dengan episode akut
dan terdapat riwayat berulang dan dapat berminggu-minggu atau beberapa bulan.
Ada dua jenis episkleritis:
1. Episkleritis simple. Ini adalah jenis yang paling umum dari episkleritis.
Peradangan biasanya ringan dan terjadi dengan cepat. Hanya berlangsung
selama sekitar tujuh sampai 10 hari dan akan hilang sepenuhnya setelah dua
sampai tiga minggu. Pasien dapat mengalami serangan dari kondisi tersebut,
biasanya setiap satu sampai tiga bulan. Penyebabnya seringkali tidak diketahui.
2. Episkleritis nodular. Hal ini sering lebih menyakitkan daripada episkleritis
simple dan berlangsung lebih lama. Peradangan biasanya terbatas pada satu
bagian mata saja dan mungkin terdapat suatu daerah penonjolan atau benjolan
pada permukaan mata. Ini sering berkaitan dengan kondisi kesehatan, seperti
rheumatoid arthritis, colitis dan lupus.4

12
Gambar 4. Episkleritis Simple

Gambar 5. Episkleritis Nodular


V. ETIOLOGI
Radang episklera dan sklera mungkin disebabkan reaksi hipersensitivitas
terhadap penyakit sistemik seperti tuberculosis, rheumatoid artritis, SLE (Sistemik
Lupus Eritomatous), dan lainnya. Merupakan suatu reaksi toksik, alergik atau
merupakan bagian daripada infeksi. Kelainan ini juga dapat terjadi secara spontan
dan idiopatik5.

13
VI. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya episkleritis diduga disebabkan oleh proses autoimun.
Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun
sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular. Proses inflamasi bisa
disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan
vaskular (reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous
(reaksi hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem
imun aktif dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi
kompleks imun pada pembuluh di episklera dan sklera yang
menyebabkan perforasi kapiler dan venula post kapiler dan respon imun
sel perantara.5,6

VII.MANIFESTASI KLINIS
Gejala episkleritis meliputi:5,6
Sakit mata dengan rasa nyeri ringan
Mata kering
Mata merah pada bagian putih mata
Kepekaan terhadap cahaya
Tidak mempengaruhi visus
Tanda objektif pada episkleritis:
Kelopak mata bengkak
Konjungtiva bulbi kemosis disertai dengan pelebaran pembuluh darah
episklera dan konjungtiva.
Bila sudah sembuh, warna sklera berubah menjadi kebiru-biruan
Pemeriksaan mata memperlihatkan hiperemia lokal sehingga bola mata
tampak berwarna merah atau keunguan yang menunjukkan pembuluh darah
episklera yang melebar
Pembuluh darah episklera dapat mengecil bila diberikan fenilefrin 2,5%.

14
Bentuk radang yang terjadi pada episklerisis nodular mempunyai gambaran
khusus, yaitu berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan warna putih di
bawah konjungtiva. Bila benjolan itu ditekan dengan kapas atau ditekan pada
kelopak di atas benjolan, akan memberikan rasa sakit, rasa sakit akan menjalar ke
sekitar mata. Pada episkleritis bila dilakukan pengangkatan konjungtiva di atasnya,
maka akan mudah terangkat atau dilepas dari pembuluh darah yang meradang5,6.
VIII. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosa didapatkan dari anamnesis untuk menanyakan
beberapa gejala-gejala yang dialami pasien, menanyakan riwayat penyakit
sistemik sebelumnya pada pasien, melakukan pemeriksaan pada mata pasien, serta
dilakukan pemeriksaan fisik pasien bila dicurigai penyebabnya terkait penyakit
sistemik. Pemeriksaan lebih lanjut seperti melakukan beberapa tes lebih lanjut,
seperti tes darah, untuk mengetahui apakah episkleritis terkait dengan penyakit
sistemik lain yang mendasarinya.
PEMERIKSAAN FISIK SKLERA

1. Daylight

Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus. Setelah
serangan yang berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera dan translusen juga
dapat muncul dan juga terlihat uvea yang gelap. Area hitam, abu-abu dan coklat
yang dikelilingi oleh inflamasi yang aktif yang mengindikasikan adanya proses
nekrotik. Jika jaringan nekrosis berlanjut, area pada sklera bisa menjadi avaskular
yang menghasilkan sekuester putih di tengah yang dikelilingi lingkaran coklat
kehitaman. Proses pengelupasan bisa diganti secara bertahap dengan jaringan
granulasi meninggalkan uvea yang kosong atau lapisan tipis dari konjungtiva.7

2. Pemeriksaan Slit Lamp

Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam episklera


dengan beberapa bendungan pada jaringan superfisial episklera. Pada tepi anterior
dan posterior cahaya slit lamp bergeser ke depan karena episklera dan sklera

15
edema. Pada skleritis dengan pemakaian fenilefrin hanya terlihat jaringan
superfisial episklera yang pucat tanpa efek yang signifikan pada jaringan dalam
episklera.8

3. Pemeriksaan Red-free Light

Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang mempunyai


kongesti vaskular yang maksimum, area dengan tampilan vaskular yang baru dan
juga area yang avaskular total. Selain itu perlu pemeriksaan secara umum pada
mata meliputi otot ekstra okular, kornea, uvea, lensa, tekanan intraokular dan
fundus.8

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan sistemik dan


pemeriksaan fisik dapat ditentukan tes yang cocok untuk memastikan atau
menyingkirkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan skleritis. Adapun
pemeriksaan laboratorium tersebut meliputi :7,8

Hitung darah lengkap dan laju endap darah

Kadar komplemen serum


(C3)
Kompleks imun serum
Faktor rematoid serum
Antibodi
antinukleus serum Antibodi
antineutrofil sitoplasmik
Imunoglobulin E

Pemeriksaan lain yang diperlukan antara lain :

Skin Test
Tes usapan dan kultur

16
DIAGNOSIS BANDING
Mata merah dengan visus normal:5,7,8
a. Merah tidak merata tidak ada sekret
Skleritis
Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang
ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang
mengisyaratkan adanya vasculitis. Terdapat perasan sakit yang berat yang
dapat menyebar ke dahi, alis, dan dagu yang kadang-kadang membangunkan
sewaktu tidur akibat sakitnya yang sering kambuh. Mata merah berair,
fotofobia, dengan penglihatan menurun.
Hematoma subkonjungtiva
Hematoma subkonjuntiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh
darah rapuh (umur, hipertensi, arteriosclerosis, konjungtivitis hemoragik,
anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan). Perdarahan
konjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung atau tidak
langsung, yang kadang-kadang menutupi perforasi jaringan bola mata
yang terjadi.
Pterigium
Merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah
kelopak bagian nasal ataupun temporalkonjungtiva yang meluas ke
kornea berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah
kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, akan berwarna
merah dapat mengenai kedua mata.
Pseudopterigium
Merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.
Pseudopterigium sering ditemukan pada proses penyembuhan ulkus
kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea.
Pinguekula iritans

17
Merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orang
tua, terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari,
debu, dan angina panas. Letak bercak ini pada celah kelopak mata
terutama di bagian nasal. Pinguekula merupakan degenerasi hialin
jaringan submucosa konjungtiva, pembuluh darah tidak masuk kedalam
pinguekula akan tetapi bila meradang atau terjadi iritasi, maka sekitar
bercak degenerasi ini akan terlihat pembuluh darah yang melebar.
b. Merah merata dengan sekret
Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir
yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis
menunjukkan gejala yaitu hiperemi konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat
dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak
membengkak dan mata terasa seperti ada benda asing.
IX. PENATALAKSANAAN
Episkleritis adalah penyakit self-limiting bisa menyebabkan kerusakan
yang sedikit permanen atau sembuh total pada mata. Oleh karena itu, sebagian
besar pasien dengan episkleritis tidak akan memerlukan pengobatan apapun.
Namun, beberapa pasien dengan gejala ringan menuntut pengobatan.9,10
1. Terapi pada mata
Episkleritis simpel sering membutuhkan pengobatan. Air mata buatan berguna
untuk pasien dengan gejala ringan sampai sedang. Selain itu dapat juga
diberikan vasokonstriktor. Pasien dengan gejala lebih parah atau
berkepanjangan mungkin memerlukan air mata buatan (misalnya
hypromellose) dan atau kortikosteroid topikal.
Episkleritis nodular lebih lama sembuh dan mungkin memerlukan obat tetes
kortikosteroid lokal atau agen anti-inflamasi. Topikal oftalmik prednisolon
0,5%, deksametason 0,1%, atau 0,1% betametason harian dapat digunakan.

18
2. Terapi sistemik
Jika episkleritis nodular yang tidak responsif terhadap terapi topikal, sistemik
agen antiinflamasi mungkin berguna. Flurbiprofen (100 mg) biasanya efektif
sampai peradangan ditekan. Jika tidak ada respon terhadap flurbiprofen,
indometasin harus digunakan, 100 mg setiap hari dan menurun menjadi 75 mg
bila ada respon. Banyak pasien yang tidak merespon satu agen nonsteroidal
anti-inflammatory (NSAID) tetapi dapat berespon terhadap NSAID lain.
Untuk aktivitas sehari-hari, sunglasses berguna untuk pasien dengan
sensitivitas terhadap cahaya.
X. KOMPLIKASI
Sebuah komplikasi episkleritis yang mungkin terjadi adalah iritis. Sekitar satu
dari 10 orang dengan episkleritis akan berkembang ke arah iritis ringan. Selain
iritis, bila peradangan lebih dalam pada sklera dapat menimbulkan skleritis.5,8,10
XI. PROGNOSIS
Prognosis umunya baik, dapat sembuh sempurna tetapi dapat bersifat residif
yang dapat menyerang tempat yang sama ataupun berbeda-beda dengan lama sakit
umunya 4-5 minggu.5,8,10

19
DAFTAR PUSTAKA
1. Foulks GN, Langston DP. Cornea and External Disease. In: Manual of Ocular
Diagnosis and Therapy. Second Edition. United States of America: Library of
Congress Catalog.
2. Subramanian M. Eye. http://www.medlineplus.com

3. Galor A, Thorne J. Scleritis and Peripheral Ulcerative Keratitis.


http://www.pubmed.com [diakses 30 November 2017]
4. Roy Sr H , episkleritis, http://emedicine.medscape.com/article/1228246-
overview. Medscape. Updated March 2, 2012.
5. Ilyas S., 2013. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
6. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Cetakan I, Widya Medika,
Jakarta, 2000: Hal 165-167.
7. Eva PR. Sklera. Dalam:Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P, Suyono J, Editor.
Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: EGC, 2000.169-73
8. Gaeta, TJ. Scleritis. http://www.emedicine.com.
9. Watson PG, Hayreh SS. Scleritis dan episkleritis. Br J Op
10.PERDAMI. 2006. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum & Mahasiswa
Kedokteran, PERDAMI.

20
21
22

Anda mungkin juga menyukai