(BERA)
I. PENDAHULUAN
Penggunaan tes BERA dalam bidang ilmu audiologi dan neurology sangat
besar manfaatnya dan mempunyai nilai obyektifitas yang tinggi bila dibandingkan
dengan pemeriksaan audiologi konvensional. Penggunaannya yang mudah, tidak
invasive, dan dapat dilakukan pada pasien koma sekalipun; menyebabkan pemeriksaan
BERA ini dapat digunakan secara luas.1
Tes BERA ini dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang tidak
kooperatif. Yang tidak dapat diperiksa dengan cara konvensionil. Berbeda dengan
audiometry, alat ini bisa digunakan pada pasien yang kooperatif maupun non-
kooperatif seperti pada anak baru lahir, anak kecil, pasien yang sedang mengalami
koma maupun stroke, tidak membutuhkan jawaban atau respons dari pasien seperti
pada audiometry karena pasien harus memencet tombol jika mendengar stimulus suara.
Alat ini juga tidak membutuhkan ruangan kedap suara khusus.1,2
1
II. Definisi
Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) merupakan tes neurologik
untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara (click). Pertama kali
diuraikan oleh Jewett dan Williston pada tahun 1971, BERA merupakan aplikasi yang
paling umum digunakan untuk menilai respon yang dibangkitkan oleh rangsangan
suara. Administrasi dan pelaksanaan tes ini biasanya oleh para ahli audiologi. 3
Berbagai kondisi yang dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain bayi
baru lahir untuk mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada anak
yang mengalami gangguan atau lambat dalam berbicara, mungkin salah satu sebabnya
karena anak tersebut tidak mampu menerima rangsangan suara karena adanya
gangguan di telinga. BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber
gangguan pendengaran apakah di koklea atau retrokoklearis, mengevaluasi brainstem
(batang otak), serta menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan karena
psikologis atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek
samping, sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk screening medical check up.2
2
Meskipun BERA memberikan informasi mengenai fungsi dan sensitivitas
pendengaran, namun tidak merupakan pengganti untuk evaluasi pendengaran formal,
dan hasil yang didapat harus dapat dihubungkan dengan hasil audiometri yang biasa
digunakan, jika tersedia.3
III. FISIOLOGI
Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) biasanya menggunakan
rangsangan suara klik yang menghasilkan respon dari regio basilar cochlea. Sinyalnya
berjalan melalui jalur pendengaran/auditori pathway dari kompleks inti cochlear,
proksimal ke colliculus inferior. Gelombang BERA I dan II berkaitan dengan potensial
aksi yang benar. Gelombang selanjutnya mungkin menggambarkan aktivitas
postsinaptik pada pusat auditori batang otak utama that secara bersamaan menimbulkan
bentuk gelombang puncak dan palung. Puncak positif dari bentuk gelombang
menunjukkan aktivitas aferen kombinasi (dan kemungkinan juga eferen) dari jalur
axonal pada batang otak auditory.3
Di Ameriksa Serikat, bentuk gelombang biasanya di plot dengan elektroda pada
vertex dengan amplifier tegangan input positif., sehingga menimbulkan gelombang
puncak pada I, III, dan V. Di negara-negara lainnya, gelombangnya di plot dengan
tegangan negatif.3
3
Gambar yang menunjukkan penempatan BERA electrodes
Gelombang II: gelombang BERA II ditimbulkan oleh nervus VIII proksimal saat
memasuki batang otak.
Gelombang III: gelombang BERA III muncul dari aktivitas aktivitias saraf urutan
kedua arises from (diluar CN VIII) di dalam atau di dekat nukleus cochlearis. Literatur
menyatakan bahwa gelombang III ditimbulkan pada bagian caudal dari pons auditori.
Nukleus cochlearis mengandung hampir 100,000 neuron, kebanykan dipersarafi oleh
sembilan serabut saraf.
4
Gelombang IV: gelombang BERA IV, yang sering memiliki puncak yang sama
dengan gelombang V, diperkirakan muncul dari neuron urutan ketiga pontine yang
kebanyakan terletak pada kompleks olivary superior, tetapi kontribusi tambahan untuk
terbentuknya gelombang IV dapat datang dari nukleus cochlearis dan nukleus dari
lemniskus lateral.
Gelombang VI dan VII: Gelombang VI dan VII dianggap berasal dari thalamus
(medial geniculate body), tetapi tempat pembentukan sebenarnya masih diragukan.3
IV. APLIKASI
5
Symptom Pada Patologi Nervus Delapan
Gejala klinis dapat meliputi yang dibawah ini, tapi tidak terbatas hanya pada gejala-
gejala tersebut saja:
6
Tidak adanya respon auditori batang otak pada telinga yang dilakukan
pemeriksaan.3
Secara umum, pemeriksaan BERA menujukkan sensitivitas lebih dari 90% dan
spesifisitas mendekati 70-90%.3
Sensitivitas untuk tumor kecil tidak sebesar nilai tersebut diatas. Karena alasan
tersebut, pasien-pasien yang asimptomatik dengan hasil pemeriksaan BERA normal
sebaiknya menjalani audiogram dalam 6 bulan untuk memonitor perubahan yang
terjadi terhadap sensitivitas pendengaran atau tinnitus. Pemeriksaan BERA dapat
diulangi jika terdapat indikasi. Sebagai alternatif lain, MRI yang diperkuat dengan
gadolinium, dimana telah menjadi patokan standard, dapat digunakan untuk
mengidentifikasi vestibular schwannoma yang sangat kecil (3-mm).3
Pada studi tahun 1994 yang dilakukan oleh Dornhoffer, Helms, dan Hoehmann,
sensitivitasnya adalah 93% untuk tumor yang berukuran lebih kecil dari 1 cm.
Pada tahun 1997, Zappia, O'Connor, Wiet, dan Dinces melaporkan sensitivitas
sebesar 89% untuk tumor yang lebih kecil dari 1 cm, 98% untuk tumor ukuran
sedang 1.1-2 cm, dan 100% untuk tumor yang berukuran lebih dari 2 cm.
sensitivitas keseluruhannya adalah sebesar 95%.
Pada studi tahun 1995, Chandrasekhar, Brackmann, dan Devgan melaporkan
sensitivitas sebesar 83.1% untuk tumor yang lebih kecil dari 1 cm dan
sensitivitas sebesar 100% untuk tumor yang berukuran lebih dari 3 cm.
Sensitivitas keseluruhannya adalah sebesar 92%.
Pada tahun 1995, Gordon dan Cohen melaporkan sensitivitas sebagai berikut:
69% untuk tumor yang berukuran kurang dari 9 mm, 89% untuk tumor
7
berukuran 1-1.5 cm, 86% untuk tumor berukuran 1.6-2 cm, dan 100% untuk
tumor yang berkuran lebih dari 2 cm.
Pada tahun 2001 dilaporkan oleh Schmidt, Sataloff, Newman, Spiegel, dan
Myers, sensitivitas sebesar 58% untuk tumor berukuran kurang dari 1 cm, 94%
untuk tumor berukuran 1.1-1.5 cm, dan 100% untku tumor yang berukuran
lebih dari 1.5 cm. Sensitivitas keseluruhannya adalah 90%.
Pada sebuah studi prospective besar yang membandingkan BERA dengan MRI
yang diperkuat dengan bahan kontras (patokan standard) pada 312 pasien
dengan kehilangan pendengaran sensorineural asymmetris, Cueva menemukan
bahwa BERA menghasilkan sensitivitas dan spesifisitas sebesar 71% dan 74%,
in dalam menemukan penyebab lesi untuk kehilangan pendengaran oral dan
pendengaran asimetris (termasuk vestibular schwannoma, tetapi tidak terbatas
pada itu saja). Hasil pemeriksaan BERA memiliki nilai prediktif positif hanya
sebesar 23%, sedangkan nilai prediktif negatif adalah sebesar 96%. Tujuh dari
31 kasus-kasus positif memiliki lesi lain yang tidak dapat diidentifikasi oleh
BERA sebagai penyebab dari kehilangan pendengaran.3
8
Aplikasi lainnya dari BERA.
Aplikasi lain dari BERA terus dikembangkan. Penelitian yang baru-baru ini
dilakukan menunjukkan bahwa meskipun latensi gelombang BERA keseluruhan masih
dalam batas normal pada pasien dengan tinnitus, pasien-pasien tersebut memiliki
latensi yang lebih panjang dari pada pasien-pasien kontrol tanpa tinnitus. Hal tersebut
menunjukkan bahwa BERA dapat berguna dalam memonitor dan memahami
tinnitus. BERA juga telah digunakan untuk mengetahui prognostik pasien-pasien
koma. Penelitian menemukan bahwa pasien-pasien dengan GCS (Glasgow coma
scale) 3 dan yang memiliki hasil pemeriksaan BERA secara signifikan abnormal
memiliki kemungkinan yang lebih besar terhadap kematian dari pada yang memiliki
hasil pemeriksaan BERA normal.3
Gangguan pendengaran dapat terjadi karena faktor bawaan (sejak lahir) atau
didapat (gangguan pendengaran yang terjadi setelah lahir). Gangguan pendengaran
bawaan merupakan salah satu kelainan bawaan yang angka kejadiannya cukup tinggi
di antara kelainan bawaan lainnya, yaitu sekitar 1 - 3 per 1.000 kelahiran. Angka ini
meningkat pada kelompok bayi yang mempunyai risiko, diperkirakan 80 - 90% bayi
dengan gangguan pendengaran menetap mempunyai kelainan dari sejak usia neonatal
(0-28 hari). Oleh karena itu, sebuah komite yang menangani masalah pendengaran pada
bayi, The Joint Committee on Infant Hearing (JCIH) di Amerika dan American
9
Academy of Pediatric merekomendasikan agar fungsi pendengaran dan ketulian pada
setiap bayi sudah dapat dipastikan saat usia 3 bulan, dan bayi yang tuli mendapat
penanganan yang sesuai mulai usia 6 bulan, sehingga diharapkan pada usia 3 tahun
mereka mempunyai pola bicara yang tidak jauh berbeda dengan anak- anak yang
pendengarannya normal.4
Berdasarakan sejarah, hanya bayi yang memiliki 1 atau lebih kriteria resiko
tinggi yang di uji. Screening pendengaran universal telah direkomendasikan karena
sekitar 50% dari bayi yang kemudian teridentifikasi mengalami kehilangan
pendengaran karena tidak dilakukan pengujian, berhubung pengujian hanya dilakukan
pada kelompok yang beresiko tinggi saja. Sebelumnya, rumah sakit di Amerika Serikat
telah mengimplikasikan program screening pendengaran pada bayi yang baru lahir.
Program teresbut dapat dijalankan karena adanya kombinasi dari kemajuan teknologi
dalam metode pengujian BERA dan oto acoustic emissions (OAE) dan ketersediaan
peralatannya, dimana dapat memberikan evaluasi yang akurat dan dengan biaya yang
efektif, pada bayi-bayi yang baru lahir.3
OAE dan BERA merupakan pemeriksaan yang efekitf, tidak invasif, tidak
menyakitkan, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi serta dapat dilakukan
pada bayi berusia mulai 24 jam, sehingga dapat dilakukan di rumah sakit sebelum bayi
pulang. Bila dilakukan secara bersama, kedua pemeriksaan ini akan memberikan
informasi yang saling melengkapi tentang pendengaran. Hasil yang baik dari
pemeriksaan tersebut harus diulang pada usia 1 - 3 bulan bila bayi mempunyai faktor
risiko untuk gangguan pendengaran. Dan selama itu juga orang tua harus mencatat
setiap gangguan kesehatan yang mungkin menyebabkan ketulian seperti campak,
gondongan (parotitis), kejang demam, epilepsi, trauma kepala, keluar cairan dari
telinga, pilek yang sering berulang serta penggunaan obat-obatan.4
10
Beberapa uji coba klinis telah menunjukkan pengujian automated auditory
brainstem response (AABR) (misalnya, Algo-1 Plus) sebagai alat screening yang
efektif dalam mengevaluasi pendengaran pada bayi yang baru lahir, dengan sensitivitas
sebesar 100% dan spesifisitas sebesar 96-98%.3
11
Infeksi dalam uterus seperti cytomegalovirus, herpes, rubella, syphilis, dan
toxoplasmosis
Indikator neonatal, khususnya hyperbilirubinemia pada kadar serum yang
membutuhkan transfusi penggantian, hipertensi pulmonal persisten pada bayi
yang berubungan dengan ventilasi mekanik, kondisi-kondisi yang
membutuhkan penggunaan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO),
displasia bronchopulmonal, infeksi cytomegalovirus, dan anatomi craniofacial
(Lieu dan Champion baru-baru ini telah mengkonfirmasi hasil-hasil ini.)
Sindroma yang berkaitan dengan kehilangan pendengaran progresif, seperti
neurofibromatosis, osteopetrosis, dan Usher syndrome
Kelainan neurodegenerative, seperti Hunter syndrome, atau neuropati motorik
sensorik, seperti Friedreich ataxia dan Charcot-Marie-Tooth syndrome
Trauma kepala
Otitis media dengan efusi, berulang atau persisten selama paling kurang 3 bulan
Penggunaan obat-obatan ototoksik (aminoglycosida).3,5
12
VI. BERA DALAM PEMBEDAHAN
Monitoring Intraoperative
Evaluasi ABR
Interval puncak gelombang I-II dan I-III dapat memberikan informasi distal dan
proksimal selama pembedahan CN VIII.
Gelombang V dan latensi interval puncak gelombang I-V dimonitor untuk melihat
adanya perubahan pada latensi dan amplitudo. Latensi gelombang I-V memberikan
informasi mengenai integritas CN VIII terhadap batang otak auditori.3
Batasan
13
oleh tidak sinkronnya neuron atau faktor-faktor luar lainnya. Dan juga, keterlambatan
waktu potensial terjadi antara kemunculan aktual dari perburukan dan saat muncul
perubahan pada gelombang V. Pasien-pasien dengan kehilangan pendengaran
sensorineural yang telah ada sebelumnya kemungkinan akan memiliki morfologi
bentuk gelombang yang buruk dan tidak ada respon gelombang I.3
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Efiaty AS, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
Leher Ed. 7, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 2012
15