Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. ANALISIS SITUASI


Rumput laut atau sea-weeds secara ilmiah dikenal dengan istilah alga atau
ganggang yang berklorofil. Istilah rumput laut sebenarnya kurang tepat karena
secara botani alga tidak termasuk golongan rumput-rumputan (graminae). Istilah
lain adalah agar-agar, merupakan sebutan untuk jenis alga karena kandungan
kimianya.
Secara umum, perairan di Indonesia terdapat / hidup rumput laut, baik yang
sengaja ditanam atau hidup secara alamiah. Lebih dari 50 spesies rumput laut dapat
dimanfaatkan untuk konsumsi. Di Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara, banyak
dikembangbiakkan untuk kebutuhan utama sebagai bahan makanan atau sebagai
bahan tambahan untuk industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kertas, cat dan
lain-lain. Selain itu digunakan pula sebagai pupuk hijau dan komponen pakan
ternak maupun ikanagar-agar adalah jenis gracilaria verrucosa.
Ketika semakin luasnya pemanfaatan hasil olahan rumput laut dalam
berbagai industri, maka semakin meningkat pula kebutuhan akan rumput
laut Eucheuma sp sebagai bahan baku. Selain untuk kebutuhan ekspor, pangsa
pasar dalam negeri cukup penting karena selama ini industri pengolahan rumput
laut sering mengeluh kekurangan bahan baku. Khususnya produksi rumput laut di
NTT hingga saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan pasar nasional. Diantara
penyebab belum maksimalnya hasil produksi rumput laut masyarakat adalah teknik
budidaya yang belum efektif dan efisien.
Umumnya teknik budidaya yang digunakan adalah Long Line dengan
memanfaatkan area pasang surut di sepanjang Pantai Utara Kabupaten Kupang.
Teknik ini sangat disukai oleh petani di NTT karena biaya yang dibutuhkan bisa
dijangkau, alat dan bahan yang dibutuhkan mudah diperoleh, serta proses sejak
persiapan hingga panen sangat mudah dilakukan.
Selain keuntungan dan kemudahan yang bisa dirasakan, sebenarnya
masyarakat juga mulai merasakan kekurangan dari teknik budidaya ini yaitu ;
panen tidak mencapai jumlah maksimal karena cukup banyak rumput laut yang siap

1
panen putus akibat peristiwa pasang surut, rumput laut mudah terkena penyakit
akibat sampah laut yang banyak hanyut ke pantai, waktu petani habis tersita untuk
kegiatan pemeliharaan mulai dari pagi hingga sore hari, serta akibat semakin
banyaknya masyarakat yang terlibat dalam kegiatan budidaya maka konflik akibat
perebutan lokasi potensial akan mudah terjadi.
Salah satu teknik budidaya baru yang ingin diterapkan adalah Teknik
Kotak Rakit. Teknik ini ditawarkan dengan harapan dapat meningkatkan jumlah
produksi rumput laut NTT karena terjadi penambahan area budidaya,
meminimalkan jumlah rumput laut siap panen yang hilang, meminimalisir
kemungkinan penyakit pada rumput laut akibat sampah laut, meminimalisir waktu
pemeliharaan yang harus dilakukan oleh petani, serta dapat menjadi salah satu
solusi yang baik dalam mengatasi konflik perebutan lahan potensial budidaya.
Secara detail keuntungan yang dapat diperoleh adalah:
1. Teknik ini membutuhkan luas lahan yang jauh lebih kecil dari teknik long line.
Untuk budidaya 50 kg bibit hanya membutuhkan luasan 9-16m, jika
dibandingkan dengan teknik long line akan membutuhkan bidang seluas 25m
atau 50m. Ukuran rakit yang dipakai adalah 3 x 3 x 1 m atau 4 x 4 x 1 m.
2. Bahan untuk rangka kotak rakit terbuat dari bambu hutan yang banyak
ditemukan di wilayah NTT dan harganya jauh lebih murah dari bamboo jenis
lainnya. Diameter minimal yang biasa digunakan adalah 5 7 cm.
3. Rakit akan dilengkapi dengan jaring berukuran lubang - 1 inchi yang
berfungsi sebagai tempat hidup, penahan sampah laut dan ikan besar, serta
mencegah hanyutnya rumput laut. Karenanya hasil panen menjadi lebih
maksimal.
4. Karena kegiatan budidaya dilakukan pada area diluar pasangsurut yang
umumnya tidak terdapat banyak sampah laut maka, kegiatan pemeliharaan
berupa pembersihan rumput dari sampah laut tidak harus dilakukan setiap dan
sepanjang hari. Situasi ini memberikan waktu bagi petani untuk melakukan
aktivitas ekonomi lainnya atau untuk menjaga kesehatan dari akibat berendam
dalam air seharian tiap hari.

2
5. Bibit yang dibudidaya tidak diikatkan pada wadah apapun melainkan dibiarkan
bergerak bebas di dalam kotak jaring. Kemungkinan kontak langsung dengan
sinar matahari dalam waktu lama bisa dihindari karena adanya jaring penutup
yang membatasi gerak rumput laut pada arah vertical. Untuk pertumbuhan
rumput laut membutuhkan sinar matahari tetapi tidak boleh secara langsung
dalam waktu lama karena akan mengurangi mutu rumput laut yang dihasilkan.
Selain itu karena selalu berada di dalam air, tekstur rumput lautnya akan
menjadi lebih padat dan cenderung berwarna lebih gelap jika dibandingkan
dengan rumput laut yang selalu berada dipermukaan air laut. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rumput laut dengan tekstur padat dan berwarna gelap jika
dikeringkan akan memiliki karagenan yang lebih banyak dari pada yang padat
dan berwarna terang karena kandungan airnya yang banyak.
Dari sejumlah kelompok tani/nelayan yang bergelut di bidang budidaya
rumput laut di NTT tentu ada juga yang mampu bertahan dan berkembang lewat
sejumlah pembinaan / pendanaan baik dari pemerintah maupun swasta. Oleh karena
itu informasi dan teknologi dari mereka yang berhasil ini akan disosialisasikan
kepada beberapa kelompok nelayan (UMKM) melalui kegiatan ini.
Yang menjadi sasaran UMKM dalam rencana kegiatan ini adalah 2
kelompok usaha rumput laut di wilayah Bolok yaitu Kelompok Pantai Baru (10
nelayan) dan Kelompok Bolok Indah (10 nelayan). Umumnya para nelayan
memulai usahanya dari tahun 2000 dengan hasil produksi rata-rata pertahun 50 70
ton / kelompok. Wilayah ini memiliki lahan potensial untuk rumput laut seluas
450 Ha, namun dengan keterbatasan saat ini, lahan yang aktif digarap seluas 200
Ha atau 45 % dari lahan yang ada.
Kelompok-kelompok ini dipilih sebagai mitra dalam penerapan Ipteks
karena beberapa hal yang melatarbelakanginya, yaitu antara lain :
1. Adanya dukungan penuh dari Pemerintah Daerah setempat dan dinas-dinas
terkait untuk mengembangkan budidaya rumput laut sebagai produk unggulan
daerah.
2. Menjadikan kelompok-kelompok ini sebagai pilot project untuk dicontohi
wilayah-wilayah lain di Kabupaten Kupang dan NTT secara umum.

3
3. Wilayah yang luas dan jumlah petani yang tergabung dalam beberapa
kelompok memungkinkan diupayakannya penerapan teknologi rakit rumpon
untuk meningkatkan hasil produksi.
4. Organisasi kelompok yang cukup baik dan rasa kebersamaan yang terjalin
dalam kelompok untuk mengembangkan usaha mereka dirasakan akan
mendukung proses pengembangan usaha mereka apabila teknologi terapan ini
dapat semakin meningkatkan hasil panen rumput laut dan sekaligus
dikembangkan.

1.2. PERMASALAHAN MITRA


Dari uraian yang termuat dalam latar belakang di atas, dapat diidentifikasi
sejumlah masalah Mitra yang perlu diangkat dalam kegiatan Penerapan IPTEKS ini
adalah :
- Metode budidaya rumput laut yang masih tergolong konvensional (Long Line
Method) ternyata kurang efektif dan efisien, sehingga hasil yang diperoleh
kurang maksimal.
- Dibutuhkan sebuah terobosan dari aspek media tanam rumput laut. Dalam hal
ini teknologi yang dicoba akan diterapkan disebut dengan Teknik Kotak Rakit
Apung, dimana diharapkan dapat meningkatkan jumlah produksi rumput laut
NTT karena terjadi penambahan area budidaya, meminimalkan jumlah rumput
laut siap panen yang hilang, meminimalisir kemungkinan penyakit pada rumput
laut akibat sampah laut, meminimalisir waktu pemeliharaan yang harus
dilakukan oleh petani, serta dapat menjadi salah satu solusi yang baik dalam
mengatasi konflik perebutan lahan potensial budidaya

4
BAB 2
TARGET DAN LUARAN

Kegiatan ini akan membuat 10 (sepuluh) unit alat rakit kotak apung dari bahan
bambu, sehingga nantinya setiap kelompok Mitra mendapatkan 5 unit kotak rakit sebagai
produk contoh yang bisa langsung dipakai di lahan budidaya rumput laut.

Secara detail jenis kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi :


1. Rancang bangun kotak rakit apung yang bahan serta teknik pembuatannya
disesuaikan dengan kemampuan mitra dalam mengadaptasi, sekaligus
melakukan perawatan unit rakit secara sederhana.
2. Kelompok Mitra nelayan tersebut diberi pelatihan cara pembuatan kotak rakit
apung di fasilitas laboratorium konstruksi dan aplikasi di kawasan budidaya.
Selanjutnya mereka diharapkan dapat secara mandiri melakukan praktek
budidaya, perawatan dan perbaikan apabila terjadi kerusakan.

Gambaran tentang metode kegiatan pelatihan ini direncanakan sebagai berikut :

No Materi Penerapan IPTEKS Metode Keterangan lokasi

Pembuatan unit kotak rakit apung Diskusi, Praktek dan Lokasi Mitra dan Lab.
1.
dari bahan bambu. Peragaan Konstruksi Politkenik

Diskusi, Praktek dan


2. Monitoring dan pendampingan Lab Konstruksi Politeknik
Peragaan

Pendampingan (coaching) kepada


Monitoring dan
kelompok nelayan contoh dan Lokasi Mitra (Pantai Baru,
3. Kunjungan lapangan
nelayan lain yang ingin Kab. Kupang)
berkala
mengembangkan teknologi ini

Unit rakit rumpon rumput laut yang akan dibuat nanti terbuat dari bahan bambu
yang sudah diawetkan secara kimiawi, jaring plastik dan pelampung dari bahan
botol bekas air mineral.
Dimensi rakit bisa dibuat dalam ukuran 3 x 3 x 1 m atau 4 x 4 x 1 m. Rangka rakit
bambu disambung dengan teknik pengikatan khusus dan dari bahan serat rami.
Jangkar untuk penambat rakit terbuat dari bahan beton atau besi bekas. Model
konstruksi rakit rumpon tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

5
Jaring
Pelampung

Rakit
Bambu

Jangkar

6
BAB 3
METODE PELAKSANAAN

Kegiatan yang akan dilaksanakan dibagi dalam beberapa tahap yang dapat dirinci
berikut ini :
a. Tahap observasi dan penyiapan wilayah binaan,
Tahapan ini untuk meninjau kesiapan lokasi dan mitra nelayan untuk aplikasi
teknologi rakit apung. Termasuk mengurus perijinan dengan pihak pihak
terkait.
b. Tahap pengumpulan bahan
Bahan bahan untuk keperluan konstruksi rakit apung dipilih berdasarkan
kualitasnya dan dikumpulkan. Persiapan fasilitas kerja untuk produksi rakit
apung.
c. Tahap konstruksi rakit apung.
Aktivitas konstruksi rakit dilakukan di fasilitas workshop konstruksi jurusan
teknik sipil Politeknik Negeri Kupang. Ketersediaan peralatan yang lengkap
diharapkan dapat membantu terlaksananya pekerjaan ini.
d. Tahap uji coba rakit apung
Konstruksi rakit apung dibawa ke lokasi binaan untuk diujicoba aplikasinya di
kawasan budidaya rumput laut. Sekaligus penebaran benih untuk pertama kali
dan selanjutnya akan diobeservasi tingkat keberhasilan jenis konstruksi ini
selama 4 bulan.
e. Tahap transfer teknologi
Kelompok nelayan yang menjadi mitra akan diberi pembinaan secara berkala
untuk dapat membuat sendiri rakit apung, dimulai dari cara pemilihan bahan
baku, cara pembuatan sampai dengan cara pemeliharaannya. Nelayan mitra juga
akan diberi penyuluhan untuk teknik budidaya dan pemilihan produk rumput
laut yang sesuai dengan standar nasional.

7
BAB 4
KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI

UPT PpM Politeknik Negeri Kupang berperan dalam memfasilitasi Mitra dan
Tim Peneliti untuk melakukan kegiatan pengabdian sebagai salah satu Tri Darma
Perguruan Tinggi sekaligus melakukan monitoring terhadap kegiatan yang dilakukan
secara periodik.
Jenis keahlian / kepakaran yang diperlukan untuk menjamin berhasilnya kegiatan
ini secara kelembagaan UPT PpM Politeknik Negeri Kupang telah mempunyai tenaga
peneliti yang cukup yaitu meliputi ahli Rancang bangun yang berpengalaman dalam
budi daya rumput laut (Priska G. Nahak, ST., MT) dan bermitra dengan nelayan di
lokasi binaan, sehingga untuk keperluan konstruksi rakit ini dapat dijamin
pelaksanaannya. Hal ini didukung dengan ketersediaan peralatan laboratorium
konstruksi di Politeknik Negeri Kupang.

8
BAB 5
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

5.1. ANGGARAN BIAYA


Rencana pembiayaan dalam kegiatan IbM ini disusun sebagai berikut :
1. Honorarium
No Uraian Sat Jumlah (Rp.) Total (Rp.)
1 Ketua Pelaksana 8 bln 750.000 6.000.000
2 Anggota Pelaksana 2 orang 8 bln 500.000 8.000.000
Jumlah 1 (Rp.) 14.000.000,-

2. Peralatan dan Bahan Habis Pakai

Kebutuhan bahan untuk 1 buah rakit


No Uraian Sat Jumlah (Rp.) Total (Rp.)
1 Bambu (3,75 m) 8 Rp15,000 Rp120,000
2 Tali Plastik 3 mm 1.5 Rp70,000 Rp105,000
3 Tali Plastik 8 mm 40 Rp5,000 Rp200,000
4 Pelampung/jerigen 5 liter 20 Rp10,000 Rp200,000
5 Jangkar 12 Rp25,000 Rp300,000
6 Jaring 1/2 inchi 21 Rp640 Rp13,440
7 Jaring 3/4 inchi 21 Rp3,200 Rp67,200
8 Bibit rumput laut 80 Rp10,000 Rp800,000
9 Karung Goni 25 kg 20 Rp3,500 Rp70,000
10 Parang 4 Rp100,000 Rp400,000
11 Gergaji 4 Rp100,000 Rp400,000
Jumlah (Rp.) Rp 2,675,640
Jadi kebutuhan bahan untuk 10 unit rakit (Jumlah 2) = Rp 26,756,400,-

3. Perjalanan dan lain-lain


No Uraian Sat Jumlah (Rp.) Total (Rp.)
Transport Lokal 10 Peserta (3
1 10 Keg 100.000,- 1.000.000,-
KUB)
2 Transport Tim IPTEKS 3 Keg 750.000,- 2.250.000,-
2 Konsumsi 2 keg 1.000.000,- 2.000.000,-
3 Laporan dan Penggandaan 10 Exp 200.000,- 1.500.000,-

9
4 Sertifikat Pelatihan 10 Lbr 15.000,- 150.000,-
5 Cuci Cetak DIgital 1 Keg 250.000,- 150.000,-
6 Perijinan dan Materai 1 Keg 1.500.000,- 1.500.000,-
7 Kertas HVS 5 Rim 35.000,- 175.000,-
Jumlah 3 (Rp.) 8.725.000,-
Total Biaya Pelatihan =
Rp. 14.400.000 + Rp. 26.756.400,- + Rp. 8.725.000 + = Rp. 49.881.400,-
Terbilang : Empat Puluh Sembilan Juta Delapan Ratus Delapan Puluh Satu
Ribu Empat Ratus Rupiah

5.2. JADWAL KEGIATAN

Kegiatan ini direncanakan dilaksanakan di dua lokasi : Politeknik Negeri Kupang


dan Kelompok Usaha Rumput Laut Kabupaten Kupang dengan penjadwalan selama 8
bulan dengan perincian sebagai berikut :

Waktu Pelaksanaan (Bulan)


No Jenis Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8

1 Observasi ke lokasi X

2 Rencana Operasional / Perijinan


X X
rencana kegiatan Penerapan IPTEKS

3 Persiapan bahan pembuatan rakit kotak


X
apung

4 Pelaksanaan Pelatihan, Pembuatan rakit


kotak apung serta fasilitasi pelatihan X X X
cara budidaya.

5 Evaluasi hasil kegiatan dan Pemantauan X X X X X X X

6 Penyusunan laporan kegiatan X X

Kegiatan persiapan bahan dan kelengkapan pelatihan, pelaksanaan pelatihan dan


evaluasi hasil kegiatan dilakasanakan di lokasi pelatihan yaitu di Laboratorium
Konstruksi Teknik Sipil Politeknik Negeri Kupang sedangkan pembuatan dilakukan di
lokasi Kelompok Usaha Rumput Laut. Setelah itu program ini masih berlanjut pada
kegiatan Pemantauan dan Pendampingan serta Konsultasi yang dilakukan secara
periodik.

10
DAFTAR PUSTAKA

Cholik, F. 1991. Budidaya rumput laut Eucheuma Sp dengan rakit dan lepas
dasar.Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Litbang Pertanian, Jakarta

Flores Pos, edisi 16 April 2004, Potensi Laut NTT Yang Melimpah.

Ismail, W, 1992. Budidaya rumput laut jenis algae merah. Makalah Aplikasi Teknologi
Kupang NTT, 2-3 Maret 1992

11

Anda mungkin juga menyukai